Anak Berkebutuhan Khusus

13 Mar

“Mama aku tidak suka deh dengan si M-kun… Dia sering pukul aku :(”
“Hmmm M-kun itu suka sekali sama Kai. Temani dia”
“Kalau suka kenapa pukul? Aku kan kesal kalau dia pukul terus. Kalau aku balas, sensei marah”
“Ya. Begini saja, kalau dia pukul kamu, langsung kasih tahu sensei. Jangan balas”
“Aku kasih tahu. Tapi terus-terusan… aku kesal. Aku benci M-kun!”
“Jangan dekat-dekat dia saja deh.”
“Aku juga ngga mau dekat-dekat dia… Tapi dia selalu datang ke aku. Gimana dong….”
“Hmmm iya sayang. Sabar saja. Gini…. M -kun itu sakit, dia suka kamu, tapi dia tidak tahu menyampaikannya. Jadi dia pukul kamu, karena dia tidak tahu caranya. ”

Itu percakapan aku dan Kai kira-kira dua bulan yang lalu. Memang gurunya Kai pernah berbicara denganku, bahwa M-kun itu suka pada Kai tapi pelampiasannya dengan memukul. Aku mengerti kedudukan gurunya Kai juga, mau melindungi semua anak. Dan aku bilang pada gurunya, “Tidak apa-apa. Saya akan kasih tahu Kai untuk beritahu setiap dipukul. Tolong handle saja. Saya yakin Kai tidak apa-apa. Nanti saya follow di rumah”

Dan …. Hari Senin lalu Kai melapor,
“Mama, Aku tidak mau ke TK. M-kun cakar aku. Sakit loh”
“Kamu sudah kasih tahu sensei?”
“Sudah… tapi dia tetap cakar aku. Aku sebal. Malas ke sekolah”
“Kai, kamu sekolah tinggal 4 kali lagi. Kemudian ada pesta dan wisudaan…. Tolong sabar ya”
Dan aku bujuk dia untuk pergi ke sekolah hari Selasa, karena aku harus mengajar. Aku bisa saja membawa dia ke tempat kerjaku, tapi sediam-diamnya dia, aku tidak bisa konsentrasi penuh mengajar. Untung dia mau ke sekolah hari Selasa. TAPI dia tetap dicakar M-kun. Jadi hari Rabu kemarin aku memboloskan dia. Daripada anakku trauma, lagipula di jam pelajaran sudah mulai pendek, hanya dua jam sehari, dan pasti sudah tidak banyak belajar. Biarlah aku mengikuti keinginan Kai untuk bolos ke TK, tapi dengan janji jika masuk SD bulan April nanti, tidak boleh bolos.

Dan, hari ini juga bolos, berarti tinggal hari Jumat besok, dan aku akan menyuruh dia pergi untuk terakhir kalinya.

M-kun itu penderita Autis. “Anak berkebutuhan khusus” istilah kerennya. Jika mencari di wikipedia, istilah ini berarti :

 Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Aku sendiri cukup akrab dengan ibu si M-kun, dan sering bercakap-cakap. Si Ibu juga sering minta maaf kepadaku bahwa anaknya sering mengganggu. Dan aku selalu menjawa, “Tidak apa-apa, namanya anak-anak” Aku sendiri baru SADAR bahwa anaknya Autis setelah mendengar dari ibu teman lainnya, waktu dipanggil bersama oleh gurunya Kai. Aku tahu bahwa M-kun sering mengganggu di kelas. Jika kami datang ke kelas, aku melihat dia sering berteriak sendiri, atau mengulang omongan gurunya, jalan-jalan dalam kelas sementara yang lainnya duduk. Kadang dia berteriak dan tidak mau turun dari sepeda, tidak mau masuk kelas pagi hari waktu diantar ibunya. Menangis sekeras-kerasnya waktu tersandung jatuh, yang menurut pengamatanku, jika yang jatuh Kai, Kai biasa saja paling meringis sedikit. Tapi M-kun ini memang ochitsukanai 落ち着かない, tidak bisa tenang, dan overreacting.

Aku pertama kali kenal dan mengetahui istilah ADHD 20 tahun yang lalu, dari seorang teman Jepang. Dia cerita bahwa anaknya ADHD. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is a problem of not being able to focus, being overactive, not being able control behavior, or a combination of these. Saat itu aku tidak begitu perhatian, tapi memang dia mengatakan soal tidak tenang, susah belajar dan biasanya punya masalah dengan penglihatannya, jadi harus pakai kacamata. Saat itu di Jepang tidak ada dokter yang bisa menangani sehingga dia sekali setahun harus pergi ke Amerika untuk memeriksakan anaknya. Dokternya menyarankan dia untuk memberikan minuman berkafein (kopi dan teh) dalam takaran tertentu setiap hari untuk membantu anaknya supaya bisa tenang, dan menghindari Coca Cola dan jus lain yang mengandung aspartame. Anak lelaki yang waktu aku bertemu berusia 6 tahun sekarang sudah lulus akademi dan bekerja sebagai perawat orang sakit/tua. Si ibu sering meneleponku, hanya untuk curhat dan aku hanya bisa mendengarkan saja. Terus terang awalnya aku sering tidak konsentrasi mendengarkan kalau dia telepon, atau tidak mau angkat telepon jika nomornya yang keluar jika aku sedang tidak mood juga. Tapi selama 20 tahun berteman dengan ibu ini, aku bisa tahu sulitnya menangani anak ADHD.

Ibu M-kun ini juga terlihat payah, padahal dia baik dan mau aktif. Tapi mungkin karena anaknya begitu, dia jarang sekali terlihat berbicara dengan ibu-ibu yang lain. Bukan karena ibu-ibu yang lain tidak mau berbicara dengannya, tapi TIDAK DIPERBOLEHKAN oleh anaknya. Anaknya sering memukulku juga jika aku sedang berbicara dengan ibuku. Dia tidak kasih ibunya beramahtamah dengan orang lain, APALAGI berbicara dengan anak lain. Pernah ibunya memberikan foto Kai kepada Kai, dan M-kun memukul Kai. Dengan susah payah ibunya menenangkan anaknya, dan aku maklum, cepat-cepat berkata terima kasih lalu cepat-cepat menjauh pulang. Kasihan…. Butuh tenaga ekstra untuk menangani anak-anak seperti dia, yang terlihat normal berlainan dengan tunanetra, tunarungu dll. Kadang teman-teman sekitarnya tidak bisa mengerti dan menganggap mereka aneh. Padahal, ya, mereka hanya butuh perhatian yang lebih banyak. Dan… cukup banyak juga ibu-ibu tidak menyadari bahwa anak-anaknya butuh psikolog, obat dan guru yang bisa mengerti.

