Diingatkan Usia

8 Jan

Kai tiba-tiba bertanya padaku waktu aku sedang cuci piring di dapur:
“Mama umur berapa?”
“45 tahun”
“Sudah tante-tante (obasan)?”
“Sudah dong”
“Ehhhhh ngga boleh! Mama tidak boleh jadi obasan!”
“Loh kok, kan memang obasan… Gini Kai, Kalau Darma (anak adikku -red) panggil mama gimana?”
“Mama…”
“Ya ngga dong, mamanya Darma kan tante Novi”
“Panggil tante…”
“Ya makanya tante itu kan obasan… jadi Darma panggil mama obasan”
“Ngga mau, harus panggil mama. Ngga boleh obasan”
…………..

Aku tahu Kai tidak mau aku dipanggil obasan, karena sebentar lagi menjadi obaasan…. berarti aku semakin tua. Dan kalau tua pasti mati 🙁 Jadi dia tidak mau aku menjadi tua supaya tidak mati. Padahal manusia tidak bisa menghentikan waktu yang terus bergulir kan?

Siang ini aku juga diingatkan usia. Jadi ceritanya aku mempunyai kelas baru di sebuah Balai Pertemuan Desa yang disebut Kominkan, suatu bangunan milik pemerintah daerah yang dimaksudkan sebagai wadah berkumpul warga untuk belajar, bermain, membaca atau apa saja. Hampir semua pemerintah daerah (kelurahan) mempunyai minimum satu gedung pertemuan seperti ini. Nah, kadang seksi pendidikan pemerintah daerah itu membuat program pendidikan dan atau kebudayaan dan mengundang warga untuk mengikutinya, secara gratis. Program ini dibiayai dengan pajak penduduk. Dan mulai bulan Januari sampai Maret selama 10 kali, aku mengajar bahasa Indonesia di sini, untuk warga sekitar kota Wako.

Meskipun kota Wako termasuk dalam prefektur Saitama, tapi secara geografis bersebelahan dengan kelurahanku, Nerima, sehingga dari rumahku ke balai pertemuan itu cukup 15 menit naik mobil. Dekat TAPI harus naik mobil. Jika naik kereta muter-muter, atau jalan terpendek harus naik bus (dan kalau bersalju tentu aku harus siap untuk naik bus ke sana).

Pelajaran pertama diikuti 15 orang warga yang kebanyakan memang ibu-ibu dari berbagai tingkat usia, 30-an, 40-an, 50an dan 60th ke atas. Hanya ada satu 1 bapak pensiunan (dan konon dia sudah pernah belajar bahasa Malaysia). Pelajaran berlangsung menyenangkan, dan seperti biasanya aku tidak suka melihat murid-murid tegang sehingga aku sering menyelipkan guyonan. (Padahal kepala gedung juga ikut pelajaran terus loh, jadi seperti diawasi hehehe) . Waktu satu setengah jam membahas pelafalan, perkenalan, salam dan garis besar tata bahasa dari contoh kalimat yang ada. OK, pelajaran selesai pukul 11:35 (molor 5 menit karena ada pertanyaan).

Sambil aku bersiap pulang, tiba-tiba seorang ibu yang duduk paling depan menghampirku:
“Sensei, pasti sensei kenal anak saya. Dia pernah ketemu sensei juga loh di sebuah restoran Indonesia di Koenji
“Hmmm siapa ya? Universitas mana?”
“Dia pernah belajar pada sensei waktu dia masih SMA! Dia ikut pertukaran AFS lalu kembali ke Yogya untuk belajar di UGM dan akhirnya menikah dengan orang Yogya!”
“Ahhhh ya ya ya, saya ingat. Dia ikut kursus di KOI dulu. Peserta dari SMA yang pernah belajar pada saya sangat sedikit sehingga pasti saya ingat”
“Iya itu anak saya. Dia belajar pada sensei 10 tahun lalu, waktu itu dia 18 tahun……”
jadilah ramai percakapan karena secara kebetulan si ibu ini belajar pada guru yang dulu pernah mengajar anaknya…dan semuanya kebetulan.
“Saya sudah 65 tahun sensei, jadi maaf kalau saya tidak bisa mengikuti pelajaran. Tapi saya pikir saya perlu belajar untuk bisa bicara dengan keluarga menantu saya. Paling tidak mengucapkan salam….”
“Jangan bicara umur. 65 tahun masih muda. Kamu tahu, murid saya yang tertua berapa tahun? Seorang bapak (Watanabe san) yang memulai belajar bahasa Indonesia saat dia berusia 83 tahun. Dan dia terus belajar bahasa Indonesia sampai meninggal, padahal dia BELUM pernah sekalipun pergi ke Indonesia.”

Aku juga merasa senang sih bertemu dengan “kerabat” dari mantan murid, tapi kalau mengetahui bahwa si anak SMA ini sekarang sudah pegawai dan dia belajar padaku itu 10 tahun lalu, mau tidak mau aku jadi berhitung deh. Aku diingatkan juga bahwa usiaku sudah tidak muda lagi!

Tapi dalam pembicaraan telepon dengan seksi pendidikan KBRI siang itu juga, “Imelda, kamu sekarang sedang produktifnya bekerja, jadi berusaha terus, jangan malas-malas atau enggan. ” Ibu Hikita memang selalu mendukungku, dan aku sangat berterima kasih dengan dukungan itu.

Dan sambil berjalan menembus angin malam yang dingin seusai mengajar di Meguro tadi, aku ingat pembicaraanku dengan Hikita san beberapa waktu yang lalu,
“Imelda, kamu masih ingat S sensei, pelukis yang melukis kamu sebagai modelnya?”
“Tentu masih ingat dong”
“Dia meninggal sekitar sebulan yang lalu. 80 tahun”
“Wah sudah tua ya….”
“Siapa bilang tua. Kalau untuk orang Jepang 80 tahun itu masih bisa bekerja dan berkreasi. Sebetulnya dia sehat, tidak sakit masih melukis dan meninggal waktu berendam”
Aku jadi berhitung lagi…. kalau aku diberi umur sampai 80 tahun, aku tentu mau tetap bisa bekerja dan berkarya. Tidak mau bergantung orang lain. Dan untuk itu aku HARUS sehat terus dong!

Jadi kesimpulan hari ini:
Meskipun diingatkan terus bahwa usia bertambah terus, harus juga ingat terus untuk hidup sehat supaya bisa menjadi tua dengan sehat.

