Gempa, Petir, Kebakaran dan Ayah

16 Jun

Pasti orang Indonesia akan merasa heran, judul apa sih itu? Tapi itu adalah peribahasa dalam bahasa jepang 地震・雷・火事・親父 (じしん・かみなり・かじ・おやじ). Empat hal yang paling ditakuti orang Jepang. Yang pasti Gempa, Petir dan Kebakaran itu menakutkan siapa saja yang tinggal di bumi ini. Tapi Ayah? Dahulu memang sosok ayah adalah yang menakutkan. Bukan hanya bagi orang Jepang, bahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, Allah (Yahwe) itu digambarkan sebagai Ayah yang pemurka. Semua anggota keluarga tunduk pada Ayah. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda takut pada Ayah Anda?

Sebagai anak kita pasti takut dengan orang tua kita. Terutama pada Ayah. Tapi untuk saya, saya mungkin lebih takut pada ibu saya. Karena mama ada di rumah terus, kerap memarahi kita, apalagi kalau dapat nilai ulangan yang jelek. Sosok Ayah ditakuti mungkin justru karena jarang berada di rumah, sehingga tidak bisa membayangkan bagaimana kalau dia marah.

Anyway, Kemarin adalah hari Ayah. Saya mau mengucapkan selamat kepada ayah-ayah. (Padahal kemarin lupa mengucapkan selamat pada papa saya…. sorry pa!) Ayahnya Riku kemarin (Minggu) pergi ke kantor dari jam 12 siang sampai 8 malam. Jadi kemarin saya harus menjadi ibu dan ayah sekaligus, padahal hari minggu. Biasanya Riku jalan-jalan ke luar rumah pada hari Minggu. Ingin sih rasa hati mengajak dia jalan-jalan, tapi aku sendiri teler banget akibat kemarinnya (Sabtu) dari pagi ada acara. Kami sampai di rumah hari Sabtu itu pukul 11:30 malam. Rasanya badan mau remuk deh. Untung waktu pulang ada teman yang mengikuti rapat juga ikut bersama sampai rumah. Jadi dia bisa bantu mengangkat Baby Car dan menggandeng Riku. Kai tertidur waktu rapat, sehingga sepanjang perjalanan pulang , sampai pukul 1 malam dia melek….dan genki… aduh!!. Riku tertidur di kereta, sehingga kita harus bangunkan dia beberapa kali di kereta untuk turun. Dan juga di taxi. Elly, teman saya itu tinggal di dekat Gunma (katanya butuh waktu 2,5 jam untuk ke Tokyo….) , sehingga dia juga harus menginap di Tokyo, karena kereta sudah tidak ada yang pergi ke arah rumahnya. Jadi ingat simbiosis mutualisma.

One Reply to “Gempa, Petir, Kebakaran dan Ayah”

  1. waah… pasti teler banget tuh..
    Isogashikatta.. *eh, bener ga sih.. sok tau aja.. wis lali aku.. hehehe…*

    Saya panggil Ayah as Papi. Dan nope.. dia bukan sosok yang menakutkan. Papi malah nggak pernah memukul, mencubit, dll dsb… Seumur hidup, dari kecil sampai sekarang… *apalagi sekarang ya.. mana tega Papi cubitin.. hehe*

    sou-sou…isogashikattayo. bener kok. Seneng ya punya papi yang manjain anak perempuannya ini hihihi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *