Where has the Summer Gone

26 Agu

Sudah sejak hari Sabtu minggu lalu,  cuaca di Tokyo tidak menentu. Dalam arti yang biasanya suhu tertinggi adalah 34 derajat, mendadak mejadi sekitar 24-28 derajat saja…dan hujan. Bahkan kalau melihat prakiraan cuaca seminggu ini kita dapat melihat sederet

Seakan musim musim panas sudah pergi dan datanglah musim gugur… Dan biasanya di bulan September akan banyak hujan dan…. badai topan (bukan topan badai, kutu busuk, sapi dekil dsb sumpah serapahnya si Kapten Haddock). But musim gugur adalah musim yang paling saya sukai karena…. makanannya enak-enak. Hasil tangkapan ikan juga banyak jenisnya. Jenis jamur-jamuran, buah pear yang merupakan buah kesayangan aku. Lalu nuansa hijau lumut, kuning, dan merah dapat dilihat di mana-mana. Warna autumn juga mempengaruhi fashion.

Hanya ada satu yang paling aku tidak sukai, yaitu di musim ini aku sering batuk, dan terkadang akibat batuk tersebut, aku terpaksa “mengeluarkan” makanan-makanan enak yang tadinya sudah ada dalam perutku.

Masih ada 25 hari dari bulan September yang bisa aku nikmati sebelum mulai semester genap di dua Universitas….dan mulailah my buzy days.

Waktu memikirkan judul postingan ini aku teringat pada sebuah lagu, yang dinyanyikan the Brother Four, Where have all the flowers gone. Ternyata lagu karangan Pete Seeger ini termasuk dalam lagu “perdamaian/menolak perang”. Dalam CD nya Brother Four ini aku juga suka sebuah lagu yang berjudul Greenfields. Seperti komentarnya Daffa di posting “Tanpa sadar Anda lakukan ini di …toilet”, semoga jangan lagi ada orang yang berpikir untuk memulai perang. May all peace prevail on earth!!

WHERE HAVE ALL THE FLOWERS GONE 
words and music by Pete Seeger
performed by Pete Seeger and Tao Rodriguez-Seeger

Where have all the flowers gone?
Long time passing
Where have all the flowers gone?
Long time ago
Where have all the flowers gone?
Girls have picked them every one
When will they ever learn?
When will they ever learn?

Where have all the young girls gone?
Long time passing
Where have all the young girls gone?
Long time ago
Where have all the young girls gone?
Taken husbands every one
When will they ever learn?
When will they ever learn?

Where have all the young men gone?
Long time passing
Where have all the young men gone?
Long time ago
Where have all the young men gone?
Gone for soldiers every one
When will they ever learn?
When will they ever learn?

Where have all the soldiers gone?
Long time passing
Where have all the soldiers gone?
Long time ago
Where have all the soldiers gone?
Gone to graveyards every one
When will they ever learn?
When will they ever learn?

Where have all the graveyards gone?
Long time passing
Where have all the graveyards gone?
Long time ago
Where have all the graveyards gone?
Covered with flowers every one
When will we ever learn?
When will we ever learn?

©1961 (Renewed) Fall River Music Inc
All Rights Reserved.

Punyaku ada dua……..

25 Agu

Hah…apa tuh? Mata? Telinga? Tangan? Kaki?

Tapi untung tidak tiga hehhehe.

Ya si Kai punya TSUMUJI (bahasa Indonesianya apa ya? saya bilang sih unyeng-unyeng…..) ada dua. Dan katanya kalau ada dua berarti dia anak nakal. Nah Loh!!! Kalau tiga? Lebih nakal lagi? hehehe.

But actually Kai’s Father punya tiga loh!!! and dia tidak nakal kok (hmmm kalo kepala batunya sih iya…eits sorry gen)

Tapi apa benar? kok saya kurang percaya begitu begituan ya?