Merajut Perahu

5 Jan

Mungkin aneh ya jika mendengar kata “merajut perahu”, karena biasanya perahu bukannya dirajut tapi dibangun/dibuat. Tapi ini adalah terjemahan harafiah judul sebuah film Jepang yaitu “Fune wo Amu 船を編む” yang sama dengan judul novel yang menjadi dasar pembuatan film ini. Penulis buku ini, Miura Shiwon memang menamakan bukunya tidak umum, tapi bisa dimengerti jika sudah membaca/menonton filmnya. Judul filmnya dalam bahasa Inggris menjadi “The Great Passage”.

Ceritanya mengenai penerbitan sebuah kamus yang bernama Daitokai 大渡海 yang kalau dilihat dari kanjinya ada kata “menyeberangi” dan “laut” sehingga untuk menyeberangi laut perlu kapal/perahu kan? Dan dalam pembuatan kamus itu perlu orang-orang yang “merajut” atau “menyambung” penjelasan kata-kata yang akan dituliskan dan mereka tergabung dalam kelompok editorial.  Film ini dimulai dengan : bagaimana menjelaskan kata “kanan”.

Majime Mitsuya, sebagai tokoh cerita ini, merupakan orang yang sangat “aneh”, lulusan bidang linguistik. Apalagi namanya Majime 馬締 yang kalau dalam bahasa sehari-hari berarti, rajin, tekun, giat, serius. Jadi benar-benar cocok antara nama keluarga dan sifatnya itu. Dalam wikipedia dikatakan bahwa nama keluarga seperti ini BUKAN buatan, ada sekitar 10 keluarga di seluruh Jepang yang memakai nama keluarga ini. Si Majime sebelum masuk ke seksi editorial kamus ini ditanya oleh pemimpin editorial (profesor bahasa) mengenai bagaimana menjelaskan kata “kanan” yang dijawab “Jika menghadap ke utara, maka yang di sebelah barat adalah kanan”. Penjelasan yang dirasakan bisa cukup mewakili TAPI pada akhir cerita tidak dipakai sebagai penjelasan kata kanan dalam kamus itu.

Pembuatan kamus itu makan waktu bertahun-tahun (dalam film ini kamus Daitokai ini makan waktu 13 tahun, dengan lata cerita dimulai tahun 1995), dan oleh perusahaan penerbitan merupakan proyek yang memakan biaya dan tidak diketahui keuntungannya. Sedikit perusahaan yang mau menerbitkan kamus yang tebal karena faktor itu. Dalam penulisan novel dikatakan bahwa penulis mengadakan survey pada perusahaan penerbitan kamus terkenal  di Jepang yaitu Iwanami Shoten dan Shogakkan. Dan memang aku bisa bayangkan sulitnya membuat kamus, yang sebetulnya tidak bisa hanya dipegang oleh satu orang. Harus dilakukan satu tim.

Dalam film kekuatan tim, passion mereka dan bumbu-bumbu cerita cinta Majime dengan Kaguya membuat film ini menarik. TAPI mungkin hanya dianggap menarik oleh mereka yang bisa mengerti proses penulisan, mereka yang berkecimpung dalam dunia penulisan/penerbitan dan penelitian bahasa. Bagi mereka yang tidak mempunyai perhatian pada proses penulisan pasti akan mengecap film ini “suram.  Aku sendiri menonton film ini menjadi “sakit perut” membayangkan jika aku harus menjadi editor kamus … duh bekerja sambil duduk terus di dalam ruangan (yang dalam film itu kesannya gelaaaap sekali) dan harus mencari kalimat yang tepat sasaran, tanpa hiasan, yang bisa menerangkan kata yang dimaksud.

Hanya ada satu harapanku jika ada yang berminat menonton, (sebaiknya sih semua orang bisa menonton) yaitu pengertian bahwa pembuatan kamus itu sulit dan semoga pemakai kamus bisa menghargai kamus, terlebih kata-kata yang dikumpulkan dengan susah payah. Semoga kamus juga dapat membantu menghilangkan keraguan atau salah tafsir pemakai bahasa. LOH kok aku yang berharap sih hehehe? Mestinya FILM (atau penulis) yang berharap ya? Tapi sebagai seorang dosen bahasa, aku merasa senang ada sebuah film yang bisa menggambarkan pekerjaan penulisan, editorial dan penerbitan sebuah kamus. Aku memang sedikit dipaksa oleh Gen untuk menonton film ini (aku sendiri kan tidak begitu suka menonton film) karena menurutnya aku HARUS menonton 😀

Cerita ini mendapat penghargaan Piagam Toko Buku pada tahun 2012, dan difilmkan oleh sutradara Ishii Yuya pada tahun 2013, jadi memang masih baru. Tapi aku tidak sempat menonton di bioskop, sehingga aku menontonnya kemarin setelah kembali dari rumah mertua. Penasaran dengan penjelasan kata kanan yang dimuat di kamus itu? Jawabnya: “Jika menulis angka 10, maka angka o itulah kanan” ….. Penjelasan yang jauh lebih singkat dibanding dengan penjelasan dari Majime atau kamus lain yang memakai penjelasan “arah yang ditunjukkan jarum jam dari angka 1 sampai 5”  Tapi kalau menurutku ini masih ambigu karena angka 1 itu kan menit ke 5, padahal mulai menit pertama sudah ada di sebelah kanan hehehehe. Ssssttt aku juga penasaran cari di KBBI penjelasan kanan adalah sbb: ka·nan n 1 arah, pihak, atau sisi bagian badan kita yg tidak berisi jantung; 

Kalau kamu bagaimana menjelaskan kata “kanan”? bisa menjelaskannya? 

(Aku beruntung masih bisa menjawab pertanyaan Kai selama ini:
“Mama, elevator itu bagaimana cara kerjanya?”
“Mama, gelas itu terbuat dari apa?”
“Mama, kenapa batu itu bisa mengkilap? Bagaimana supaya bisa mengkilap?”
“Mama huruf hiragana ro itu bagaimana?”
dst dst dst.)

