huhuhu lebay sekali deh judulnya 😀 Tapi memang dalam beberapa hari ini aku sedang galau, gara-gara blog. Seperti diketahui aku mempunyai blog bertajuk Twilight Express dengan domain sendiri. Tentu saja dengan hosting sendiri, bayarnya memang tidak lebih dari 1 juta rupiah per tahun karena sudah beberapa kali upgrade kapasitas. Jumlah nominal yang kecil untuk beberapa orang yang memang mempunyai pemasukan dari internet. Tapi karena aku belum mau me-monitize blogku, maka jumlah itu cukup memberatkanku.
Masalahnya memang hampir setelah 2 tahun pindah hosting (ini yang ke 3) pasti akan terkena suspend berkali-kali karena dianggap mengganggu stabilitas pengguna hosting lain. Padahal menurutku pemakaian juga tidak seaktif sebelumnya, dan kalaupun membludak diperkirakan kalau ada tulisan baru dong, deh gitu lah yau!
Tulisan terakhir di sana tanggal 20 Juni. Padahal aku ingin sekali menulis banyak! Tapi kalau aku menulis baru, akan pengaruh lagi dengan trafik kunjungan dsb dsb. Terpaksa deh nahan 😀 Oleh pihak hostingnya dibilang aku harus upgrade dengan VPS, tapi sedangkan yang pakar IT saja, sahabatku si Jumria TIDAK menyarankan aku pindah VPS. Karena aku boleh dikatakan “amatir” atau istilahnya dia End User. Sehingga jika nanti ada apa-apa, aku tidak bisa menghandle sendiri cpanel (yang sebetulnya aku sendiri baru sedikit menguasai -akhirnya-). KECUALI aku menyerahkan pada pihak hosting, yang tentu harganya muahal (berlipat dari yang sekarang), atau aku tetap menyewa VPS di luar negeri, dan “menggaji” orang untuk memaintainnya. JIKA aku kaya mah, apa juga aku beli… kalau bisa beli perusahaan hosting sekalian hahahaha.
So, terpikir untuk pindah hosting, tapi juga terpikir, jika pindah hosting PASTI akan berhadapan dengan masalah yang sama, cepat atau lambat. Salah satu kemungkinan yang paling cepat adalah pindah saja ke wordpress gratisan yang memang fiturnya terbatas, sehingga boleh dikatakan aku harus DOWNGRADE.
BUANGLAH SEJARAH MASA LALU….
Sambil berpikir untuk downgrade kembali ke wordpress gratisan saja yang memang sudah aku miliki, ada banyak alternatif yang bisa dicoba. TAPI pada akhirnya aku pikir terkadang memang kita harus melupakan masa lalu, masa kejayaan kita. Waktu berjalan terus, dan bukan jamannya lagi untuk mengagung-agungkan masa lalu.
Masa di mana aku menulis 1247 tulisan dengan 25.685 komentar, dengan theme yang kusuka putih bersih, dengan plugin favoritku ” Todayish in History” yang memungkinkanku membaca kembali tulisan yang kubuat pada tanggal yang sama sama 5 tahun ke belakang.
Apalagi tepat waktu hostingku bermasalah, seorang pembaca blogger setia, sahabatku sejak awal ngeblog mencapai angka komentar 1000 (dalam 5 tahun -1247 posting) berkat plugin “Top Commentator”. Terima kasih banyak untuk komentarnya ya mas NH18.
SEKALI LAGI SEJARAH! Kenangan 🙁
Untukku melupakan masa lalu itu berat! Apalagi sejarah adalah kesukaanku. Tapi aku harus berpikir praktis, karena otomatis karena kepalaku dipenuhi masalah hosting, aku tidak bisa move on, menulis terus. Padahal sahabatku Donny Verdian sampai berkali-kali menanyakan perihal blogku sambil menawarkan bantuan. Katanya, “after all, semoga mood blogmu semakin membaik apapun solusi yang kau percaya benar untuk ditempuh *halah* Hahahaha.. Go Imel, Go!”
Kalau aku mau kembali ke tujuanku ngeblog awalnya, memang hanya untuk menulis. Dan mungkin ini saatnya pula untuk bangkit, menulis lebih banyak lagi. Dan meminjam frase yang kukenal dari Gratcia Siahaan, “Write like nobody’s reading”. Sehingga kuputuskan untuk menulis di sini dulu, sambil aku mencari jalan terbaik untuk domainku. Toh aku sebetulnya baru saja membayar perpanjangan hosting dan domain, sehingga aku masih punya waktu 1 tahun berpikir (sayang sih karena otomatis aku membayar sesuatu tanpa menerima pelayanan). Mungkin akan kubatasi tulisan di sana sesedikit mungkin sampai 1 tahun, dan tulisan lamanya kutaruh di sini. Ntahlah, yang pasti aku harus menulis. Apalagi aku masih ada hutang tulisan kepada Masbro 🙁 dalam GA nya pakde Abdul Cholik. Segera setelah ini aku akan mulai menulis…… masih ada 3 hari kan? 😀
Menurut blogrollku, aku sudah 4 hari tidak menulis posting baru. Sibuk? Ya memang, tapi biasanya aku akan mengusahakan sedikit waktu untuk menulis sedikit tulisan. Tapi rasanya kali ini aku mulai merasa malas. Mengapa?
Sebetulnya yang salah bukan dari diriku, dan ntah aku harus mengatakan siapa atau apa yang salah. Aku tak tahu apakah ada teman lain yang mengalami atau tidak, tapi ini merupakan kali kedua aku merasa kecewa. Kekecewaan pertama aku alami sekitar bulan Juni tahun 2010. Saat itu aku sudah memakai hosting dari Singapura dan harus merasa kesal karena blogku sering di suspend. Bukan karena belum bayar, tapi katanya, “Karena terlalu banyak kunjungan ke blog Anda yang memakai resource kami, sehingga pelanggan lain terganggu, dan kami harus menghentikan website Anda. Anda harus memakai server sendiri sehingga tidak mengganggu pelanggan lain”. Tapi server sendiri itu mahal sekali, sekalipun ada yang murah yaitu dengan VPS (Virtual personal Server)… tapi tetap saja tidak semurah menyewa hosting biasa. Akhirnya waktu itu aku dikenalkan oleh Ray Astho untuk memakai hosting kenalannya yang katanya “Cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh lebih besar dan MUNGKIN bisa mentolerir pemakaian resource websitenya mbak Imelda tidak seketat hosting yang lain”.