Belajar kebudayaan sendiri

22 Agu

Pada waktu masih sering menjadi penerjemah (baca interpreter: penerjemah lisan) untuk kunjungan rombongan pemuda Indonesia ke Jepang, saya sering merasa bangga dengan pemuda Indonesia. Rata-rata di antara mereka ada yang bisa menarikan tarian daerah untuk dipertunjukkan dalam malam pertukaran budaya atau resepsi (Mungkin sebelum dikirim juga ada seleksi soal kesenian ….tidak tahu juga). Dan jika tiba giliran pemuda Jepang yang harus mempertunjukkan kebolehan mereka, biasanya mereka akan “kebingungan”. Jangankan menari, menyanyi lagu yang dapat diterima orang asing pun kadangkala sulit (paling-paling sukiyaki….. padahal sebetulnya sukiyaki yang sebenarnya itu lagu sedih loh) Kalau menanyakan pemuda Jepang, kebudayaan apa yang bisa kalian perkenalkan pada orang asing? paling-paling menjawab origami (seni melipat kertas), dan tentu saja ini tidak bisa dipertunjukkan di atas panggung.

Goo, sebuah search engine bahasa jepang mengadakan survei dengan pertanyaan “Sebagai orang Jepang, kebudayaan apa yang ingin dipelajari?” Dan dijawab dengan nomor satu : Memakai Kimono (seni memakai Kimono memang butuh keahlian tersendiri yang cukup sulit), kemudian Kemampuan Penggunaan Kanji (seperti TOIEC atau test bahasa lainnya tapi khusus Kanji Jepang), dan yang ke tiga adalah Kaligrafi.

漢検と書道で美しい日本語を 日本のアニメやゲームといったポップカルチャー、寿司などの食文化が海外で注目され「クールジャパン」という言葉が広まっています。そこで、今回は「一度は学んでみたい日本の文化」について調査を行ったところ、1位に《着物の着付》、2位に《漢字能力検定》、3位に《書道》がそれぞれランク・インしました。

Hmmm berarti tidak ada ya yang bisa dipertunjukkan di atas panggung…..(kok saya jadi terbayang Swara Mahardika ya?)

Hanya ada satu kali saya bertemu dengan pemuda Jepang yang bisa mempertunjukkan kebolehannya memainkan Nanking Tamasudare. Seni membuat bentuk-bentuk tertentu dari batangan bambu kecil seukuran yang diikat dengan tali. Dengan menggerakkan kumpulan batangan bambu itu, Dia membuat bentuk Tokyo Tower, atau Kail dll. Dan saya diminta untuk belajar sebentar (cuman 5 menit loh…) kemudian bersama-sama membentuk Hati  sebagai lambang persaudaraan. Kira-kira apa lagi ya kebudayaan Jepang yang dengan mudah bisa dipertunjukkan?

Berbahagialah kita orang Indonesia yang kaya dengan tarian tradisional yang bisa dipakai untuk menghibur orang asing…..

Rombongan biasanya terdiri dari 20 lebih pemuda….saya sendiri tidak bisa menari, tapi kalo disuruh nyanyi bareng pasti bisa. Dan pengalaman waktu pertukaran abad 21 Yuai, kebetulan penerjemahnya orang Indonesia semua dan masih mahasiswa (baca masih muda) , sehingga penerjemah sendiri jadinya buat acara…. Agung, Andre, dan Kus…..kemana ya mereka itu?

uuuh fotonya jadul euy…. tulisan ini pernah dimuat di multiply kemudian direvisi.

Mama…enak deh…

21 Agu

Si Kai geratak kotak isi selai, biskuit dan aneka sachet. Voila!! dia ketemu blueberry jam. Aku pikir toh dia cuman main-main saja, jadi aku biarkan. Eeeee ternyata, bisa terbuka atau ada lobang yang membuat selai itu keluar… Nikmatnya Kai mengisap-isap blueberry jam. (My favorite jam is …marmalade)

Sementara di luar bunyi guruh dan petir bersahutan. Thunderstorm. Gen dan Riku dalam perjalanan pulang.

Second day?