Resolusi

3 Jan

Aku memang membaca ada beberapa teman yang membuat resolusi untuk tahun baru, 2014 ini.  Aku sendiri tidak, atau tepatnya tidak pernah membuat resolusi. Paling-paling hanya rencana, yang memang kebanyakan tinggal rencana saja. Kadang aku juga bingung dengan arti kata resolusi itu sendiri. Kalau melihat di KBBI, resolusi itu :

/résolusi/ n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal:rapat akhirnya mengeluarkan suatu — yg akan diajukan kpd pemerintah

Aduh kok serem benar ya artinya :D. Tapi aku membaca dari situs bahasa Jepang, sebuah angket yang menarik, dan di situ memakai kata houfu 抱負 yang kalau dicari terjemahan bahasa Inggrisnya adalah resolution. Resolusi kan mestinya pengindonesiaan dari resolution ya? 😉

Nah yang ditampilkan pada angket tersebut ada 5 pilihan. Menurut jawaban pada saat aku tulis ini yang terbanyak memilih :

1. Sedapat mungkin berolahraga (1164orang)
2. Memperbaiki sifat seperti tidak marah dan bersikap baik pada orang lain (802orang)
3. Belajar sesuatu yang baru atau memperdalam pengetahuan baru. (495orang)
4. Memperbaiki kebiasaan makan, atau berhenti minum alkohol/merokok (476orang)
5. Mencari partner (pacar/kenalan) dan atau menikah (476orang)
(Urutannya mungkin saja berubah besok-besok)

Kebetulan apa yang aku pilih (tanpa pikir panjang) itu nomor 1. Hmmm ternyata banyak juga orang Jepang yang merasa dirinya “kurang sehat” ya hehehe. Kalau kamu, pilih nomor berapa sebagai resolusi tahun ini? Atau mungkin sudah punya resolusi sendiri?

Happy New Year 2014

2 Jan

deMiyashita mengucapkan:

Happy New Year 2014

Fotonya kami ambil di sebuah tempat wisata: Miho no Matsubara yang terletak di Shizuoka. Konon dari tempat itu kita bisa melihat gunung Fuji dengan jelas. Kebetulan hari Minggu tanggal 22 Desember lalu itu hari cerah sehingga kami memutuskan untuk pergi ke sana. Karena tidak ada (malu juga untuk minta tolong sih) orang yang bisa mengambilkan foto kami, seperti biasa kami meletakkan camera di atas tas dan pakai self timer. Hasilnya cukup memuaskan. Selain ucapan selamat tahun dari kami, aku sekaligus ingin menyampaikan laporan dari wordpress yang aku terima persis di pergantian tahun. Tahun 2013 aku cuma berhasil menulis 135 tulisan, semakin menurun dibanding tahun sebelumnya.

Laporan jumlah tulisan dan pengunjung.. masih jauh dari harapan 🙁

Judul tulisan yang dicari ternyata memang “menjurus”, seperti katanya mbak Monda. Tapi untunglah masih ada tulisan tahun 2013 yang masuk ranking. Kalau tidak…. berarti tulisan 2013 tidak begitu disukai, atau tidak populer kan?

Judul tulisan yang paling banyak dilirik

Dan situs referensi yang paling banyak ternyata Facebook, dan networkedblog (aplikasi FB). Selain itu juga satu-satunya blog pribadi yang banyak merefer ke TE adalah : ourwedjournal.blogspot.com yaitu kepunya Ms Tya, teman baruku yang sedang belajar di Chiba. Aku bertemu Tya tanggal 21 Desember lalu di gereja Meguro, setelah menjadi temannya di twitter. Terima kasih banyak ya Tya.

referal sites
Bertemu Tya sekeluarga. Terima kasih sudah datang jauh-jauh dari Chiba

Selain itu aku juga ingin mengucapkan terima kasih pada pembaca TE terutama kepada Arman, Lydia, Niee, Lia dan mas NH18 sebagai pemberi komentar terbanyak selama tahun 2013.

Pemberi komentar terbanyak di tahun 2013

Performance T.E tahun 2013 sebetulnya tidak bagus karena sempat pindah server hosting, dan mungkin karena aku membuat mirror site yang plek sama isinya PageRank googlenya turun dari 3 menjadi 2. Atau mungkin ini akibat aku juga semakin jarang blogwalking. Entahlah. Tapi memang aku berusaha meyakinkan diri bahwa PR dan segala penilaian itu tidak terlalu berpengaruh pada semangat menulis blog tapi ternyata kenyataannya  itu tak bisa ditampik bahwa membuat aku cukup menjadi sedih. Semoga aku masih bisa menemukan waktu untuk menulis terus di TE selama tahun 2014 yang baru saja aku masuki ini. Semangat!! (Pengingat pada diri sendiri).

Selamat Datang tahun 2014, Tahun KUDA ~~~

8 Besar dari Nerima (2013)

31 Des

Setiap akhir tahun, dimulai pada tahun 2010, aku menuliskan “8 besar dari Nerima”. Sebuah laporan tahunan yang memuat kemajuan, perubahan, prestasi, peristiwa dalam keluarga yang patut dicatat dalam kilas balik. Sebenarnya ini merupakan kebiasaan Gen (dan adiknya Taku) yang mengikuti kebiasaan Jepang memilih 10 “berita besar” dalam keluarga kami. Tapi aku hanya mengambil 8 saja (bukan 10) hanya karena aku suka angka 8. Angka delapan my “lucky number“.

1. RIKU, 10 tahun. Menerima komuni pertama pada Sekolah Minggu dan melanjutkan sekolah minggunya untuk kelompok terakhir SD. Menjadi misdinar pada misa penutupan semester tgl 15 Desember. Karena dia juga suka melihat kegiatan “leader”nya, dia juga ingin menjadi leader kelak. Untuk itu dia minta dibelikan gitar (tapi sampai sekarang belum pernah dipakai/dipelajari). Di sekolahnya dia menjadi pengurus OSIS bagian perpustakaan (semester pertama) dan P3K (semester kedua). Hasil belajar dan pergaulan Riku di sekolah biasa-biasa saja.

2. KAI, 6 tahun. Tiba-tiba menjadi anak “besar”. Sudah bisa ditinggal menunggu rumah sendiri, bisa berbelanja sendiri ke toko terdekat (dan dia memakai uangnya sendiri untuk belanja roti di Hotel Fujiya), dan yang terpenting bisa tidur sendiri tanpa mesti aku temani. Di TK pun Kai juga merasa senang dan tidak pernah malas ke TK. Entah karena gurunya cantik 😀 atau memang dia punya beberapa teman yang cocok di sana, bahkan dia sering minta kelas perpanjangan sendiri. Aku juga sudah cukup menurunkan dia dari sepeda di depan pintu gerbang, lalu dia akan masuk ke dalam halaman TK sendiri. Dengan demikian aku bisa langsung cepat menuju stasiun dengan sepeda. Memang sejak tahun ini aku tidak pernah terlambat mengajar lagi, dan itu berkat Kai juga. Dalam acara sekolahnya dia menari pada acara otanoshimikai, dan memainkan alat musik bellira dalam acara undokai. Dia juga menjadi yang terbawah waktu senam membentuk piramid manusia. Selain itu dia ikut dalam foto dari udara untuk memperingati ulang tahun TK nya yang ke 50.