Jadi aku sudah pakai hosting ini selama 2 tahun lebih. Tentu tanpa kejadian yang berarti, apalagi jika terjadi apa-apa, custumer servicenya standby selama 24 jam, dan langsung tanggap menangani keluhanku. Aku puas dengan pelayanan mereka, sampai sekitar 2 bulan yang lalu. Websiteku sering tidak bisa diakses, eror dsb dsb. Setiap kali aku menghubungi CSnya, dilayani dengan cepat TAPI disarankan untuk menyewa VPS sendiri. Padahal aku tahu untuk mengelola VPS itu tidak mudah, perlu tahu tentang server dan jika mau memakai jasa CS dari hosting yang biasa aku pakai ini, tentu harus membayar setiap transaksi masalah. Apalagi harga sewa VPS di situ berlipat ganda dari biaya hosting yang sekarang kupakai. Padahal kalau lihat dari performance blogku ini jauuuuuh lebih rendah daripada tahun lalu, atau 2 tahun yang lalu. Maksimum aku menulis 11 tulisan sebulan 🙁 Pagerank hanya 3 dan alexa sudah jutaan. Benar-benar masalah hosting ini membuatku malas menulis. Karena setiap aku menulis sesuatu yang baru diperkirakan “banjir” kunjungan dan koit deh. Sepertinya aku akan menutup domain ini, dan mulai lagi dari bawah….jika aku masih ada keinginan yang kuat untuk menulis. Bisa memakai wordpress gratisan yang memang aku sudah punya beberapa seperti http://coutrier.wordpress.com atau http://twilightexpress.wordpress.com atau http://usagigoya.wordpress.com tentu saja selain Twilight Tasogare yang merupakan blogrollku….loh ternyata banyak juga yang masih aku update ya hehehe. (ssst masih ada sih yang lain yg sedang hiatus).
Well, aku sudahi dulu “kegalauan”ku ini. Dan aku akan bercerita soal “Berlipat Ganda” yang lain.
Seperti sudah kutulis di beberapa tulisan yang lalu, deMiyashita sedang mencoba melaksanakan proyek keluarga untuk mengunjungi 100 Kastil Terkenal Jepang. Tapi ternyata waktu juga yang membuat proyek ini dalam kondisi “jalan di tempat”. Hanya ada satu kali pada tanggal 2 Juni lalu, waktu aku sedang mengikuti Bazaar di gereja Meguro. Kai dan papanya mengunjungi sebuah situs bekas kastil di dekat rumah mertua di Yokohama. Karena sudah tidak ada bangunannya, Riku malas pergi dan tinggal di rumah.
Kai tentu tidak lupa membawa jaring kupu-kupunya, TAPI karena sudah siang tidak banyak kupu-kupu yang terbang. Kebetulan saat itu mereka berdua bertemu dengan sukarelawan yang bekerja di sekitar situs tersebut. Sukarelawan itu heran juga melihat bapak anak ini mengunjungi tempat yang “tidak ada apa-apanya”. Lalu dia tanya pada Kai, “Kamu suka kumbang badak kabutomushi? Dan tentu Kai jawab suka. Lalu Kai diajak pergi mengambil larva kabutomushi dan mendapat satu karung penuh, kira-kira 50 larva. Duh duh duh waktu Gen bercerita begitu aku sudah bergidik membayangkannya, sedangkan Kai dengan “cool” nya mengambil satu dan memperlihatkan padaku… hiiii. Kata Gen dia mau membawa ke sekolah dan tanya guru-guru apakah mau menjadikan sebagai proyek monitoring murid-murid. Ternyata karena terlalu banyak, pihak sekolah juga tidak mau bertanggung jawab, sehingga terpaksa kami yang harus memelihara 50 larva itu. Kata Gen proses larva menjadi kumbang itu cukup menarik untuk diamati. Sedangkan setelah itu dia bisa saja bawa ke hutan dan buang.
OK, aku memang takut pada kumbang, tapi kok kasihan juga pada “bayi” kumbang ini. Jadi sekalipun ada beberapa larva pernah “lari”, dan aku pernah menginjak salah satunya…aku masih bisa sabar dan tahan. Sambil nyengir aku bilang, “Rasanya seperti menginjak udang :D”. Jadi aku selalu harus berhati-hati waktu menjemur pakaian di beranda, supaya jangan menginjak “bayi-bayi” itu 😀
Tapi sebenarnya kami hanya memelihara 40 larva karena 10 yang lain diambil oleh teman-temannya Riku untuk dipelihara di rumah masing-masing. Dan ada satu temannya Riku yang mengambil 2 larva sambil membawa lobak, ketimun dan zucchini, hasil kebun dari ibunya. Nah waktu itulah gen mengatakan “Seperti Warashibe Chouja saja”. Eh, apa itu Warashibe Chouja?
“Kalian tidak tahu? Itu cerita rakyat Jepang loh”. Sehingga kami mencari cerita itu di net.
Dahulu kala ada seorang pemuda yang hidupnya selalu jujur tapi tidak beruntung. Teruuuus bekerja tapi tidak beruntung dan hidupnya miskin terus. Sampai pada suatu hari, dia berpuasa lalu berdoa kepada dewa. Menjelang senja, Dewa tampil di hadapannya dan berkata, “Keluar dari kuil ini, kamu akan jatuh dan memegang sesuatu. Bawalah itu pergi ke arah barat.”
Memang waktu si pemuda keluar kuil, dia jatuh dan memegang sebatang jerami. Dia pikir, apa sih gunanya jerami… tapi dia bawa itu terus ke arah barat. Kemudian ada seekor lebah terbang dan hinggap di jerami itu. Waktu sampai di kota, ada seorang bayi yang menangis terus, tapi begitu melihat jerami dan lebah, dia berhenti menangis. Ibu sang bayi kemudian memberikan 3 buah jeruk pada si pemuda.
Pemuda itu kemudian membawa 3 jeruk ke arah barat dan bertemu dengan seorang gadis yang sedang kehausan. Si pemuda memberikan 3 buah jeruk dan sebagai gantinya dia menerima sehelai kain sutra. Waktu berjalan terus, dia bertemu dengan samurai dengan seekor kuda yang lesu. Begitu melihat sutra itu, samurai memberikan kudanya dan membawa sutra itu pergi. Pemuda kemudian merawat kuda itu dan kuda itu menjadi sehat. Bersama kuda itu dia pergi dan sampai pada sebuah rumah besar. Ternyata pemilik rumah itu hendak pergi menyepi dan menukar rumahnya dengan kuda si pemuda. Jadilah pemuda mempunyai rumah besar dan terkenal sebagai Warashibe Chouja. (Bagian akhir ada beberapa versi seperti si pemuda bertemu dengan orang kaya yang ternyata ayah dari si gadis pemberi jeruk, sehingga dinikahkan)
Intinya si pemuda menerima berlipat ganda dari apa yang dia berikan awalnya. Dari sebatang jerami menjadi sebuah rumah besar. Tuhan selalu membalas berlipat ganda. Dan yang dimaksud dengan Gen adalah Riku memberikan 2 larva kumbang, dan menerima jauuuuh lebih banyak : lobak, ketimun dan zucchini. Jadi seperti Warashibe Chouja.
