Ujian, menguji atau mempermainkan? -1-

9 Mei

Di hari golden week, aku ditanya seorang kohai (junior sastra Jepang), Santi Dodo yang menanyakan apakah aku pernah menulis tentang sistem pendidikan Jepang di blog. Dia ingin tahu apakah “dr kls 6 ke SMp ada ujian ga? trus SMP ke SMA gmn n hal2lainnya, misal ulangan SD ada/nggak ada?“. Memang saat itu lagi ramai-ramainya soal ujian negara dsb dsb di Indonesia.Well, rasanya aku sering menyinggung pendidikan Jepang, tapi memang belum pernah menulis yang serius. Kali ini aku coba rangkum sedikit ya. Semoga tidak bosan membacanya.

Well, aku tidak mau membahas soal penting tidak UN itu seperti banyak juga dicantumkan di status teman-teman di FB : “UN seharusnya dihapus saja. Atau kenapa pemerintah tetap menjalankan UN 2010, padahal katanya Mahkamah Agung sudah melarangnya?” . Tapi aku mau mendongeng sedikit tentang ujian dalam pendidikan di Jepang. (Aku meminjam istilah mendongeng dari Pak Oemar  Bakrie dari istilah dongeng geofisikanya. Pinjam ya pak….)

Dongeng pendidikan aku mulai dengan menuliskan percakapanku dengan Gen Miyashita (suamiku –buat yang belum tahu hihihi), tadi malam di meja makan. Kami berdua mantan mahasiswa pasca sarjana “Penelitian Pendidikan Sekolah” di Universitas Negeri Yokohama. Karena percakapan sambil makan, aku tidak bisa memberikan sumber tertulisnya, karena ini rangkuman dari yang pernah kami baca.

Pertama mulai dari pertanyaan apakah di Jepang ada UN, Ujian Negara serentak di seluruh negeri untuk menentukan kelulusan siswa seperti di Indonesia? Jawabnya: TIDAK ADA. Masing-masing sekolah yang menentukan kelulusan siswa. Kenapa tidak ada ya?

Aku pikir karena tidak perlu! Setiap sekolah harus mengikuti “Pedoman Kurikulum Pendidikan”  Curriculum Guideline, 学習指導要領 gakushuu shido youryou dari Ministry of Education, Culture, Sport, Sciense and Technology (Mombukagakusho…karena bahasa Inggris/Indonesia panjang, maka selanjutnya saya pakai bahasa Jepang saja ya… disingkat Mombusho). Pedoman Kurikulum Pendidikan ini wajib diikuti oleh SEMUA sekolah SD, SMP, SMA, Sekolah Kejuruan di seluruh Jepang, yang memuat isi pendidikan dan detil pengajaran setiap mata pelajaran. boleh dibilang buku manualnya deh! Pedoman Kurikulum Pendidikan yang sekarang dipakai adalah Kurikulum tahun 2002, dan tahun depan akan dimulai kurikulum revisi, kurikulum baru th 2011. Kenapa diganti? Karena kurikulum 2002 yang diberi nama yutori kyouiku, pendidikan yang memberikan kelegaan dianggap membuat mutu pendidikan anak-anak Jepang menurun (sebelumnya kurikulumnya sangat padat sehingga dikritik anak-anak tidak mempunyai waktu untuk berkembang, tapi ternyata setelah dilonggarkan hasilnya menurun). Jadi aku juga sedang waku-waku menanti-nantikan kurikulum tahun depan seperti apa, yang pasti pelajaran bahasa Inggris dan “pengertian internasional 国際理解” lebih ditekankan. Untuk itu juga tahun depan akan ada pergantian buku pelajaran 教科書 kyoukasho yang dibagikan gratis oleh Mombusho ke seluruh siswa. Tanoshimini shiteiru.