3. TRANSPORTATION. Jalur kereta Toyoko Line yang dulu selalu kupakai dihentikan, dan dibuka jalur perpanjangan sehingga bisa pergi ke rumah mertua di Yokohama dari stasiun rumahku tanpa perlu ganti-ganti kereta (sekitar 1 jam). Dan Riku berhasil naik kereta ini sendirian sampai rumah mertuaku. Begitu sampai dia ditraktir makan steak oleh kakek neneknya 😀 Memang mulai tahun ini Riku terasa sudah menjadi dewasa, sudah bisa ke mana-mana sendirian. Dia juga mulai tahun 2013 ini mengikuti bimbingan belajar di dekat stasiun, yang untuk pergi ke sana perlu naik sepeda 15 menit. Meskipun sambil malas-malasan, dia bisa mengikuti ujian bulanan yang diadakan bimbel itu dan setiap bulan meningkat nilainya. Mulai Februari tahun 2014 dia akan mengikuti les privat di bimbel itu untuk mempersiapkan ujian masuk SMA (yang sudah harus dimulai dari sekarang). Dari sifatnya yang dulu masih “anak-anak” sekarang sudah mulai untuk bisa mengatur jadwalnya sendiri. Bukan itu saja aku sudah bisa mengandalkan dia untuk tunggu di rumah bersama adiknya selama 5 jam waktu aku pergi mengajar malam. Tahun 2013 membeli sepeda dewasa (sepeda yang ke 3) karena badannya sudah tidak cocok lagi memakai sepeda junior (anak-anak). Kai? Dia masih belum mau belajar naik sepeda. Dia selalu bilang bahwa dia lebih suka berjalan jauh daripada naik sepeda :D.

4. NEW PROJECT deMiyashita memulai proyek keluarga baru yaitu mengunjungi 100 Castle terkenal (pilihan) di Jepang. Selama tahun 2013 sudah mengumpulkan 13 cap kastil. Masih lama perjalanan mengelilingi Jepang (yang membutuhkan budget ekstra juga). Castle yang sudah kami kunjungi adalah:
Odawara,

Odawarajou

Ashikaga,

ashikaga jou

Mishima (belum ditulis),
Hachijouji,

Hachiouji jou

Koufu dan Takeda Jinja,

Koufujou
takeda jinja

Matsumoto ,

Matsumotojou


Kawagoe (aku tidak ikut), 

 

Kawagoe jou


Ina (Takato Castle) ,

 

Takatojou


Sakura jou (Chiba)

Sakura jou

Sunpu (belum ditulis laporannya),

 

Sunpujou


Edo

 

Edo jou


Y
amanakajo

yamanakajou

5. HOBBY. Riku dan Kai memulai hobi baru: memancing dan bermain shogi (catur Jepang). Hobi Kai yang baru adalah membuat “kumpulan Kanji” yang dia ambil dan tulis sendiri, terkadang tidak tahu artinya. Katanya semakin susah semakin bagus. Tapi dia “melompati” penulisan dasar hiragana dan katakana, tapi bisa membacanya sehingga kalau aku tidak bisa membacakan dongeng sebelum tidur, dia akan membaca sendiri. Sekali membaca memang baru 2-3 halaman tapi senang sekali melihat dia sudah bisa membaca (dan menulis) sebelum masuk SD. Hobi Riku masih sama seperti dulu yaitu membaca. Di setiap kesempatan (selain bermain game “pengacara”) dia membaca buku, terutama buku-buku cerita berlatarbelakang tokoh sejarah. Tadinya aku tidak memperbolehkan dia membaca komik, tapi karena pernah melihat di acara TV bahwa komik justru membuat orang “tetap mengingat” jalan cerita dan detil cerita, akhirnya aku memperbolehkan, selama judulnya tidak aneh-aneh. Dan untung sekali di Jepang banyak cerita sejarah yang dikomikkan sehingga pengetahuan sejarah Riku bisa menjadi dasar waktu kami pergi mengunjungi kastil, dan semoga nanti juga membantu pelajaran Sejarah Jepang yang baru akan dipelajari kelas 6 SD nanti. Riku meminjam komik di Tsutaya (rental buku) dan membaca komik sejarah “Ruronin Kenshin”, “Chihayafuru”, “Silver Spoon”. Akibat membaca Chihayafuru, dia juga memulai menghafal Hyakunin isshu (kumpulan 100 pantun yang biasanya dipertandingkan waktu tahun baru).  Sepertinya mulai tahun 2014 Riku akan mempunyai hobi baru Photography jika dia sudah berhasil membeli kamera sendiri 😀

Sebetulnya Riku memintaku membelikan Kindle untuk membaca buku elektronik, tapi begitu aku mencari buku-buku yang bisa dibaca dengan Kindle masih sedikit, terpaksa aku pending. Gen juga jauh lebih senang membaca langsung dari buku daripada secara elektronik. Berlainan denganku yang sekarang senang mengumpulkan novel bahasa Inggris gratis/murah yang bisa dibaca dengan software Kindle yang kupasang di iPhoneku. Selama ini aku sudah membaca 5 buku sejak aku install (sekitar 2 bulan).

6. PET. Setelah kami tidak memelihara ikan hias, pada musim panas memelihara (membesarkan) kumbang badak dari telur menjadi kepompong sampai menjadi kumbang dewasa. Akhirnya dilepaskan di hutan dekat tempat kami mendapatkan telur itu (awalnya sebanyak 50 butir).

7. SPORT. deMiyashita menonton pertandingan base ball pertama kali di Seibu Dome yang berakhir dengan kemenangan kelompok Seibu. Terkagum-kagum dengan besarnya dome, rapih dan bersihnya stasion serta kelakuan penonton yang sopan-sopan. Selain itu Riku dengan omnya pertama kali menonton pertandingan Rugby secara langsung. Tinggal menonton sepak bola yang belum. Oh ya Imelda juga sudah memulai sport baru, tapi laporannya nanti ya kalau sudah rutin hehehe (sekarang belum rutin soalnya).

