SMP

13 Jan

Kalau aku ditanya, masa apa yang paling berkesan dalam hidupmu, maka aku akan menjawab masa waktu aku duduk di bangku SMP. Kenapa? Ya, aku mengalami gejolak remaja di masa SMP, termasuk masa kritis meregang nyawa karena operasi usus buntu akut yang pernah kutulis di sini.

Hanya tiga tahun, tapi masa itu benar-benar membekas dalam hatiku. Dan oleh karena itu aku akan berusaha untuk bertemu dengan teman-teman di masa SMP itu jika pulang kampung dibandingkan dengan masa yang lain. Masa SD masih terlalu “anak-anak” sedangkan masa SMA aku merasa sudah “dewasa” (dan teman-teman pada masa SMA memang sudah banyak yang menjadi “celebrities” sih 😀 sehingga susah kumpul). Dan jika dihitung-hitung pada tahun 2013 lalu, tepat 30 tahun kami lulus dari SMP. Karena itu aku pun, bersama beberapa teman (secara virtual) mengatur diadakannya reuni akbar tanggal 5 Januari 2013.

panitia reuni, panitia sembilan (loh yang dua lainnya di mana?) 😀

Dengan donatur yang kuat (Thanks to Susy Renta), kami bisa mengadakan di sebuah hotel yang terletak di daerah sekitar lokasi SMP kami dulu. Selain teman-teman satu angkatan, beberapa guru dan mantan kepala sekolah kami, Sr Bertine hadir dalam acara yang diadakan pada awal tahun.

reuni akbar setelah 30 tahun lulus SMP Tarlim

Meskipun secara fisik kami banyak berubah, suster kepala sekolah kami tetap ingat episode-episode kenakalan kami. Maklum waktu itu SMP kami masih baru dan kami merupakan angkatan kedua.

Reuni akbar yang sukses menurutku. Dan kebetulan pada bulan Agustus tahun 2013 aku mudik lagi, dan seorang temanku mengajakku untuk bertemu Sr Bertine di biaranya di Pluit, persis pada hari Lebaran. Kebetulan saat itu ada pula temanku yang bermukim di New York mudik, sehingga kami pergi bertiga.

mengunjungi suster di biara Agustus 2013

Suster menyediakan panganan “kampung” yang katanya pasti susah dicari di luar negeri. Dan memang benar, tidak ada singkong di Jepang! Adanya singkon yang berarti pengantin baru 😀 Kami melewatkan waktu bercakap-cakap dan mengelilingi sekolah Tarakanita Pluit yang pernah terendam banjir. Suatu pengalaman yang amat berharga, karena waktu kami menjadi murid, yang kami tahu suster sangat disiplin dan sering memarahi kami. Sekrang kami telah dewasa dan merasakan bahwa kedisiplinan yang diajarkan suster itu memang perlu bagi kami sendiri. Waktu pulang, kami bertiga sempat berdoa bersama di kapel biara, dan mendapatkan berkat dari suster.

Sr Bertine CB

Ternyata pertemuanku dengan Suster Bertine saat itu merupakan pertemuan yang terakhir. Tepat hari ini tanggal 13 Januari 2015 pukul 17:50 WIB suster telah dipanggil Tuhan, pulang ke rumah Bapa di surga. Tak terasa aku menangisinya, dengan isak yang sama keras dengan waktu aku mengetahui berita kematian oma Poel. Orang-orang yang sangat disiplin dan ikut membentuk aku menjadi seperti sekarang ini. Aku tahu mereka sudah beristirahat dalam damai, dalam pangkuan Bapa di surga.
Suster, sampaikan salamku kepada mamaku dan Oma Poel ya….

we love you suster

———————————————————————————————————————

Telah berpulang Sr. Bertine, CB, mantan kepsek SMP Tarlim.
Hari ini, Selasa, 13 Januari 2015, pk. 17.50.
Disemayamkan di Kapel RS Carolus.
Misa requiem di Kapel hari Rabu, 14 Januari 2015, pk.10.00.
Misa pelepasan jenazah pk.17.00. Setelah itu diberangkatkan ke Jogja.
Rest in peace Suster..

Kebetulan

8 Jan

Konon …katanya…. tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua terjadi karena ada daya tarik menarik, karena ada chemistry, atau apalah namanya. Atau untuk yang religius mengatakan hidup manusia sudah direncanakan Allah. Aku setuju semua pendapat ini.

Tapi menjelang akhir tahun 2014, aku mengalami dua kebetulan yang…cukup aneh.

Kebetulan Pertama, aku mengenal seorang dosen, F.K sensei sejak tahun 1997-an, waktu aku mengajar di Universitas Keio. Aku sendiri merasa cukup akrab dengannya. Bahkan F.K. Sensei ini yang mendorong aku untuk menulis buku pelajaran “reading” sebagai bahan pelajaran kelas menengah, dan akhirnya mengajakku mengajar di dua universitas lain (satu sudah berhenti, yang satu lagi masih sampai sekarang).

