Museum Pangeran Kecil

12 Jan

Pernahkah Anda begitu gembira melihat pemandangan terhampar di depan Anda, dan membuat Anda ingin kembali menjadi anak-anak? Well, kemarin Gen mengatakan begitu. Dia ingin menjadi anak-anak kembali. Tapi aku justru kebalikan, begitu aku melihat pemandangan itu, aku ingin menjadi wanita dewasa, a lady yang duduk di Terrace Cafe menikmati cappucino sambil mendengar chanson yang mengalun. Pandangan aku dan Gen memang berbeda mengenai apa yang kami lihat, padahal kami menikmati pemandangan yang sama. Mungkin karena setting dan waktu kami bertemu dengan tokoh hari ini yang berlainan.

“Le Petit Prince” yang diterjemahkan menjadi “Pangeran Kecil” dalam bahasa Indonesia (terbitan Gramedia), adalah sebuah buku karangan Antoine de Saint-Exupery. Dalam bahasa Jepang menjadi Hoshi no Oujisama 星の王子様. Buku dalam bahasa Jepang memang sudah lama kutemukan dalam rak buku kami. Yang pasti sudah 10 tahun berada di apartemen kami, selama usia pernikahan Gen dan aku. Dari covernya seperti ehon atau picture book, tapi terlalu banyak kata-kata, sehingga terus terang, tidak menarik aku untuk membacanya.

Aku tak mengira bahwa buku ini sudah diterjemahkan dalam 108 bahasa!

Aku bertemu dengan buku ini kedua kalinya, waktu Yoga meminjamkannya  waktu aku mudik bulan Februari tahun lalu. Dia sangat merekomendasikan buku ini, dan memperbolehkan aku memilikinya.

Buku “Le Petit Prince” menurut wikipedia Jepang, telah terjual 80 juta exemplar di seluruh dunia, dan di Jepang saja terjual 6 juta exemplar. Buku ini telah diterjemahkan dalam 180 lebih bahasa dunia. Menceritakan tentang pertemuan sang tokoh, seorang pilot yang sedang membetulkan pesawat dengan seorang pangeran kecil dari planet kecil.

Seperti yang telah dikatakan  Saint-Exupery dalam halaman persembahannya, dia menulis buku itu untuk seorang dewasa bukan kepada anak-anak (padahal ini adalah buku cerita anak-anak). Karena katanya, orang dewasa yang bernama Leon Werth, adalah sahabat terbaiknya di dunia, yang memahami segalanya bahkan buku anak-anak… dan dia tinggal di Perancis dengan kelaparan dan kedinginan, sehingga membutuhkan banyak hiburan. Well aku juga merasa tulisannya ini sulit. Pertama membaca tulisannya, terus terang aku tidak mengerti. Tidak mengerti jalan ceritanya. Meskipun aku menangkap beberapa filosofis pemikiran yang ada.(Karena tulisan ini tentang museumnya, maka aku tidak menulis isi buku secara detil)

Dengan berbekal cerita yang telah kubaca sampai halaman 90, dan tidak bisa kumengerti seluruhnya itu, aku memasuki “Le Petit Prince Museum”, yang terletak di Hakone, masih masuk perfektur Kanagawa, kemarin sore (11 Januari 2009). Museum ini didirikan tahun 1999, untuk memperingati 100 th hari lahir Saint- Exupery. Dan perlu kuwanti-wanti bagi yang mau ke museum ini. Bacalah dulu ceritanya, meskipun tidak mengerti. Akan lain sekali pandangan orang yang sudah pernah membaca dan hanya sekedar tahu judul saja. Dan aku beruntung sudah membacanya.

Setelah kami membayar 300 yen untuk parkir, kami langsung turun dan berpotret di depan kolam dengan patung Prince di atas planetnya. Ya, aku mengerti bahwa Prince tinggal di planet kecil dengan bunga mawarnya. Lucunya waktu itu ada seorang ibu yang sedang memotret suaminya dan bayinya. Lalu aku menawarkan untuk memotret mereka bertiga. Sebagai balasannya, kami berempat dipotret mereka. Jarang sekali kami mempunyai foto berempat.