8.  PARENTS. Gen dan aku tidak ada banyak perubahan dan kemajuan, melewatkan semua pekerjaan yang biasa. Tapi Gen dan aku sedang berlomba menghafal kata-kata bahasa Inggris dengan bermain scrabble, Gen di iPadnya dan aku di iPhoneku. Dua gadget buatan US yang belum lama kami miliki ini banyak membantu kami sekeluarga mengasah otak. iPadnya Gen tidak diinstal game yang tidak menunjang pelajaran, game hanya di iPhoneku karena Imelda itu orangnya bosenan, jadi aman tidak akan kecanduan.Tapi di kedua gadget ini kami instal kamus Inggris, dan kamus penulisan kanji. Sering anak-anak (dan aku) ingin mengecek penulisan kanji yang benar seperti apa sehingga kami melihat dari kamus ini. Selain itu dengan gadget ini kami bisa berhubungan dengan nenek dan kakeknya yang tinggal di Yokohama dengan gratis. Neneknya Riku sempat sakit tapi setelah diperiksa ternyata tidak ada yang serius. Kakeknya Riku masih terus melanjutkan kesenangannya untuk mendaki gunung meskipun sebetulan sudah khatam mendaki 100 gunung terkenal di Jepang. Katanya dia mau mengulang lagi hehehe.

Memang akhirnya setiap anggota deMiyashita mempunyai gadget (anak-anak punya nintendo DS), tapi kami tidak pernah “klutekan” dengan gadget dalam perjalanan doraibu melengkapi proyek 100Castle. Bagaimana bisa, jika kami selalu hunting foto dan pemandangan indah sepanjang perjalanan. Kami membawa gadget untuk melihat kondisi kemacetan jalan tol yang terdapat di website JARTIC dan mencari restoran dan penginapan dengan membuka website gurume (gourmet) dan sistem GPS yang tersedia. Gadget memang dapat “menceraiberaikan” keluarga tapi jika kita tahu pemakaian yang tepat justru dapat “mempersatukan” keluarga loh 😉  

Semoga aku masih bisa menulis “8 Besar dari Nerima edisi tahun 2014” lebih semarak lagi. Yang pasti aku juga akan menjadi lebih sibuk di tahun 2014, sehingga perlu waktu khusus untuk menulis di TE. Mungkin akan ada banyak cerita harian yang pendek-pendek di sini yang selama ini aku hindari dan aku tulis di blog lainku. Tapi tentu akan kuusahakan menulis terus, sesuai dengan janjiku dalam interview Donny kepadaku, yaitu aku ingin menulis blog sampai mati :D…. SEMOGA

 

http://imelda.coutrier.com/2010/12/31/8-besar-dari-nerima/

http://imelda.coutrier.com/2011/12/30/8-besar-dari-nerima-edisi-2011/

http://imelda.coutrier.com/2012/12/31/8-besar-dari-nerima-2012/

 

Menunggu Giliran

30 Des

Kemarin malam, aku membuka percakapan grup di BBM. Biasanya aku jarang ikut nimbrung mengobrol di grup, karena terlalu sibuk dengan macam-macam. Biasanya aku hanya “melirik” tulisan teman-teman, tapi kemarin malam aku tercenung membaca pemberitahuan bahwa seorang teman waktu SMP meninggal. Masih muda 🙁 menurut ukuran orang Jepang. Dan kenyataan ini membuatku (lebih) sadar, kapan saja kita bisa dipanggil Tuhan kembali. Kita sedang menunggu giliran.

alm. Handoko (koko), aku dan alm. Harry. Dulu aku paling tidak suka difoto jadi selalu bersembunyi 😀 Sehingga cukup sulit mencari foto-fotoku waktu SMP.

Foto di atas adalah foto waktu aku SMP. Aku membantu ke dua teman pria ini untuk mengatur lampu panggung. Gara-gara ini aku suka elektronik dan mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke Fakultas Elektro, tapi akhirnya aku lebih memilih Sastra Jepang. Aku diapit Harry dan Handoko (Koko). Keduanya sudah almarhum sekarang. Harry juga meninggal karena sakit tahun 2011, dan Handoko meninggal kemarin malam, 29 Desember 2013. Dia akan dimakamkan besok di hari  penutup tahun 2013. Selamat jalan sahabat yang dulu sering kupanggil “Bayi Sehat” karena mukamu yang polos tapi berbadan besar. Nanti, kelak, entah kapan, kita reuni bersama di alam sana ya. Semoga Tuhan memberikan kedamaian dan ketenangan hati bagi keluarga yang ditinggalkan. Rest in Peace.

NB: ternyata hutang tulisan masih banyak yang belum tertulis, tapi pasti dan harus kutulis karena untuk pencatatanku juga. Menunggu giliran (dipublish) nih. Semoga bulan Januari bisa menulis lebih rajin lagi.

Sederhana itu ….

25 Des

Aku membaca tulisan seorang teman kristen yang kesannya “nyinyir” terhadap Natal. Soal pohon natal, santa claus, kebaktian natal, makan-makan enak, hadiah-hadiah mewah dsb. Memang semua itu datangnya dari kebudayaan Eropa dan tidak semuanya juga merupakan tanda-tanda kristiani. Tapi di jaman sekarang ini, mana bisa sih kebudayaan luar diblok supaya jangan masuk? Kebudayaan selain Indonesia dari Asia seperti China, Korea  dan Jepang, Aku sendiri tidak terlalu menyalahkannya karena memang terasa glamour natal itu lebih menyibukkan kita, umat kristiani dibanding persiapan hati kita untuk menyambut kelahiran “Sang Raja Damai”. Tapi aku juga tidak menyalahkan orang-orang (termasuk aku) yang mengadaptasi budaya luar untuk merayakan hari besar agama, untuk lebih merasakan 味わう ajiwau suasana yang sedikit berbeda dengan waktu lainnya. Sedikitnya dengan melihat pohon Natal, hiasan natal kita diingatkan bahwa sebentar lagi akan datang hari istimewa loh. Tanpa itu bisa jadi “lupa waktu”, jadi fungsinya sebagai pengingat saja. Lagipula jika hiasan itu bisa membuat manusia lebih gembira (kalau musim dingin itu bawaannya sedih loh) apa salahnya kan ? Manusiawi kan?

Kemarin Riku pulang pukul 4 kurang dari sekolah. Lalu kami langsung pergi ke Kichijouji karena Riku perlu berkumpul dengan teman-teman Sekolah Minggunya untuk latihan lagu. Akupun perlu datang lebih pagi dari jadwal misa yang pukul 6 sore, kalau-kalau tenagaku dibutuhkan untuk petugas gereja. Jadi jam 5 lebih sedikit aku dan Kai sudah duduk manis di bangku deretan terdepan di gereja. Masih ada satu jam, tapi aku masih beruntung karena jika di Jakarta kami perlu datang 2-3 jam sebelum misa dimulai supaya bisa dapat tempat duduk. Gerejaku di Jakarta memang penuh!