Kami sering terkejut jika bertemu, karena kami sering berpakaian senada. Jika aku memakai baju merah dengan jaket hitam, F.K. sensei memakai baju hitam dengan jaket merah. Bahkan suatu kali kami berdua memakai setelan biru tua dengan kemeja putih berdasi. Nah loh! Padahal tidak pernah janjian loh. Penasaran aku mencari tanggal ulang tahunnya, dan… bingo! Ulang tahun kami berdua hanya berjarak 5 hari dan berzodiak sama.

Sejak itu aku maklum jika banyak sifat kami yang sama, termasuk sikap cueknya, sikap perfeksionisnya dll. TAPI baru tanggal 14 Desember lalu, aku mempunyai waktu cukup lama untuk berbincang sambil makan malam sesudah meeting. Daaaan…. baru saat itu aku tahu, bahwa kami berdua meneliti bidang yang sama yaitu mengenai bahasa Indonesia jaman pendudukan Jepang: 1943-1945. Sosio-linguistik-history. (memang sudut pandangnya berbeda) Wah…

Tentu saja F.K. sensei daisempai (kakak kelas—jauh) karena mulai meneliti sudah sejak aku masih di Indonesia. Berpuluh tahun mengumpulkan data dan dokumen lalu mendapatkan Master di Malaysia, dan Doktor di Waseda. Langsung aku menciut jika membandingkan dengan thesisku yang persiapan penulisannya HANYA satu tahun saja. Doooh. Tapi dengan perbincangan kami, aku semakin yakin bahwa bidangku bukan di situ, lebih di sisi linguistiknya, sehingga aku pun mulai bermimpi jika suatu saat aku bisa belajar lagi, aku akan mempelajari linguistik/sastranya.

Berkat “kebetulan” yang baru kuketahui itu, aku pun mulai membuka pandangan baru terhadap akademis dan merasa perlu berhubungan lebih banyak lagi dengan para dosen dan profesor. Siapa tahu aku bisa ketularan pintar kan? 😀

Kebetulan kedua terjadi seminggu sesudahnya, tanggal 20 Desember. Aku mengajak mantan mahasiswaku di Universitas S untuk makan siang bersama. Ayumi akan pergi ke Jakarta untuk menjadi asisten guru bahasa Jepang di SMA, dalam program baru Japan Foundation. Dia dulu (4 tahun lalu) memang mengambil mata pelajaran Bahasa Indonesia denganku, tapi dia sendiri mengaku tidak belajar. Yang dia ingat hanya “PISANG” 😀 Untunglah dia mendapat kursus intensif sebelum pergi sehingga kudengar dia sudah cukup lancar berbahasa Indonesia.

Kami janjian bertemu di stasiun Meguro, untuk pergi bersama-sama ke restoran Indonesia, Cabe. Tapi karena hujan dan sudah lapar, aku mengajak Ayumi dan temannya naik taxi saja. Daaan di sini lucunya.

Tentu saja dalam taxi kami banyak bicara macam-macam. Lalu aku menyuruh supir untuk berhenti di pinggir saja karena kami harus menyeberang untuk bisa ke restoran itu. Kalau taxinya harus putar balik maka akan sulit, atau terpaksa cari jalan lain, dan sudah pasti lebih mahal lagi meternya. Lalu si supir tiba-tiba berkata:
“Kalian mau pergi ke Restoran Cabe ya?”
“Loh kok bapak tahu?”
“Ya saya sering ke sana juga… saya kenal dengan pemilik restonya, Pak Ohira”
“Looooh… kebetulan sekali ya…. nanti saya kasih tahu pak Ohira”
“Ya, sebetulnya istri saya orang Indonesia….”
Ealaaaaaaahhh… dunia ini sempit ya. Dalam waktu 3 menit sejak aku membayar dan menerima kembalian itu, telah terjadi percakapan seperti itu. Kebetulan yang amat jarang, bertemu supir taxi orang Jepang yang beristrikan orang Indonesia.

Bersama Ayumi di restoran Cabe

Masih dalam heran, kami menyeberang dan jalan ke restoran Cabe. Hari itu setelah makan, kami juga sempat mengikuti misa berbahasa Indonesia di gereja Meguro. Ayumi dan temannya memperkenalkan diri dalam bahasa Indonesia yang sempurna.

Selamat jalan Ayumi, selamat menikmati Indonesia. Dan juga mungkin akan menemui “kebetulan-kebetulan” lain di Jakarta.