21 Agu

Ternyata Riku bisa date dnegan papanya sampai hari ini deh. Bagus juga supaya dia kelak ada kenang-kenangan pergi bersama papanya yang bisa dia ceritakan. Dan untuk papanya hari ini merupakan perpanjangan dari Family (baca RIKU’s) Service. Family Service adalah ungkapan di Jepang waktu ayah melewatkan waktu bersama keluarga setelah di hari-hari biasa sibuk dengan pekerjaan. Sayangnya sekarang pekerjaanpun cenderung menyita hari Sabtu dan Minggu, sehingga Family Service ini menjadi semakin sedikit.

Mereka pergi bersama A-chan, ibu mertua saya. Saya juga senang mereka bisa pergi bertiga, karena sesungguhnya ibu itu kan jarang bepergian dengan anak lelakinya setelah dewasa. (Ayo…anak laki-laki pernahkah Anda meluangkan waktu sedikit untuk menyenangkan ibu Anda? Saya hanya bisa berdoa semoga Riku dan Kai kelak masih mau meluangkan sedikit waktunya untuk saya hehehe. Hey…bukannya aku jadi sedih punya anak laki yang akan pergi dari pelukanku jika besar nanti. Aku juga harus siap untuk menjalani kesepianku sendiri kan?)

Dan oleh A-chan, panggilan sayang kami untuk ibu mertua, saya dikirimi foto-foto yang diambil dengan HP nya. Waktu posting ini ditulis mereka masih jalan tuh…(Ingat mama ngga ya yang nungguin oleh-oleh ehhehehe)

a day for Riku

21 Agu

Tanggal 20, Rabu kemarin. Pagi-pagi semua bangun jam 8 pagi, termasuk Kai. Karena ada pemutaran film pertama pukul 9 lewat di T Joy dekat rumah, Gen mengajak Riku pergi untuk menonton film terbaru dari Miyazaki Hayao…film dari Ghibli. Setiap summer di Jepang pasti ada sebuah film anak-anak (semua umur) yang diputar dan menjadi hits. Supaya Riku tidak ketinggalan berita, Gen bermaksud mengajak dia menonton. Yang pasti aku tidak bisa ikut. Kenapa?

1. Aku tidak bisa pergi ke bioskop, karena bioskop itu gelap dan aku sekarang sedang phobia kegelapan (Kalau bioskop terang benderang ya bukan bioskop namanya ya hehehe).

2. Kita tidak bisa ajak Kai, karena dia masih terlalu kecil untuk bisa duduk tenang selama paling sedikit 1,5 jam. Lagipula dia sekarang ada kebiasaan baru yaitu teriak melengking kalau senang atau tidak senang (menunjukkan emosinya). Kemarin malam aku sempat sentil mulutnya, dan dia ngamuk hehehe. Akhirnya aku terpaksa menunggu dia capek bermain sampai jam 11 malam, baru tidur.

Film yang ditonton Riku hari ini adalah 『崖の上のポニョ』(がけのうえのポニョ) Ponyo on the Cliff by the Sea, yang beredar mulai tanggal 19 Juli 2008. Aku suka hampir semua film dari Ghibli Studio. Dan di setiap film yang dibuat Miyazaki ini ada sebuah persamaan, yaitu selalu ada gambar rumah yang besar, aneh dan selalu tinggi atau di bukit atau di udara. Mungkin si Miyazaki ini juga punya obsesi terhadap langit. Selalu ada adengan terbang atau langit yang bergerak. Awal-awal memang warna ynag dipakai sedikit jumlahnya. Dan semakin baru, semakin kaya pemakaian warnanya. Aku tinggal tunggu saja dulu DVD nya keluar, dan nonton di rumah saja. Memang keluarnya DVD ini masih akan lama, tidak seperti di Indonesia, yang kadang keluar DVD (baca bajakan) duluan daripada pemutaran di Bioskop.

Sesudah menonton film itu, Riku sempat berfoto dengan Go-On-Ger, lanjtannya Power Ranger (di Jepang namanya Magi-Ranger loh). Sayang mereka tidak bawa kamera, sehingga hasil jepretan HP nya Gen tidak begitu bagus.

Sesudah itu mereka telepon aku, apa boleh hashigo (harafiah: tangga, maksudnya dilanjutkan nonton lagi). Tentu saja boleh. Katanya mereka mau nonton Kungfu Panda. (aku nonton Kungfu Panda dalam pesawat kemarin dalam bahasa Inggris tapi sebagian sambil tertidur sih hehehe). Tapi ternyata sebelum nonton Kungfu Panda, mereka pergi ke game center, sehingga tidka jadi menonton Kungfu Pandanya.

Sepulang ke rumah, makan siang jam 2, dan Gen tidur kecapekan temani Riku jalan-jalan. Aku selama di rumah beberes rumah yang sudah kayak kapal pecah, sambil bongkar koper2. Hasilnya aku bersin-bersin karena alergi debu, dan kepala sakit. Sehingga aku tinggal di rumah hari ini waktu Gen dan Riku pergi ke Yokohama untuk makan malam, dan menginap. Dan sodara-sodara, ternyata sendirian (berduaan) dengan Kai itu sangat enjoyable. Sepi dari suara TV, aku matikan lampu-lampu, dengan suasana temaram aku berdua kai makan malam. Waktu Kai bobo, aku sempat berendam air panas (ofuro) 41 derajat selama 30 menit. very relaxing….. I should do this more often….

so Today is for Riku… (and me)

Antara Cengkareng dan Narita

20 Agu

Akhirnya tiba deh waktunya untuk meninggalkan dunia mimpi menuju dunia kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Biasanya aku pada hari terakhir menjelang keberangkatan pasti capek. Karena masih mau beli ini itu…tapi kali ini aku menyerah pada waktu saja. Masa bodoh deh. Cuman satu tujuan utama hari ini yaitu membeli rendang di Ntb, Sabang. Waktu aku tanya siapa yang mau anterin…. Chris bilang, “Loh kan bisa minta delivery Mel”

Hmmm jamannya udah beda, sekarang semuanya serba mudah. Tinggal angkat telepon, bisa pesan kemudian diantar. Tentu saja dalam jumlah yang ditentukan mereka dan semuanya beres asal ada uang. Jadi aku telpon saja dan minta diantar, tidak usah buang waktu lagi pergi ke sana. Sementara itu koper juga sudah siap, aku masih santai-santai dengan anak-anak. Sinta dan Fanya juga datang to say good bye. Sayangnya Sinta masuk angin jadi minta dikerok sama Mbak Yati…. aku paling ngga bisa deh dikerok gitu…gitu geli.

Oh ya hari Sabtu kemarinnya sebetulnya Yu Tum juga datang lagi ke rumah, dan memijat 4 dewasa dan 3 anak-anak… duh mana ada dulu aku waktu anak-anak kenal yang namanya tukang pijat heheh. Yang lucu si Riku dipijat kesakitan dia.

Ada yang ketinggalan? Banyak … tapi aku bisa hidup kok tanpa itu….hehehe. Gitu deh kalau menunda sampai saat terakhir. Aku biasanya beli obat-obat di apotik, misalnya benadryl, enkasari, koyok cabe, dll. Tapi karena kemarin sesudah misa di gereja blok B, langsung jemput Dharma di SD-ku itu jadi aku batal ke Apotik. Tapi aku jadinya bisa nostalgia juga ke SD Tarki 1 itu…masih sama seperti yang dulu… tapi aku tidak melihat guru-guru yang dulu mengajar aku (ya udah uzur la yauw). Hmm kapan bisa bikin reuni SD ya? Sebetulnya aku sudah dimarahi Kiki yang jadi contact person utk SD… kenapa tidak kasih tahu bahwa datang hehehe…yah nanti deh tahun depan. Dan yang mengejutkan aku di SD itu sebetulnya adalah bertemu Trisyanto dengan anaknya sedang naik vespa.

“Loh kamu belum balik ke Jepang Mel?”

“Belum…besok sih baliknya” “Kamu ngapain di sini?” (guoblok banget deh pake tanya)

“Ini anak gue sekolah di sini….” “Abis di sini paling dekat dan paling murah”

wahhh….. agak bengong juga aku pada kenyataan bahwa teman aku menyekolahkan anaknya di situ. Uhhhh diingatkan bahwa memang kita udah generasi “tua”. Bahkan Riku sendiri bilang, dia mau sekolah sama Dharma di Jakarta, berarti di SD itu.

Perjalanan ke Jakarta kali ini benar-benar membawa aku kembali pada kenangan-kenangan masa lalu. Bahkan sebelum berangkat ke Cengkareng aku masih sempat scan sekitar 100 foto jadul selama 1 jam…. dibela-belain. Nanti suatu waktu aku akan posting deh dengan kategori JADUL hehehe.

Perjalanan ke cengkareng juga lancar, sampai saat terakhir masih dapat sms dari dadi (thanks for CDs nya dad), ira bowo (yang sedang dalam perjalanan ke Medan) dan lala. Chris bisa antar kita sampai ke pintu ruang tunggu boarding, dan setelah kita masuk ke pintu ruang tunggu itu, langsung bisa masuk ke dalam pesawat. Jadi tidak usah tunggu lama-lama di luar. Tapi sayangnya aku jadi ngga bisa kirim sms untuk kasih tahu ke papa, semua OK. Bahkan sebelum aku tutup HP, masih masuk sms dari Mariko dan Tina yang menanyakan “is there any problem”. Pramugrari JAL banyak yang orang asing, dan ada satu yang cantik yang banyak melayani kita.

Riku tanya, “Ma, kenapa dia orang Jepang tidak pakai bahasa Jepang ke kita? Dia orang Jepang?”

“wah ngga tahu… tanya aja.”

“Mama yang tanya dong”

Ternyata si manis itu orang Thailand, so aku bicara dengan dia pakai bahasa Inggris aja. Dan juga sodara-sodara… di bagian belakang banyak orang Indonesia, kayaknya sih pemagang. Jadi… announce dalam bahasa Indonesia diputar deh. “Suara mama ya?” ….. iya…. ntah sampai kapan suara itu bisa berkumandang di pesawat JAL.

Tujuh jam perjalanan, dan kita mendarat di Narita pukul 7:30 an. sedikit lebih cepat dari rencana. Tapi aku keluar paling akhir dan dengan santai jalan ke Imigrasi. Pertama kali aku ikutin cara baru di Imigrasi Jepang, yaitu dengan scan jari telunjuk kanan dan kiri, serta pembuatan foto di pintu Imigrasi. Mustinya sih di komputer tertulis “Tidak termasuk dalam Black List” hehehe.

Narita selasa pagi itu panas. lebih panas dari Jakarta. dan di layar monitor ada jadwal Hanabi- Festival Kembang Api pada tanggal 23 Agustus nanti. Hmmm biasanya agustus penuh satu bulan aku tidak ada di Jepang, jadi tidak sempat melihat hanabi. Namun kali ini masih bisa (kalo mau berdesak-desakan dan berpanas-panasan).

Well, Tokyo I’m Home. TADAIMA.

Merah Putih

17 Agu

Menjelang hari ulang tahun kemerdekaan RI yang ke 63 ini, seperti juga tahun-tahun yang telah lewat, banyak kita jumpai rangkaian bendera kita yang terpampang di sepanjang jalan. Baik untuk dijual maupun sudah merupakan hiasan daerah tertentu. Entah karena saya jarang pergi ke jalan-jalan protokol atau ke tempat keramaian….saya menganggap 17-an tahun ini sepertinya tidak begitu ramai. Mungkin juga karena jatuh pada hari Minggu, dan seninnya dilibrkan sehingga merupakan kesempatan bagi mereka yang bisa mengambil cuti panjang untuk pergi berlibur atau mudik.