Misa diperuntukkan untuk anak-anak, dan memang cukup banyak anak-anak Sekolah Minggu yang datang tapi 80% dari umat yang datang bukan anak-anak. Keluarga atau kebanyakan lansia. Umat membludak sampai ke luar. Lain dari hari Minggu? Tentu karena misa minggu biasanya ada 6 kali ini dipadatkan menjadi 3 kali. Memang khusus di hari Natal ada yang namanya umat musiman yang hanya datang dalam misa natal saja. Misa dipimpin oleh Romo Ardy yang orang Indonesia, didampingi romo dari India dan romo dari China, misa konselebrasi, tapi jalannya misa tentu dengan bahasa Jepang. Internasional sekali!

Oh ya, aku lupa…lupa sekali bahwa aku sebetulnya TIDAK BOLEH memakai maskara waktu misa Natal 😀 seperti yang kutulis beberapa waktu yang lalu. Tapi ternyata aman! Aku hanya terharu sambil mengerjapkan mata, tapi tidak sampai menangis dalam misa. Kenapa? ya karena aku menikmati misa sepenuh hati dengan hati riang. Kadang aku geli mendengar Kai yang ikut bergumam menyanyikan lagu-lagu natal, tapi dengan suara seriosa. Tahu kan? Suara yang dilengkok lengkokin gitu… gemes deh! Selain itu di awal misa aku melihat anak sulungku ikut dalam prosesi membawa lilin ke altar. Kai pun sama sekali tidak bosan atau mengantuk selama misa seperti yang aku khawatirkan karena sebelum misa dia sudah hampir tertidur karena mengantuk. Lagu-lagu yang dinyanyikan, meskipun tidak semeriah gereja di Indonesia, cukup menghibur dan aku kenali sebagai lagu-lagu internasional tapi berbahasa Jepang. Lalu setelah misa diumumkan bahwa di luar gereja dibagikan biskuit untuk anak-anak serta hot wine untuk yang dewasa. Gratis. Wah! Jadilah aku meneguk segelas kecil hot wine yang bisa menghangatkan badan di udara yang dingin saat selesai misa pukul 19:30 malam.

Kue yang kubuat baru jadi sore ini, sesudah menulis postingan ini. Ingin membuat bentuk snowman yang bulat… tapi susah ya hehehe

Waktu aku menyalakan HPku (yang kumatikan selama misa), aku mendapat pesan dari Gen yang sedang dalam perjalanan pulang dari kantor. Dia tanya apa dia perlu membeli kue natal. Eh ternyata tak lama dia sudah sampai di rumah duluan dari kami. Jam 9 malam kami belum makan malam, dan dengan menu sederhana kami makan bersama. Untung sebelum berangkat ke misa aku sudah menyuruh anak-anak makan dulu sehingga tidak masuk angin. Tahun ini aku tidak mempersiapkan makanan macam-macam. Benar-benar hanya ayam panggang dan nasi pakai kecap manis pedas! Sederhana sekali natalku kali ini, tapi aku bahagia karena bisa mengikuti misa malam natal bersama anak-anak. Selama ini sulit membawa anak-anak ke misa dalam dinginnya malam karena mereka masih kecil dan Gen bekerja. Sekarang sudah bisa diajak, bahkan bisa ikut berpartisipasi dengan aktif.

Oh ya ada satu hal lagi yang membuat hatiku hangat kemarin. Setiap murid Sekolah Minggu dibagikan kotak sumbangan Caritas yang dipakai untuk pengembangan gereja dan atau mereka yang membutuhkan. Karena Riku selalu lupa aku yang membuat kotak itu (dibagikan masih dalam bentuk kertas) dan Kai bertanya kotak itu untuk apa? Setelah mendengar penjelasanku, dia langsung mengambil uang tabungannya 100 yen dan 10 yen dan memasukkan ke dalam kotak tanpa aku minta.
“Kai, kamu mau kasih uang kamu ini?”
“Iya dong… kan untuk gereja!”
Ahhh sekali lagi aku belajar dari ketulusan anak-anak. Bukan jumlahnya yang penting, tapi dari hatinya yang lebih penting.

Semoga hati yang penuh DAMAI dan SUKACITA NATAL ini bisa kubawa terus menghadapi tahun baru yang akan datang. Selamat Natal untuk teman-teman yang merayakan dan selamat berlibur untuk teman-teman di Indonesia. Kami masih bekerja sampai tanggal 30-31 dan akan libur selama 3 hari tanggal 1-2-3 Januari.

Kai dengan kado natalnya, Gaimu Belt, untuk berubah menjadi Kamen Rider Gaimu. Senangnya dia mendapatkan hadiah yang diimpikan sejak lama

Hadiah Natal

24 Des

Kemarin setelah kembali dari perjalanan 2 hari,  aku tercenung dengan kalimat ini yang dipasang di status temanku:

 

Memang rasanya semakin tua semakin tidak lagi mempunyai keinginan materi sebagai hadiah pada hari Natal, tapi tentu tidak demikian halnya bagi anak-anak. Mereka tidak sabar menghitung hari untuk dapat menerima hadiah natal, dari Santa Claus? Hehehe anak-anakku tidak percaya Santa Claus lagi, mereka tahu bahwa itu sebetulnya hadiah dari orang tua. Jadi mereka cukup mengatakan keinginan mereka padaku 🙂
Huh kawaikunai ne…. (ngga lucu!)

Kalau Kai memang dia masih 6 tahun, dia masih ingin mempunyai mainan, tapi Riku (10th) semakin lama semakin besar sehingga tahu harga, dan tidak mau lagi dibelikan mainan. Salahnya aku selalu membelikan buku setiap dia mau, sehingga dia tidak mau memakai “christmas wish”nya untuk buku (toh pasti dibelikan hehehe). Dan, tahun ini dia ingin sekali mempunyai camera sendiri! Akankah aku membelikannya?