Aku dan Gen sepakat bahwa di Jepang, UJIAN MASUK lebih sulit daripada UJIAN LULUS! Jadi mungkin bisa disebut sebagai kebalikan dari di Indonesia, ujian untuk lulus atau NAIK KELAS itu yang lebih sulit. Karena itu pula di Indonesia ada istilah TIDAK NAIK KELAS atau dalam bahasa  Jepangnya rakudai/ ryunen 落第・留年. Selama bersekolah di Jepang, jika waktu SD kamu adalah angkatan tahun 2000, maka sampai SMA kamu TETAP angkatan 2000, seluruh murid NAIK KELAS dan LULUS bersama! Even seorang murid yang tidak pernah hadir di sekolah pun! pasti lulus. TAPI….. merupakan tanggung jawab masing-masing individu JIKA TIDAK BISA MELANJUTKAN ke jenjang yang lebih tinggi. Naik kelas atau lulus adalah hal LUMRAH, tapi tidak dengan MASUK ke sekolah yang lebih tinggi. dan ini menyebabkan murid (terlebih orang tua murid kebakaran jenggot) untuk berusaha bisa masuk ke sekolah yang lebih tinggi atau sekolah FAVORIT. SD dan SMP adalah program wajib belajar, jadi TIDAK MUNGKIN seorang murid SD tidak bisa melanjutkan ke SMP Negeri. Sudah pasti ada kursinya. Tapi SMA adalah tanggung jawab masing-masing sehingga di sinilah mulai persaingan dengan kegiatan JUKEN 受験 yang harafiahnya mengikuti ujian masuk, tetapi secara umum merujuk pada kegiatan belajar untuk mempersiapkan ujian masuk. Dan biasanya murid akan mengikuti pelajaran tambahan di bimbingan belajar, bimbel (Aku ingat topik ini yang membawaku ke blog Bang Hery Azwan tahun 2008 lalu).

Jadi kalau menjawab pertanyaan Dodo, apakah ada ujian dari kelas 6 ke SMP? ya ada…ujian kelulusan di kelas 6 di SD masing-masing, dan ujian masuk di SMP FAVORIT TUJUAN. Kalau SMP Negeri (Pemda bukan Negara) yang termasuk rayon tidak usah ikut ujian, Bagian pendidikan pemerintah daerah akan mengirimkan surat untuk masuk ke SMP yang terdekat rumah tinggal. JIKA tidak mau bersekolah di situ maka cukup melapor. Tapi untuk SMP Negara (yang disebut SD-SMP-SMA Negara adalah sekolah yang berafiliasi dengan Universitas Negeri yang mempunyai program Guru) untuk memasukinya perlu mengikuti ujian masuk. Dan kadang-kadang sebagai “godokan” awal berupa undian, chuusen 抽選, siapa yang menang undian yang beruntung bisa mengikuti ujian dan lulus. (Gen masuk SMP Negara –SMP-SMA Tsukuba Daigaku– dengan menang chuusen , jadi dia bilang kasihan teman yang benar-benar pintar tidak bisa ikut ujian…seharusnya chuusennya sesudah ujian ya hehehe)

Soal ulangan? Tentu saja ada…. test kecil hampir setiap hari…dan aku juga memberlakukan test kecil di Universitas Senshu yang jika ditambah dengan kehadiran dapat sangat membantu nilai akhir.

bersambung……

20 Replies to “Ujian, menguji atau mempermainkan? -1-

  1. tapi sebenarnya enak yang mana ya tante? kalau di Indo kan ujian kelulusan sangat sulit, sehingga banyak anak yang stress gara-gara menghadapi ujian. Mungkin sebenarnya kesiapan mental yang diperlukan. Tapi kalau di Jepang ujian masuknya yang sulit juga sama aja ya, bisa stress juga kalau gag dapat sekolah favorit…
    .-= radesya´s last blog ..Kimono and Yukata =-.

    hehehe kalau tanya enakan mana? Ya ngga ada yang enak. Wong hidup saja penuh ujian kok ;))

    EM

  2. Masih bersambung ya? Tapi gpp komentar dulu ya…
    Terus terang saya bingung soal kehebohan UN ini…jadi mikir ini heboh sejak dulu (tapi saya tak tahu), atau karena 10 tahun terakhir ini di Indonesia media bisa menulis atau menyiarkan apa saja….sehingga banyak hal yang akhirnya diketahui umum….yang akibatnya bisa dari segala segi.