Hidup itu memang menarik kan?

satu payung bertiga (untuk selfie sih :D)

10-20-1-2

4 Jan

(Bulan 10, tanggal 20 dan bulan 1 tanggal 2)

Deretan angka-angka yang mungkin aneh, tapi aku ingin memperkenalkan anggota baru keluarga “besar” deMiyashita. Dia bernama Shaw, (semestinya sih shou tapi biar keren dong pakai logat bahasa Inggris :D) 翔. Dilihat dari kanjinya merupakan gabungan kanji 羊(domba) dan 羽 (sayap). Kebetulan tahun ini adalah tahun domba/kambing sehingga pas kan? Shaw menggantikan kedudukan DAI, anjing shiba yang dipelihara ibu mertuaku sampai tahun 2012, ketika dia menghilang tiba-tiba. Memang Dai sudah tua, dan mungkin sudah waktunya dia untuk mati. Karena anjing shiba seperti serigala, dia seakan tidak mau “ditangisi” majikannya, sehingga dia memilih untuk lari, entah kemana. Sekitar tanggal 20 Februari 2012, ibu dan bapak mertuaku mencari-cari dimana-mana tapi tidak ada, bahkan sudah lapor polisi. Tidak ada pemberitahuan ditemukan, hidup atau mati.

Kepergian (Kematian) Dai membuat ibu mertuaku shock dan memang sejak itu kesehatannya memburuk. Kebetulan ada sebuah toko peralatan rumah tangga yang baru dibuka di dekat rumah ibu mertuaku, dan di situ dijual anjing shiba! Hampir setiap ada kesempatan keluar rumah,  ibu mertuaku ke sana dan memandangi anjing shiba yang ada di situ. Dan akhirnya tanggal 2 Januari kemarin, dia memutuskan untuk membeli anjing tersebut. Begitu si anjing dikeluarkan dari etalase, dia kupeluk dan… duh cantiknya! (eh cakepnya, karena dia jantan) dan tidak berontak turun, bahkan bermain dengan kancing coatku. Tak terasa hampir 30 menit aku menggendongnya, dan memotretnya 😀 selama prosedur pembelian diselesaikan. Tentu saja pihak toko memeriksa kesehatan, memberikan vaksin, memotong kuku dan akhirnya memberikan anak anjing yang lahir tanggal 20 Oktober itu kepada kami sebagai orang tua baru. Bahkan pihak toko membuat foto “keluarga” bersama dan mencetaknya untuk kami. Mungkin juga itu sebagai bukti yang akan disimpan pihak toko bahwa kami adalah pemiliknya.

foto yang diambil petugas toko

Begitu dibawa pulang, ayah mertua memberikan nama Shaw dan dia lari ke sana ke mari di dalam rumah. Anak anjing yang sangat “genki” (sehat). Meskipun aku (dan Gen) sebenarnya agak khawatir jika saking sehatnya, Shaw akan mencelakakan ibu mertua yang kurang lancar berjalan. Tapi dari segi psikologis, kehadiran Shaw menggembirakannya dan kupikir kesehatan rohani lebih penting. Semoga saja Shaw bisa membawa kebahagiaan di rumah kedua mertuaku.

foto bersama di rumah setelah memberi nama “Shaw”

Anak-anakku juga suka sekali Shaw. Memang Riku sudah lama minta agar kami memlihara anjing, tapi kami tinggal di apartemen sehingga tidak boleh memelihara anjing. Kai, sebenarnya takut. Tapi lama kelamaan dia tahu bagaimana harus menggendong dna bermain dengan Shaw, sehingga waktu Shaw dimasukkan ke dalam “rumah”nya untuk tidur malam dan menangis, Kai menghiburnya sambil menyanyi “lullaby”…lucu sekali.

Kai menyanyikan “nina bobok” untuk Shaw 😀

Dan kesedihan juga terlihat pada muka Kai waktu kami harus pulang. sebenarnya kami berencana pulang kembali ke rumah Tokyo tanggal 2, tapi karena anak-anak masih mau bermain dengan Shaw, terpaksa ditunda sampai hari ini (tanggal 3) . Dan… tentu saja anak-anak minta terus untuk bermain dengan Shaw begitu libur sekolah 😀 Jadi aku sudah menjanjikan untuk pergi bertemu Shaw sedikitnya dua minggu sekali 😀 … Apa boleh buat kan? (Padahal aku juga mau bermain dengan Shaw hehehehe)

 

NY from WP

1 Jan

Kalau melihat jumlah tulisanku di Twilight Express ini per bulan, bisa diketahui bahwa pada bulan November 2014 aku hanya menulis 2 posting. Duh! Banyak memang yang mau ditulis, tapi memang aku sibuk pada bulan itu termasuk mudik kilat ke Jakarta dan Makasar. Jadi begitu masuk bulan Desember aku bertekad untuk menulis setiap hari, tapi akhirnya stop berhenti di tanggal 16. Karena mulai tanggal itu aku harus membuat test akhir dan juga menemui teman-teman dari Indonesia yang berkunjung ke Tokyo. Ada beberapa kebetulan yang nanti akan kutulis terpisah deh.

