Nombok

17 Mar

Pasti semua pernah mengatakan kata ini, atau berada pada situasi ini ya? Kalau belum, hebat deh (atau pelit hahaha)! Menurut kamus KBBI tom·bok 1 v terpaksa menambah uang (krn belum cukup, masih kurang); 2 n uang yg ditambahkan (krn kekurangan);

Nah kemarin Senin, kata itu keluar deh dari mulutku.  Meskipun akhirnya aku sadar sesudahnya, bahwa uang bukanlah segala-galanya.

Seperti biasa hari Senin aku mengajar bahasa Indonesia di Sekolah RI di Tokyo. Kelas ini tinggal dua kali lagi, tapi karena guru yang semestinya mengajar tidak bisa, aku lagi yang menjadi substitute, guru penggantinya.

Jam 4 sore naik mobil dari rumah. Sebelum berangkat, begitu Riku pulang sekolah, aku menyuruh dia mengerjakan PR dulu. Dan dia menggerutu karena PR nya matematika dan buanyak sekali. 100 soal. Lalu aku berkata, “Ayo cepet kerjain, nanti mama belikan Mc Donald sebelum pergi ke Meguro”. Langsung semangat deh…

Jadi sebelum mengarahkan mobil ke Meguro, aku mampir dulu ke Mc D dan membeli Happy Set.. itu tuh, yang ada mainannya.Keluar duit dong….

Di tengah jalan (perjalanan biasanya memakan waktu 1 jam), aku ingin ke WC, jadi terpaksa deh berhenti di toko konbini (semacam Circle K). Kemudian aku teringat untuk membeli roti, telur dan susu untuk keesokan harinya. Memang bisa juga beli waktu pulang, tapi mumpung sudah ada di dalam toko, sekalian saja. Belanja deh jadinya, termasuk membeli snack untuk anak-anak di mobil. Keluar duit ke dua deh….

Sesampai di sekolah, masih ada waktu 1 jam 20 menit sebelum mengajar. Karena sekolah sedang dalam perbaikan, maka lobby tepat biasa kami duduk menunggu dalam keadaan kosong, tidak ada tempat duduk dan kotor berdebu. Kami harus menunggu di luar atau di dalam kelas. Bisa juga sih menunggu di mobil di lapangan parkir, tapi 1 jam??? hmmm.

Karena aku memang berniat membeli makanan jadi untuk makan malam Gen nanti di restoran Cabe yang dekat sekolah, jadi aku ajak anak-anak ke sana saja, sambil menunggu waktu mengajar, dan menunggu pesanan, nasi goreng dan kwetiau goreng. Duduk di meja restoran, anak-anak minta teh kotak dan akhirnya aku membeli mie bakso untuk Kai (Kai suka sekali mie dan hamburger bagiannya dia sudah dimakan Riku hihihi). Jadi deh makan di restoran juga… dan… keluar duit lagi deh….

Karena sudah waktunya aku mengajar, ya cepat-cepat pergi kembali ke sekolah, menaruh makanan di mobil, lalu menitipkan anak-anak pada mbak Ayu untuk dijaga. Nah… masalahnya, biasanya mereka bermain di lobby. Sedangkan lobby tidak bisa dipakai. Jadi terpaksa dibawa ke koperasi sekolah yang berada di lantai dua. And you know, koperasi sekolah itu adalah salah satu toko di Tokyo yang menjual bahan makanan dari Indonesia…. dari daging-dagingan halal, indomie, bumbu, sampai snack dari Indonesia. Tapi terus terang…. harganya relatif lebih mahal dibanding toko lain yang menjual bahan masakan dari Indonesia. Yah kalau mau belanja, hitung menghemat ongkos transport dan sedikit memberi sumbangan kelangsungan pengelolaan sekolah Indonesia di Tokyo.