NO! BIG NO! Bukan masalah uangnya. Aku tahu kalau aku tidak berpikir panjang, aku pasti akan membelikan begitu saja. Untung aku masih punya suami yang selalu “memarahi”ku kalau aku memanjakan anak-anak 😀 Dan untung saja Riku juga tahu diri, tidak meminta camera untuk hadiah natal 😀 Sudah sejak September lalu dia menabung untuk membeli camera sendiri. Kata Gen, “Pasti dia akan bisa merasakan camera hasil jerih payahnya itu  sebagai harta pertama yang dia punya.” Dan dia menabung dari hasil “baby sitting” adiknya selama aku pergi mengajar kira-kira 5 jam tidak di rumah setiap Selasa malam. Jadi kalau dulu aku membawa anak-anak ikut aku ke tempat mengajar dengan mobil, sekarang aku bisa membiarkan mereka berdua di rumah, dengan tanggung jawab Riku. Tabungannya masih kurang seperlima dari harga camera yang dia mau, jadi dia tidak keburu beli untuk natal/tahun baru ini.

Eh tapi aku tahu dia mengambil uang tabungannya itu kira-kira 1000 yen untuk membeli hadiah natal untuk aku, papanya dan adiknya! Jadi hari Sabtu kemarin itu dia minta ijin untuk pergi ke toko di stasiun, “Ma aku mau cari kado natal dulu ya…” Dan aku biarkan dia pergi sendiri, begitu pukul 10 pagi waktu toko-toko buka. Dengan bangganya dia pulang dan mengatakan padaku, “Ma, aku sudah beli loh…. Yang termahal untuk Kai, kedua papa dan ketiga mama… maaf ya untuk mama yang murah” hehehehe anakku ini tidak sabaran deh, dan tidak bisa pegang rahasia 😀 (persis opanya :D)

“Ma, kapan sih kita dapat hadiah natalnya?”
“Tanggal 24 malam sesudah misa. Kalau tidak misa tidak boleh dapat hadiah natal!”
“Aduh masih lama…. hmmm tapi aku mau kasih hadiah mama sekarang, supaya mama pakai ke misa”
“Haduh namanya kan bukan hadiah natal lagi tuh…”
“Ngga papa deh ma…. aku mau mama pakai…”
Aku sudah tahu sih dia beli apa untukku, pasti anting-anting, karena dia tahu aku paling suka anting-anting yang lucu dan murah-murah.

Jadi? Aku terima dan buka hadiahnya. Benar saja anting-anting… tapi yang lucu itu percakapan antara Riku dan Kai waktu aku buka hadiah itu…
“Ehhh Riku udah beli untuk mama ya?”
“Iya ,…. untuk kamu juga ada kok….”
“Berapa kado mama? Aku juga mau beli ah pakai uang aku…..”
“385 yen ….”
Ooooiiiiiii mama kan ada di situ dan bisa dengar harganya! Dasar anak-anak hehehehe. Aku geli aja dengar percakapan mereka dan pura-pura tidak dengar.

Tidak bisa menahan untuk tidak memberitahukan rahasia isi kado, itu benar-benar seperti anak-anak ya 😀 Aku tahu aku dulu juga begitu, dan rasanya susaaaaaah sekali menahan diri untuk tidak mengatakannya. Well, Riku harus mulai belajar nih 😀 Soalnya dia langsung laporan (sambil berbisik) padaku “Ma… aku beli sarung tangan untuk papa dan mainan untuk Kai” hehehehehhehehe

Aku terharu karena dia masih mau memakai sedikit dari uang tabungannya untuk orang lain. Ini lebih penting dari isi hadiahnya sendiri. Memikirkan orang lain, dan menggunakan sesuatu yang sebetulnya bisa dipakai untuk diri sendiri untuk orang lain. Well done Riku, tapi lain kali tahan diri yaaaaaa 😀

Ok, kalau di atas aku cerita tentang Riku, sekarang aku akan cerita tentang Kai.

Jadi waktu Kai tahu Riku mengeluarkan uang 385 yen untuk mamanya, dia langsung menulis-nulis di kertas. Akhir-akhir ini memang dia suka menulis. Tahu-tahu dia datang ke aku membawa potongan kertas bertuliskan “Karcis Pijat”. Jadi setiap kali aku mau pijat, bisa memberikan “karcis” ini kepada dia untuk minta dipijat. Dan tambahannya, “Ini berlaku banyak kali loh mah, tidak ada batasnya”…. Ahhh so sweet! Tapi karena dia berikan karcis itu hari Sabtu, aku bilang padanya untuk memasukkan ke amplop lalu taruh di bawah pohon natal, sebagai hadiah natal saja. Dan dia tarik kembali kartu itu.

Tapi bagiku, hadiah natal dari Kai adalah peristiwa kemarin…. yang membuat aku benar-benar menangis.

Jadi ceritanya dia suka menulis Kanji, dan kalau kanjinya bagus dia menulis angka 100 sendiri. Aneh memang anak TK ini, belum belajar hiragana sudah mau “lompat” dengan belajar kanji, yang susah-susah lagi. Katanya semakin susah dia semakin senang. Aneh! (katanya sih Gen dulu juga begitu… like father like son!). Kertas-kertas kanji yang rumit-rumit itu dia masukkan ke dalam satu clear file. Dan…. kemarin dia mencari clear file itu dan tidak ketemu!

Lalu kulihat dia mulai menulis lagi. Kali ini dengan hiragana semua! Kalimat yang panjang-panjang. Lalu dia panggil aku ke kamar dan menyuruh membaca tulisan dia. Isinya

“Kai sedih sekali….. Benar-benar sedih. Kertas tulisan kanji kai yang dapat 100 tidak ada. Kai susah membuatnya, tapi tidak ada. Kai sediiiiih sekali. Tapi mama rahasiakan hal ini ya.”

Aku jadi ikut terharu, rupanya dia memang benar-benar sedih. Jadi aku peluk dia dan berkata, “Nanti mama carikan ya… pasti ada kok. Tapi sekarang mama sedang masak. Kalau perlu sampai besok mama cari terus.”

“Terima  kasih ma….” dan aku tinggalkan dia. Dia mulai menulis-nulis lagi. Lalu dia datang lagi…

“Ma, baca ini…”

Ada lanjutan tulisan sesudah kalimat tadi. “Aku sayang mama. Benar-benar sayang mama. Terima kasih sudah memasak dan mengerjakan macam-macam untuk Kai ya. Aku sayang mama. Sayang sekali”

Siapa yang tidak menangis membaca ini sih? Aku langsung tersedu dan memeluk dia….

