Bahasa Anjing

20 Nov

Memang aku sudah menulis tentang BowLingual di posting sebelum ini, yaitu sebuah alat untuk menerjemahkan apa yang “dikatakan” oleh seekor anjing menjadi bahasa manusia biasa. Tapi tentu saja tidak bisa semua yang disalakkan oleh anjing itu bisa diterjemahkan oleh BowLingual. Bahkan di ulasan di majalah TIME dikatakan, coba saja, kalau pun terjemahan itu tidak benar, disarankan untuk membawa anjing itu jalan-jalan saja. Andai saja ada orang yang bisa mengerti bahasa Anjing, mungkin ada banyak pesan yang bisa diketahui.

Hampir setiap hari Sabtu, aku menonton acara televisi Chanel TV Nihon (chanel 4) acara “Tensai! Shimura dobutsuen” (Jenius! Kebun Binatang Shimura). Shimura Ken, terkenal sebagai seorang pelawak, tapi terus terang aku tidak suka melihat lawakan dia, sejak dulu, sejak aku datang ke Jepang. Berlainan dengan temanku Setyawan yang nge-fans berat padanya. Yang aku paling tidak suka dia sering memukul kepala orang. Lawakannya kasar menurutku. Tapi di program TV ini, dia yang penyayang binatang mengumpulkan cerita-cerita mengenai binatang. Sekaligus dengan bintang-bintang tamu yang lain menceritakan bagaimana mereka bergaul dengan binatang. Salah satu yang aku suka, Shimura mempunyai “teman” dekat seekor simpanse yang pintar. Belum lagi ada corner acara mengenai bayi-bayi binatang…. duhhhh cute sekali! Karena papa Gen hari Sabtu juga sering bekerja dan pulang malam, aku dan anak-anak sering menonton acara ini bersama.

Kemarin ada acara yang menampilkan seorang Amerika bernama Heidi. Konon wanita yang mantan polisi ini bisa mengerti bahasa binatang terutama anjing. Dia sadar mempunyai “bakat” ini sebelum bekerja sebagai polisi, tapi dia tidak gubris dan bekerja sebagai polisi. Dalam melaksanakan tugasnya sering dia “dibantu” oleh anjing-anjing yang ada di sekitar penjahat yang harus dia tangkap. Lalu setelah dia keluar dari kepolisian, dia mengasah bakatnya dengan bergaul dengan berbagai macam binatang. Nah, dalam program TV itu, dia mengunjungi akuarium dan bisa “bercakap-cakap” dengan berbagai binatang.

Yang akhirnya aku rasa terharu sekali, dia bisa menjadi “perantara” dengan menanyakan apa yang diinginkan anjing itu kepada pemiliknya. Terutama ada keluarga yang kematian putri pertamanya. Putri pertama ini yang memelihara si anjing. Putri ini meninggal karena tertabrak, dan anjing itu tiba-tiba tidak bertemu dengan tuannya, kecuali waktu sebelum pemakaman. Enam bulan setelah upacara pemakaman itu si anjing tiba-tiba menjadi kurus sekali. Stress. Nah ini yang ingin ditanyakan oleh si Bapak, apakah anjing itu stress karena tidak tahu bahwa si Putri meninggal? Ternyata dari “pembicaraan” Heidi dan anjing ini, diketahui bahwa si anjing sudah mengerti bahwa si Putri meninggal. Tapi dia stress justru karena khawatir terhadap putri kedua yang waktu itu berusia 3 tahun, yang mungkin tidak bisa menerima kematian kakaknyLalu si Bapak juga bilang bahwa si anjing sering tiba-tiba melihat ke arah mereka seperti mau mengatakan sesuatu. Sebenarnya apa sih yang mau disampaikan. Lalu hasil “pembicaraan” Heidi dan anjing diketahui bahwa, pada saat-saat itu si anjing mau memberitahukan bahwa dia merasakan kehadiran si Putri almarhum. Lalu Heidi berkata,” Anjing ini paling suka boneka beruang”, dan ternyata boneka beruang itu adalah boneka dari Putri almarhum. Mungkin “bau” dari si Putri masih tercium kuat dari boneka itu.