TAPI untungnya 40 larva kumbang TIDAK AKAN berlipat ganda menjadi 80 kumbang ya… kalau berlipat ganda, bisa bisa aku tidak bisa tidur tenang terus deh hehehe.
Ada pembaca yang mau memelihara kumbang badak (seperti kumbang kelapa) ? 😀 Nanti aku kirim deh larvanya dengan EMS 😀
Telepon Pintar itu memang sudah menyebar luas. Hampir semua mahasiswa di tempat aku mengajar, memakai smartphone. Meskipun dalam kenyataannya aku masih banyak melihat wanita dan sebagian pria yang tidak berstatus sebagai mahasiswa/karyawan yang memakai telepon biasa non smartphone. Aku sekarang memang memakai smartphone dan awalnya aku merasa “hebat” karena dengan satu gadget itu kita bisa menelepon, chatting, bermain, mengambil foto, browsing dsb. Padahal sebelumnya, pakai telepon biasapun sebenarnya sudah bisa. Tapi kecepatan koneksi internet yang ditawarkan memang mengagumkan sehingga layaknya aku membawa sebuah komputer kecil bersamaku (aku belum mempunyai iPad). Kekurangannya cuma satu: kecil. Maklum mataku sudah mulai rabun karena faktor u. 😀
Ada satu hal yang aku pelajari dari ibu-ibu, mamatomo, ibu-ibu di TK dan sekarang menjadi kebiasaanku juga. Yaitu waktu membaca pengumuman yang ditulis guru TK di papan. Dulu aku selalu menulis di catatan. Tapi begitu aku melihat trend baru ibu-ibu, mereka tidak lagi menulis tapi memotret papan pengumuman itu. Dengan smartphone, sangat mudah membesarkan foto sehingga sehingga hurufnya bisa terbaca, tanpa harus memindahkan ke komputer. Segala informasi yang penting, tinggal foto saja. Beres!
Semakin aku terbiasa dengan smartphoneku, semakin aku terbiasa memotret semua informasi itu. Praktis dong. TAPI aku sempat kesal dua kali oleh smartphone di tangan mahasiswa.
Aku pernah menulis status di FB:
Sedang memeriksa test bahasa Indonesia, dan aku tertawa (kecut) mendapati jawaban seorang mahasiswa dari pertanyaan: 私のカバンは重いです (Watashino kaban wa omoidesu). Iseng kutanya pada Riku, apa terjemahannya. Lalu dia berkata, “Aku punya rucksack berat!” wow… padahal aku tidak pernah mengajarkannya, meskipun jawaban yang benar, “Tas saya berat”. TAPI jauh lebih bagus dari jawaban muridku, “Nama saya berat” hihihi.
(Langsung masuk blacklist deh. Hei….kemana saja waktu aku jelaskan?????)
dan sebenarnya selain daripada tidak adanya perhatian dia waktu aku terangkan, ada pula jawaban yang memakai kata-kata bahasa Indonesia yang belum pernah aku ajarkan. Hmmm kok bisa dia menjawab seperti itu ya? Lalu aku coba masukkan kalimat yang harus diterjemahkan ke dalam google translator dan bingo! Jawabannya persis seperti yang dia tulis. O o o kamu ketahuan memakai google translator dalam smartphonenya untuk menjawab test! Dan parahnya ada 3 mahasiswa yang jawabannya plek sama!
Memang susah mengontrol begitu banyak mahasiswa dalam satu kelas. Tapi dari lembar jawabannya aku sudah tahu bahwa mahasiswa ini memakai smartphone dalam menjawab. Jelas aku kesal dan marah, sehingga minggu berikutnya aku menceritakan hal itu di depan kelas dan langsung mengatakan, “Kerjakan test dengan jujur. Pasti ketahuan kok. Dan jika pada test berikutnya ada lagi kejadian seperti ini saya akan mengurangi nilai mereka yang memakai smartphone. Usaha sih boleh, saya lebih suka kalian buka buku dan cari jawabannya di buku daripada di smartphone. Itu artinya bukan kalian yang belajar tapi si smartphone yang belajar”.
Hal kedua yang membuatku kesal, baru terjadi tadi siang. Waktu aku menyuruh semua mahasiswa untuk membaca, aku melihat ada seorang mahasiswa yang melihat kertas fotocopy temannya. “Oh dia tidak punya fotocopynya ” pikirku dan aku mau berikan dia satu lembar. Tapi sebelum aku sempat memberikan fotocopy itu, aku melihat dia mengambil smartphonenya dan memotret kertas fotocopy temannya. Sambil meneruskan pelajaran, dalam dada ini berkecamuk apakah aku perlu menegurnya atau tidak. What the heck! Aku biarkan saja, selama dia bisa mengikuti pelajaran dan menjawab pertanyaanku. TAPI sebetulnya lain kan mereka yang belajar dengan membaca lewat kertas dan yang membaca lewat smartphone. Jika ada kertas, mereka bisa mencatat, memberikan tambahan arti sendiri, sehingga mereka bisa BELAJAR dan pada akhirnya bisa menjawab test. Foto lembaran yang di smartphone tidak bisa ditambahkan dengan catatan-catatan, dan aku tidak yakin dia akan buka kedua kalinya 🙂 Selain itu kalau dia memandang smartphone dan ditegur, dia bisa jadikan alasan bahwa dia sedang membaca foto itu. Jaman memang berbeda! Jauh berbeda berkat kecanggihan teknologi. Dan kurasa dalam waktu dekat pihak universitas perlu membuat peraturan mengenai smartphone, atau dosennya yang harus mengubah pola mengajar atau membuat testnya. Seperti seminggu lalu akhirnya aku membuat test lisan, dan yang tidak bisa menjawab…pass (lewatkan) deh. NOL! Tidak bisa juga diterapkan mengumpulkan smartphone sebelum kuliah dimulai layaknya anak SD, karena sudah pasti diprotes, selain juga makan waktu untuk mengembalikannya. Smartphone di kampus sudah mulai membuat banyak masalah. 🙁
Tapi di antara kekesalan atas tingkah beberapa mahasiswa, aku masih senang karena masih ada mahasiswa yang benar-benar mau belajar. Seorang mahasiswa yang rajin tadi bercerita bahwa dia membuat daftar kata-kata baru sendiri dengan komputer dan mencetaknya, lalu menempelkannya di kamar, di WC, di pintu kamar mandi (persis daftar perkalian dsb untuk anak SD :D) supaya bisa belajar dan menghafal. Mendengar ceritanya aku merasa senang dan menghargai usahanya. Dan teman-teman yang duduk di sekitarnya (ada 4 orang) memang termasuk mahasiswa yang aktif dan pintar. Selain itu mereka juga yang selalu memberi salam terakhir dengan “Daag!” 😀 Waktu mendengar pertama memang aneh rasanya, karena meskipun memang aku ajarkan bahwa orang Indonesia pakai “Daag” dalam percakapan, selama 20 tahun mengajar di Jepang belum pernah ada yang berkata “Daag” padaku. Jadi geli juga dan ingin kuperingatkan bahwa jangan pakai daag kepada orang yang lebih tua atau kurang akrab…….tapi ah aku kan masih muda :D. Just enjoy it 😉
Bagaimana cara teman-teman belajar bahasa asing supaya cepat hafal? Apakah pernah menempel daftar/tabel kata-kata di dinding?