“Mama juga sayaaaaang sekali sama Kai. Maafkan mama selalu marah-marah ya. Tapi Kai adalah harta mama. Mama sayang sekali sama Kai. Mama rasanya mau Kai yang jadi kado natal untuk mama, dibungkus dan ditaruh di bawah pohon. Terima kasih sayang”

Ahhh aku senang sekali saat itu. Aku memang suka memarahi Kai yang sering mau tahu, sering tanya pada saat-saat aku sibuk. Tapi setiap aku marahi dan bilang tunggu sebentar (dia selalu mau dijawab saat itu juga), dia pasti bilang “Maaf”… ahhhh anakku yang bungsu ini memang pintar dan demanding! 😀

Lalu Kai bilang, “Oh surat ini saja aku taruh di bawah pohon natal ya, jadi hadiah natal untuk mama”
“Iya dong…. nanti taruh di bawah pohon ya. Terima kasih Kai… eh tapi mama musti masak nanti gosong!”
“Oh iya… cepat sana masak dulu” Dan dia sibuk menggulung kertas dan memasang selotip pada kertas yang bagiku sangat berharga itu.

Who needs christmas presents? Aku mempunyai dua harta karun yang begitu berharga bagiku. Aku mempunyai keluarga yang saling mencintai. Aku masih mempunyai tempat tinggal meskipun sewa, yang hangat sebagai tempat berlindung dari dingin. Aku mempunyai teman-teman yang begitu perhatian, yang dari jauh-jauh mengirimkan makanan Indonesia untuk mengobati kerinduan akan tanah air. Memberikan semangat dan menemani dalam kesepian. Terima kasih untuk Arman dan Zay Zopa yang telah mengirim kartu Natal yang bagus. Tapi terutama lagi aku mempunyai DIA yang selalu melindungiku dan memberikan apa yang kuperlukan.

Selamat mempersiapkan malam Natal (kami umat Katolik baru mengatakan “Selamat Natal” setelah mengikuti misa malam Natal) dan menikmati berkat sukacitaNya.

pohon natal mini di rumah kelinciku 😀

Junk Food

20 Des

Rasanya sudah lama tidak menulis di sini ya, sampai tadi pagi waktu teman blog mengatakan “Maaf saya Hiatus dulu sampai tahun depan”, aku menulis: “Saya malah sedang”….. Padahal waktu melihat tulisan terakhirku BARU empat hari yang lalu. Rasanya kok sudah lamaaaaa sekali 😀

Akhirnya kerjaanku mengajar untuk tahun ini selesai tadi siang. Karena takut bulan Januari turun salju, jadi aku membuat ujian hari ini saja. Padahal masih ada sisa 2 kali kuliah di bulan Januari. Tapi ya itu, karena tanggal 14 Januari tahun lalu pas turun badai salju, aku takut nanti malah tidak bisa mengadakan ujian. Anak-anak sendiri SD dan TK nya baru libur tanggal 26 Desember, dengan hari terakhir belajar tgl 25 Desember.

Mulai Rabu kemarin memang di Tokyo tiba-tiba menjadi dingin sekali. Dengan perkiraan akan turun salju, ternyata belum cukup dingin sehingga baru hujan yang dingin saja. Setelah mengantar Riku mengikuti try out bimbel, aku pulang dengan badan tidak enak. Pilek dan masuk angin. Melihat mamanya sakit, Kai menawarkan untuk memijat mamanya, dambil berkata, “Mama jangan sakit ya…”

Untung tidak demam sehingga masih bisa aku paksakan mengajar. Nah, biasanya Jumat siang itu aku makan ramen yang panas di kantin kampus. Tapi tadi itu karena ujian, aku tidak sempat makan ramen di kantin dan membeli ayam goreng dari MOS Burger. Biasanya aku memang sudah berada di kelas pada waktu istirahat siang, sambil ngobrol dengan murid-murid kelompok “daag” (4 mahasiswa yang selalu mengatakan daag waktu pulang :D). Tapi hari ini cuma satu orang yang hadir dan makan di kelas. Dia makan cup noodle! Junk food deh.

Memang di sini banyak mahasiswa makan cup noodle. Tentu karena satu cup noodle itu hanya sekitar 100 yen, padahal makan siang di kantin biasanya 380 yen. Kalau uang saku menipis tentu bisa berhemat dengan makan cup noodle saja. Bener deh, waktu aku melihat dia makan cup noodle itu aku jadi ingin juga. Di luar udara dingin sehingga cocok makan yang panas-panas.

Tapi ada satu hal yang membuatku teringat. Mahasiswa ini biasanya membeli cup noodle di waserba (warung serba ada a.k.a convinience store) di sekat kampus. Kata si mahasiswa ku, kalau di dekat kampus, mahasiswa membeli cup noodle itu, setelah membayar, bisa langsung buka di situ dan memasukkan air panas yang sudah tersedia. (Selain air panas, juga disediakan microwave untuk mereka yang mau memanaskan bekal makanan yang dibeli di toko itu). Kalau di waserba bukan daerah kampus, biasanya malah ditanyakan oleh petugasnya, apa mau diisikan air panas. Service! O MO TE NA SHI!…. ah memang pelayanan di Jepang itu hebat deh.

Ngomong-ngomong soal service, aku pernah mengalami di MacD sini, aku membeli paket dengan minuman cola. Nah karena tempat makannya di lantai atas, aku harus membawa nampannya di lantai atas. Waktu itu Kai masih kecil sekali, dan aku kehilangan keseimbangan dan menumpahkan minumanku. Salahku loh, tapi oleh petugas langsung dibantu membersihkan dan diberikan satu minuman ganti yang sama! Aku terharu sekali waktu itu. Apalagi waktu duduk di atas, di setiap meja ada colokan listriknya.

Baru kemarin dulu Riku mengatakan, “Ma, aku ngga mau makan junk food seperti Mac D lagi deh. Kok aku jadi eneg ya…” Lalu aku beritahu dia bahwa aku memang tidak begitu suka hamburger di sana. Sesekali dalam hitungan 2 bulan sekali boleh deh, tapi sedapat mungkin aku tidak mau. Berminyaknya itu loh….

Kapan kamu terakhir makan junk food? Kalau hitungannya hamburger, terakhir kami makan ya hari Rabu itu sesudah Riku selesai bimbel karena aku tidak sempat masak. Tapi sebelum Rabu ya sudah sebulan lebih kami tidak beli loh. Tapi kalau potato chips, kacang, pop corn dihitung sebagai junk food juga, berarti  baru saja hehehe. Soalnya papanya anak-anak ada acara makan malam di kantornya sehingga kami bertiga makan snack saja…. kalau lapar nanti malam baru aku masak nabeyaki udon deh. Sekali-sekali boleh kan? 😀