Merah dan Putih memang warna bendera kita ini dikatakan sebagai lambang kesucian dan keberanian. Tapi saya pernah membaca dalam otobiografi Soekarno, “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” oleh Cindy Adam, suatu keterangan lain. Hari ini saya baca kembali dengan cara scanning baca cepat dan menemukan keterangan itu di halaman 338 sebagai berikut:

Warna bendera kami tidak diputuskan secara serampangan saja untuk revolusi. Ia telah mulai dari bibit pertama dari penjelmaan manusia. Getih seorang perempuan merah. Getah dari seorang laki-laki putih. Sang Surya berwana merah. Sang Tjandra berwarna putih. Warna tanah kami merah. Getah dari tumbuh-tumbuhan putih. Sebelum adanya agama yang teratur, makia makhluk Tuhan menyembah benda-benda alam ini. Demikianlah warna itu dipusakakan turun temurun sepanjang masa sampai pada peradaban kita sekrang. Merah adalah lambang keberanian, Putih lambang kesucian. Dalam ilmu kebatinan Jawa sesajennya terdiri dari bubur merah dan bubur putih. Bendera kami telah ada semenjak 6000 tahun yang lalu.

Puas juga mencari pernyataan ini dan menemukannya. Karena saya membaca buku ini sebetulnya sudah sejak SMP, sehingga lupa pada kata-kata persisnya. Dan menemukannya di halaman 338 dalam 2 jam sungguh menyita konsentrasi yang besar. Satu hal lagi yang saya ingat bahwa saya baca di dalam buku ini adalah pernyataan Soekarno tentang guling,

Manusia Indonesia hidup dengan getaran perasaan. Kamilah satu-satunya bangsa di dunia yang mempunyai sejenis bantal yang dipergunakan sekedar untuk dirangkul. Di setiap tempat tidur orang Indonesia terdapat sebuah bantak sebagai kalang hulu dan sebuah lagi bantal kecil berbentuk bulat panjang yang dinamai guling. Guling ini bagi kami hanya untuk dirangkul sepanjang malam (otobiografi, p2.)

Pagi ini aku mengikuti misa jam 7:30 pagi, di gereja Blok B karena koor Cavido tugas menyanyi. Jam 7 lebih sedikit aku sudah sampai, dan bertemu dnegan Vitri, Mas Atok dan Marianti. Langsung masuk ke dalam, dan sedikit-demi-sedikit anggota koor lainnya mulai datang. Banyak anggota yang muda dan tak kukenal lagi. Kemudian sambil menunggu wkatu aku bolak-balik map lagu…. hmm begini nih kalau tanpa latihan langsung ikut. Sebetulnya aku alto, tapi tanpa latihan tentu saja tidak bisa. Maka aku pilih tempat perbatasan alto dan sopran. Kalau tidak tahu not altonya, join sopran aja ahhh.

Ternyata memang aku tidak bisa nyanyi parts altonya, karena aransemennya baru. Dibuka dengan Satu Nusa Satu Bangsa, lalu lagu “Indah tanahku Indonesia”, Indonesia Pusaka dan terakhir Hari Merdeka.  Aransemen lagu Indonesia Pusakanya yang dikerjakan mas Atok bagus, tapi dasar aku tidak bisa menyanyi lagu ini tanpa menangis…. tempat berlindung di hari tua…. Mungkin ini juga yang menyebabkan aku tidak mau asimilasi.

Misanya dipimpin pastor Bertens…pastor ini termasuk pastor tua yang sudah lama melayani di paroki Blok B. Gaya bicaranya yang khas masih terdengar… membuat aku merasa memang kangen suasana seperti ini. Setiap minggu sibuk dengan latihan Cavido, dan gereja memang dekat rumahku. Kayaknya aku emang harus berusaha nih untuk lebih rajin lagi ke Meguro. Oh ya…. padahal begitu aku pulang harus buat rapat KMKI untuk acara barbeque tanggal 23 September…….

Sesudah misa, mulai jam 8:40 diadakan upacara penaikan bendera oleh Mudika. Kasian juga sih sedikit yang datang, so aku potret aja mereka. Jadi ingat juga aku sering jadi petugas bendera. Dan seringnya bagian tengah yang membuka bendera…. musti ingat-ingat cara melipat bendera sehingga bendera bisa membuka dengan bagus, tidak melilit. Kenapa ya aku selalu ingat Agnes, yang berasal dari Flores. Sepertinya dia selalu ada di samping aku, entah dia komandan pramuka aku wakil v.v. atau dia selalu ada di samping aku dalam pengibar bendera. Kemana ya dia? Dede selalu panggil dia dengan Agnes talang betutu, karena memang model rambutnya berponi seperti talang air hehehe.