    Bagi saya dan adik2 saya, ujian tak menakutkan, yang mengkawatirkan hanyalah dapat nilai berapa? Dan menurutku yang sulit ujian masuknya…masuk universitas, karena zaman saya dulu, saya harus bepergian ke Yogya-Surabaya untuk test di universitas masing-masing. Betapa mahalnya, belum kalau tak punya saudara…dan kadang ujian tiap universitas waktunya sama sehingga harus pilih salah satu. Ujian melalui Sipenmaru (atau UMPTN dll) membuat lebih mudah, karena siswa bisa test di kota masing-masing. Seperti kedua anakku, untuk masuk UGM/UI/ITB cukup test di Jakarta….lebih mudah dan murah, kan?

    Soal persiapan ujian, memang lebih berat, karena PTN sedikit, sedang peserta yang ingin kuliah jauh lebih banyak….karena kuliah di PTN dianggap sebagai jaminan untuk bisa bekerja. Untuk mempersiapkan, sejak anakku kelas IV saya mulai melatih mereka… dan awal kelas VI setiap hari mereka latihan soal (walau ibu ngantor). Seminggu sekali ibu akan diskusi, membahas hasil soal yang dikerjakan.
    Saat SMA, mereka mulai latihan sejak kelas 1, soalnya kalau baru mulai serius kelas 3 akan terlambat. Dan belajar harus tiap hari, kecuali libur, dan disini sangat penting memilih sekolah yang baik. Saat anakku naik kelas 3 SMA, dihari pertama masuk, dia kaget, dikira ada ulangan….karena hampir semua teman yang sudah datang membuka buku. Jadi..yang rajin siswanya..guru hanya mendorong, anak-anak sudah punya kesadaran sejak masuk kelas 3 harus belajar keras.

    Saya yakin, lulus ujian SMP/SMA akan lebih mudah jika dipersiapkan sejak dini…yang sulit adalah test untuk masuk sekolah selanjutnya, terutama Perguruan Tinggi ternama. Tiket masuk PTN ternama, juga memudahkan untuk mendapatkan pekerjaan, beasiswa, jejaring untuk membuat usaha dsb nya. Dan jika masuk, apa sudah cukup? Tentu saja tidak, anak tetap harus berjuang, belajar….dan juga latihan bekerja, karena bekerja sambil kuliah ini akan mempermudah saat wawancara mencari pekerjaan nantinya….

    Dan paling akhir, adalah doa orangtua. Saya sendiri, puasa Senin Kamis, sholat malam, memohon agar anak-anak bisa lulus dengan baik, dan diterima di PTN (maklum ibunya tak kuat jika bayar di sekolah swasta). Alhamdulillah….saya tetap percaya adanya usaha, kerja keras dan doa…Jika ujian dipermudah, maka nanti berat nya adalah pada saat mau masuk PTN….justru ini tujuan akhir sebelum anak bisa bekerja.

    (Maaf jika mungkin ada yang beda pendapat….maklum saya dilatih ayah ibu, yang juga guru, bahwa…hidup adalah berjuang….dan maaf juga kok jadi posting disini ya?)
    .-= edratna´s last blog ..Suatu pagi di sebuah kantor, di jalan Thamrin =-.

      • saya lebih menekankan bahwa di Indonesia yang gagal ujian lulus SMP aja bisa sampai sekian persen, sedangkan di Jepang 100%.
        Dari lulus 100 persen itu memang bisa ditampung di sekolah lanjutan meskipun bukan sekolah favorit. Karena sekolahnya ada bu. Sedangkan di Indonesia? mungkin jumlah sekolahnya juga tidak memadai ya?
        Seperti begini memang paling enak jika bisa menunjukkan statistiknya. Berapa jumlah anak usia sekolah, brp yang melanjutkan kemudian dibandingkan dengan jumlah sekolah dan daya tampungnya.
        Kalau di Jepang data begini mudah didapat, tapi di Indonesia, saya belum cari juga sih bu.