Bersyukur pada Tuhan bahwa anakmu tidak berkebutuhan khusus.
Bersyukur pada Tuhan bahwa jika anakmu berkebutuhan khusus, kamu juga diberikan kemampuan untuk menangani mereka.

Semoga Tuhan memberikan kekuatan ekstra kepada ibunya M-kun, dan ibu-ibu teman lain yang berkebutuhan khusus. Dan…. Semoga Tuhan juga memberikan kekuatan dan kebijaksanaan pada guru-guru yang mempunyai murid berkebutuhan khusus dalam kelasnya. Amin

Paspor Palsu dan Perpanjangan

11 Mar

Kebetulan lagi ramai soal paspor dipalsukan dengan adanya berita hilangnya pesawat Malaysia Airlines dua hari lalu, dan aku juga pas memperpanjang paspor di sini jadi ingin menulis soal paspor.

Paspor palsu? Yang bener saja! Tapi ini memang benar. Menurut kepolisian Jepang jumlah paspor hilang dan dipakai untuk orang lain memang banyak sekali. Konon satu paspor dijual seharga 20 juta rupiah. Dan ahli itu mengatakan seandainya satu pesawat itu ada 4 pengguna paspor palsu itu biasa, alias tidak aneh (bahkan bisa dikatakan sedikit loh hehehe). Konon paspor palsu kebanyakan beredar di daerah China dan Thailand. Saya ingat sekali dulu mama pernah wisata ke China dan diwanti-wanti untuk selalu membawa paspor kemana saja, jangan sampai dicuri. Begitu lengah sedikit paspor bisa berpindah tangan dan menjadi perkara besar. Apalagi paspor orang Indonesia laku dicuri (laku kok dicuri ya? hehehe). karena itu begitu kita kehilangan paspor harus cepat melaporkan ke polisi setempat. Dan salah satu usaha mengurangi pencurian/pemakaian paspor palsu itu ya dengan memasukkan chip/IC card ke dalam paspor (untuk paspor Jepang) sehingga ada halaman tengah yang cukup tebal dan tidak bisa ditekuk. Aku sendiri belum tahu apakah paspor Indonesiaku ada chipnya atau tidak, karena baru akan ambil besok.

Perpanjangan paspor di KBRI Tokyo sangat cepat, hanya makan waktu satu hari (ambil besoknya atau minta dikirim dengan amplop khusus yang sudah kita sediakan sendiri). Tentu saja asal surat-surat penunjangnya lengkap (foto kopi akte kelahiran, akte nikah, ijazah, surat keterangan bekerja dll). Bisa dibaca di sini. Nah, yang aku baru sadar waktu kali ini memperpanjang paspor adalah ketentuan latar belakang foto yang tidak lagi merah tapi putih biasa! Aku ingat sekali dulu karena latar belakang harus merah, tidak bisa sembarangan pergi ke foto studio di Jepang. Mereka pasti tidak punya. Hanya ada satu foto studio yang berada di dekat stasiun Meguro yang bernama Niimiyakan yang menyediakan latar merah. Atau ya terpaksa beli kain merah kalau mau foto sendiri 😀 Dengan berubahnya peraturan latar belakang foto menjadi putih, membuat kami bisa ambil foto di foto studio mana saja. Jangan lupa pakaiannya juga harus putih ya 😀

Satu lagi yang menurutku berubah, yaitu biaya perpanjangan paspor di KBRI. Perasaan dulu aku harus membayar 4800-an yen deh. Tapi kali ini cukup 2500 yen dengan membeli stiker di mesin penjual stiker yang terletak di depan pintu ruang imigrasi. Sistem mesin ini juga sepertinya baru akhir-akhir ini. Dulu kami membayar langsung ke kasir khusus dan menerima kwitansi pembayaran bertulis tangan. Semua sudah di-mesin-kan ya.

Mesin pembayaran di KBRI Tokyo, tinggal tekan tombol pengurusan seperti perpanjangan paspor atau legalisasi dsb. Diperankan model dari Kumamoto dan Fukuoka hehehe. Thanks ya Mega dan Dana chan

Tapi ada yang tidak berubah, yaitu staf KBRI di Imigrasi.Aku sudah kenal bapak-bapak itu sejak aku datang ke Tokyo 21 tahun yang lalu! Tidak berubah nama-nama formasinya, tapi tentu berubah umurnya seperti aku yang juga sudah semakin tua. Semoga waktu aku menjadi nenek dan mau memperpanjang paspor saya, aku masih bisa bertemu mereka di sana ya 😀 Sono toki yoroshiku onegaishimasu 😀

Pembacaan

7 Mar

Agak sulit aku menerjemahkan Roudoku 朗読 dengan pendek. Karena seharusnya “Membaca dengan Bersuara dan Penghayatan” tapi bukan deklamasi, dan tidak melulu mendongeng. Untuk puisi memang di Indonesia kita kenal “Pembacaan Puisi. Tapi selain puisi? Misalnya cerita pendek  dan dongeng mungkin di Indonesia tidak ada yang membacanya dengan suara, ritme dan penghayatan yang bagus ya? Sekali lagi ingin aku tekankan bahwa yang dimaksud Roudoku ini BUKAN drama radio dengan pergantian peran, TAPI biasanya satu orang (artis) membacakan satu cerita dengan penghayatan. Tentu saja bisa mengubah suara untuk peran yang timbul dalam cerita itu. Ya, seperti dalang tanpa memainkan wayang 😀

Aku teringat ingin menuliskan tentang Roudoku ini, waktu aku menonton acara TV yang berjudul “100Yen Map”. Ceritanya personil SMAP Katori Singo dan 3 temannya, dalam program naik bus dan turun di halte yang ditentukan, lalu dengan budget 100 yen perorang membeli sesuatu di sekitar situ. Salah satu “perhentian” mereka adalah Roudoku Koya 朗読小屋 yang merupakan tempat berlatih Roudoku. Di situ orang-orang yang berminat berkumpul dan berlatih bagaimana mestinya membaca yang bagus dengan penghayatan. Saat itu Katori Singo berempat membacakan sebuah cerita dongeng tentang rubah Kitsune Gongon (aku lupa judul aslinya) dan sangat bagus. Sasuga artis semua!! Mereka tanpa latihanpun bisa menjiwai peran dari dongeng itu.