So pasti dong, aku menangis mengikuti acara ini. Payah deh…hehehe. Cuma memang kalau dipikir-pikir apa benar si Heidi ini bisa bicara dengan binatang. Jangan-jangan itu cuma akal-akalan pembuat program TV itu. Atau dia sudah tahu lebih dahulu ceritanya sehingga bisa dibuat sedih-sedih. Mana ada sih orang yang bisa berkomunikasi sedetil begitu dengan binatang, sampai bentuk boneka, atau kondisi rumah/kamar disampaikan dengan detil. Tapi terlepas dari benar tidaknya kemampuan Heidi, penyayang binatang terutama anjing, pasti berlomba-lomba ingin “bercakap-cakap” dengan binatang peliharaannya. Loh, kok seperti dukun ya? hehehe.

Bisa melihat foto-foto Heidi dan binatang di website Nihon Terebi

Tanggung Jawab Masing-masing

4 Apr

Tentu saja kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita masing-masing. Seorang blogger harus bertanggung jawab akan tulisannya, seorang bapak/ibu harus bertanggung jawab akan keluarganya. Bahkan seorang anakpun harus bertanggung jawab pada pelajaran yang diikuti di sekolah dsb dsb.

Bukan hanya perbuatan saja, kita juga harus bertanggung jawab pada barang-barang milik kita. Sering kita jumpai peringatan di bandara, “Don’t leave your belonging unattended”. Kalau tidak bertanggung jawab alias membiarkan barang-barang begitu saja, tentu saja kita akan rugi sendiri. Bisa jadi barang kita diambil, atau dimasuki benda-benda terlarang, yang akhirnya nanti akan merugikan kita sendiri.

Warung okonomiyaki ala Hiroshima

Sabtu kemarin aku pergi jalan-jalan dengan Riku dan Kai di sekitar rumah saja. Setelah menaruh jas Gen di Dry cleaning, kami makan okonomiyaki ala Hiroshima di sebuah “warung” khusus okonomiyaki. Kami memesan satu okonomiyaki tradisional dan satu modern. Yang tradisional isinya yakisoba (bakmi gorengnya Jepang) dengan  irisan kol lalu ditutup “crepe”. Ini yang membedakan okonomiyaki Hiroshima dengan yang biasa. (Yang biasa bisa lihat di sini) .  Di atas crepe dioles saus khusus + taburan ganggang laut (nori) dan pakai mayoneise.

Yang modern itu serupa pizza. Crepenya okonomiyaki diberi irisan cheese saja. Katanya anak-anak suka “pizza” ini. Jadi aku pesan satu juga, toh tipis ini. Kupikir Riku pasti bisa makan banyak. Kai juga aku harapkan bisa makan karena isinya yakisoba, yang merupakan kegemaran dia. Ternyata …. nyisa deh.

Tapi terpaksa deh aku harus bertanggung jawab dengan pesananku. Di jaman susah seperti ini, rasanya tidak tega untuk membuang makanan. Dan di restoran/warung Jepang tidak bisa dan tidak biasa membawa pulang sisa makanan sebagai “Doggy Bag”. Mereka tidak mau bertanggung jawab jika kita keracunan makanan/sakit perut akibat makan makanan sisa yang mungkin lupa kita masukkan ke lemari es atau lupa dipanasi. Jadi jangan pernah minta bawa pulang sisa makanan di resto jepang ya…. kecuali membeli makanan take away (bukan sisa). (Memang ada saja kekecualian, kalau pembeli cerewet dan memaksa bawa pulang. Untuk itu perlu bahasa Jepang yang memadai ya. Tapi pada umumnya TIDAK LAZIM membawa sisa makanan dari restoran.)

Aku memang tahu bahwa di “warung” itu ada Kodomo Bi-ru, bir untuk anak-anak. Tentu saja tidak mengandung alkohol. Harganya 1 botol kecil 400 yen. Mahal! Karena itu aku diam-diam saja, karena sebetulnya Riku ingin sekali coba minum kodomo bi-ru itu. Yah….. karena dia sudah bisa baca sekarang, dia menemukan satu poster kecil yang bertuliskan “Kodomo bi-ru” itu, dan dengan muka memelas minta padaku. (terdengar deh seruan kalau di Indonesia “Sayang anak…sayang anak….” hehehe :D) Jadi aku kabulkan deh.

