Hobi Baru

23 Mei

Kalau ditanya hobi umumnya orang akan mengatakan : baca buku, masak, makan, gowes/ jalan-jalan, dan …koleksi. Nah, kalau koleksi itu memang bisa macam-macam tidak terbatas (asal jangan koleksi pacar aja yah :D).  Aku sendiri punya koleksi macam-macam. Koleksi perangko, kartu pos, gantungan kunci,  pernah coba ikut teman yang mengumpulkan tissue hotel/restoran akhirnya dibuang, sekarang mengumpulkan koin dari negara yang pernah dikunjungi tapi kalah (jauh sekali) dengan mama.  Sekarang koleksiku tidak pernah bertambah lagi 😀

Kali ini aku ingin bercerita tentang hobi baru keluarga kami, terutama Riku. Tidak jauh dari koleksi sih, tapi cukup sulit untuk mendapatkannya. Bermula dari pelajaran menangkap kupu-kupu yang diikuti Gen dan Riku pada liburan Golden Week yang lalu, mereka menjadi rajin mengikuti acara “hunting” kupu-kupu. Kelompok yang sama (Perkumpulan Henri-Fabre Jepang) pada tanggal 15 Mei yal mengadakan hunting ke daerah Okutama, pegunungan yang berada di sebelah barat Tokyo. Kalau naik kereta dari rumahku makan waktu 2 jam. Lumayan jauh tuh.

Untung senseinya sempat mengabadikan ayah-anak berdua, maklum fotografernya ketinggalan di rumah sih 😀

Karena belum pernah pergi ke daerah Okutama inilah, maka Gen mau melihat juga apa saja obyek wisata yang bisa dikunjungi sebagai getaway kami. Jadilah aku mengantar Gen dan Riku pukul 6:30 pagi naik mobil ke stasiun terdekat rumahku. Dan berdasarkan laporan mereka, daerah pegunungan itu cukup bagus, ada sungai yang jernih, ada tempat camping dan barbekyu yang bernama American Village, dan sebuah gua wisata. Suatu waktu kami sekeluarga ingin pergi ke sana, jika cuaca dan kesehatan mendukung (masih belum sembuh benar nih).

Gen sengaja tidak menceritakan pada Riku sebelum berangkat bahwa mereka harus berjalan jauh, karena tahu Riku paling malas berjalan jauh. Tapi untunglah anakku ini bisa tahan dan mengikuti semua acara sampai selesai, dan tak lupa berpose di mana-mana (kalau ini pasti keturunanku :D)

berjalan membawa jaring, masukkan kupu yg tertangkap dalam kertas segitiga, menuliskan namanya

Dia juga berhasil menangkap jenis kupu-kupu yang jarang didapat, yang bapaknya sendiri belum pernah lihat. Rupanya memang banyak terdapat di daerah itu. Ahlinya memang jauh lebih tahu.

Jadi kupu-kupu yang ditangkap dengan jaring itu, dimasukkan ke dalam kertas parafin segitiga. Sehari sebelum ke Okutama ini, mereka pergi ke toko khusus peralatan serangga di Nakano, untuk membeli kertas parafin ini. Memang jarang sekali kita bisa dapatkan kertas parafin di toko buku/peralatan tulis di Tokyo, harus pergi ke toko khusus.

Kertas parafin segitiga berisi kupu-kupu kemudian dimasukkan ke dalam kaleng segitiga. Kadang kupu itu masih hidup sampai di rumah.

Kaleng segitiga penyimpan kupu yang ditangkap sebelum diawetkan

Nah begitu sampai rumah sedapat mungkin kupu itu langsung “dibentuk” sebelum menjadi keras. Caranya dengan meletakkan kupu diantara dua papan yang memang khusus untuk keperluan itu. Sayap kupu-kupu dilebarkan dan ditahan dengan kertas parafin yang dibuat seperti pita. Jarum pentul dipakai sebagai penahan kertas pita itu.

Membentuk kupu-kupu di dua bilah papan memakai jarum dan pita kertas

Kupu-kupu yang sudah dibentuk itu dibiarkan mengering. Kira-kira seminggu kupu itu dilepaskan dari papan dan dimasukkan dalam bingkai khusus. Hmmm mahal juga loh harga bingkai itu, ukuran sedang seharga 1500 yen (150.000 Rp). Aku sudah manyun aja kalau mereka musti beli bingkai lagi hehehe.

Bingkai sebesar itu tuh 150rb Rp hihihi.... tapi daripada dia main ngga ketahuan di mana dan dengan siapa.