Bulan Juni sudah 14 hari lewat, rasanya baru kemarin aku menyatakan bahwa Tokyo sudah mulai musim hujan. TAPI ternyata itu hanya berlaku dua hari di akhir Mei. Sedangkan masuk bulan Juni hujan baru turun sejak hari Selasa lalu, yang merupakan imbas dari badai nomor 3 dari Filipin yang membelok ke Lautan Pasifik. Akibatnya Rabu dan Kamis hujannya awet 😀 Hari Jumat ini pagi harinya turun hujan tapi sekitar pukul 11-an sudah berhenti, dan membuat udara menjadi lembab. Dan besok menurut prakiraan cuaca, “Payung tak akan lepas dari tangan!”. Nah, bersiap deh.
Bukan mau mengeluh akan kehadiran musim hujan, tapi dengan turun hujan semua perjalanan harus diperhitungkan waktunya tidak akan tepat. Butuh waktu extra. Yang tadinya aku bisa antar Kai ke TK naik sepeda, ini harus berjalan kaki. Meskipun Kai tidak pernah mengeluh tidak mau jalan (dia suka jalan!) tapi tentu jarak yang bisa ditempuh 10 menit orang dewasa, menjadi 15 atau bahkan 20 menit bagi anak-anak yang kakinya masih kecil. Daaaannnn, minggu ini penuh acara di sekolah!
Hari Senin lalu, Riku libur karena sekolahnya berulang tahun 🙂 Seperti pernah kutulis di sini, perusahaan atau sekolah Jepang meliburkan karyawan atau muridnya waktu ulang tahun pendirian organisasinya. Padahal Senin seminggu sebelumnya dia juga libur karena setelah undokai. Otomatis aku menemani dia menikmati hari liburnya, yaitu dengan menunggu dia main di game center dengan uangnya sendiri. Yah aku cuma mentraktir dia makan siang yang super murah, sebuah set sushi seharga 500 yen! Aku senang ke situ, karena tidak ada tempat lain yang menjual set sushi seharga 500 yen dengan volume yang cukup besar dan enak! Transportasi ke sananya gratis karena naik sepeda 😀 Hari kencan yang murah 😀
Selasa, aku meliburkan Kai karena dia batuk cukup parah. Dan aku harus beres-beres rumah dan mempersiapkan makan malam plus bento untuk anak-anak lebih cepat dari biasa. Aku mengganti hari mengajar yang tadinya Senin malam menjadi Selasa malam. Dan hujan cukup lebat waktu kami berangkat pukul 4:45 dari rumah. Anak-anak seperti biasa aku titipkan pada Mas penjaga sekolah, dan mereka makan malam di kamarnya.
Rabu masih hujan padahal aku harus pergi ke sekolahnya Riku dalam rangka Open School yang merupakan kegiatan periodik mereka. Saat itu orang tua murid bisa melihat kegiatan pembelajaran dalam kelas. Dan memang benar semakin tinggi kelasnya, semakin sedikit orang tua yang datang. Biasanya orang tua itu bekerja atau menyempatkan melihat satu jam pelajaran saja. Setelah 5 tahun, aku juga merasa “capek” melihat kegiatan ini karena ya sebetulnya asalkan tidak bermasalah, pasti juga kondisi kelas ya biasa-biasa saja. Aku melihat waktu Riku kelas 3 memang kondisi kelasnya amat mengkhawatirkan, dan ternyata memang kegiatan pembelajaran tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Banyak sekali anak yang tidak konsentrasi dalam pelajaran, ribut sehingga mengganggu anak-anak lain. Guru walikelasnya tidak bisa menghandle anak-anak yang nakal ini. Berdasarkan laporan dan permintaan orang tua kemudian gurunya diganti waktu kenaikan kelas 4 (Seorang guru biasanya pegang kelas ganjil dan genap. Jadi kelas 1-2, 3-4, 5-6 walikelasnya sama). Di kelas 5 ini, aku rasa tidak ada masalah berarti, tapi mungkin karena Riku sudah ikut bimbel di luar. Soal bimbel akan aku bahas terpisah ya.
Kamis kemarin, hujan gerimis kadang-kadang deras, tapi awet 😀 Aku harus mengajar di universitas sehingga pagi-pagi mengantar Kai lagi jalan kaki ke TK, baru ke universitas. Tapi untungnya Universitas W cukup dekat dari rumah. Satu jam cukup. Lain halnya dengan hari Jumat. Tadi pagi aku extra pagi berangkatnya, karena kalau hari tidak hujan aku butuh 1,5 jam….jadi kalau hujan perkiraanku 2 jam 😀 Dan untung saja, karena hujan kereta juga banyak yang terlambat. Apalagi bus. Jangan dikira angkutan di Tokyo tepat waktu terus ya 😀 kalau ada kejadian “bunuh diri” di rel (dan lumayan banyak), atau kalau ada hujan/badai/gempa ya pasti terlambat. Karena itu warga Tokyo akan berangkat lebih awal dari hari lainnya.
Jadi? Aku bisa istirahat dong besok ya? Kan weekend 😀 Sayangnya tidak, karena besok giliran TK nya Kai yang mengadakan Open School. Kalau tidak hujan, kami akan mengadakan undokai kecil-kecilan. Pertandingan olahraga yang melibatkan anak dan ortu. Tapi kalau hujan, kami akan membuat prakarya bersama di dalam kelas. Yang pasti besok sampai pukul 11:30 aku harus menemani Kai di TK. Dan berarti Kai akan libur hari Senin (that means… aku harus menemani Kai di rumah hehehehe).
Sebetulnya harusnya aku bisa istirahat asalkan Gen tidak bekerja. Sayangnya karena dia bekerja di universitas, dia yang harus mengadakan Open School di kampusnya pada hari Sabtu dan Minggu 😀 … Dan ya, minggu yang sibuk dan (akan) ditemani hujan terus.
Maaf kalau posting kali ini seperti mengeluh, tapi aku ingin menulis padahal untuk menulis tema lain (yang sudah ada di draft) perlu otak yang santai, jadi maafkan ya….
Have a nice weekend!