Jadi aku pasang juga di sini foto bahwa minuman yang diminum Riku dan Kai itu adalah minuman khusus, BUKAN BIR. Karena pernah ada kejadian, seorang anak (di bawah 20th) mengupload dirinya sedang minum bir di blognya, dan di foto itu juga kelihatan ibunya ada. (Pasti ada yang iri tuh, jadi lapor-lapor polisi hehehe) Dan polisi menangkap ibu itu dengan tuduhan membiarkan anaknya minum bir di tempat umum, yang melanggar peraturan Jepang. Di Jepang strict sekali peraturan tidak boleh merokok dan minum alkohol bagi mereka yang belum 20 th. Ibu itu dianggap tidak bertanggung jawab! Aku tidak mau dong ditangkap 😀

Setelah dari warung itu, kami naik sepeda pulang ke rumah. Kai mengatakan bahwa dia kuat dan mau jalan pulang. Jadi deh kami sempat berfoto di dekat pohon sakura di taman yang kami lewati. Indah!

Tapi di taman itu aku juga menemukan papan peringatan ini.

Kotoran anjing menggangu orang lain. Pemilik anjing HARUS membawa pulang kotoran it.

Pemilik anjing HARUS bertanggung jawab atas KOTORAN anjingnya! Memang waktu aku pertama kali datang ke Jepang juga merasa heran, kenapa orang-orang mengajak anjingnya jalan-jalan, dan mereka pasti membawa kantung plastik. Wah, begitu anjingnya berhenti di pinggir jalan untuk buang air besar, di pemilik langsung deh keluarkan plastik itu untuk MEMUNGUT kotoran anjing itu dan MEMBAWA pulang, untuk dibuang ke kloset masing-masing. (Mau tahu lebih detil tentang memelihara anjing di Jepang bisa baca tulisanku yang “Wan wan atau nya nya”). Aduh… aku jadi mikir untuk pelihara anjing di Jepang…hehehe.

Sebagai penutup aku lampirkan foto ini. Hayo siapa yang harus bertanggung jawab jika Kai jatuh? 🙂

Riku mengajari Kai naik sepeda.

 

 

 

Akita-ken dan Shiba-ken

15 Des

Kalau mendengar kata Akita-ken, biasanya orang akan berpikiran tentang Prefektur (bayangan orang Indonesia adalah propinsi)  Akita, yang memang dibaca sebagai Akita Ken. Tapi yang aku maksud di sini ken adalah bacaan lain dari kanji inu 犬. Jadi judul di atas, kalau diterjemahkan menjadi Anjing Akita dan Anjing Shiba. Kedua jenis anjing ini merupakan anjing asli Jepang, yang sudah sejak dulu berada di Jepang. Anjing asli Jepang sendiri ada 6 jenis sekarang (dulu 7 tapi musnah), dan sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi warisan alam Jepang sejak tahun 1931 untuk Anjing Akita dan 1936 untuk Anjing Shiba.

Sesuai dengan namanya Anjing Akita ini memang berasal dari prefektur Akita, yang berada di Utara Jepang, masih di pulau utama (Honshu). Selain terkenal dengan Anjing Akita, daerah ini juga terkenal dengan Akita Bijin! Bijin = wanita cantik… well hanya kebetulan saja loh, bukan aku sengaja menyandingkan Anjing dengan Wanita di sini. Kabarnya seorang anjing yang setia menunggu tuannya pulang, yang pernah saya tulis di “Sebuah Cerita Tentang Kesetiaan” ini juga termasuk jenis Anjing Akita, dan termasuk jenis anjing besar (badannya).

Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.
Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.

Sedangkan yang lebih kecil adalah Anjing Shiba (termasuk jenis kecil), atau bahasa Jepangnya Shiba-ken 柴犬, merupakan anjing tertua yang berada di Jepang. Anjing ini bisa dikatakan mewakili anjing asli Jepang, karena 80% anjing Jepang yang berada di Jepang sekarang adalah Anjing Shiba. Ketenarannya sampai ke Amerika dan negara-negara lain. Ibu mertua saya memelihara anjing jenis ini sudah 9 tahun lamanya. Sembilan tahun menurut perhitungan manusia sama dengan 65 tahun umur manusia. Jadi sudah cukup tua. Nama anjing kami ini Dai-chan. Waktu lahir amat lucu dan pernah menjadi model untuk kalender.