Tapi aku senang melihat Riku mempunyai hobi baru ini. Dia menjadi bertanggung jawab akan koleksinya, dan sangat berhati-hati dalam mengerjakan proses sampai dengan masuk bingkai. Masing-masing kupu di dalam bingkai diberi nama, kapan/dimana ditangkapnya. Dan tentunya jika sudah penuh bingkainya, aku kupajang di dinding rumahku. (Aku ingat dulu sempat membeli kupu-kupu kering di Bantimurung – Malino dan ingin kubingkai, tapi salah membeli bingkai lukisan 😀 )

Ah, aku juga mau cari hobi baru ah…. Ada usul? 😀

Syaratnya: ngga mahal (gratis lebih bagus), ngga lama (bosenan), ngga perlu pakai kaki dan tangan sekaligus (dua-duanya tidak akan bisa bersatu di Imelda, jadi jangan suruh aku dansa 😀 ), dan ngga makan tempat (apartemenku sekecil kandang kelinci euy & ngga ada taman) …..
ada ngga yah yang memenuhi syarat  :)?

Selama ini aku ingin coba:
1. Main Wadaiko (genderang Jepang), ini capek bo… tujuannya biar kurus 😀 tapi tidak ada di dekat rumahku
2. Kaligrafi Jepang (pernah coba, ngabisin kertas dan belum ketemu guru yang mantap)
3. Keramik (ntar deh ini kalau anak-anak udah besar)

Kalau kamu ingin coba apalagi sebagai hobi (baru) ?

Sudah Dewasakah Anda?

12 Jan

Sebetulnya apa sih ukuran kedewasaan seseorang? Apakah kalau dia sudah menikah? Atau kalau sudah bekerja? Atau sudah merayakan ulang tahun sweet seventeen… buktinya kalau ultah ke 17 biasanya dirayakan (besar-besaran)? Atau mengikuti aturan negara Paman Sam yang bisa nonton bokep adalah yang berumur 21 untuk X-rated film (eh bener ngga ya?…maklum belum pernah nonton sih …. uhuy). Atau kalau sudah masuk dalam daftar pemilih untuk Pemilu? Undang-undang yang menyatakan beda anak dengan dewasa bisa dilihat di Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)  memaparkan dalam Pasal 1 bahwa anak adalah orang yang belum berusia 18 tahun. Jadi kalau berumur 18 tahun 1 hari sudah dewasa? Bahkan menurut saya umur 17 tahun sudah punya KTP, jadi semestinya patokan umur 17 tahun yang dipakai.

Lagipula dewasa itu juga tidak hanya ditentukan oleh umur. Bisa saja seorang anak sudah dewasa dalam bersikap atau kebalikannya seorang yang seharusnya sudah dewasa, masih bertingkah dan mempunyai pemikiran seperti anak-anak. Padahal sebetulnya tidak selalu bertingkah atau berpikir seperti anak-anak itu salah kan? Hanya saja agak aneh jika dilalukan oleh seorang yang bukan anak-anak.

Kenapa sih Imelda tiba-tiba bicara soal dewasa-dewasaan. Hanya satu sih sebabnya yaitu hari ini (tanggal 12 Januari 2009) di Jepang adalah hari Dewasa di Jepang. Seijin no hi 成人の日。Dan merupakan hari libur Nasional di Jepang. Tanggal Merah! Sampai dengan tahun 1999 dirayakan pada tanggal 15 Januari, sejak diberlakukan Happy Monday (2000) maka hari dewasa berubah menjadi hari Senin minggu kedua bulan Januari.

Menurut undang-undang mengenai hari libur nasional di jepang, dituliskan bahwa mendukung remaja yang menyadari dirinya telah dewasa dan berusaha hidup mandiri.  Setiap remaja yang telah berumur 20 tahun akan diundang oleh pemerintah daerah yang mengadakan upacara Hari Dewasa di tempat-tempat tertentu. Remaja Putri dan Putra akan datang ke pesta itu dengan memakai kimono atau hakama (kimono laki-laki. Kimono Furisode (berlengan panjang) dipersiapkan khusus untuk dipakai dalam upacara hari dewasa ini. Saya pernah mempunyai murid yang dibelikan kimono oleh ibunya seharga 1.000.000 yen. Memang sih kimono ini bisa dipakai lagi untuk event-event lain (meskipun jarang ada event yang mewajibkan memakai kimono) juga bisa dipotong lengannya sehingga dapat dipakai jika sudah menikah (lengan panjang khusus untuk perempuan muda yang belum menikah)

Umur 20 tahun di Jepang dinyatakan telah dewasa, dan ini berarti mereka boleh minum minuman keras (di tempat umum), boleh merokok dan boleh ikut pemilu.