(Fotonya belakangan, soalnya aku mesti jemput Riku dulu ya :D)
Tadi siang akhirnya gurunya Kai, Haruka Sensei yang cantik luar biasa itu datang ke rumahku. Benar-benar cuma sepuluh menit dari jam 14:40 sampai 14:50. Dia tidak sempat minum teh dan makan kue buatanku yang sudah kusiapkan. Aku benar kagum padanya yang baru berusia 21 tahun, tapi shikkari shiteiru (matang, dewasa, tegas) tapi sabar dalam menghadapi murid-murid TKnya. Juga waktu dia bicara denganku, terlihat dewasa. Sambil berbicara begitu aku tak bisa berkedip memandang bulu matanya yang panjang dan lentik. Waktu sensei sudah pulang, aku bilang, “Kai, guru Kai cantik dan baik ya… Duuuh bulu matanya panjang sekali…” Lalu mau tahu apa yang Riku bilang? “Alah ma,… paling juga bulu mata tempelan!” hahaha… memang sih aku belum pernah lihat orang dengan bulu mata sepanjang itu. Benar-benar kayak boneka deh. (Dan aku tidak berani minta foto sama dia hehehe… nanti ya kalau udah akrab)
Oh ya, sesudah sensei itu pergi, aku juga meminta Kai untuk pergi belanja sedikit untukku. Sendiri! Hajimete no otsukai 初めてのお使い yang pernah kutulis juga di First Errand. Otsukai berasal dari kata tsukau =pakai. Jadi Otsukai = dipakai untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan orang lain, atau untuk kepentingan orang lain/kantor/organisasi. Aku minta dia membeli bohlam di toko Murata. Uang dan contoh bohlam kumasukkan dalam tas kecil. Dia bersemangat sekali dan langsung pergi ke toko Murata yang berada di ujung jalan yang sama dengan apartemenku. Tapi harus menyeberang jalan kecil satu kali, jadi aku wanti-wanti bahwa dia HARUS memperhatikan lampu lalu lintasnya. Dan meskipun hijau, tetap harus lihat kanan kiri, karena sering ada yang nyelonong tanpa memperhatikan lampu merah. Pokoknya wanti-wantinya banyak deh 😀 Aku sebetulnya tidak mau parno… hehehe eh tapi aku perhatikan dia pergi ke toko itu dari beranda apartemenku di lantai 4. Dan lucunya begitu dia sampai di depan toko Murata itu, dia langsung kembali lagi tanpa masuk. Loh kok? Dia pulang dan berkata, “Maaaaaa toko Murata tutup!” hehehe padahal biasanya buka terus loh. Well, aku yakin deh dia sudah bisa pergi sendiri. Anshin!
Sesuai judul postingnya, aku mau menulis tentang GABAN. Kata ini keluar di tulisannya mas NH18 yang ini, dan sebetulnya tidak akan menjadi topik postingan di TE jika, pakdhe Cholik tidak menanyakan: “Gaban itu artinya apa?”
Seperti yang dijelaskan oleh mas NH di jawaban komentar itu bahwa: “Gaban itu artinya besar”…. aku juga tahunya begitu. Tapi samar-samar aku tahu bahwa Gaban itu adalah nama “raksasa” sehingga orang Indonesia menyebutkan Gaban untuk mengganti kata besar. Tapi apakah benar? Dan raksasa apa sih Gaban itu?
Setahuku Gaban itu dari bahasa Jepang. TAPI, jika mencari GABAN begitu saja baik dengan tulisan katakana ガバン atau huruf latin GABAN, yang keluar nomor satu di situs pencari adalah MEREK LADA PUTIH! Ya Anda bisa menjumpai kaleng bertuliskan GABAN di semua restoran ramen (mie) di Jepang, karena bagi orang Jepang jika mau memberi rasa pedas, tambahkanlah pepper/ lada.
Tentu bukan GABAN yang lada putih itu yang menjadi sumber kata gaban yang berarti besar di Indonesia, bukan? Sempat sih bertemu salah satu monster yang bernama Gaban, tapi kok tidak terkenal ya? Lalu aku tanya ke Gen, tahu GABAN ngga? Dan dia bilang, “Pasti GYABAN 宇宙刑事ギャバン (film seri TV Asahi, rilis th 1982) deh, memang karakter itu terkenal dulu!” Dan ternyata waktu aku googling dengan kata kunci “sebesar gaban” keluar deh kata aslinya. Space Sheriff Gavan atau Space Cop Gavinyangmenjadi GABAN dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada tambahannya:
Indonesia and Malaysia’s screening of Gavan (translated as Gaban) on local TV has gained itself a cult following, and the word Gaban itself has become a meme. It’s used after adjectives to give an image of bravery e.g. “sebesar Gaban” (“as big as Gaban”, epically big) or “Gaban betul” (“truly Gaban”, really brave).
Tapi emangnya benar Gaban ini besar ya? Aku sendiri tidak menonton jadi tidak tahu, tapi menurut wiki tingginya 200cm dengan berat 90 kg, dengan kekuatan lompatan 150 m. Wah ya untuk ukuran manusia memang besar ya. Film seri Gaban ini kemudian pernah menjadi film bioskop dengan judul Gokaiger vs Gavan th 2012.
Memang sih Jepang jago menciptakan karakter-karakter hero, pahlawan, dengan keistimewaan masing-masing, dan menjadi idola anak-anak Jepang. Waktu kutanya ke Kai dia paling suka hero yang mana, dia jawab Kamen Rider. Kalau Riku dia suka Ultraman Mebius, Gekiranger dan Kamen Rider Kabuto. Hmm Aku sendiri sama dengan Riku suka Mebius dan Gekiranger tapi tidak pernah suka Kamen Rider. Semakin ke sini rasanya tokoh-tokoh hero itu semakin lembek, semakin “genit” semakin tidak macho hehehe. Tapi ini kan pandangan seorang ibu. Kalau anak-anak (lelaki) pasti lain cara pandangnya 😀
Kamu suka pakai kata Gaban? Atau memang yang tahu kata Gaban itu angkatan 80-an saja? hehehe Yang mau tahu isi film GABAN ini silakan baca detilnya di sini.
Dalam pertemuan dengan dua orang yang tidak saling mengerti bahasa yang dipakai teman (saya lebih memilih teman daripada lawan) bicara, perlu kehadiran seorang penengah. Penengah ini bertugas menyampaikan penuturan kedua pihak sehingga pembicaraan dapat dimengerti dan bisa berlangsung, yang mungkin saja akan menghasilkan kesepakatan dan kerjasama antara kedua pihak/negara.
Salah satu pekerjaan saya adalah interpreter, penerjemah lisan bahasa Jepang-Indonesia, meskipun saat ini sedang istirahat dari kegiatan yang memang memakan waktu dan energi besar. Foto ini adalah ketika saya menjadi “Srikandi Penengah” untuk Bapak Menteri Pendidikan saat itu, Bapak Wardiman Djojonegoro. Foto diambil waktu Bapak Wardiman mengunjungi Tokyo Forum yang waktu itu baru dibuka, yang menjadi calon tempat diadakannya kegiatan persahabatan “Kokoro kara Kokoro e (Dari Hati ke Hati)”. Memang akhirnya tempat itu tidak jadi dipakai karena terlalu mahal biaya penyewaannya,dan akhirnya dipakai hall Hotel Imperial Tokyo. Saat acara pembukaan kegiatan “Kokoro kara kokoro e” inipun saya menjadi “Srikandi Pembimbing” alias pembawa acara dalam dua bahasa sehingga acara dapat berjalan dengan lancar.