Daichan waktu masih bayi
Daichan dan adik sekandungnya waktu masih bayi

Riku dan Kai juga tidak pernah takut pada Dai-chan, dan selalu bermain bersama jika kami pulang ke rumah mertua. Aku? Aku selalu suka anjing, meskipun malas untuk memeliharanya. Takut lupa kasih makan….kan kasihan. Tapi sebetulnya selain itu, bagi orang yang tinggal di apartemen/mansion di Tokyo, agak sulit jika mau memelihara anjing. Umumnya tidak boleh memelihara anjing/kucing, sehingga jika mau memelihara harus cari apartemen/mansion yang memperbolehkan pelihara pet.

Dai-chan dan adiknya setelah dewasa
Dai-chan dan adik sekandungnya setelah dewasa

Dulu di Jakarta waktu kecil kami memelihara German Sheperd, yang kami beri nama Nero, yang badannya jauuuuh lebih besar dari kami.

Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil itu hihihi
Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil selangsing itu hihihi (kayaknya SMP deh)

Kenapa tiba-tiba aku ingin bercerita tentang anjing? Ya, posting ini khusus aku buat untuk seorang sahabat, penyayang anjing yang menamakan dirinya The Bitch! Memang kalau kita membaca blognya mungkin akan timbul beberapa kerut-kemerut di kepala dengan penggunaan bahasanya. Tapi aku berani jamin dia adalah seorang teman terbaik yang transparan yang akan berbicara tanpa “hiasan” dan terus terang.  Nama yang bagus, Pitoresmi Pujiningsih atau aku selalu panggil Pito … yang berulang tahun hari ini, 15 Desember 2009  yang ke 28 tahun (bener ngga sih?). Selamat Ulang Tahun sahabat…. aku berdoa untuk kesehatan dan kiprah kamu dalam berbagai kegiatan. Traktirnya nanti ya kalau aku ke Jakarta…

Tentang anjing asli Indonesia? Aku sama sekali tidak tahu! Ada ngga sih?

Sumber:  Wikipedia Jepang mengenai Anjing asli Jepang, Anjing Akita dan Anjing Shiba.

SEBUAH CERITA TENTANG KESETIAAN

28 Nov

Di Shibuya, Tokyo, Jepang, tepatnya di alun-alun sebelah timur Stasiun Kereta Api Shibuya, terdapat patung yang sangat termasyur. Bukan patung pahlawan ataupun patung selamat datang, melainkan patung seekor anjing. Dibuat oleh Ando Takeshi pada tahun 1935 untuk mengenang kesetiaan seekor anjing kepada tuannya.

Seorang Profesor setengah tua tinggal sendirian di Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api. Hachiko pun setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang profesor kembali.. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun. Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.

Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat.

Pagi itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar. Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasiun Shibuya bersama Hachiko. Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.

Kereta api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu. Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan bakar batu bara itu.

Setelah mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib, Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”

” Anjing manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.

Seakan mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.

Di kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.

Tiba-tiba ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.

Menjelang malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.

Malam pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua hari kemudian, dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali. Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.

Para pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh kerabatnya.

Mereka pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.

Akhirnya tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut agar tidak kedinginan.

Selama 9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan. Sejenak kemudian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa sampai mati.

Warga yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya. Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang kadang justru langka terjadi pada manusia.

Mereka begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemudian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiko saat mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiko pun dijadikan symbol kesetiaan. Kesetiaan yang tulus, yang terbawa sampai mati.

Sungguh kisah yg menggugah hati….tak habis2nya saya meneteskan air mata membaca cerita hidup Hachiko….

Film ttg kisah hachiko dibuat d jepang tahun 1987 dgn judul “Hachiko Monagatari”. Film ini byk memperoleh penghargaan. ..
Dan saat ini versi hollywoodnya sedang dibuat dgn judul “Hachiko : A Dog’s Story” (Starring and Co-Producted by Richard Gere)….