        EM

  3. ..
    Menurutku gak adil kalo kecerdasan siswa hanya di lihat dari nilai ujian..
    Justru karena ujian membikin anak2 gak jujur..
    Nyontek lah, beli bocoran lah..
    Ironisnya ada guru yg bantuin muridnya ngerjain soal ujian biar anak didiknya lulus semua..:-(
    ..
    Negara ini butuh orang jujur, bukan orang cerdas yg korup..
    ..
    *sori mbak terbawa suasana neh* 😀
    ..

    well kalau bilang engga adil kecerdasan siswa hanya dilihat dari nilai ujian, berarti harus ada polisi/ujian budi pekerti juga dong hehehe. Sebetulnya ujian kan hanya suatu penilaian atas suatu standar tertentu. Untuk mendapatkan SIM pun kamu perlu ujian kan? Kalau kamu bilang ujian SIM ngga perlu ya berarti ngga usah aja ada ujian atau tanpa SIM aja semua. Dan kalau semua bisa nyetir tanpa SIM kan bahayaaaaaa.

    Masalahnya di Indonesia ujian atau peraturan kan dibuat untuk dilanggar. Nah mental seperti ini yang harus diubah.
    Jangan sangka di Jepang lalu ngga ada nyontek atau semua jujur dan tidak ada yang beli ijazah misalnya. Pasti ada, tapi persentasinya kecil. nah tugasnya sapa ya tuh untuk mengecilkan presentasi ketidakjujuran? SEMUA! guru, murid, ortu, sekolah, pemerintah…..

    Sebetulnya ada yang bisa sangat berperan dalam mengubah akhlak manusia Indonesia, yaitu para pimpinan pesantren. OK aku tidak mau sebut nama, tapi kalau pondok G***** bisa, kenapa yang lain tidak bisa? kita bisa lihat hasilnya dari lulusannya tuh. Sampai di Jepang aku bertemu lulusan sekolah sana, dan memang mereka “lain”. Bikin dong pondok semacam itu dimana-mana. sebarkan pendidikan kemana-mana. selayaknya terakoya…. wehhh ini penelitian aku di Jepang hahaha …. Terakoya oh terakoya, membuatku mabok euy. Kapan ya ada waktu menulis tentang Terakoya tapi bukan ala skripsi hihihi.

    beuh… jadi nulis banyak deh hihihi
    EM

  4. ehm….ny bingung mau komen apa mbak…soalnya kayaknya sekarang anak2 emang lebih berat idupnya dibanding jaman ny dulu (hehehe)…

    kalo soal di jepang, tes masuk lebih sulit daripada ujian untuk kelulusan,,ny baru baca buku “omiyage, kisah orang biasa menaklukkan tanah Jepang” karangan silvia iskandar…dia orang indo yang sempet kuliah di jepang, beasiswa…dia juga cerita yang sama dengan mbak imel tuh…
    .-= rhainy´s last blog ..Pantai =-.

    Siapa bilang anak sekarang lebih berat hidupnya dibanding jaman dulu?
    Yang aku rasa berat adalah orangtuanya…gimana bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya di jaman skr bisa mencekek leher deh… belum lagi memberikan pengetahuan yang balance.
    Atau nenny mungkin tidak merasa demikian ya?

    EM

    • hahahaha….

      itu juga mbak….jadi ortu berat, yah ngerasa lah! cuma kan ny sekarang gak perlu ikut ujian aneh kayak anak2 sekarang…masuk sd aja tes baca toh? hihihihi…
      .-= rhainy´s last blog ..Belajar Ngomong =-.

  5. Wah….Kalau ngomongin ujian jadi ikut keuji deh mau ngoment apa…Yang jelas semua pihak dari pemerintah ataupun anak2 pelaku ujian dan orang tua harusnya saling memahami apa yang terbaik bagi semua

    hahaha,…. menguji, diuji, teruji oleh ujian

    EM

  6. Kadang sayapun berfikir. Di Indonesia katanya menerapakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang artinya memberikan kewenangan kepada Satuan Pendidikan (Sekolah) untuk melaksanakan pendidikan sesuai dengan garis besar kurikulum negara. Tapi anehnya malaha dnilaakksan Ujian nasional.
    Ibaratnya, kita diberi kebebasan tetapi gak dipercaya
    .-= alamendah´s last blog ..Komodo Reptil Terbesar dan Terunik =-.