“Srikandi Penengah” menurut saya tidak hanya mereka yang berprofesi sebagai penerjemah, tapi dalam segala bidangpun diperlukan “penengah” yang dapat melancarkan suatu kegiatan. Misalnya saja moderator, EO, operator telepon, customer service atau pekerjaan lainnya. Semoga wanita Indonesia bisa menjadi “penengah” yang berguna bagi bangsa, masyarakat dan keluarga masing-masing.
NB: Maaf pakde, karena tidak bisa posting baru lagi untuk hari ini dan besok, saya mau titip pesan sedikit untuk ditempelkan di sini. Kalau tidak boleh kasih tahu saja, nanti saya hapus.
Saya juga mau mengucapkan terima kasih untuk peserta Giveaway Ultah TE ke 5 yang detailnya ada di sini. Sayamasih harus memeriksa hasil ujian 50 peserta, tapi bagi yang masih mau ikut masih bisa kok karena Kuiz BD TE5 akan ditutup besok tgl 22 April pukul 24:00 WIB, jadi masih ada (sedikit) waktu untuk belajar dan googling 😀 😉
Tulisan yang tertunda, mengenai liburan musim semi kami di awal April.
Setelah pergi nonton Doraemon bareng, aku janjian dengan Sanchan untuk membawa anak-anak ke Legoland Discovery Center yang terletak di Odaiba. Gen sudah lama ingin mengajak anak-anak ke sana sejak mengetahui dibukanya Legoland itu, tapi belum pernah terlaksana. Lucu aja, pas anak-anak ditanya, “Pilih mana Toshimaen (semacam Dufan dengan segala atraksinya) dan Legoland? ” Ketiganya menjawab dengan tegas, LEGOLAND!. Wah cocok deh Riku dan Kai dengan Yuyu, karena mereka bertiga suka lego. So, aku hunting karcis Lego via internet, karena aku tidak mau antri 😀
Dari web resminya, aku mengetahui bahwa dijual paket tiket kolaborasi dengan Madame Tussaud seharga 2500 yen untuk dewasa dan 2100 untuk anak-anak. Wah, lumayan juga potongan harganya, jadi kami berdua, aku dan Sanchan sepakat untuk pergi ke Legoland tanggal 1 April yang lalu. Karena tempat legoland itu cukup jauh dari rumah kami (butuh waktu sekitar 1,5 jam) jadi kami memilih untuk masuk jam 11-11:30 an. Mereka memakai sistem kontrol pengunjung dengan pembagian jam masuk jika penuh. Kami naik JR dan monorail Yurikamome dari stasiun Shinbashi. Sengaja kami menunggu kereta berikutnya supaya anak-anak bisa duduk paling depan dan melihat pemandangan kawasan Tokyo Beach tanpa halangan. Oh ya aku baru sadar bahwa yurikamome itu berjalan dengan ban, setelah Kai mengatakan :”Ma, kereta ini tidak ada relnya loh. Pakai ban!” Jeli bener deh si Kai itu.
Sambil menikmati perjalanan selama 18 menit dengan biaya yang tidak murah (tiket dewasa one way 310 yen!), aku ikut menikmati pemandangan yang ada. Tanggal 1 itu tidak hujan tapi agak mendung. Tapi menurutku lumayan bagus sehingga tidak terlalu silau oleh cahaya mentari. Aku sempat memotret selama perjalanan. Ya, sudah cukup lama aku tidak ke sini, terakhir aku ke sini waktu bersama temanku Ira W yang kutulis di “Obat Kekecewaan” sekitar satu setengah tahun yang lalu. Senang juga mempunyai alasan untuk bisa datang ke Odaiba lagi. Tanpa Sanchan, aku malas mengajak anak-anak sendirian 😀
So, begitu sampai, kami langsung pergi ke DECK Odaiba lantai 3 tempat Legoland berada. Sama tingkat dengan Joypolis dan Madame Tussaud. Tapi tentu saja dong deh ya, mama-mama nya mau berfoto dulu di Deck yang menghadap ke Rainbow Bridge dan membuat anak-anak tidak sabar untuk berlari masuk 😀 Tapi kami sampai di depan antrian Legoland pada waktu yang ditentukan yaitu pukul 11:00. Eh, masih harus antri? Sebentar sih, tapi sambil antri itu kami sempat berfoto dan aku mengatakan pada Sanchan, bahwa Gen sebetulnya ingin menjadi anggota tahunan. Dengan membayar 4500 yen, kami bisa keluar masuk selama setahun kapan saja, tanpa ditolak (kalau penuh yg bukan anggota pasti ditolak), dan selain itu kami mendapat potongan 10% untuk semua pembelian di dalam Legoland. Well, Sanchan bilang, kita lihat saja dulu dalamnya gimana… kalau bagus, boleh juga kita beli annual pass nya.
Setelah diperiksa karcis pemesanan dari email yang dikirim, anak-anak mendapat souvenir Lego dan kami diantar ke lift yang akan membawa kami ke lantai 7. Rupanya permainannya sendiri berada di lantai 7, sedangkan pintu masuknya di lantai 3. Di muka lift saja, eh bahkan di tempat antrian sudah ada bentuk-bentuk Lego. Gemes deh lihatnya. Ceritanya kita masuk ke pabrik legonya dengan mesin-mesin yang menjelaskan tentang pembuatan lego dan penyebarannya (pemasarannya) di seluruh dunia. TAPI anak-anak mana mau berlama-lama di sini, mereka mau langsung masuk dan mencari surprise apa lagi yang ada.
Begitu masuk lorong, kami melihat antrian yang cukup panjang… Dan ternyata itu atraksi Kingdom Quest, yang memungkinkan penumpang kendaraan (max 5 orang) untuk menembak musuh-musuh kerajaan 😀 Di sini juga ada tempat khusus yang dipasang kamera sehingga waktu kita keluar ada foto kita di dalamnya. Tentu saja dijual (mahal) seharga 1000 yen berupa foto, atau bisa juga berupa gantungan kunci dan magnet. Sayang waktu kami membeli foto yang pertama kami belum dapat diskon 😀 Ssstt tempat ini menjadi tempat favorit mama Imelda dan mama Sanchan loh 😀
Setelah Kingdom Quest kami memasuki sebuah ruangan yang berisi maket kota Tokyo dari lego semua. Tentu saja ada semua tempat wisata di Tokyo termasuk Tokyo Tower dan Sky Tree. Ada pula pojok khusus Kyoto. Yang bagusnya di sini dipamerkan suasana Tokyo di siang hari dan malam hari…. Lampu-lampu malam hari dibuat sedemikian rupa sehingga membuat kami seakan memang berada di Tokyo pada malam hari. Duuuh detil pembuatan bangunan, jembatan, orang-orang dan mobil2 itu benar-benar bagus deh! Mungkin pecandu Lego ingin membuat kamar khusus seperti ini di rumahnya 😀 Aku cukup menikmati pemadangan di sini, tapi anak-anak tentu cari yang lebih seru lagi.