Hachiko: A Dog’s Story,[9] to be released in 2008, is an American movie starring actor Richard Gere, directed by Lasse Hallström, about Hachikō and his relationship with the professor. The movie is being filmed in Rhode Island, and will also feature actresses Joan Allen and Sarah Roemer.[10]

(sumber dari milis IKAJA UI)

depan patung hachiko Shibuya,  sebagai meeting point
Depan patung Hachiko Shibuya, yang terkenal sebagai meeting point

NB: Saya heran kok Richard Gere lagi, soalnya sebuah film Jepang yang terkenal di sini “Shall We Dance” versi bahasa Inggris juga diperankan oleh Richard Gere. Saya pernah posting tentang film Shall We Dansu/Dance versi bahasa Jepang di sini

 

 

Teh Koucha

1 Nov

Postingan ini bukan merefer sebutan untuk kakak perempuan bahasa Sunda. Tapi untuk Teh yang memang Teh… Tapi di Jepang, kami mengenal dua sebutan yaitu : Ocha untuk teh Jepang, dan Koucha untuk teh ceylon, teh jawa, teh darjeling …apa saja….teh yang berwarna merah kecoklatan itu, selain dari Teh Jepang. Nah hari ini tanggal 1 November di Jepang diperingati sebagai hari Teh KOUCHA. Dan menurut sejarahnya pertama kali Teh Koucha masuk ke Jepang adalah hari ini di tahun 1791 , Daikokuya Koudayu membawa teh hadiah dari Ratu Rusia Ekaterina Alekseevna II ke Jepang. Jadi tanggal ini ditetapkan menjadi hari peringatan teh.

Saya yang sebenarnya coffee addict, sudah hampir 2 minggu ini berpindah ke lain hati…. ya sekarang saya lebih mengkonsumsi Teh dibanding kopi. Gara-gara sering sakit kepala, sehingga saya pikir coba kalau saya mengganti kopi dengan teh. Akibatnya…. saya ngantuk terus nih bawaannya hehheeh (teh yang disalahin). Tapi yang pasti saya masih lebih bisa minum teh Jawa atau jasmine tea, daripada teh herbal-herbalan dengan rasa macam-macam yang aneh-aneh. peppermint, atau apple atau ….chamomile (yieks begitu cium baunya saja, saya teringat pada jamu hehhehe)

Tanggal 1 November ternyata banyak peringatannya, tapi yang menarik bagi saya itu adalah hari Sushi, entah apa alasannya…saya tidak menemukan data yang menyebabkan sushi harus diperingati tanggal 1 november…but… mungkin…mungkin loh…. karena sushi itu berupa potongan ikan/udang/telur yang bentuknya seperi angka satu (ya lurus lurus aja kan) makanya dipilih tanggal 1-11 ini sebagai hari peringatannya. Ini hipotesa saya yang mungkin salah…..

Kemudian hari ini juga merupakan peringatan huruf braille di Jepang, karena pada tanggal 1 November 1890 untuk pertama kalinya huruf Braille yang memakai 6 titik dipakai untuk menggantikan huruf titik bagi penderita tunanetra di Jepang yang 12 titik. Yang merupakan bapak huruf titik untuk tuna netra di Jepang adalah Ishikawa Kuraji ( Huruf titik di Jepang berlainan dengan huruf yang dipakai di luar negeri, mungkin dikarenakan Bahasa Jepang tidak memakai alfabet, sehingga tidak cocok jika huruf Braille dipakai begitu saja. ) Yang pasti penderita tuna netra di Jepang sejak tahun 1890 ini sangat diperhatikan dengan pemakaian huruf titik ini di hampir semua fasilitas umum. Bahkan di kaleng-kaleng minuman, atau pegangan tangga, pasti didapati tulisan titik ini. Bila mau melihat dokumen mengenai huruf titi silakan baca wikipedia ini , yang memang berbahasa Jepang, tapi dnegan melihat fotonya saja mungkin dapat kita lihat usaha-usaha melakukan Barrier Free bagi penyandang Tuna netra.

Yang terakhir yang saya anggap menarik dijadikan hari peringatan untuk tanggal 1 November ini adalah Hari Anjing… loh kok? Ya, alasannya 1 November jika dibaca menurut bahasa Jepang adalah 11-1 dalam bahasa Inggrisnya One One One (wan wan wan). Sedangkan suara anjing di Jepang adalah wan-wan-wan (seperti yang sudah pernah saya tulis di postingan ini. Sehingga jadilah tanggal 1 November sebagai hari Anjing. (Sekelibat saya berpikir, kalau mau merefer ke bunyi saja, berarti nanti tanggal 22 Februari dibaca two two two …. dalam bahasa Indonesianya jadi tut tut tut….hari kereta api deh…. hehheh —INFO INI TIDAK BENAR, HANYA REKAAN SAYA SAJA—-)