Hari ini panas… sarapan sate ayam depan RSPP, lalu pulang… sorenya belanja deh dan mulai packing. Maunya besok ngga mikirin koper lagi, tapi mana bisa ya….. Biasanya last minutes baru teringat perlu ini itu. Seharusnya aku tulis, tapi…. malas dan sengaja tidak mau ingat-ingat.

Sembelit

17 Agu

Tentu tahu dong bagaimana rasanya sembelit. Bukan yang sembelit dengan arti :sem·be·lit n kantong atau pundi-pundi yg dibelitkan di pinggang: perempuan itu memakai — tapi dalam arti tidak bisa buang air besar.

Nah ternyata si Riku itu mengalami “sembelit” selama 26 hari berada di Jakarta. Dan itu ketahuannya kemarin waktu Tatsuya kun, murid aku di Senshu University datang ke rumah. Terima kasih ya Tatsuya kun yang mau menjadi obat pencahar bagi Riku.

Pertamanya Riku enggan berkenalan dengan Tatsuya kun. Mungkin karena dia masih bermain dengan Dharma, Sophie dan Kei. Tapi waktu aku ajak semua pergi makan di luar, Riku bertindak sebagai host yang baik untuk Tatsuya-kun. Dia menjelaskan semuuuuuuuuuua dalam bahasa Jepang kepada Tatsuya-kun. Mulai dari naik mobil, di dalam mobil, sesampai di restoran, selama makan, seselesai makan, dalam mobil menuju rumah, dan sampai Tatsuya kun pulang naik taxi ke Jaksa, tempat dia menginap. Bener-bener deh….. nyerocos terusssssss dalam bahasa Jepang. Ternyata dia “sembelit” tidak bisa berbahasa Jepang selama ini, membuat dia bertindak seperti itu.

Berikut sedikit percakapan dia dengan si Tatsuya kun yang tentu saja dalam bahasa Jepang,

“Om dulu punya teman banyak?”

“Temanku ada yang namanya Hiro, Ryo, …tapi Ryo ini yang paling suka ngerjain aku.”

“Om suka dengan TK nya om dulu?”

Tatsuya kun: “Saya ada 2 kakak laki-laki loh”

“Wahhh 3 anak laki-laki? Kasihan ibunya ya…repot pasti”  Dari jauh aku terbahak-bahak, you bet it must be difficult.

Tatsuya kun :”Iya ibu saya memang repot”

“Kan ibu kamu harus mengurus 4 laki-laki…susah ya” (Dalam hati aku bilang…YA IBU HARUS MENGURUS 4 BAYI…lucuuuuuu)

………

dalam mobil:

“Om dulu waktu TK punya pacar?”

“Pacar ya? mmmm pernah suka anak perempuan sih”

“Aku ya… aku suka sama yang namanya M.O, dia manis sekali loh. Dan aku selalu deg-degan ketemu dia. Abis dia manis sekali (huh manis apaan…masih ada yang lain yang lebih manis rikuuuuuu). Aku pikir nanti aku kalau besar mau kawin sama M.O.”

“Asyik ya…seneng memang kalau sudah ada pacar….”

(Dan aku harus menahan tawa supaya Riku tidak marah bahwa aku mendengarkan percakapan dia)

26 hari tak bisa berbicara bahasa Jepang, kecuali sama papanya di telepon… dan sama aku. Rasanya seperti sembelit mungkin ya. Tapi di lain pihak aku membayangkan juga…. Aku sudah hampir 16 tahun penuh tinggal di Jepang. Di negara yang aku sukai, dan aku anggap kampung halaman kedua-ku. Dan aku sangka aku senang dikatakan “Imelda sudah seperti orang Jepang” dalam tindakan dan perkataan aku selama ini. Bangga bisa menjadi “Orang Indonesia yang menguasai bahasa dan kebudayaan Jepang dan tinggal lama di Jepang”.