performance TE setiap tahun rasanya menurun terus deh huhuhu

Seperti laporannya WordPress, blog TE ini performancenya cukup bagus lah. Tapi kalau ternyata aku hanya mampu menulis 85 posting dalan tahun 2014. Sedikit! Sepertinya tahun 2015 aku harus meniatkan diri menulis, sependek apapun deh. Masak dulu bisa menulis setiap hari, sekarang tidak bisa sih? Memang sih, aku mempunyai beberapa blog seperti SeSeRaGi lebih difokuskan tentang Jepang, Miror Site yang biasanya untuk backup file tapi sekarang kupakai untuk mengikuti weekly photo chalenging, Rabbit Home isinya tentang cerita keseharian anak-anakku.

waduh hari Kamis hari terbaikku nih 😀

Tapi seperti janjiku kepada Donny Verdian, aku akan menulis sampai mati! Jadi aku akan terus berusaha menulis mulai tanggal 1 Januari ini 😀 Dan aku berterima kasih sekali kepada teman-teman yang sudah mau mampir dan membaca tulisanku selama ini, baik yang menulis komentar maupun yang silent reader. Terutama kepada Arman, Lydia, Dani, Nh18 dan mbak Prih.

terima kasihku dari lubuk hati terdalam

Yosh! Keep blogging! Masih banyak draft yang belum diselesaikan nih, jadi harap maklum kalau ceritanya lompat lompat ya 😀

NY from WP

8 Besar dari Nerima 2014

31 Des

Seperti biasanya, setiap tahun deMiyashita membuat pilihan berita besar dari keluarga kami, yang oleh Gen dipilih 10 tetapi karena aku suka angka 8, aku hanya pilih 8 besar saja.

Delapan kejadian besar di rumah kami selama tahun 2014:

1. Kai lulus dari TK dan masuk SD negeri dekat rumah kami. Karena aku mulai sibuk dengan pekerjaan baru, sejak awal masuk sekolah, Kai sudah bisa pulang sendiri dan menunggu di rumah sendiri, bahkan awal-awalnya makan siang sendiri dari apa yang sudah kusediakan di atas meja. Anak kedua memang lebih “mandiri” ya.

2. Riku, naik kelas 6 dan menunjukkan semangat belajar yang tinggi (dibanding tahun sebelumnya). Nilai-nilainya mulai naik, terutama untuk sejarah dan matematika. Setiap dua kali seminggu pergi ke bimbingan belajar. Selain itu dia membaca banyak buku, meskipun lebih banyak manga (komik) nya. Uang saku yang didapat dari “arbaito” menjaga adik dan pergi-pergi belanja/buang sampah dia belikan buku/majalah terus. Kadang dia membelikan coklat/kue untuk adiknya. Selain uang saku, uang angpao -kebiasaan tahun baru- yang didapat dari kakek/neneknya dia tabung dan membeli kamera sendiri. (Ssst dia bisikin aku bahwa kalau dapat angpao tahun 2015 dia akan tabung untuk beli laptop sendiri)

3. Imelda, mendapat dua pekerjaan baru yang cukup memakan waktu (dan otak) sehingga membuatku harus bekerja setiap hari selama bulan April, Mei, Juni. Karena semakin sibuk itu mungkin yang membuatku sakit punggung sehingga harus pergi ke chiropraktik. Begitu pekerjaan selesai bulan Juli, sakit punggungnya hilang hehehe.

4. Ternyata selama tahun 2014 ini, kami cukup banyak melakukan perjalanan. Bulan Maret, kami pergi ke Kyushu : Fukuoka (Fukuoka Castle, Oono Castle dan Dazaifu-ato, Dazaifu Tenmangu), Kumamoto (Kumamoto castle), Nagasaki (Shimabara Castle, Nagasaki Peace Park, Urakami Cathedral, Oura Church,  Twenty Six Martyr Museum), Saga (Yoshinogari dan Saga Castle). Bulan April Kayama Castle, Misato Shibazakura. Bulan Juli ke Jakarta, Makassar, Surabaya, Malang, Klaten, Jogja. Bulan Agustus sekeluarga pergi ke Nagano bersama bapak-ibu mertua : Komoro Castle, Ueda Castle, Matsushiro Castle, Kawanakajima kosenjo, kuil Zenkouji, Kasugayama Castle, Takada Castle. Bulan November : pulang kilat ke Jakarta dan Makassar,  Nikko Toshogu dan Kegon Waterfall

5. Papa Gen seperti biasanya sibuk sekali karena ada akreditasi, sehingga begitu ada waktu libur, kami pergunakan untuk driving (ke Nagano dan Nikko). Tapi tahun ini tidak bisa ikut ke Indonesia. Semoga tahun depan bisa lebih banyak istirahat dan ikut mudik ke Indonesia.