Tapi sebetulnya sebelum aku mengenal Roudoku profesional yang banyak muncul di TV, aku sering kagum pada kemampuan suamiku membacakan dongeng pada Riku waktu Riku kecil. Cerita yang panjang bisa dibacakan dengan penghayatan menjadi semacam sandiwara satu orang, dan aku pun ikut mendengarkan. Riku beruntung bisa banyak mendengar cerita dongeng dari papanya dibandingkan Kai. Waktu Kai lahir Gen sangat sibuk sehingga hampir setiap malam aku saja yang mendongeng untuk Kai. Dan aku tidak sepandai Gen membacakan dengan penghayatan. Abis, kalau ceritanya panjang susah juga sih menghayatinya. Sepintar apapun aku berbahasa Jepang, sulit untuk membaca tanpa latihan dulu sebelumnya. Karenanya Kai sangat senang kalau papanya pulang cepat dan bisa membaca sebuah buku tentang Seorang Cerdik dari Kyushu (aku nyerah membaca buku ini karena dialek kyushu yang kental sulit untuk dibaca).

Kalau dipikir-pikir cukup banyak orang Jepang bisa membaca Roudoku mungkin karena mereka sering berlatih. Sejak SD, anak-anak diwajibkan untuk ONDOKU 音読, membaca dengan suara keras (tidak perlu penghayatan) bacaan dari buku pelajaran Bahasa Jepang Kokugo 国語. Hampir setiap hari mereka harus membaca dan kami orang tua HARUS mendengarkan dan memberikan paraf pada kertas laporan. Jika membaca dengan benar, otomatis murid-murid bisa menjawab pada ulangan/test bahasa. Dan terus terang dulu, aku sering skip tidak mendengarkan dengan perhatian pada apa yang dibaca Riku karena terlalu sibuk mempersiapkan makan malam atau sarapan. Riku juga dengan sengaja memilih waktu Ondoku itu pada saat aku sibuk. Tapi akhir-akhir ini karena aku cukup banyak waktu karena kuliah semester genap di universitas sudah selesai, bisa konsentrasi mendengar Riku Ondoku. Melakukan pembacaan. Satu cerita biasanya sekitar 10 hari sampai 2 minggu, dan 3 cerita terakhir benar-benar menambah pengetahuanku sendiri. Tentang Kanji, dan sebuah monogatari (cerita) yang cukup panjang!

Kertas laporan Ondoku yang harus dilakukan (dan didengarkan) setiap hari… tugas sebagai orang tua

Bulan April nanti aku akan tambah sibuk lagi harus menyediakan waktu untuk mendengarkan Ondoku dari Riku yang menjadi kelas 6 dan Kai yang menjadi kelas 1 SD. Kai sendiri sudah cukup lancar membaca dongeng setiap malam sekitar 3 halaman. Memang merepotkan, tapi aku senang sekali jika membayangkan hasilnya… membantu kelancaran membaca, menghafalkan kata-kata baru dan mungkin kelak Riku dan/atau Kai bisa menjadi pembaca Roudoku yang berbobot.

Ensoku TK

5 Mar

Hari-hari Kai berada di TK tinggal 2 minggu lagi. Salah satu kegiatan di TK yang paling disenangi anak-anak adalah Ensoku, atau pergi piknik bersama. Dan hari ini Kai pergi ensoku ke Akurium di Ikebukuro, setelah dibatalkan dari rencana semula yang taggal 15 Februari karena salju lebat. Tapi hari ini pun boleh dikatakan bukan waktu yang menyenangkan untuk bepergian karena hujan terus seharian. Meskipun hujan, acara ini tetap dilaksanakan karena mereka memakai bus untuk pergi ke akuarium, dan tentu saja setelah itu kebanyakan berada di dalam ruangan.

Mengantar Kai naik bus yang sudah disewa sekolahnya dalam hujan. Untuk kegiatan seperti ensoku ini kami membayar extra 3000 yen.

Aku sendiri sudah pernah pergi ke akuarium di Ikebukuro, kecil tapi cukuplah untuk ukuran anak-anak. Tentu jauh “ketinggalan” jika dibandingkan dengan Kasai Rinkai Koen atau Enoshima Akuarium. Menurut cerita Kai, mereka hanya melihat ikan-ikan, lalu makan obento (bekal makanan) di ruangan khusus, lalu pulang. Waktu aku tanya lebih detil dia hanya menceritakan bahwa tidak jadi menonton pertunjukan singa laut, karena pertunjukannya diadakan di luar ruangan (dan masih hujan). Tapi yang pasti dia ribut menceritakan bahwa dia dan teman-temannya tukaran snack. Ya, khusus untuk ensoku, anak-anak diperbolehkan membawa snack selain bekal makanan (nasi/roti). Dan ini ditunggu-tunggu setiap anak karena mereka bisa tukar-tukaran snack! Aku pikir sebetulnya apa menariknya ya? AHA! ya, mereka bisa makan sesuatu yang mungkin mereka tidak pernah dibelikan orang tuanya, atau bahkan tidak diperbolehkan! Pasti ada anak yang dilarang makan coklat tapi dengan bertukaran snack dengan temannya dia jadinya bisa makan coklat tanpa sepengetahuan orang tuanya! guilty pleasures ~~~

Tentu saja di SD nanti masih ada ensoku-ensoku sebagai kegiatan sekolah. Tapi kalau di SD biasanya setelah ensoku harus membuat laporan atau karangan, sedangkan di TK? Biasanya mereka hanya diminta menggambarkan perasaan atau suasana ensoku dalam selembar kertas, dan itu besok dilakukan di TK. Sementara itu orang tua murid sudah mulai menyiapkan acara wisuda tgl 18 Maret, acara pesta dengan guru-guru termasuk membuat buku kenangan, membuat hadiah untuk guru dan lain-lain. Oh ya sebagai sumbangan acara dari orang tua, aku juga harus berlatih menyanyi sebuah lagu yang sudah dipilih. Tidak susah sih….asal jangan pakai gaya sih aku bisa saja 😀 Dan setelah tanggal 18 Maret, aku musti mempersiapkan baju dan perlengkapan SD tentunya, sambil menemani Kai di rumah karena dia libur terus sampai upacara masuk SD tgl 7 April.

Anak Perempuan

3 Mar

Hari ini di Jepang memperingati Hina Matsuri atau Doll’s Festival yang diperuntukkan bagi anak-anak perempuan. Setiap keluarga dengan anak perempuan akan menghias rumahnya dengan Boneka Hina ひな人形, yang biasanya berupa pasangan Kaisar dan Permaisuri, yang jika lengkap akan dihias dengan dayang-dayang dan menteri sampai membuat 7 tingkatan dengan alas berwarna merah. Keluarga yang kaya tentu berlomba-lomba membeli (dan memasang) hiasan Hina Matsuri ini selengkap mungkin, dan semahal mungkin. Tadi di televisi sekilas aku melihat ada yang harganya 7 juta yen! Aduhhh… untung aku tidak mempunyai anak perempuan hehehe.

hina

Hiasan boneka Hina ini akan dipasang sejak Februari dan akan disimpan kembali besok! Harus cepat-cepat disimpan karena kalau tidak akan pamali. Si anak perempuan konon tidak akan bisa menikah, jika boneka itu dibiarkan sepanjang tahun. Nah loh…..

Sambil melihat televisi pagi ini, aku menonton juga bahwa ada acara Girls Fashion Show. Semua untuk anak perempuan. Peragawati yang berjalan di catwalk itu juga seperti boneka semua, cantik-cantik! Dan bisa dilihat pakaian sampai ke make upnya berharga berapa ratus/juta yen. Sekali lagi untung aku tidak punya anak perempuan.

TAPI, memang benar bahwa keluarga yang mempunyai anak perempuan akan lebih tenang di hari tua karena biasanya anak perempuannya akan mengurus mereka…? Eh benarkah? Biasanya justru anak perempuan kan pergi meninggalkan orang tuanya untuk mengurus suami dan keluarga suamiya. Meskipun demikian kebanyakan ibu Jepang akan merasa anshin 安心(tenang) jika mempunyai anak perempuan karena tahu anak perempuannya tidak akan meninggalkan membiarkan mereka. Padahal aku tahu beberapa keluarga yang hanya mempunyai satu anak perempuan dan hidup telantar juga, tidak pernah diperhatikan. So, kesimpulannya laki-laki perempuan sama saja 😀

Sekarang sambil memperhatikan jari-jariku yang sedang mengetik ini, kasar dan tidak pakai kuteks aku pikir, untung aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk barang-barang kecantikan yang mahal-mahal karena aku memang tidak suka. Dan mungkin karena sifatku yang tomboy begini juga, aku dikaruniakan dua anak laki-laki oleh Tuhan ya. Sekali lagi aku bersyukur tidak punya anak perempuan….

TAPI aku lupa!
Aku kan perempuan dengan dua adik perempuan! (Untung kami bukan orang Jepang hehhe)

Mama senang tidak ya punya TIGA anak perempuan yang keras kepala seperti ini? Meskipun kami bertiga perempuan, tidak ada satupun yang pintar dandan, fashion, interior, masak, menjahit atau segala pekerjaan “cantik” yang identik dengan perempuan. Pekerjaanku guru (dan lain-lain), adik di bawahku peneliti biologi, dan adik yang satu lagi programmer. Kami ini ternyata unik dan kami lahir dari mama yang unik juga heheheh.

Jadi intinya? SELAMAT hari anak perempuan saja deh 😀

Dan sebagai penutup aku ingin menuliskan puisi dari Francis I. Gillespie yang berjudul Three Sisters

We are three sisters
Three sisters are we
I love each of you,
And I know you love me

We’re not always together,
Life sometimes keeps us apart.
But we’re never separated
We’re in each other’s heart.

Now I know we’ve had our troubles,
But we always get thru.
The real message is you love me,
And I also love you.

We have had lots of good times
That we’ll never forget
Sometimes we worry
And sometimes we fret

But if God ever gave me
Something special you see,
It might have been the blessing of,
Three sisters are we.

The Lord above has gave me lots
Of happiness and glee
But the most special thing he did was
Make us sisters, all three.

Source: http://www.familyfriendpoems.com/poem/three-sisters#ixzz2utU3KEtd
Family Friend Poems

Belajar Bersama Keluarga

2 Mar

Memang kalau kita sendiri mau mengusahakan, ada banyak cara yang bisa dilakukan sebagai wahana belajar bersama satu keluarga. Dan biasanya itu berupa pergi wisata bersama keluarga ke tempat-tempat yang mendidik seperti museum dan kebun binatang. Jika belajar bersama keluarga itu diadakan di rumah? Mungkin hanya menonton TV atau video ya? Dan ini memang sering deMiyashita lakukan karena kami memang suka acara kuis dan sejarah yang sering ditayangkan di TV Jepang (dan kerap menjadi bahan cerita di TE ini kan?).

Tapi apakah semua keluarga bisa melakukan belajar bersama keluarga ini? Untuk memastikannya, sekolahnya Riku (dan saya kira semua SD di Jepang) membagikan lembar yang dinamakan Katei Gakushu (家庭学習) yang aku terjemahkan menjadi Belajar Bersama Keluarga, untuk membedakan dengan pekerjaan rumah (PR) biasa, seminggu HANYA satu lembar. Isinya campuran pertanyaan yang mudah yang bisa langsung dijawab si anak, tapi ada pula pertanyaan yang sulit, yang biasanya hanya orang dewasa saja yang tahu. Anak dipancing untuk belajar pada sang orang tua.

Apa saja isinya? Biasanya dalam satu lembar itu dibagi dua, satu sisi untuk kemahiran kanji, yaitu menebak satu kanji tengah yang bisa dirangkaikan dengan kanji di atas/bawah/kanan/kiri sehingga menjadi satu kata. Ini sulit! Memang aku buka orang Jepang sehingga tidak mungkin menjawab semuanya, tapi sedangkan Gen pun kadang tidak bisa langsung menemukan kanji yang diminta. Harus membuka kamus kanji untuk mencari kanji yang cocok. Jadi kalau cuma aku dan Riku mengerjakan tugas itu, pasti makan waktu. Dan biasanya aku menyuruh Riku “Tanya papa besok pagi” hehehe.

Soal paduan Kanji di bagian kiri dan soal matematika di bagian kanan

Atau pertanyaannya mengenai matematika yang mudah. Kalau ini biasanya Riku bisa mengerjakannya sendiri. Baru kemarin aku menemukan pertanyaan yang cukup keren sebagai pertanyaan bidang IPS, yaitu ada daftar nama prefektur di Jepang dengan nama ibukota prefekturnya (kota tempat pusat pemerintahaan daerah itu berada)(FYI: Jepang mempunyai 47 prefektur, ada yang nama kotanya sama dengan nama prefekturnya, tapi ada yang tidak sama). Kalau ini aku bisa dengan cukup mudah menjawabnya hehehe.

sebelah kiri pertanyaan mengenai ibukota prefektur, kanan paduan kanji

Tapi yang menurutku suliiiiit sekali itu jika lembar Belajar Bersama Keluarga itu berbentuk TTS, aduh sulitnya dong deh sih! Pertanyaannya banyak yang memakai peribahasa, atau kalimat kiasan yang jarang dipakai sehingga aku pun mabuk dibuatnya. Meskipun googling pun belum tentu dapat huhuhu. Kalau dapat TTS begitu aku biasanya coba sebisanya, kalau tidak ada di google ya aku suruh tanya papanya deh. Tapi kalau ketemu di google rasanya aku jadi pintar deh hari itu karena bertambah lagi pengetahuan tentang Jepangnya. Seperti waktu aku ketemu peribahasa: 豆腐に鎹、糠に釘(とうふにかすがい、ぬかにくぎ) (memasang stapler di tahu, memasang paku di ampas beras artinya pekerjaan yang sia-sia). Atau sebuah perkataan terkenal : 是非に及ばず 【ぜひにおよばず】artinya “apa boleh buat” merupakan perkataan dari Nobunaga. Wah kalau aku tidak belajar bersama Riku, aku tidak akan pernah dengar peribahasa ini. Jadi menurutku benar-benar tercapai tujuan Belajar Bersama Keluarga : kebersamaan/kekeluargaan dan tambah pengetahuan!

Infus

2 Mar

Sudah lama aku tidak diinfus. Terakhir waktu melahirkan Kai 6 tahun lebih yang lalu. Dan aku selalu “takut” diinfus atau diambil darahnya, karena biasanya suster-suster itu sulit menemukan pembuluh darahku. Halus katanya. Waktu Kai sampai aku harus dimasukkan jarum infus di tangan antara buku-buku jari tangan, dan itu sakiiit sekali. Tapi saat itu aku bisa tahan karena ada yang lebih sakit dari itu hihihi (jelas lah…. ada anak bayi yang aku harus pertahankan selama 48 jam karena masih prematur sekali). Untung saja suster yang tadi pagi menginfusku “cuma” gagal 1 kali, yaitu waktu dia coba di daerah pergelangan tanganku. Justru berhasilnya di tempat biasa, yang dia kira sulit awalnya.

Tapi aku baru kali ini merasakan efek obat yang dimasukkan lewat infus itu begitu cespleng. Ceritanya aku dua malam berturut-turut demam tinggi. Malam pertama cuma 38,4 dan paginya turun. Jadi kupikir sudah sembuh dong. Ehhh mulai senja, demam lagi dan puncaknya 39,2 derajat. Badan menggigil dan ngilu, sehingga tidak bisa mengerjakan apa-apa. Aku hanya sempat masak spaghetti dan membiarkan anak-anak ambil sendiri. Aku langsung tidur saja. Dan saat itu aku tahu ada yang aneh dengan leher di bawah telinga kananku. Bengkak dan sakit. Wah aku langsung ingat, jangan-jangan mumps nih (gondong). Lucunya aku tetap merasa lapar, tapi malas makan, sehingga minum teh panas manis saja.

Karena aku merasa parah juga aku bertekad akan ke dokter THT paginya. Dan benar si Dokter menerangkan bahwa aku terkena radang 耳下腺炎 yang seperti mumps, sama-sama virus seperti influenza, dan untuk memastikannya dia mengambil rontgen bagian leher. Lucu juga rasanya menempelkan pipi dan leher pada plat untuk difoto. Oleh Dokter disarankan pakai infus biar cepat sembuhnya. Jadi deh aku berbaring di dalam klinik itu selama 50 menit, sambil mendengarkan si dokter melayani pasien-pasien lain. Bisa dengar deh berbagai masalah mereka. Ada yang mempunyai masalah dengan pita suara, ada yang mempunyai masalah dengan telinga, ada yang treatment alergi dsb. Klinik THT ini memang hebat, pelayanannya cepat dan pasiennya banyak. Padahal dokternya cuma satu, tapi perawatnya ada 4 orang! Satu lagi yang kusuka di sini, mereka memberikan obat langsung, bukan resep, jadi tidak perlu khusus ke apotik. Karena sudah diinfus, kupikir obatnya sedikit yang akan kuterima. Ternyata tidak booo…. sama saja banyaknya hehehe.

obat

Setelah pulang dari dokter sekitar jam 12, aku sempat makan siang sedikit, karena rasanya makanan tidak ada yang enak. Lalu tidur terus sampai sore. Bangun badan sudah lebih enakan, dan bisa mulai mencuci piring, beresin rumah sedikit-demi sedikit. Dan masak nasi! Malam ini menunya KFC, soalnya Riku ingin makan (sudah berhari-hari minta sih). Dan yang pasti saat sekarang menulis ini aku sudah tidak demam lagi…. horreee.