Lebih seru buat anak-anak berarti bisa membuat lego sendiri, bisa berlari, manjat-manjat memakai badannya. Dan di bagian tengah memang terpasang jungle jim besar berwarna merah kuning seperti lego, tempat anak-anak bermain. Sebelum masuk jungle jim ini semua anak harus melepas sepatunya. Bisa dibayangkan betapa banyak sepatu di depan pintu masuknya. Dan ibu-ibu semua duduk di sekitar situ, dan atau di meja kursi dari tempat makan yang disediakan. Setelah lama di situ baru aku perhatikan bahwa harga-harga di tempat makan itu tidak mahal sama sekali. Kalau di disney misalnya, mereka memasang harga mahal untuk makanan yang rata-rata tidak ada seharga 500-an. Nah kalau di legoland ini ada makanan seharga 500-an, yang cukup untuk anak-anak. Tentu saja untuk ibu-ibunya tidak level 😀 Karena biasanya ibu-ibunya makan di restoran di luar legoland, bangunan DECK yang banyak diisi restoran-restoran yang enak-enak. Pada hari kedua aku dan Sanchan bahkan makan siang di restoran Surabaya di Aqua City yang terletak di sebelah DECK. (Ketahuan deh pergi ke legoland sampai dua kali :D)
Setelah puas bermain, anak-anak menjemput jacket yang kami pegang, dan kami antri di tempat menonton film 4D. Film pertama yang kami lihat adalah ”Spellbreaker”, cerita tentang lego kingdom deh… Dan terus terang lebih bagus dari film ke dua yang berjudul apa racer gitu hehehe. Jadi film di 4D Cinema itu ada 2 judul yang diacak pemutarannya. Dan kalau ke sini HARUS nonton 😀 Aku sendiri suka sekali cinema 4D ini karena seruuuuu. Ada angin, air, bahkan “salju”… pokoknya seru!
Setelah keluar dari cinema langsung ada pojokan yang berjudul Lego Racer: build and test…nah anak-anak langsung deh ngedon di sini. Mereka buat mobil-mobilan sendiri dan langsung coba di track yang disediakan. Padahal di sebelahnya ada juga pojok untuk cewek-cewek …di sini sepi deh. Memang kelihatan penggemar lego kebanyakan anak-anak laki-laki. Jadi sementara anak-anak main ya mamanya ngobrol ngalor ngidul seh.
Eh tapi kami sempat keluar untuk makan dan membuat kartu anggota tahunan. Yang aku dan Sanchan rasa hebat tuh, kami kan sudah bayar 2800 untuk beli karcis hari itu, dan untuk kartu anggota tahunan itu harus bayar 4500 yen per orang (dewasa dan anak-anak sama harganya). Tapi kami cukup membayar kekurangannya saja sejak hari itu bisa berlaku. Wah… untung sekali. Kami bayangkan kalo di Indonesia pasti ngga bisa seperti itu. Karcis yang sudah terpakai pasti dianggap hangus dan kami harus tetap bayar 4500 yen. Bengong juga waktu disuruh bayar sisanya saja. Salut deh.
Akhirnya tanggal 1 April itu kami bermain di Legoland sampai jam 7:30 malam, dan makan malam di Odaiba. Sampai di rumah pukul 11:30, bersamaan dengan papa Gen pulang. Tentu saja anak-anak ramai menceritakan kunjungan mereka ke Legoland, dan tidur setelah pukul 12:30 malam. Dan tanggal 4 Aprilnya kami pergi lagi ke sana untuk bermain lagi, dan dari awal anak-anak sudah diwanti-wanti tidak boleh beli souvenir di toko legonya, meskipun akhirnya kami kasian juga dan memperbolehkan membeli lego seharga 350 yen. (Tanggal 1 masing-masing anak mendapat jatah 1000 yen). Dan kami sampai di rumah jam 9 malam 😀 Dingin juga mengayuh sepeda di malam harinya. TAPI wajah anak-anak itu puas sekali bisa bermain seharian eh dua-harian di Legoland, bersama teman yang sehobi juga. Dan karena kami sudah punya passport tahunan, bisa deh pergi setiap saat sampai dengan tanggal 31 Maret 2014 Yeahhhh… Bisa juga antar tamu dari jakarta tapi tamunya bayar karcisnya sendiri ya hehehehe
PKK yang kumaksud tentu bukan yang ibu-ibu PKK, tapi yang kepanjangan Pendidikan Ketrampilan Keluarga sebagai salah satu mata pelajaran di SD. Bahasa Jepangnya Kateika 家庭科. Dan sejak Riku akan naik ke kelas 5, menjadi topik pembicaraan ibu-ibu di pertemuan orang tua murid. Kenapa? Ya, karena di kelas 5 mereka harus belajar MENJAHIT! Aku sendiri pernah melihat pameran hasil jahitan anak-anak kelas 5 dan 6 SDnya Riku, dan wahhhh jahitannya bagus banget! Aku saja tidak akan bisa menjahit sebagus itu 😀 Gawat!
Nah, seperti tahun lalu-lalu waktu ada,pelajaran menggambar, kaligrafi dan musik, sekolah memesan alat-alat bersama. Sesuai dengan karakter anak-anak, kami orang tua tinggal memilih mau paket yang mana (karena gambarnya beda, maka biasanya anak-anak sendiri memilih yang mereka maui) sesuai karakter laki-laki dan perempuan. Tadi pagi aku melihat amplop pemesanan alat menjahit yang satu set harganya 3080 yen (sekitar 300 ribu Rp). Kita pilih mau set yang mana, dan masukkan uang ke dalam amplop itu.