Berfoto di depan kolam Prince dengan Planetnya

Hakone terletak di gunung, sehingga lebih dingin dari Tokyo. Dan kami bisa melihat air di dalam kolam membeku menjadi es. Yang juga membuat aku senang adalah Kai. Dia tanpa malu dan takut, jalan sana sini menyusuri tempat-tempat yang luas, yang masih berada dalam jarak pandang kami. Biasanya di Tokyo semua serba sempit, tapi di sini luas dan tidak berbahaya (pengunjungnya juga sedikit).

Kami membeli karcis, yang cukup mahal menurut kami. Untuk dewasa 1500 yen dan anak-anak 700 yen (Kai tidak membayar). Di sebelah kiri tempat penjualan tiket, kami disambut dengan taman mawar dalam lorong, yang akan membawa kami ke sebuah perkampungan di Perancis sana.

Mulai di sini kami senang sekali. Betapa sebuah pemandangan bisa membuat hati damai dan tentram. Dari pagar terlihat pohon Natal besar di tengah taman. Ada beberapa point di taman yang memberikan kesan perancis yang kental. Diselang-seling dengan patung Pangeran juga hints dari latar belakang si pengarang, Saint-Exupery. Deretan rumah bagaikan di provence itu membuatku ingin berwisata ke Perancis lagi.

Menaiki setapak berbatu menuju halaman tengah, kami ditemani alunan chanson, lagu berbahasa Perancis. Wahhh, aku jadi ingin belajar bahasa Perancis nih!(Sambil ingat ada CD learn French yang pernah kubeli dan belum dibuka).  Padahal sebelum ini aku malas berhubungan dengan segala yang Perancis. Whew, aku memang suka Eropa yang bersejarah itu.

Ada sebuah gereja di sebelah kanan taman, yang tidak kuingat muncul di mana dalam buku. Gen juga tidak ingat, sehingga kami berpendapat ini hanyalah tambahan supaya lebih berkesan alami. Patung Sang Raja, Geografer, Sang Pengusaha dan lain-lain, karakter yang keluar di dalam buku.

Setelah puas bermain di taman tengah itu, kami masuk ke gedung yang bernama “Theater du Petit Prince”. Begitu masuk kami disambut dengan model pesawat terbang berwarna merah. Kabarnya ini adalah pesawat yang biasa dikemudikan Saint-Exupery, yang di kenyataan juga pilot itu.

Kemudian kami masuk ke dalam sebuah ruangan dengan interior putih bagaikan Gurun Sahara. Kami disuguhkan film yang menceritakan tentang buku dan juga latar belakang si penulis, Saint-Exupery. Cukup dengan menonton film ini, aku merasa “terbuka”, yang tidak kumengerti di dalam buku, aku bisa melihat dengan lebih jelas. Wahhh buku itu memang BUKAN untuk anak-anak, itu filosofi hidup yang bagus untuk orang dewasa. (Believe it or not, sebelum menulis ini aku sempat mengulang membaca 108 halaman buku itu, dan gembira aku bisa mengerti apa yang tersirat dan tersurat).

(kiri – gambar “menakutkan”, dan kanan: “Gambarkan aku biri-biri”, yang aku rasa lucu kenapa pakai biri-biri ya? bukan domba terjemahannya hihihi)

Setelah menonton film tentang buku dan pengarangnya, kami mengikuti petunjuk dan menuju ke museum sesungguhnya. Di dalam museum, kami tidak boleh memotret. Sayang sekali, karena banyak yang bisa dipakai sebagai penjelasan terutama mengenai perjalanan sang Pengarang yang mati muda itu. Kami bisa melihat bagaimana kantor dan tempat tinggalnya di gurun Sahara, di Buenos Aires, waktu perang dunia, waktu Hitler berkuasa, bagaimana kehidupannya di Perancis, buku-buku yang telah dikarangnya, pameran gambar-gambar yang telah dilukisnya, dan terakhir showcase buku Le Petit Prince yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Dan aku merasa sedih, tidak ada terjemahan bahasa Indonesia. (Tapi yah sulit juga kalau mau memamerkan 108 bahasa yang ada).