Wahh tentu saja anak-anak senang sekali disuruh bermain di dalam koperasi selama 2 jam mamanya ngajar. Kai dengan seenaknya “membeli” (meminta pada mbak Ayu, yang memang sudah pernah aku katakan kalau mereka mau, ya dikasih saja, nanti aku bayar semuanya) snack berupa jelly stick. Dan mau tahu harga jelly sticknya berapa? 300 yen satu batang! waaahhh Kai kok milih yang mahal? Riku langsung marah-marah karena dia tahu harganya mahal. Tapi Kai hanya tahu jelly stick itu berwarna-warna dan dia suka! Dan ngga tanggung-tanggung deh, dia makan sampai dua, belum lagi coklat silver queen, krupuk dsb dsb.

Waktu jam istirahat, aku menjenguk keadaan mereka dalam koperasi. Langsung Riku melaporkan perbuatan Kai yang makan dan beli seenaknya.
“Mama, Kai beli jelly itu. Itu kan mahal! Riku sama sekali ngga beli apa-apa loh! Kai curang… Lihat ma, dia juga makan coklat. Aku kan juga mau…”
“Ya sudah, Riku kalau mau jelly itu juga boleh kok. Ambil saja satu ya.”
“Tapi mama nanti uangnya habis…..”
Aku menahan haru, dan peluk Riku…. “Ngga papa, kalau satu aja ngga papa kok, ambil saja Riku.”
“Makasih ya Ma…. Aku juga mau keripik ini”
“Ya sudah…ambil”

Setelah pelajaran selesai, aku menjemput anak-anak di toko koperasi dan membayar segala macam yang dibeli. Dan jumlah semua pengeluaranku hari ini bisa dibilang pak-pok (apa ya istilahnya kalau sama besarnya pengeluaran dan pendapatan? kalau mama bilang “pak-pok =equal”, bahasa Indonesianya apa ya? )Waah kalau begini setiap ngajar, bisa-bisa nombok. Dan aku harus cari jalan lain untuk menitipkan anak-anak selama aku ngajar tgl 29 nanti… mungkin terpaksa aku titipkan ke ibu mertua. Bukan karena nomboknya, tapi tidak baik juga untuk kesehatan anak-anakku, di ruang sempit begitu dan makan segala rupa snack.

Dan waktu aku menghidupkan mesin mobil, kedua anakku mengatakan:
“Ma, hari ini terima kasih ya. Menyenangkan!”
(Iya senang…karena bisa makan snack sepuasnya hihihi) “Mama juga terima kasih mau menemani mama ngajar ya…”
dan Riku berkata,”Maaf ya mama, uang mama habis…”
“Ngga papa untuk hari ini, tapi lain kali harus hemat ya”
Sambil menyetir aku juga teringat perkataan seseorang yang “menyindirku”, bahwa tidak boleh membicarakan masalah kesulitan ekonomi keluarga sebelum anak berusia 7 tahun. Lah, anak-anak juga punya mata dan telinga dong, di rumah yang sempit begini kalau papanya Riku bicara:  Pengen beli kamera ya… paling aku bilang: Ngga ada uang! Mau menghilangkan semua pembicaraan soal uang dari anak-anak? mana bisa?  Tapi ahhh… sudahlah semua keluarga (atau psikolog) punya pandangannya sendiri-sendiri.

Sambil pikir macam-macam aku melarikan mobil pulang ke rumah, dan melihat mereka berdua sudah tertidur di belakang. Setelah sampai di rumah, ketika aku menidurkan Kai di tempat tidur, dia masih tersenyum sambil memelukku berkata, “Mama arigatou”. Maniiiisss sekali……

Hari ini sebetulnya apa ya? kerja atau piknik? atau jalan-jalan bersama kedua anakku. Well…. kalaupun aku harus nombok, jika aku bisa melihat senyum dan muka ceria mereka, alangkah bahagianya aku.

Akhirnya dia datang!

3 Feb

Yang pasti Riku sudah lama menunggu-nunggu kedatangannya. Ingin sekali Riku memeluknya, menggenggamnya, dan bermain dengannya. Terbayang dirinya yang lembut menawan, putih seputih kapas. Memang “dia” agak dingin tapi kehadirannya membuat hangat di hati… paling tidak untuk Riku.

Ya, Riku sudah lama menantikan salju. Tapi siang hari Senin lalu (1 Februari) hanya hujan yang turun. Aku tahu dari ramalan cuaca, tapi aku pikir baru senja hari, jadi aku tidak mengecek apakah Riku sudah membawa payung atau tidak. Padahal sejak pukul 1 siang, hujan yang dingin membasahi bumi. Sekitar jam 2:30 kulihat keluar, hujannya tetap deras… Wah pasti Riku pulang kebasahan dan kedinginan. Jadi sekitar jam 2:45 aku membawa payung Riku dan menuju sekolahnya untuk menjemput dia. Tahu-tahu di tengah perjalanan aku melihat sosok Riku memakai payung transparan berjalan terseok-seok karena membawa tas lain, sementara tangan satunya memegang payung. Rupanya bapak pembantu penyeberang jalan yang baik itu memberikan payungnya pada Riku, begitu dia melihat Riku tidak pakai payung. Ahhh kebaikan bapak itu memang terpancar dari mukanya.

Karena toh aku sudah membawakan payung Riku, jadi kami mengembalikan payung si Bapak sambil mengucapkan terima kasih, baru pulang ke rumah. Aku masih harus bersiap-siap untuk mengajar malam ini. Ya, mulai hari ini setiap senin malam sebanyak 5 kali, aku harus menggantikan guru bahasa Indonesia di Kursus Orientasi Bahasa Indonesia (KOI) , sebuah kursus yang diselenggarakan oleh KBRI bekerjasama dengan Japinda (Japan Indonesia Association) yang diadakan di Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Karena tidak ada yang menjaga anak-anak di rumah, maka anak-anak aku bawa ke SRIT itu dan aku biarkan mereka bermain selama aku mengajar 2 jam di situ.

Untuk itu aku perlu mobil, karena sulit membawa anak-anak dan barang naik kereta dan bus sampai ke Meguro. Dan sebetulnya ini merupakan kali pertama aku menyetir mobil yang baru kami beli. Temanku menanggapi kerisauan aku mengatakan, “Kan menyetir mobil apa saja sama saja”. Ya memang, tapi tidak bisa dipandang enteng jika mobil sebelumnya adalah buatan eropa dan manual, sementara mobil yang sekarang buatan Jepang dan otomatis. Stang sign yang terbalik letaknya (kiri menjadi kanan) juga stang lampu dan wiper. Karena itu aku ingin pelan-pelan saja perginya supaya terbiasa (jangan menimbulkan kecelakaan), sehingga aku memutuskan berangkat jam 4 sore.

Dalam hujan aku menjemput Kai di penitipan, dan langsung menuju ke arah Meguro. Untung jalanan tidak begitu ramai dan kami bisa sampai jam 5 di SRIT. Sementara di luar hujan deras, aku menitipkan Kai pada Mbak Ayu dan mengajar mulai pukul 6:30. Dasar Kai manja jadi kira-kira pukul setengah 8 dia menangis dan terpaksa aku mengajar sambil menggendong dia. Kai seperti koala banget saat itu, diem nempel di dadaku.

Nah, giliran sudah selesai ngajar, jam 8:40 malam lihat ke luar mulai terlihat salju turun. Salju pertama di Tokyo pada tahun 2010. Aku sempat mencatat tahun 2008 pada tanggal 3 Februari juga turun salju, jadi salju di Tokyo turun setelah 2 tahun tanpa salju. Melihat salju mulai deras aku cepat-cepat menyuruh anak-anak naik mobil, karena aku ingin sampai rumah cepat, sebelum salju menumpuk. Terus terang aku takut menyetir dalam hujan salju karena belum pernah. Setahuku di daerah bersalju seperti di Niigata, ban mobil harus diberi rantai supaya pakem mencengkeram jalanan bersalju. Kalau tidak pakai rantai akan mudah slip.