Yah, ternyata aku tidak berhasil menerbitkan posting ini pada tanggal 1 Maret waktu Jepang deh (kalau WIB sih masih masuk tgl 1 Maret) . Rasanya kesal juga karena selama bulan Februari aku cuma bisa menulis 8 tulisan. Bulan Februari ini aku memang sering sakit dan tidak fit. Ada dua kali salju, ada  bermacam pertemuan di sekolah, dan ya… aku lebih banyak memakai waktuku menemani anak-anak mengerjakan PR. Semoga Maret ini aku bisa menulis lebih banyak daripada bulan Februari ya, soalnya kalau sudah masuk April, tambah sibuk sehingga belum tentu bisa menulis blog dengan teratur.

Nah, cucianku sudah selesai, aku bisa jemur dalam kamar dulu sebelum bobo. Selama musim dingin aku lebih suka menjemur malam hari supaya besok paginya bisa kering. Selain cepat kering, dengan menggantung baju di kamar, membuat kelembaban kamar tidak terlalu rendah, jadi bisa sebagai pengganti  humidifier deh.

Kamu punya pengalaman diinfus? Sampai berapa botol?

 

Varian Celemek atau Daster?

21 Feb

Tentu tahu dong ya apa itu celemek. Bahasa kerennya apron (bahasa Inggris) atau bahasa Jepangnya epuron 😀 (hihihi ya jap-lish dong deh ah). Aku lupa tulis di mana, tapi banyak ibu-ibu Jepang yang selalu pakai celemek di rumah dan mereka keluar rumahpun masih dengan celemeknya, naik sepeda pergi berbelanja. Tidak aneh buat masyarakat di sini. Kalau musim panas, kita juga bisa melihat nenek-nenek Jepang pakai daster batik jalan-jalan loh di sini. Memang batik itu nyaman dipakai pada musim panas.

Tapi kalau kamu pernah menitipkan anak ke penitipan di Jepang, atau melihat rombongan anak-anak balita jalan-jalan ke taman di Jepang, pasti melihat guru-gurunya memakai celemek. Biasanya pink! Selain guru-guru playgroup begini, yang sering memakai celemek pink adalah suster-suster di klinik/ Rumah Sakit. Atau kalau pernah melihat pegawai toko swalayan sedang membongkar stok barang, mereka juga memakai celemek dari plastik yang warnanya bukan pink. Demikian pula untuk orang-orang yang bekerja di toko buku, pegawainya biasa memakai celemek berwarna hitam. Kalau perhatikan pekerja di toko bunga juga memakai celemek ya. Wah ternyata banyak sekali profesi yang mewajibkan pegawainya memakai celemek di Jepang, dan memang kesannya mereka itu bersih-bersih!

Aku? waduh meskipun aku punya celemek, aku malas pakai di rumah. Padahal aku punya celemek berwarna hitam dengan banyak kantong yang biasa dipakai di salon-salon loh. Tapi biasanya aku baru pakai celemek ini (atau celemekku yang terbuat dari plastik seperti yang dipakai barista) waktu disuruh bantu-bantu di kumpulan ibu-ibu. Selain celemek HARUS pakai bandana (saputangan segitiga besar untuk menutup rambut) supaya rambut tidak jatuh. Ini peraturan. Sedangkan di rumahku, aku lebih senang mengganti baju atasan saja deh. (BTW aku tidak suka pakai daster loh, meskipun sering dibawain mama dari Jakarta. Katanya Gen, dia merasa kagok kalau lihat ibu-ibu pakai daster, pikirannya kok nightie dipakai untuk seharian 😀 iya juga sih….)

Waktu aku menulis tentang Ms Obokata Haruko, penemu STAP cell yang canggih itu, sebetulnya terlintas ingin menuliskan tentang celemek juga. Tapi kupikir lebih baik tulsi terpisah saja. Jadi, biasanya kalau scientist melakukan praktikum, yang kita tahu, mereka memakai baju putih kan? Hakui  白衣 bahasa Jepangnya, atau mungkin bagi orang Indonesia lebih nge-dong kalau dikatakan baju dokter. Nah, Ms Obokata itu sehari-harinya TIDAK memakai baju dokter, tapi memakai KAPPOUGI 割烹着 yaitu sejenis celemek yang dibuat khusus untuk wanita Jepang berkimono. Supaya kimono tidak kotor, maka biasanya ibu-ibu berkimono memakai kappougi di atasnya. Biasanya berwarna putih dari kain katun, dan jika mau bervariasi biasanya ditambahkan renda putih.

kappougi (gambar dari rakuten)

Tapi waktu melihat Ms Obokata memakai kappougi ini, aku jadi teringat bahwa aku pernah bersusah payah mencari SMOCK, untuk anak-anak balita. Jadi waktu Kai masih aku titipkan di penitipan (playgroup), waktu musim panas, aku diminta menyiapkan SUMOKKU スモック. Waduh aku bingung apa itu sumokku karena baru dengar. Waktu Riku tidak ada permintaan seperti itu, padahal tempat penitipan yang sama. Mungkin ini kebijakan baru dari kepala penitipannya. Akhirnya ketemu juga sih setelah googling dan pesan langsung di amazon. Seandainya aku bisa dan punya mesin jahit saat itu, pasti lebih murah buat sendiri. SUMOKKU itu ternyata dari bahasa Inggris, SMOCK, yang merupakan pakaian “luar” di daerah Wales bagi penggembala kambing atau petani. Semakin ke sininya sering dipakai sebagai baju luar untuk pelukis supaya tidak mengotori baju di bawahnya. Memang sih untuk anak-anak lebih baik memakaikan smock daripada celemek.

smock (gambar dari rakuten)

Jadi sebetulnya celemek, kappougi, smock itu beda nama dan sedikit beda bentuknya tapi fungsinya sama, yaitu melindungi baju di bawahnya dari kotoran.

Nah…. pertanyaanku sekarang celemek kecil yang dipakai untuk anak-anak waktu makan itu namanya apa ya? Bahasa Indonesianya apa? (Atau bahasa di tempatmu deh :D)

abuchannya Kai…sayang untuk dibuang hehehe. lucu sih

Dalam bahasa Jepang, celemek itu disebut sebagai YODAREKAKE (penahan air liur) 涎掛け, tapi aku sering sekali mendengar disebut ABUCHAN あぶちゃn. Ternyata abuchan itu berasal dari aburaya-san 油屋さん. Sedangkan nama lainnya adalah Sutai スタイ yang merupakan nama yang diberikan sebuah perusahaan perlengkapan bayi dari Swedia.

Apakah Anda suka memakai pelindung baju seperti celemek untuk bekerja sehari-harinya?

Imbas Salju

20 Feb

Sudah tiga kali salju bertandang ke Tokyo tanpa diundang. Yang pertama memang tidak banyak dan bercampur hujan, tapi karena waktu itu aku kurang fit, aku membatalkan kelas malam. Yang kedua tanggal 8 Februari yang memang sudah diwanti-wanti di TV bahwa akan banyak. Anak-anak tentu senang, dan saat itu di daerahku tumpukan salju mencapai 20cm. Banyak orang mengatakan bahwa “belum pernah salju sebanyak itu di Tokyo selama 13 tahun (ada yang bilang 45 tahun)!”, sehingga waktu seminggu sesudahnya diberitakan bahwa akan turun salju banyak lagi, aku pikir tidak akan sebanyak yang tanggal 8 itu. Dan aku salah besar!

Kamis tgl 13 Februari, aku mengunjungi rumah Mbak Ajiek, teman lama waktu mengajar di sebuah sekolah bahasa di Yotsuya. Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu, terakhir hanya berpapasan waktu Riku masih bayi, dan itu berarti 10 tahun lalu. Kebetulan mbak Ajiek akan pindah rumah, dan perlu membuang banyak buku-buku berbahasa Inggris. Aku jadi kebagian beberapa buku hardcover bahasa Inggris, meskipun tidak tahu kapan bisa membacanya. Karena Mbak Ajiek tinggal di dekat Akasaka Palace atau yang bahasa Jepangnya adalah Geihinkan, kami menyempatkan diri berfoto bersama di depannya, dan masih terlihat tumpukan salju yang dibuat kamakura (igloo) persis di depan pagar. Aku pun bergegas pulang jam 3 siang tanpa sempat belanja-belanja lagi karena kepala sekolah TK nya Kai meneleponku dan memberitahu bahwa Kai demam 37,9 dan di kelasnya (yuri gumi) banyak yang terkena influenza. Jadi aku cepat menjemput dia di TK (itu pun sudah jam 4:30 sore)

Istana Akasaka atau Geihinkan, tempat menjamu tamu-tamu negara

Seperti biasa Kai tidak mau minum obat, tidak mau makan dan sedikit minum saja kalau sakit. Dia tidur terus, tapi demamnya tambah menjadi. Aku juga tidak menemukan termometerku untuk mengukur suhunya. Jadi deh malam jam 8 aku lari (tepatnya naik sepeda) ke drugstore, gantian dengan Riku yang baru pulang bimbel menemani Kai di rumah. Selain membeli termometer, aku membeli minuman dan snack yang kira-kira mau dimakan Kai. Begitu pulang langsung mengukur panasnya 39,4 derajat. Duh!

Kai waktu demamnya mencapai 39,4 derajat. Mukanya merah sekali. Matanya juga. Untung dia mau pakai hiepita di dahinya

Tidak ada obat penurun panas dan meskipun ada pun Kai pasti tidak mau. Jadi aku pasangkan saja plester kompres heipita di dahinya dan memaksanya minum jus atau teh panas manis. Untung Kai mau pakai hiepita, karena Riku dulu paling susah waktu dipasangkan hiepita. Selalu dia cabut karena tidak suka ada gel-gel dingin di dahinya. Dan malam itu aku tidur di samping Kai supaya dia jangan kejang seandainya demamnnya makin tinggi. Untunglah Jumat, jam 5 pagi suhunya sudah 38,5 dan jam 6:03 pagi aku buka pendaftaran lewat internet di klinik anak langgananku (pendaftaran hari itu dimulai setiap pagi pukul 6:00). Wah itu saja aku dapat giliran jam 9:15 (yang jam 9:00 sudah penuh dalam 3 menit…beuh).

Karena hujan bercampur salju sudah mulai turun, sudah pasti tidak bisa naik sepeda. Jadi sekitar jam 8:30 aku bersiap jalan pelan-pelan dengan Kai ke dokternya. Letaknya memang cukup jauh dari rumah kalau mesti jalan, dan aku juga perlu perhitungkan lambatnya Kai berjalan karena sedang sakit. Kalau sehat sih paling 20 menit. Dan kami sampai tepat pukul 9 pagi di klinik tersebut.

Yang lucunya, demam Kai sudah tidak ada…suhu badannya 36,8 saja. Tapi kupikir biar diperiksa dokter supaya benar yakin dia itu kena influenza atau bukan. Dan setelah pemeriksaan dokter mengatakan bahwa Kai hanya masuk angin biasa, tapi untuk lebih yakin akan ditest ingusnya, apakah kena influenza atau bukan. Hasilnya negatif!. Syukurlah….

Berjalan pulang lagi, tapi kali ini sambil foto-foto dan bermain salju. Aku juga mengajak Kai makan di restoran dekat rumah supaya dia makan yang dia suka. Tapi tentu saja dia selalu pilih masakan yang sama, yaitu ramen! Aku memang sengaja makan siang di restoran karena jam 1:45 aku punya acara lain, yaitu harus menghadiri pertemuan orang tua murid  calon kelas 1 SD. Selama dua jam pertemuan itu aku minta Kai tunggu di rumah sambil menonton. Untung saja dia sudah bisa sendirian di rumah (dan tidak sakit lagi), hanya menelepon satu kali saja waktu dia tanya kapan aku pulang 😀

jalan depan sekolah SD nya Riku pada jam 4 sore… Esok harinya pasti jauh lebih tebal…aku tidak keluar untuk ambil foto sih 😀

Nah sepulang dari pertemuan inilah, aku merasa bahwa salju hari itu tidak bisa dianggap enteng (padahal salju itu memang ringan hehehe). Jalan pulang sudah mulai tertutup salju dan banyak, juga jaringan penghalang bola keluar di lapangan sekolah-sekolah sudah mulai ditutupi salju. Tapi yang paling membuatku terperanjat itu waktu keluar hari Sabtu pagi hari untuk membuang sampah, sambil mengantar Gen ke kantor. Dia memakai sepatu boot khusus untuk salju dan langsung berjalan ke stasiun, sedangkan aku… bingung bagaimana pergi ke tampat pembuangan sampah karena tinggi salju di tempat parkiran sepeda saja sudah sebetisku. Aku tidak punya sepatu boot salju, tidak punya sekop juga. Jadi aku urungkan niat membuang sampah dan kembali ke apartemenku. Saat itulah aku menerima telepon dari bossnya Gen yang mengatakan bahwa Gen tidak usah ke kantor. Ternyata kereta dan bus-bus tidak ada yang beroperasi. Gen sebetulnya ingin tetap mencoba pergi tapi akhirnya karena kereta juga cuma sampai setengah tujuan, kembali lagi pulang ke rumah. Salju kali ini bahkan jauh lebih tebal dari salju seminggu sebelumnya.

jaring penghalang bola di sekolah sudah mulai tertutup salju, jam 4 sore

Dan melalui TV kami mengetahui bahwa banyak korban yang timbul dari badai salju Valentine itu. Ada seorang nenek yang mati terkubur karena atap tempat sepedanya (pergola dengan plastik) ambruk dan menimbuninya. Lalu beberapa puluh mobil yang tidak bisa bergerak di suatu jalan sehingga mereka harus tinggal di mobil sampai bantuan datang. Atau beberapa dusun yang terputus dengan dunia luar karena saljunya terlalu tinggi dan tidak bisa dilampaui. Jika kondisi ini terjadi di Jepang utara, semua orang maklum, karena memang daerah Jepang utara disebut dengan “Yukiguni” (Daerah Salju), tapi kalau sampai terjadi di Kanto (daerah sekitar Tokyo) rasanya aneh sekali.

Tapi aku sendiri baru bisa merasakan akibat negatifnya salju ini, pada hari Selasa kemarin. Karena aku harus pergi naik mobil, maka hari Seninnya aku mencangkul dan membuang salju yang menutupi mobilku. Saat itu hangat dan matahari lumayan terik sehingga bisa melelehkan salju yang tipis-tipis. Tugas warga memang membuat salju itu tidak menghalangi jalan dan membuat salju itu cepat lumer. Akhirnya mobilku bisa keluar dari tumpukan salju pada hari Senin. Tapi karena aku tidak terbiasa mencangkul salju (namanya dalam bahasa Jepang adalah : yukikaki) , badanku rasanya sakit-sakit. Tapi bukan pegal-pegal saja, ternyata aku sakit kepala. Wah gawat… kalau sakit kepala aku tidak bisa menyetir dong hari Selasanya. Jadi aku cepat-cepat minum obat dan tidur. Hipotesaku, aku pusing karena aku lupa tidak memakai kacamata hitam waktu mencangkul salju. Salju itu silau di bawah terik matahari dan membuat mata sakit. Selain itu aku mungkin tertular Kai masuk anginnya.

Aku baru bisa mengeluarkan mobil pada hari selasa 🙁

Selasa pagi sakit lumayan hilang, sehingga aku bisa menyetir untuk mengajar pagi. Setelah mengajar aku berniat untuk belanja karena sempat khawatir membaca di prakiraaan cuaca bahwa sekitar hari Kamis akan hujan… iya kalau hujan, kalau salju lagi? Kulkasku kosong sehingga perlu mengisi stock makanan lagi. NAH di supermarket yang kukunjungi Selasa siang itu aku melihat dengan mata kepala sendiri yaitu TIDAK ADA stock barang-barang tertentu. Jadi karena transportasi sulit, distribusi barang jadi terhambat. Kupikir itu hanya laporan di TV dan tidak terasa lah akibatnya di Tokyo, tapi aku salah, dan baru sadar bahwa ternyata barang-barang yang berasal dari daerah-daerah bersalju itu sedikit sekali stocknya. Telur, roti, susu, daging…. sedikit. Ikan dan hasil laut masih lumayan banyak, karena memang daerah pantai biasanya lebih hangat daripada gunung sehingga tidak terkurung salju.

bayangkan kalau atap setebal ini. Bahan awning plastik biasanya tidak tahan menyangga salju yang tebal, sehingga ambruk

Imbas salju dengan kurangnya stock makanan masih bisa kita antisipasi, tapi kalau mendengar temanku yang tinggal di Nagano bahwa dia harus berada dalam bus 8 jam menuju Tokyo padahal biasanya hanya 5 jam, wah itu rasanya penderitaan yang hebat. Memang waktu badai salju sebaiknya di rumah saja… tapi kalau terus-terusan di rumah ya susah juga ya. Semoga setelah ini tidak ada lagi badai salju deh. Cukup dua kali saja…. sisa-sisa salju di sini masih banyak euy.

pergola yang terbuat dari plastik mika rusak, di sebelahnya ada dua potong yang copot karena tidak kuat menahan salju. Nah potongan seperti ini kalau jatuh pas di atas manusia, ya luka dan mematikan 🙁

NB: Dan setelah seharian tidur + minum obat hari Rabu kemarin, aku sudah sehat lagi. Sakit kepala yang aku derita sejak Selasa malam sudah sembuh. Waktunya untuk belanja dan beberes. Kelihatannya juga tidak ada lagi warning salju di Tokyo sementara ini. Semoga saja…..