Keluar dari museum, kami kembali mengelilingi kompleks, dan melihat detil-detil tempat yang berada dalam buku. Dan kami keluar sampai ke taman dengan pohon Natal yang sebelumnya kami lihat melalui pagar. Di sebelah kanannya terdapat restoran Perancis, yang konon masakannya terkenal enak. Sayang sekali kami sudah kenyang karena sudah makan siang di tempat lain. (Untung juga sih karena biasanya makanan perancis itu mahal dan tidak mengenyangkan hihihi). Persis di sebelah restoran terdapat toko souvenir untuk oleh-oleh. Dan seperti biasa, memang pengunjung “digiring” untuk melewati toko souvenir, dan “digoda” membeli barang-barang dengan karakter Prince. Tapi…muahal, sehingga akhirnya Gen menyerah tidak membeli apa-apa. Kalau aku? Beli dong, yang termurah, yang masih kurasa berguna.

Keluar dari Toko Souvenir sudah gelap di luar. Taman depan diterangi oleh illuminasion, lampu-lampu yang menghias taman. Well, kami amat sangat terhibur dengan perjalanan hari ini. Apalagi Gen, sampai dia berkata, “Seandainya jalanan sampai Tokyo macet berkilo-kilo pun tidak apa. Aku merasa puas sekali hari ini”. Dan sambil tersenyum kami pulang ke apartemen kami yang hangat…. dalam waktu kurang dari 3 jam.(tidak macet dan ditambah makan malam di tengah perjalanan)

Tulisan ini seharusnya adalah bagian ke tiga dari perjalanan kami kemarin. Ada lagi dua tempat yang kami kunjungi sebelum ini, tapi aku sendiri sudah tidak sabar untuk menuliskan tentang Pangeran Kecil pembawa magic ini untuk sahabatku Yoga yang sudah memperkenalkanku padanya, juga untuk Koelit Ketjil yang sedang memvisualisasikan cerita Pangeran Kecil bersama anak-anak korban gempa. Supaya adil, aku juga menuliskan ini untuk Kika Syafii, yang aktif dalam program healing anak-anak korban gempa. Kami mau semua anak-anak korban gempa…. BERGEMBIRAAAAAA….

On ne voit bien qu’avec le cœur, l’essentiel est invisible pour les yeux. (Seseorang hanya dapat melihat dengan sebaik-baiknya melalui hatinya, karena yang terpenting dalam kehidupan tidak terlihat oleh mata.)


Hari ke 4 – Grand Indonesia n others

19 Feb

Waktu saya masih di Tokyo, saya menghubungi Yeye, kakak kelas di Sastra Jepang. Meskipun beda angkatan aku dan Yeye lumayan akrab, selalu mengirim berita dan pasti ketemuan kalau saya ke Jakarta. Juga ada teman seangkatan yaitu Yati dan Susi yang selalu menyempatkan menyediakan waktu untuk bertemu biarpun sebentar. Dan waktu saya tanya mau bertemu di mana? Yeye langsung bilang Grand Indonesia aja. Wah aku belum pernah ke sana, so kesempatan bagus deh.

Tadinya janjian ketemu jam 11, tapi karena Susi tidak jadi ikut, diubah jadi jam 11:45. Dan hari ini aku bawa Riku dan Kai beserta mbak Lia. Waktu naik taxi, Kai udah mulai ngantuk, dan tertidur. Tapi begitu sampai, karena kita pindahkan dia ke baby car nya, jadi dia terbangun deh. Ternyata kita salah turun, Jadilah kita musti jalan jauuuuh banget sampai di tempat janjian yaitu depan seibu/starbuck.

Hmmm gedung yang bagus, dengan gerai-gerai mahal. Kok Indonesia (baca jakarta) menuh-menuhin tanahnya dengan ginian sih? Selain menciptakan pola konsumtif juga seakan membuat jenjang pengunjung lebih lebar lagi. Saya mah ngga tertarik deh dengan toko-toko kayak gini. (emang pada dasarnya ngga suka window-shopping sih…apalagi shoppingnya)

Setelah ketemu Yeye, kita naik elevator sampai lantai 5, ke tempat mainan Fun space. Langsung Riku kegirangan. Dia bilang aku mau main. Dan kelihatan si Kai juga sudah ngantuk berat, jadi aku belikan Riku tiket untuk bermain, sementara mbak Lia jagain Kai yang sudah ketiduran san liatin Riku. Mamanya jadinya bisa jalan cari makan deh.

Oleh Yeye, diajak makan Lontong Cap GoMeh dari Sate Senayan Express. Katanya yeye, ini menu special cuman sampai akhir bulan ini saja. Mungkin dalam rangka Imlek ya? Ya akhirnya kita bertiga pesan menu special ini. Enak juga. Cuman kayaknya aku sering liat juga di Satay House Senayan dekat rumah. Jadi apa specialnya? Apa cuma beda di pakai telur atau tidak pakai telur? hihihi

Selesai makan, kekenyangan jadi ngga bisa makan dessert apa-apa, meskipun ditawari Yeye makan Cendol duren… hmmm duren kan aku alergi, meskipun tempting juga. So tanpa nambah desert, kita berlalu dari food court itu, kembali ke tempat bermain. Pas kita sampai di situ lihat Riku berbicara dengan mbak penjaganya. Ngga tau dia bicara apa, meskipun Yeye sempat tanya ke mbaknya, tuh anak tadi bicara bahasa apa? hehehhe

Wah riku bener-bener menikmati harinya. Naik macam-macam, sampai sempat ditemani tante Yati. Temenku yang satu ini emang suka anak kecil sih. Sampai ikutan naik kereta api segala hihihi.

Sambil nunggu Riku main, aku sempatkan pergi ke Toilet. Oh ya lantai ini disetting dengan nuansa Jepang. Jadi ada bunga sakura, rumpun bambu Jepang dan taman Jepang. Karena memang di sekitarnya banyak restoran Jepang. Sempat sih Riku mau masuk ke Kaiten Sushi,  itu loh sushi yang muter-muter di ban jalan hehehhe. Tapi begitu lihat areal bermain, lupa deh dia untuk makan.

Tuh kan, lupa ceritakan tentang toiletnya. Jadi karena di Zona Jepang, maka toiletnya juga bernuansa Jepang deh. Dimulai dengan gambar kokeshi (boneka kayu jepang) di pintu masuk …. yang dilatarnya ada tulisan kanjinya JOSEI 女性 TAPI TERBALIK ahahahaa…. rupanya waktu nyetak berhubung ngga bisa baca kanji, jadi upside down deh. Yang herannya kok ngga ada yang sadar ya management gedungnya? Atau sudah sadar tapi malas buat baru lagi?

Masuk ke toilet wanita langsung disambut dengan interior bambu, dengan bilik-bilik terbuat dari bambu. Detilnya bagus juga, karena waktu aku liat ke langit-langit, di atas juga dipakai anyaman tikar. Yang bagus memang wastafelnya. Basinnya terbuat dari batu, dengan keran memakai bambu yang runcing ujungnya. Mengingatkan pada upacara minum teh. Dan detil kerannya cukup menyatu dengan bambunya. Di sisi kiri kanan cermin dihias dengan bambu. Nice!

(kiri: yeye-ime-yati , kanan: ime-yati-riku)

Bosan bermain di zona yang sama,  Yeye yang expert dengan GI ini mengajak Riku pindah ke zona padang pasir, sementara Kai yang tertidur dan mbak Lia tunggu di Zona Jepang. Tante Yati menawarkan menemani Riku bermain, sementara itu aku dan Yeye pergi ke Gramedia. Well, memang besar spacenya di sini. Setelah beli kertas untuk gambar pesanan Riku, kita turun ke lantai bawahnya untuk melihat buku bahasa Indonesia.

Melihat di rak buku dan novel populer, aku baru sadar apa yang dibicarakan Yoga dengan Beni and Mice. Ternyata aku punya Lagak Jakarta 1-2, tapi tidak sadar penulisnya adalah Beni and Mice itu hihihi. Memang harus lihat langsung ya.

Kemudian lihat di bagian novel-novel dan aku hanya beli 3 buku, yaitu “Bilangan Fu” nya Ayu Utami, “Roro Mendut”nya YB Mangunwijaya, dan “3 cinta 1 pria” nya Arswendo Atmowiloto. Ngga janji deh kapan bisa baca.

Setelah selesai dari Gramedia itu, kita jemput Riku dan ajak pulang (soalnya mamanya ngantuk karena kekenyangan heheheh). Karena Riku belum makan, aku beli kentucky saja untuk makan di rumah. Buat Riku dan sepupu dia yang 3 orang itu. Mereka berempat dengan “damai” makan kentang dan ayam setelah kami sampai di rumah.

Begitu buka YM langsung mendapat berita dari Yoga, bahwa dia sudah tahu letak Barcode ancer-ancernya di mana, dan setelah pulang kantor akan jemput aku untuk survey bersama. Memang waktu hari Senin sudah janjian untuk bertemu hari Rabu karena dia mau ajak aku makan bakwan di Teebox. Jadi jam 6 lebih sedikit, Yoga sudah menjemput, dan dengan taxi yang sama kami langsung ke Teebox. Terpuaskan deh makan bakwan. Dan untung bakwan menunya, soalnya perutku masih kenyang sebetulnya heheheh. Kalau misalnya disuruh makan nasi atau lainnya mungkin aku akan pass saja.

Ngobrol ngalor ngidul, akhirnya kita keluar dari teebox dan naik taxi lagi menuju Kemang. Tujuannya Barcode deh. Barcode ini letaknya sesudah hotel Gran Kemang, di sisi kanan jalan. Ada semacam mall yang namanya La Codefin. Barcodenya sendiri terletak di lantai 3. Bagus juga sih, kesannya seperti berada di deck, ruang terbuka, dan di pinggiran bisa melihat pemandangan ke jalan Kemang Raya di bawah dan di kejauhan gedung-gedung tinggi jakarta. Tapi ini memang harus dilihat di sela-sela tanaman dan lampion yang menghias sekeliling lantai 3 ini.

Karena tujuannya survei, jadilah aku tanya gono gini sama petugas yang ngantar kami. Selain di open space, ada bangunan yang dinamakan Barcode Club. Semacam tempat melingkar dengan panggung untuk DJ. Di sisi tembok terdapat semacam sekat-sekatbertirai merah beludru dengan sofa. Memang sih kapasitasnya paling banyak 10 orang, tapi di ada satu  sudut yang bisa digabung untuk 20-an. Berlainan dengan open space di sini lebih tenang, sepi karena sebetulnya sebelum jam 10 malam hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang sudah reserve. Hmmm tempting juga tempat ini.

Selanjutnya tinggal coba makanan, dan melihat menu. OMG, aku sudah ngga bisa makan lagi, jadi terpaksa kita pandangi menu saja. Dan akhirnya pesan es pisang ijo (desert dari makassar) untuk dimakan berdua dan es cappucino. Iseng-iseng sambil ngobrol, saling memotret, tapi kayaknya tidak ada yang layak untuk ditampilkan di sini hehehe. (jadinya tampilkan foto lilin yang ada di meja, dan pintu masuk WC Barcode untuk WC wanita…. saru deh gambarnya. Tadinya mau ambil versi WC Prianya, tapi takut disangka mau ngintip heehhe)

Jam 9 akhirnya kami berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Terima kasih ya Yoga, sudah temani saya survey tempat.

Eeee sampai di rumah kedua unyilku belum tidur. Dan maunya bobo dikeloni mamanya. Jadi belum jam 10 udah ketiduran deh saya. meskipun akhirnya terbangun jam 11:30 sampai menulis blog ini jam 2:30. Waktu bangun jam 11:30 itu, nyalakan komputer, dan kaget menemukan blog saya tidak ada!. Yang ada hanya suatu thema yang memang pernah saya install, dan tulisan, What you are searching of is not found! PANIK deh… Bagaimana ini…kalau semua tulisanku hilang. Langsung telpon Marten, dan dia baru bisa buka komputer pagi-pagi. Katanya mungkin server sedang memindahkan hosting, lalu ada yang tidak terikut. Masalahnya saya buka cpanel juga ngga ngerti musti ngapain hihihi. So harus bersabar tunggu sampai pagi. Tapi setelah telepon aku tutup, aku pikir tanya saja dulu pada mas Ray Asto, si pemilik hosting di YM. Untung saja beliau online….. dan setelah menjelaskan bla bla bla, periksa C panel, kutak kutik dikit …. VOILA! sembuh deh. Tapi mas Ray Astonya bilang, “Jangan tanya saya apa kesalahannya, karena saya cuma memperbaiki beberapa script saja. Jadi tidak tahu sumber masalahnya di mana” heheheh. No problem deh, yang penting udah sembuh. Cuman sekarang aku musti belajar untuk buat backup database secara berkala.  Well hari ini tanggal 18 Februari merupakan hari yang sibuk, sibuk jalan, sibuk makan, dan sibuk blogging hehehe. Tapi saya senang sekali karena tadi sebelum tidur, Riku berkata, “Mama terima kasih ya hari ini, aku senang sekali bisa bermain sepuas-puasnya”. Your welcome, my lovely beloved son!