Wah si Riku pilihnya klub bola barcelona tuh 😀 Keren sih. Tentu saja yang tidak mau membeli satu set bisa membeli isinya saja. Tapi karena aku sendiri tidak punya set menjahit yang bagus dan lengkap lebih baik pesan yang baru saja. Lagipula nanti bisa dipakai Kai kalau dia sudah kelas 5 kan? Lungsuran 😀 (Eh tapi setelah memilih alat jahit untuk Riku, aku jadi buka amazon, jadi kepingin beli untuk diri sendiri nih… selama ini yang penting ada benang putih/hitam dan jarum aja hehehehe)
Selain topik PKK, sesuai judulnya aku mau menulis soal OSIS nya Riku. Mulai kelas 5 mereka harus mengikuti kegiatan OSIS dan aktif di dalamnya, selain dari ekskul yang mereka pilih. Yang pasti di SD tingkat tinggi 小学校高学年 (kelas 5-6) mereka semakin sulit, semakin sibuk, dan semakin berinteraksi dengan murid/guru lain. Seperti yang pernah kutulis, dulu waktu kelas 4, Riku mengambil ekskul Science dengan praktikum macam-macam. Tapi karena tahun ini praktikumnya sama persis dengan tahun lalu, dia memilih ekskul lain. Dan ternyata di hari kedua, dia diberitahu bahwa Riku bisa masuk ekskul ilustrasi. Nah… sesuai dengan keinginan yang pertama.
Untuk kegiatan OSIS, akhirnya dia memilih ikut seksi Perpustakaan (tadinya kupikir akan memilih majalah sekolah, ternyata dia malah memilih perpustakaan). Wah cocok sekali dengan papanya 😀 yang memang kutu buku. Aku sendiri sekarang merasa aku bukan kutu buku lagi, karena sudah malas sekali membaca. Eh tapi masih suka beli buku dan simpan…. dan aku menjadi kutu beneran ya?karena membiarkan buku tertutup terus hahahaha.
Nah tadi ada pertemuan seksi perpustakaan, dan dia menawarkan diri menjadi wakil ketua! Hebat ah… Rupanya di sini di setiap kegiatan berorganisasi, menghindari pemilihan berdasarkan suara. Lebih mengutamakan kesediaan orang tersebut untuk menjalankan tugas, dan tentu dengan melihat juga kemampuan serta apakah ada teman lainnya yang lebih pantas mengemban tugas itu. Kata Riku teman-temannya tidak ada yang mau, jadi dia angkat tangan. Good boy, sama seperti mamanya, yang sering angkat tangan karena tidak ada yang lain yang mau 😀
Waktu kulihat pointers pembicaraan seksi perpustakaan itu, tentu bukan membuat anggota seksi perpustakaan itu menjadi suka baca, tapi justru lebih dari itu, membuat teman-temannya suka membaca, dan berkunjung ke perpustakaan. Termasuk di dalamnya membuat pamflet, membuat kuiz, memperbaiki buku yang rusak, dll. Semoga deh, dengan menjadi seksi perpustakaan, dia semakin cinta buku dan suka membaca.
Sebagai penutup, tadi aku mendapat pemberitahuan dari gurunya Kai, bahwa dia akan datang ke rumahku tanggal 24 April jam 14:40 😀 Berarti aku harus membereskan rumah sampai sebelum itu… masih ada seminggu! Horreeee.
Aku juga mau mengucapkan terima kasih untuk peserta Giveaway Ultah TE ke 5 yang detailnya ada di sini. Aku harus memeriksa hasil ujian 40 peserta, tapi bagi yang masih mau ikut masih bisa kok. Kuiz BD TE5 akan ditutup tgl 22 April minggu depan, jadi masih ada waktu untuk belajar dan googling 😀 😉
Aku mau tulis pendek saja deh hari ini. Tadi pagi aku baca sebuah survey tentang pelayanan di RS. Sama seperti di Indonesia, waktu menunggu di RS juga lama, apalagi jika RS yang besar. Makanya paling enak kalau pergi ke klinik spesialis saja. Selama di sini aku paling kagum dengan kecepatan pelayanan klinik di dekat universitas Waseda yang kutulis di sini dan klinik THT dekat rumah. Kalau klinik THT sih emang ngga pakai stetoskop jadi bisa ada beberapa pasien dalam satu ruangan jadi cepat pelayanannya. Juga klinik gigi dekat rumah sudah pasti kalau janji jam 5, pasti masuk diperiksa jam 5. Ini karena dokternya sudah bisa perkirakaan satu pasien 30 menit.
TAPI kalau pergi ke RS Umum, seperti waktu aku pergi konsultasi di dokter psikiater untuk panic syndromku, atau pemeriksaan kehamilan di dua RS langganan, PASTI nunggu lama. Meskipun sudah ada ancer-ancer masuknya jam berapa. Sama deh di Indonesia juga pasti mesti menunggu lama. Nah survey tadi pagi itu aku baca tentang HARAPAN pasien terhadap RS untuk menyediakan apa di RS (mungkin untuk mengisi waktu menunggu itu). Harapan-harapan itu sbb:
1. Menyediakan Wifi gratis
2. Menyediakan lebih banyak lagi bukuyang sedang populer
3. Menyediakan dokter atau suster tetap untuk konsultasi
4. Menyediakan lembaran informasi mengenai penyakit-penyakit
5.Menyediakan tayangan video mengenai penyakit
6. Menyediakan kursi atau sofa untuk mengistirahatkan badan
7. Menyediakan kursi pijat
8. Menyediakan pelayanan pijat badan
9. Menyediakan konsultasi psikolog di ruang tunggu
10. Menyediakan permainan game atau kartu
11. Menyediakan pelayanan pemberitahuan giliran lewat email
12. Menyediakan display elektronik
13. Drink Bar (macam-macam minuman gratis)
14. Memasang musik yang menyejukkan hati
Nah, aku sendiri langsung memilih nomor 11. Karena berarti kita tidak perlu berada di ruang tunggu itu, bisa keluyuran dulu sampai menerima email baru ke ruang tunggu. Aku pernah menggunakan service seperti ini di restoran Museum Fujiko (Doraemon) di Kawasaki. Mereka memberitahukan 10 menit sebelum giliran kita masuk. Maklum antrian yang mau masuk di situ banyak, dan waktu itu aku perkiraannya harus menunggu 2 jam sebelum dapat tempat. Restorannya cuma satu sih. Nah seandainya ada layanan pemberitahuan giliran lewat email itu kan, kita sebagai pasien juga bisa tenang pergi ke WC atau makan atau ngopi atau jalan-jalan atau dsb dsb deh…
Memang survey ini hanya diadakan di situ goo yang diikuti terbatas, tapi begitu aku melihat jawaban, ternyata pilihanku itu memang yang terbanyak dipilih sebanyak 23,5 % disusul dengan no 6 yang dipilih 11% dari pemilih. Soalnya kalau nomor 1 (Wifi) kebanyakan orang Jepang bisa internetan dengan langganannya sendiri tanpa perlu wifi 😀
Kalau kamu jadi pasien, apa harapanmu? atau pilih nomor berapa?
Oh ya, hanya mau mengingatkan bahwa tanggal 1 April kemarin Blog TE ini berulang tahun ke 5 dan aku mengadakan giveaway yang bisa dibaca di sini detilnya. Kalau sempat ikut ya, masih lama sih penutupannya sampai tanggal 22 April … Terima kasih sebelumnya!