6. Tahun 2014, untuk pertama kalinya Riku mengikuti lomba penulisan karya ilmiah tentang Castle. Dia menulis tentang perbandingan Kastil di Indonesia (Fort Rotterdam di Makassar) dan di Jepang (Kastil Segilima Goryokaku di Kusatsu). Meskipun karyanya tidak terpilih, ini merupakan pengalamannya yang pertama. Semoga dia bisa lebih aktif lagi di masa datang, mengingat bulan April 2015 dia akan masuk SMP. Sedangkan Kai tahun ini, sebagai murid kelas 1, terpilih hasil gambarnya tentang dinas pemadam kebakaran yang dipamerkan di balai pemerintah daerah kami.

7. Hobi kedua anak kami memang berbeda. Riku tahun ini lebih banyak baca. Dimana saja kapan saja pasti membawa buku. Dan kemarin tgl 30 Desember untuk pertama kalinya dia membaca novel 200-an halaman selama 3 jam! Duh, semakin lama semakin mirip aku waktu kecil nih anakku yang sulung. Oh ya satu lagi hobi Riku yaitu menonton film cerita yang dia sudah baca bukunya, yaitu Rurouni Kenshin dan Naruto. Selama 3 kali pemutaran film itu, dia pergi menonton sendiri dua kali  karena aku dan Kai tidak mau menonton film dan untuk film Naruto, Riku dan Kai pergi berdua saja karena aku ada janji di tempat lain. Setiap mereka pergi sendiri, aku membeli tiket secara online dan memberitahukan passwordnya untuk mencetak tiket di bioskopnya. Dan biasanya aku memberikan uang 500 yen untuk membeli popcorn+ cola. Untuk pertama kalinya juga tanggal 25 Desember yang lalu, aku mengijinkan Riku pergi dengan 6 temannya untuk “pesta Natal” di sebuah departemen store dekat bioskop, dari jam 5 sampai jam 8:30 malam! Temanku yang anak gadisnya termasuk dalam “grup” yang pergi pesta itu menanyakan padaku: Kamu tidak apa-apa Riku pulang jam segitu? Lalu aku katakan: “Tidak apa-apa. Aku percaya Riku tidak akan berbuat apa-apa dan dia tahu apa yang harus diperbuat jika terjadi apa-apa”. Saat itu aku merasa…. ah aku juga orang tua yang dewasa ya hehehe

8. Hobi Kai? menulis! Dia menulis kanji yang dia suka dan asal tulis (sebetulnya kanji ada aturannya, tapi kalau aku ajarkan menurut aturan dia marah hehehe). Dia juga punya buku hariannya sendiri dari kertas-kertas yang dia jadikan satu. Selain menulis dia juga suka memasak loh. Dia yang sering memintaku untuk mengajarkan masak. Tapi kalau aku sedang sibuk biasanya aku ajarkan yang cepat-cepat saja hehehe.

Tahun 2015 akan menjadi tahun yang lebih sulit bagi kami. Di usia pernikahan yang memasuki tahun ke 16, Riku akan masuk SMP, sedangkan Kai kelas 2. Pekerjaanku masih sama seperti tahun 2014 tapi semoga tidak perlu ke chiropraktik lagi 😀

Well, selamat menghabiskan tahun 2014 yang tinggal beberapa jam dan menyambut tahun 2015!

Happy New Year!!

 

Tulisan yang lama :

http://imelda.coutrier.com/2010/12/31/8-besar-dari-nerima/

http://imelda.coutrier.com/2011/12/30/8-besar-dari-nerima-edisi-2011/

http://imelda.coutrier.com/2012/12/31/8-besar-dari-nerima-2012/

 http://imelda.coutrier.com/2013/12/31/8-besar-dari-nerima-2013/

Big Issue

16 Des

Memang bukan BIG Issue jika hari ini aku pergi date lunch dengan “adik lesung pipit”ku Sanchan, dan “adik sama harlah” Yanz di Shinjuku. Tapi BIG Issue waktu aku pulang setelah belanja, bawa belanjaan berat-berat dan harus menunggu taksi selama 40 menit dalam hujan yang dingin. Waktu kulihat di iphoneku, saat itu temperatur 3 derajat tapi real feelnya minus 2. Haduh, rasanya tanganku mati rasa akibat dingin, karena aku tidak bawa sarung tangan atau Kairo. Angin yang kencang berkali-kali menerpa payungku, dan untung “tulang” payungku ada 16 sehingga kuat tidak rusak oleh angin. Tanganku masih beku sesampai di rumah setelah ada sebuah taksi berhenti di depan stasiun dan mengantarku ke rumah yang hanya 10 menit itu.