BUT sekarang aku sadari, bahwa aku sebenarnya terlalu memaksakan diri… terlalu berusaha dengan sungguh-sungguh, terlalu banyak beradaptasi dengan lingkungan, dan tidak sadar bahwa aku sudah sampai pada titik jenuh…. bagaikan air gula yang sudah tidak bisa ditambahkan lagi gulanya tanpa harus memanaskannya, atau membuatnya menjadi kental. Dengan satu kata aku ini CAPEK.

Karena ternyata aku juga masih orang Indonesia, yang mempunyai sifat-sifat seperti orang Indonesia umumnya, dan merasa kehilangan kehangatan, kebersamaan, persaudaraan antar manusia yang LUMRAH ada di Indonesia, tetapi sulit sekali didapat di Jepang. Aku juga kehilangan rumah besar yang aku huni selama 24 tahun pertama hidupku, untuk harus tinggal dalam “Usagi goya” —rumah kelinci. (Kalau ini sih kesalahan orang tua saya (perusahaan tempat papa bekerja deh), kenapa sih rumah besar begini…sampai kalau panggil orang harus teriak, atau mengebel ….. benar-benar mengebel dengan kode tertentu, karena tombol bel ada dibagian dalam rumah dan bagian luar, sehingga kalau mau panggil mbak-mbak yang tinggal di pavilyun belakang pakai bel dengan kode dua untuk si mbak A dan 3 untuk si mbak B). Sedangkan rumahku di Tokyo hanya sebesar kamar tamu saja (Itupun sudah cukup besar untuk ukuran tokyo)….

Sekitar 2 minggu berada di Jakarta, Riku pernah tanya…”Ma, kapan kita pulang, aku rindu semua orang Jepang…” kataku, “Yah kamu hitung saja 10 kali tidur, kita sudah akan pulang ke Jepang)

Tapi seminggu sesudahnya, “Ma, kita pulang sebentar ke Jepang. Lalu kembali lagi ya. Aku mau sekolah sama Dharma di sini saja…..” Aku tidak bisa berkata apa-apa (hey nak, kamu orang Jepang)

Dan kemarin aku bilang, “Riku, tinggal dua kali tidur, kita kembali ke Tokyo loh. Riku harus tidur siang, supaya riku tidak tidur malamnya waktu kita masuk pesawat ya. Kalau Riku ketiduran malamnya, mama bisa mati gendong kamu dan Kai (25+12kg =37kg)”

“Asyik ma…kita harus beli oleh-oleh untuk semua loh. Buat Riku, buat papa, beli tas untuk Riku, beli alat-alat tulis untuk ke TK…. “Oi oi,,, itu bukan oleh-oleh namanya…itu BEKAL buat kamu sendiri hihihi.

Setiap orang pernah mengalami krisis identitas. Dan aku tahu Riku dan Kai juga pasti akan mengalami krisis identitas kelak. Semoga saja kedua anakku bisa melewati masa itu dengan baik.

Pagi tadi jam 2 pagi, aku telepon gen … waktu aku cerita Riku mau sekolah di jakarta, dia malah bilang, wah Riku hebat…bisa pikir begitu. Dan waktu aku cerita, bagaimana kalau aku misalnya bekerja di suatu universitas di Yogyakarta sebagai dosen tamu, Gen bilang…asyik…aku jadi pembantu kamu aja deh. Weleh… gaji dosen mana bisa nyewa pembantu kayak kamu.  Aniway, aku juga bersyukur mempunyai keluarga yang masih bisa fleksible tinggal di manapun….. Apa kita sekeluarga bermigrasi ke Selandia Baru saja ya? Maybe ada kerja yang cocok untuk aku dan Gen? who knows….

Semoga aku juga bisa mendapatkan obat pencahar yang bisa menyembuhkan aku dari penyakit yang namanya Capek dan Bosan itu, seperti Riku yang bebas dari Sembelitnya tadi malam.