Sabtu dengan pertentangan batin

11 Agu

aneh sekali judulnya ya… Tapi emang sepertinya Sabtu ini (9 Agustus) banyak pertentangan batinnya. Antara ingin maju ke depan, tapi seakan-akan ditarik mundur dan ingin mengenang masa lalu. Bermula dari pernyataan seorang teman di MP, “Mel, aku juga belakangan ini jadi agak males step back in time.” Kita termasuk orang-orang pencinta lagu-lagu 80-an dan selalu hunting musik lama yang langka. Sampai cari di toko loak, dan kalau ada satu yang sudah dapat akan upload di MP share dengan contactnya saja. Well, aku juga tidak sampai segitunya, ubek-ubek Aquarius saja sudah cukup. Dan sampai detik ini saya belum membeli CD jadul satu lembarpun.

step back in time…. perlukah? hanya untuk nostalgia….tapi juga membangkitkan kenangan lama. Untungnya saya tidak mempunyai lagu-lagu lama yang bisa dikaitkan dengan sebuah memori tertentu, yang bila mendengarnya bisa membuat menangis terharu-biru. Atau memang saya sudah mati rasa.
Well, seperti kata teman saya itu…step back in time mungkin tidak boleh sering-sering, dan dilakukan dalam kondisi hati yang sedang riang saja.

Sesudah menulis posting tentang pergi ke Cafe Pisa, lalu saya online di YM sebentar, dan bang Hery buzz saya tanya apakah hari ini ada reuni dengan sastra Jepang. Well, sebetulnya memang kita berencana untuk bertemu lagi makan siang. Tapi satu-per-satu anggotanya menyatakan tidak bisa. Untung saya belum pesan tempat juga, so… tidak jadi reunian nya. Kosong hari ini. Karena kebetulan Mbak Yuli bisa dan mau bertemu, Saya janjian dengan bang Hery bertemu di Starbuck Senayan City, jam 4 sore. Untung saja kita bertiga jadi bertemu, sehingga hari Sabtu ini bisa saya pakai dengan efisien (baca ngga bete di rumah). Dengan badan yang segar sudah dipijit Yu Tum, 20 menit ke Senayan City (lamaan cari taksinya deh). Dan memang jalanan macet.

Ngalor ngidul bercerita (maaf ya Bang dan si mbak yang cantikdan pintar …kebanyakan saya yang bicara) sambil makan es krim lewat jam 6:30. Karena si abang sudah capek nyetir, kita berpisah di lantai 3 tanpa makan malam bersama (ngga jadi deh makan di Ootoya). Hmmm lalu ada waktu banyak untuk jalan sendirian dan window shopping. Terus terang, window shopping bukan sifat saya. Ngga betah. Tapi waktu saya lihat ada toko buku internasional, saya masuki toko itu. Siapa tahu ada novel bagus, pikir saya. Sambil melihat-lihat buku-buku yang dipajang…. saya merasa kok saya berbeda dengan dulu. Tidak ada buku yang menarik untuk saya ambil dan paling sedikit baca sinopsisnya. Buku-buku yang dipajang berwarna pastel, kebanyakan bercerita soal cinta, anak muda dan backpacker, perjalanan…. (Kalau trilogynya Andrea Hirata sudah dibelikan Melati san jadi saya tidak usah beli lagi). Huh… kenapa tidak ada satu judulpun yang menarik sih? Sempat terpegang buku tentang Tarot yang pasti dibeli si Lala, seharga Rp100.000…. tapi masak aku saingan sih belajar Tarot sama Lala heheheh.

Ada deretan bukunya Agatha Christie…. sudah punya dan sudah baca semua. Ada buku2 komputer, ….tidak menarik (bagaimana cara Hacking…. buat apa coba?). Ada ceritanya Marga T, tapi cuman ada buku 4-5 nya saja…. Hmmm bete bener deh. Lalu saya kembali ke bagian pintu masuk dan bertemu dengan novel bahasa Inggris dengan judul Twilight. Wow judul blog saya…. The twilight saga…. Cerita tentang cinta seorang wanita dengan vampire. Cinta lagi…huh saya pikir but karena gaya cerita di sinopsisnya kelihatan bagus… ingin aku beli. Lihat harganya Rp169.000 dengan ketebalan seperti kamus Inggris heheheh. Satu buku tuh (mungkin sekitar 10 $ ya….) Dan saya ingin beli semua seri…berarti itu bisa menyita seperempat koper. So…hasilnya… saya batalkan beli, dan akan pesan melalui amazon saja sekembali di Tokyo. Memang lebih murah sedikit jika membeli di Indonesia, dibanding di Jepang. Tapi beratnya itu loh. Saya masih ada satu novel untuk persediaan baca di dalam pesawat, jadi cukuplah itu.

Sesudah dari toko buku, masuk toko CD dan beli DVD film Indonesia yang saya belum punya untuk koleksi. (Paling nanti Melati san yang nonton ya hehehhe)…. Dan pulang dengan rasa ingin tahu buku Twilight tadi. Cari-cari di web dan ketemu web pengarangnya Stephenie Meyer. Ada yang pernah baca? Kelihatannya novel ini akan difilmkan juga ya. Hmmm horor tapi romance… trus bacanya malam-malam hihihihi. terus bayangin vampirenya datang…terus …. ahh aku bayangin si Zorro aja deh (my hero when i was 7 y.o)

Softly he brushed my cheek, then held my face between his marble hands.’Be very still,’ he whispered, as if I wasn’t already frozen. Slowly, never moving his eyes from mine, he leaned toward me. Then abruptly, but very gently, he rested his cold cheek against  the hollow at the base of my throat.

As Shakespeare knew, love burns high when thwarted by obstacles. In Twilight, an exquisite fantasy by Stephenie Meyer, readers discover a pair of lovers who are supremely star-crossed. Bella adores beautiful Edward, and he returns her love. But Edward is having a hard time controlling the blood lust she arouses in him, because–he’s a vampire. At any moment, the intensity of their passion could drive him to kill her, and he agonizes over the danger. But, Bella would rather be dead than part from Edward, so she risks her life to stay near him, and the novel burns with the erotic tension of their dangerous and necessarily chaste relationship.

Meyer has achieved quite a feat by making this scenario completely  human and believable. She begins with a familiar YA premise (the new kid in school), and lulls us into thinking this will be just another realistic young adult novel. Bella has come to the small town of Forks on the gloomy Olympic Peninsula to be with her father. At school, she wonders about a group of five remarkably beautiful teens, who sit together in the cafeteria but never eat. As she grows to know, and then love, Edward, she learns their secret. They are all rescued vampires, part of a family headed by saintly Carlisle, who has inspired them to renounce human prey. For Edward’s sake they welcome Bella, but when a roving group of tracker vampires fixates on her,the family
is drawn into a desperate pursuit to protect the fragile human in their midst. The precision and delicacy of Meyer’s writing lifts this wonderful novel beyond the limitations of the horror genre to a place among the best of YA fiction. (Ages 12 and up) –Patty Campbell