berdiri di depan pohon Natalnya Sizzler… lucu hiasannya wortel, bawang bombay…segala sayuran hehehe

BIG Issue adalah nama majalah yang dijual oleh para furosha, homeless, bahasa Indonesianya…gelandangan (Karena mereka TIDAK mengemis tapi menggelandang di taman-taman atau di jalanan). Majalah ini diberi harga 350 yen, tapi 180 yen dari harga penjualan akan menjadi milik si penjual, yaitu si furosha itu. Dan syarat untuk menjual majalah ini adalah TIDAK BOLEH menawarkan majalah sama sekali. Hanya berdiri saja, sehingga tidak mengganggu masyarakat umum. Nah, bagaimana warga tahu dia menjual? Ya, dengan kuchikomi, atau penyebaran dari mulut ke mulut (atau seperti aku sekarang menulis begini)

Majalah BIG Issue ini diterbitkan pertama kali di United Kingdom oleh pendiri The Body Shop, John Bird MBE dengan dukungan Gordon dan Anita Roddick tahun 1991. Sedangkan di Jepang dimulai tahun 2003 dengan maksud untuk membantu para homeless mendapatkan uang BUKAN dengan mengemis, tapi menjual BIG Issue. Para homeless awalnya mendapat 10 eksemplar secara gratis dan dengan uang yang didapat bisa dia beli lagi BIG issue seharga 170 yen. Menurut  website BIG Issues Japan,  dari September 2003 sampai Maret  2013,  sudah ada 1427 homeless yang mendaftar sebagai penjual BIG Issues. Sampai Maret 2013, 5.71juta majalah terjual di Jepang dengan pemasukan  802 juta yen pendapatan bagi para homeless.

Jadi, kalau ada yang kebetulan bermain ke Tokyo (atau kota di Jepang yang lainnya), dan melihat ada orang yang berdiri dengan majalah diletakkan di sampingnya, dan mempunyai uang 350 yen…. belilah, meskipun mungkin Anda tidak membacanya. Belilah karena dengan demikian Anda telah memberikan KAIL kepada mereka, BUKAN ikannya.

Dan percayalah, homeless yang bernama Yoshizawa san tadi yang kutemui, TIDAK bau, dan TIDAK kasar seperti kebanyakan homeless di Tokyo. Dia memberikan kartu namanya kepada kami dan bahkan memberikan permen berhiaskan boneka salju sebagai tanda terima kasihnya. Dan tentu saja dia mengijinkan aku mengambil foto bersamanya.

Bersama Yoshizawa san, homeless penjual BIG Issue di depan Mitsui Building Shinjuku, Tokyo.

Ntah kapan, tapi kuharap suatu waktu nanti, akan ada usaha semacam BIG Issue Indonesia yang membantu pengemis dan gelandangan di Indonesia. INGAT, kita lebih baik memberikan Kail daripada ikan, meskipun mungkin pada saat tertentu kita harus memberikan ikan dulu, supaya dia bisa pergi ke sungai dan memakai kailnya 🙂

 

Sekolah Minggu

14 Des

Memang sekolahnya hanya pada hari Minggu makanya disebut Sekolah Minggu. Tapi biasanya istilah ini langsung dimengerti oleh orang Indonesia sebagai waktu untuk “belajar” agama di gereja, karena umat Kristen pergi ke gereja pada hari Minggu.

Aku terdaftar sebagai umat katolik di paroki (wilayah) Kichijouji, Tokyo. Paroki Kichijouji konon adalah paroki kedua terbesar di Tokyo. Sejak 2 tahun lalu aku menyertakan Riku pada Sekolah Minggu di sini, karena dia harus belajar dulu untuk komuni pertama kelas 5. Kai baru ikut April lalu seiring masuknya dia ke SD.

Ada banyak kegiatan yang sudah terprogram, dan hari ini mereka menyelesaikan kegiatan sebelum masuk libur akhir tahun serta merayakan natal bersama. Pagi-pagi jam 5 pagi aku sudah bangun untuk menggoreng ayam, karena aku menjanjikan membawa ayam goreng untuk 20 orang leader (istilah untuk kakak pengajarnya).

Setelah misa jam 9 (misa anak-anak memang selalu jam 9), kami berkumpul di hall dan menonton sandiwara dari anak-anak sekolah minggu yang dibagi jadi dua grup. Riku dan Kai masuk grup A, dan tampil pertama. Karena minggu lalu Riku ikut test tryout dan tidak ke gereja, dia baru datang latihan kemarin (Sabtu) dan dicadangkan bermain drama sebagai Yosef. Ternyata anak yang seharusnya menjadi Yosef tidak datang, sehingga benar Riku harus bermain sebagai Yosef. Untung saja dia hafal apa yang harus diucapkan (pagi tadi dia belum hafal sehingga tulis di kertas kecil)

Riku sebagai Yosef dalam drama Natal di Sekolah Minggu

Kai hanya ikut bernyanyi saja, tapi mereka menyanyikan satu lagu yang disertai bahasa isyarat. Kai sejak pagi mengatakan tidak mau ikut pentas karena tidak bisa bahasa isyaratnya, jadi aku bilang, Kai di belakang saja…. Eh ternyata dia benar-benar di belakang, sampai aku saja tidak melihat dia 😀

Nah, yang jadi masalah apakah Riku yang berperan sebagai Yosef bisa melakukan bahasa isyarat? Karena Yosef posisinya paling depan. Jadi aku ikut deg-degan apakah Riku bisa mengucapkan part bagiannya dan apakah bisa berbahasa isyarat. Eh Ternyata bisa loh, dia juga hafal apa saja yang harus dikatakan selaku Yosef. Kalau aku, hmmm pasti aku seperti Kai, tidak mau tampil di panggung hehehe.

Acara sandiwara anak-anak dilanjutkan dengan lagu yang dibawakan oleh pastor Ardy, pastor paroki Kichijouji, yang kebetulan berasal dari Indonesia. Ternyata pastor Ardy akan menyanyi sebuah lagu dari sekolah minggu di Indonesia, dan aku tahu lagunya. Dari jauh pastor sudah memberi isyarat supaya aku ikut menyanyi 😀

Riku dan kai di depan YOSE (tempat pertunjukan rakugo) di Shinjuku

Sayang aku tidak bisa mengikuti acara penutupan yaitu pembagian hadiah dari Santa Claus, karena aku ada rapat di tempat lain. Buru-buru pergi, sambil meninggalkan pesan bahwa anak-anak pulang sendiri ke rumah. Gen memang kurang enak badan sehingga beristirahat di rumah. Baru setelah anak-anak kembali ternyata Gen mengajak mereka menonton rakugo (permainan kata-kata oleh satu orang) di Shinjuku. Aku kemudian bergabung dengan mereka setelah selesai rapat dan kami pulang sama-sama. Hari Minggu yang melelahkan dan kalau dipikir-pikir hari ini memang merupakan Minggu yang sibuk.

Kanji of The Year : 2014

12 Des

Setiap tanggal 12 Desember, sebuah lembaga Jepang yang biasa menyelenggarakan Ujian Kanji, 日本漢字能力検定協会 mengadakan pemilihan huruf Kanji yang mewakili tahun itu. Kalau tahun 2012 terpilih 金 (kin= emas) dan 2013 輪 (wa = lingkaran), maka tahun 2014 terpilih kanji 税 (zei = pajak). Memang sejak April tahun ini, pajak pembelian di Jepang naik dari 5 % menjadi 8%, dan itu menjadi topik terus, karena ada rencana untuk melanjutkan kenaikan dari 8% menjadi 10%.

Kanji tahun 2014 : 税 ZEI、foto dari Asahi Shimbun

Biasanya Kanji yang mewakili tahun itu memang yang terbanyak dipilih. Karena dua tahun terakhir, kanjinya berarti bagus, kali ini kok rasanya membuat “suram”. Dan kalau melihat calon berikutnya adalaj kanji 熱 (netsu = panas, dari yang positif dari “panas”nya olimpiade musim dingin, yang menghasilkan medali emas untuk Jepang, sampai “panas” negatid dari Ebola). 嘘 (uso = bohong, yaitu peristiwa ghost writer dari seorang komposer terkenal di Jepang serta penemuan STAP yang ternyata merupakan kebohongan juga). 災 (sai = bencana, terutama bencana tanah longsor di Hiroshima yang menimbulkan banyak korban). serta yang ke 5, adalah 雪 (yuki = salju, ini tak lain dan tak bukan populernya film FROZEN 😀

Naik Kereta Api tut tut tuut~

11 Des

Aku suka naik kereta api di Jepang. Semuanya bisa direncanakan karena detil keberangkatan dan kedatangannya per menit, dan kita juga bisa memperkirakan berapa lama pindah kereta. Musim semi yang lalu, aku melewatkan 6 hari wisata di Selatan Jepang dengan kereta. Nyaman, meskipun tidak bisa dibilang murah.

Nah, waktu kami mudik musim panas lalu, aku ingin mengajak Riku dan Kai naik kereta di Indonesia. Supaya bisa membandingkan dengan Jepang. Kupikir bisa naik KA Parahyangan ke Bandung saja. EH ternyata waktu aku minta papa membelikan tiket pesawat Sby-Jogja, ternyata tidak ada rute itu, sehingga papa menyarankan aku naik kereta saja dari Surabaya- Jogja. Waktu kutanya pada Kang Yayat, beliau bilang kira-kiraa 5 jam sudah sampai kok. OK kalau 5 jam aku masih bisa tahan hehehe.

Setelah dari Zangardi, kami mampir ke stasiun Gubeng untuk membeli tiket kereta Surabaya-Jogja berangkat pagi. Mau antri di loket… hmmm banyak orang dan pasti makan waktu. Kemudian aku diajak mbak Lely untuk pergi ke Minimart yang ada di stasiun itu. Oleh mbak penjaga diberitahu bahwa bisa membeli secara online. OK deh, aku ahli kok kalau online-online an… jadi aku bilang padanya untuk bantu aku kalau aku tidak bisa. Jadilah aku beli secara online.

menunggu kedatangan kereta di Stasiun Gubeng

Masukkan tanggal, jam, pilih kereta lalu masukkan nama dan no HP. Karena kami bertiga, aku harus mengulang tiga kali! Dan no HP nya tidak boleh sama. Wah aku bingung, tapi mbaknya bilang, “Ngga papa kok bu, belakangnya aja diganti 1, 2, 3. Yang penting ada satu nomor yang asli”. Heran juga kenapa harus pakai nomor HP ya? Kalau tidak punya bagaimana dong? Pakai HP teman? atau isi asal-asalan?

Setelah mengisi data yang diperlukan, aku membayar harga tiketnya langsung di Minimart dan mendapatkan nomor transaksi. Katanya aku harus membawa nomor transaksi itu ke pencetakan karcis di samping loket. Duh, musti antri lagi?

denah di stasiun Gubeng. Kai takjub melihat vending machine di Indonesia, soalnya bayarnya pakai uang kertas, bukan logam. Lain dari vending machine di Indonesia. Jadi dia minta uang padaku untuk coba beli 😀

Ternyata tidak sih, aku tinggal masukkan nomor transaksi di komputer yang ditunggui petugas PJKA, dan …. sret sret tiket langsung dicetak. Mudah! Coba kalau aku antri di loket pembelian, bisa mabok aku tunggu gilirannya 😀

dalam kereta Sancaka

Nah, tanggal 13 Agustus paginya aku tinggal datang ke stasiun Gubeng dan masuk peron. Karena pengantar tidak boleh masuk ke dalam, kami berpisah dengan Kang Yayat di depan pintu. Kami pakai jasa porter untuk membawa barang-barang kami yang bertambah dengan oleh-oleh. Begitu banyak piece dibawa oleh satu orang pemuda, wah hebat juga ini anak pikirku. TAPI yang menjadi masalah nantinya bagaimana aku menurunkan barang-barang itu di stasiun KLATEN, tujuan kami hari itu.

Dalam kereta Sancaka itu…hmmm ya kereta tua sih. Kalau sudah biasa naik kereta Jepang, langsung berasa Downgrade 😀 (dan memang Riku langsung berbisik padaku, “Mama keretanya jelek ya…”) Ya, harap dimaklumi lah nak.

Tidak kalah kok kereta Sancaka dengan kereta yang bisa kita pakai di Jepang. Buktinya ada colokan listrik sehingga bisa charge gadget seenaknya. Kalau di Jepang hanya beberapa jenis shinkansen saja yang bisa. Lalu di kereta Sancaka juga ada pelayan yang membawakan makanan bagi yang belum makan, meskipun pilihannya sedikit. Kalau di Jepang memang dalam shinkansen menyediakan gerobak berisi berbagai jenis makanan, tapi kereta biasa tidak ada pelayanan seperti itu.

pramu-kereta yang menawarkan makanan kepada penumpang.

Hanya ada satu pertanyaan Kai yang amat sulit kujawab. Sambil melihat keluar jendela, dia bertanya, “Mama, kok semua sungai airnya kotor begitu sih? Coklat dan banyak sampah …. iiih jijik”
Dan maaf…aku tak bisa jawab sama sekali. Aku cuma bisa bilang, “Ya begitulah….”
Karena hampir semua kali dan sungai di Jepang berwarna bening, anakku tidak mengerti kenapa kok harus coklat warnanya di Indonesia. padahal… sama-sama punya sawah, sama-sama punya gunung, sama-sama ada hujan …..

Sambil merenungi kenyataan bahwa air di Indonesia masih jauh dari layak, aku memutar otak juga bagaimana caranya untuk menurunkan barang-barangku di Klaten, yang sepertinya stasiun kecil, dan selama kereta Sancaka berhenti berhenti di stasiun kecil, aku tidak pernah melihat ada porter yang masuk ke gerbong kami.

Karenanya menjelang klaten, aku mencari petugas cleaning yang masih muda. Lalu kutanya padanya apakah ada porter di stasiun Klaten. Lalu dia tanya, “Ibu turun di Klaten? Nanti saya bantu” dan dia tanya aku duduk di mana. Lega aku karena aku sudah menemukan solusi, si petugas cleaning akan memanggilkan porter untukku. 🙂