Memang karena Meguro di dalam kota, masih hangat dan salju tidak menumpuk, tapi menjauh sedikit butiran salju semakin banyak dan deras, dan anehnya kecepatan mobil juga otomatis tidak bisa lebih dari 60 km/jam. Aku selalu senang menguntit mobil besar, karena berarti salju juga “terbawa” oleh mobil besar itu, dan aku tidak perlu “membuka” jalan. Tapi 3-4 km mendekati rumahku, mobil semakin sedikit, jalanan semakin putih sehingga aku mengurangi kecepatan dan sedapat mungkin mengerem dari jauh.

Waktu kami sampai di rumah, Gen sudah pulang dan menyambut kami dengan lega. Aku hanya sempat mengirim sms bahwa kami di tengah jalan waktu lampu merah yang cukup lama. Pesan sponsor: Jangan pernah menelepon atau menulis sms sambil menyetir. Apalahi menyetir sesudah minum minuman keras. Bahaya! DON’T DO THAT.

Pemandangan dari teras rumah kami di pagi hari pukul 6:26.... Membuat ingin kemulan terus.

Well karena sudah jam 10 malam tidak sempat bermain salju dan mau memotretpun tidak bagus hasilnya. Jadi aku sempatkan memotret pemandangan fajar, pagi hari …sudah siang sih pukul 6:26 dari apartemen kami. Atap putih semua. Dan mobil semua tertutup salju. Menurut televisi, Tokyo ditutupi salju setinggi 1 cm, tapi karena daerahku adalah desa dalam Tokyo, sepertinya sekitar 5 cm deh.

Untung saja saljunya berhenti turun waktu kami bangun tanggal 2 pagi. Aku sempat bermimpi menerima telepon yang mengatakan bahwa sekolah ditutup karena hujan salju hehehhe. Jadi tanggal 2 pagi Riku dengan gembiranya pergi ke sekolah, sementara papanya manyun karena harus pergi naik bus. Berbahaya menyetir dalam keadaan tertutup salju soalnya. Dan aku juga akhirnya membatalkan penitipan Kai untuk kemarin.

Deretan mobil di parkiran kami yang tertutup salju. Supaya tidak patah, batang wiper lebih baik diberdirikan.

Salju memang indah, dan merupakan pengalaman yang mendebarkan bagi orang Indonesia…. Tapi jika sudah banyak dan sering seperti teman-teman di daerah utara Jepang, menjadi muak setiap musim dingin tiba. Apalagi kalau salju itu sudah bertumpuk sampai setinggi langit-langit. Terpaksa harus keluar rumah dari lantai dua deh. Tadi pagi saja aku sempat sebal karena tanganku membeku waktu membersihkan kaca mobil dari salju yang sudah membeku. Akhirnya aku berdua Gen membasahi seluruh kaca dengan air hangat, sehingga Gen bisa berangkat ke kantor naik mobil lagi. Kalau jalanan sih sudah bersih dari salju dan sudah bisa lewati lagi.

Lihat betapa tingginya salju menutupi kuil. Berdiri di depan adalah kakek buyut keluarga Miyashita, harus menyerok salju dari atap supaya tidak rubuh.

Mau lihat salju? Bukalah lemari pendingan “freezer” dan di kotaknya ada seperti serutan es? Ya seperti itulah salju meskipun waktu turun memang halus. Menurut ahlinya, butiran salju (disebut kristal) yang turun itu mempunyai banyak bentuk partikel tapi yang pasti bentuk dasarnya adalah segi enam.

Kristal salju, semuanya pasti segi enam. Foto diambil dari wikipedia Jepang.