  7. Hal ini yg kmrn sempat dibahas juga di Australian embassy waktu bahas soal certification for Vocational Study. Seharusnya ada pedoman kurikulum dan memang sekolah tinggal mengikuti pedoman itu.. gak perlu di UN.kan begitu… Namun itu bisa terjadi ketika sistem kompleksnya sudah jadi (yang sebenernya bukan tdk mungkin mbak.. tinggal adanya kemauan aja sih)

    *exhale… duh negeriku…
    .-= Ceritaeka´s last blog ..Harta Yang Paling Berharga (an Adventure in Kali Progo & Keteb Pass) =-.

  8. Ujian masuk d negara kita juga sulit, mba’.
    Apa lagi UMPTN atau diganti SPMB dan sekarang berubah nama jadi Senam PTN.
    Tapi kembali lagi ke konsep awal bahwa “hidup memang penuh ujian”
    😀

    oh ya, bahas juga dong tentang biaya pendidikan di jepang,
    sama mahalnya atau engga ??? 🙂

  9. Ha ha….Bagus nih tulisannya Ime-chan. Harusnya bisa dibaca oleh pejabat Diknas. Kalau ada waktu, mungkin tulisannya bisa dilengkapi lagi dan dikirim ke koran2 di Indonesia seperti Kompas, Media Indonesia, atau Seputar Indonesia. Aku rasa tulisan ini layak untuk dimuat biar orang Indonesia punya gambaran tentang dunia lain.
    .-= Hery Azwan´s last blog ..Tugas Akhir =-.

  10. hmmm. tidak membosankan sama sekali tuh *o*
    oh, aku sih dislike UAN yah, tapi however I believe it’s essential deh
    firstly, untuk kesetaraan semua warga negara. meskipun teteup ada sekolah favorit gitu, paling tidak kan standard nya ada gitu, jadi yang dari sekolah negeri ga terkenal dan sekolah swasta yang favorit kan ada kesamaanya. tapi, sebenernya pelajaran di Indonesia itu kurang efektif. entah kenapa terlalu banyak pengetahuan, terlalu cepat, dan kurang stress on each topic/chapter/unit of lesson. O level bagus tuh, lebih susah meskipun ga segitu banyak Indo dan ada stress, deeper conflict n understanding on each. dan harus lebih banyak praktek nih Indo. salah satu (dari sekian buaaanyak masalah pendidikan di Indo. hhh) masalahnya ada penyelewengan yang lagi” diprakarsai oleh korupsee adalah… textbook. buku cetak itu beneran ga penting banget deh. 1. ga effective, kan ga semua dipelajarin tuh kdg. 2. ganti” terus nih sekarang! gila aja ga bisa nglungsur! ga baek buat ekonomi rakyat, ga sehat buat persaingan, dan ga ‘green’. banyak guru” yg komentar, contents nya cuma beda warna! beda template/layout! inti isinya same aje!!! gileee >.< muak deh ngomonginnya
    aaaah. jadi panjang lebar nih, tante, saking concern nya sama pendidikan dan pemerintah yang ga mutu banget. tapi makasih deh, i become more critical. kekekeke
    in conclusion, salut buat sistem pendidikan di Jepang! huebat! kinda perfect in a respect.

    ~LiOnA~

  11. Waaaawww, informatif banged k Imel, thanks yaaa… K Gen studied in high schools, attached to University of Tsukuba? Wahhhh, jadi bangga deh 😉

  12. saya pun jadi menapak tilas, dulu setiap masa ujian tiba, memang selalu beda dari biasanya. beda bukan karena takut menghadapi ujian, takut tidak lulus, takkut tidak bisa mengerjakan soal. beda karena dikondisikan saja oleh orang tua. kami diperlakukan istimewa. itu saja.

    bener mbak, peraturan sengaja dibuat untuk dilanggar.
    dan seperti kata mas Necky, klo bisa dipersulit, kenapa juga harus dipermudah.

    inilah Indonesia dengan segala carut marut sistem pendidikannya 🙁

    jadi penasaran, kira2 itu anggota dewan ada yang pernah studi banding ke jepang soal ini gak ya mbak?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *