Selamat Tinggal

13 Jan

Mentang-mentang hari ini adalah hari terakhirku berusia 44 tahun, aku mau menuliskan “Selamat Tinggal” kepada si 44 yang telah menemaniku selama ini. Banyak yang telah terjadi dalam satu tahun yang telah lewat, termasuk yang paling besar pengaruhnya pada diriku yaitu kehilangan mama. Kalau tahun lalu mama masih menyelamatiku di telepon, tapi tahun ini aku tak bisa mendengar suaranya lagi. Ya, hampir satu tahun mama dipanggil Tuhan, tapi rasa kehilangan itu masih ada dan pasti terus ada. Kenangan tentang mama akan selalu berada dalam hatiku.

Setelah hari Sabtu aku beristirahat di rumah karena aku kurang enak badan, siang tadi kami berangkat dari rumah pukul setengah dua siang. Kami janji untuk bertemu bapak dan ibu mertuaku di rumah mereka di Yokohama. Ini merupakan kunjungan pertama kami ke rumah mereka pada awal tahun karena kami melewatkan tahun baru di Jakarta. Bukan, bukan untuk menagih otoshidama atau angpao :D, karena anak-anak malah sudah menerima angpaonya sebelum pergi ke Jakarta. Tapi merupakan kewajiban kami untuk sowan kepada orang yang lebih tua, bukan?

Pintu utama Jalur Toyoko, Stasiun Shibuya

Untuk pergi ke rumah mertua, jika tidak naik mobil, kami harus melewati stasiun Shibuya. Stasiun yang ketiga atau keempat terbesar dalam jalur Yamanote line setelah Tokyo, Ueno dan Shinagawa. Dan dari Stasiun Shibuya kami harus menaiki jalur Toyoko Line. Stasiun dan jalur kereta yang akrab denganku karena sejak aku datang ke Jepang 20 tahun yang lalu, aku selalu menggunakan jalur kereta ini. Dulu aku tinggal di 4 stasiun sesudah stasiun Shibuya.

Dan kami memang harus mengucapkan “Selamat tinggal” kepada stasiun Shibuya, jalur Toyoko Line ini. Karena pada bulan Maret nanti stasiun ini akan ditutup, dimusnahkan. Karena jalur Toyoko Line akan disambung dengan jalur Fukutoshi Line yang bersambung dengan Yurakucho Line, sehingga stasiunnya akan dijadikan satu di bawah tanah, tidak perlu berhenti di atas, di stasiun yang biasanya. Karena itu Gen ingin sekali mengajak kami semua untuk melihat stasiun itu terakhir kali dan mengambil foto. Sedih juga melihat pemandangan yang telah akrab di mata ini akan hilang untuk selamanya. Tapi semua tidak ada yang abadi, baik yang bernyawa apalagi yang tidak bernyawa. Sedangkan umurpun tidak statis, dia akan bertambah terus dan akhirnya…. berhenti suatu waktu.

Selamat tinggal usia 44th juga stasiun Shibuya. Terima kasih kenangan selama ini. Semua akan tersimpan dalam hati dan pikiranku, sampai aku mati tentunya.

Imigrasi

12 Jan

Aku sampai kembali ke Tokyo tanggal 8 Januari yang lalu. Pesawat ANA yang kutumpangi mendarat tepat waktu, sekitar pukul 6:40 pagi. Cuaca agak mendung dan dingin… tentu saja. Aku memang sudah memakaikan anak-anak down jacket yang ringan dan aku sendiri sudah memakai baju thermal di bawah baju yang kupakai. Takut jika tidak persiapan sejak di pesawat, kami akan masuk angin.

Karena kami duduk di nomor 17, kami bisa cepat keluar dan menuju imigrasi. Sebagai warga asing yang permanent resident, aku harus pergi ke barisan khusus, bukan w.n. asing, bukan juga w.n. Jepang. Tapi memang di bandara Narita itu counter imigrasinya banyak, dan mereka langsung buka barisan baru jika terlihat antrian sedikit saja. Semua counter dilengkapi dengan camera untuk pas foto dan scanner sidik jari, jadi meskipun di barisan orang Jepangpun, aku masih bisa dilayani. Sehingga urusan imigrasi bisa selesai tidak lebih dari 5 menit.

Aku memang tidak boleh mengeluh atas kondisi negara kita. Tapi kalau melihat sikap kita menerima “tamu” di bandara, rasanya kesal itu tak tertahankan.

Seperti pernah aku tulis, aku mendarat tgl 22 Desember di bandara Cengkareng, Jakarta. Pesawat tepat waktu, dna kami bisa langsung keluar dengan lancar. Karena aku harus mampir mengurus visa on arrival untuk anak-anakku, maka adikku Tina langsung menuju imigrasi untuk orang Indonesia dan mengurus koper. BUT dia harus menunggu lamaaaaaa sekali, hampir satu jam.

Waktu kami sampai di tempat visa on arrival, seperti biasa kami harus membayar $25/orang untuk 30 hari kunjungan. Setelah itu semestinya kami dilayani oleh petugas imigrasi yang terletak di sebelahnya. TAPI ternyata waktu itu tidak ada satu petugaspun di situ, dan rombongan orang-orang asing ini DISURUH langsung ke antrian imigrasi untuk orang Indonesia. Jadi dong terjadi antrian mengular di tempat orang Indonesia. Setelah menunggu dalam antrian, aku melihat keanehan yang terjadi waktu beberapa orang asing di antrian depanku, DIUSIR begitu saja oleh petugas dan disuruh kembali ke tempat untuk orang asing. Tidak dijelaskan apa-apa, sampai waktu giliranku, aku tanya kenapa? Ternyata dia tidak mempunyai kertas visa untuk orang asing, jadi dia bisa menyelesaikan proses arrivalku, tapi tidak untuk kedua anakku dan aku harus kembali ke tempat orang asing. Langsung aku bilang, “Tadi itu tidak ada orang pak. Apakah sekarang ada orang? Saya tidak mau bolak-balik dengan jarak cukup jauh begini dengan dua anak loh. Dan kenapa tidak diberitahu ke semua orang asing yang ada di belakang saya. Jelaskan dong, kasihan mereka tidak tahu. Jangan diusir-usir seperti anjing. Kan mereka tidak ngerti!”

Tapi tentu saja beliau diam saja, akhirnya aku teriak kepada orang-orang asing di belakangku dalam bahasa Jepang dan Inggris bahwa kita harus kembali ke tempat semula. Dan mereka semua mengikutiku kembali. TAPI waktu kami ke tempat itu sudah terjadi antrian yang panjang, kebanyakan orang Italia, penumpang pesawat sesudahku. Aku langsung antri di belakang mereka, dan menunggu giliran. Petugas HANYA DUA (dari 3 loket dan tengah-tengah satu petugas meninggalkan loket karena KEHABISAN Kertas visa 🙁 )! ampuuun deh. Semua orang Jepang di belakangku mulai ngedumel. MALUUUU sekali aku sebagai orang Indonesia 🙁 Mbok yo ada pengumuman, atau… ada permintaan maaf (kalau di Jepang pasti sudah bungkuk-bungkuk minta maaf). Tapi ini tidak ada sama sekali 🙁 Ya sudah aku terpaksa sabar, tapi aku tidak bisa menghubungi adikku yang sudah di luar. Sambil usah terus, aku melihat banyak sekali kekacauan tentunya. Ada satu orang Italia yang memaki-maki petugas karena… dia sudah ketinggalan pesawat. Memang, peljaran untuk semua orang kalau musti naik conecting flight, usahakan ada rentang waktu minimum 3-4 jam. Aku pernah ditawarkan oleh maskapai Singapore naik conecting flight dengan rentang waktu 2 jam, tapi aku tolak. Aku katakan aku tidak mau ambil resiko, dan aku tidak mau berlari. Itu maskapai Singapore yang terkenal, apalagi kalau maskapai kita yang terkenal “rubber time”nya hehehe. Dan teman adikku yang waktu itu bersamaku mengatakan dia pernah harus menginap di Jakarta atas biaya Garuda, karena tidak keburu untuk tukar pesawat. Mubazir kan?

Aku malu, aku malu, aku malu! Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Orang kita tidak tahu keadaaan penyambutan tamu asing, karena tidak pernah berurusan dengan imigrasi (terkecuali kasus TKI deh). Paling sedikit tolong dong beri pengumuman dalam bahasa Inggris. Ini seakan-akan mereka sama sekali tidak berusaha memakai bahasa Inggris (semua pakai bahasa Indonesia). Tanda-tanda penunjuk juga kurang, dan tidak tahu bahwa harus “beli” kwitansi 25dollarnya dulu sebelum mengurus visa, dipikirnya sekaligus. Ah, bagaimana bisa negara kita menarik wisatawan kalau begini. Di pintu gerbang masuknya saja tidak disambut semestinya. Apalagi sesudah pintu gerbang harus menghadapi kemacetan atau perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan. Setidaknya image pertama, yang diterima begitu mereka mendarat, bisa membuat mereka mempunyai keinginan untuk datang kembali ke negara kita bukan?

Selama ini aku paling kagum pada imigrasi Hongkong. Tanpa mesti menulis kertas apa-apa untuk visa on arrival, prosesnya begitu cepat, tanpa tanya macam-macam juga. Aku hanya bisa berharap (terus) supaya negara kita bisa lebih baik dan ramah terhadap pendatang.

Ayam Goreng

11 Jan

Baru kemarin malam aku melihat sebuah iklan di TV, dari waralaba ayam goreng terkenal milik seorang Kolonel 😀 Katanya ada rasa baru di gerai itu dijual rasa baru : Amakara kari-kari chicken yang kalau diterjemahkan langsung jadi Ayam Kriyuk Pedas Manis! Tergoda oleh penampilan ayam yang dimakan artis cantik itu, seakan enaaaak bener, aku langsung bilang, “Mama mau!”. Padahal aku sempat heran juga kok musim dingin mengeluarkan ayam pedas. Biasanya mereka mengeluarkan ayam pedas itu waktu musim panas saja.

karikari

Tadi siang sesudah mengajar, aku pikir mau membeli ayam goreng itu untuk lauk makan malam saja. Tapi …apa benar enak? Untung saja aku cicip dulu sebelum membeli yang banyak. Ternyata…. aneh bin ajaib untukku :D. Lebih banyak manisnya daripada pedasnya. Hmmm seperti ayam tepung diberi madu hihihi. Langsung deh batal beli yang banyak. Itulah akibat termakan iklan TV. Abis di TV kelihatannya enak bener dan warnanya merah-merah gitu kan…. pas lihat aslinya, loh kok pucat gini 😀

Tapi aku ada satu cerita lagi tentang Ayam Goreng. Mungkin kalau aku katakan ayam goreng, semua akan membayangkan ayam K*C itu, tapi ayam goreng yang disebut karaage di Jepang itu lebih menyerupai nugget. Jadi tanpa tulang. Bedanya karaage itu mempunyai lapisan kulit yang kriyuk juga. Dan untuk membuatnya sebetulnya mudah sekali, meskipun memang ada berbagai macam resep. Ada yang pakai lemon, atau jahe atau daun bawang dsb. Aku sih cukup diberi lada garam dan kecap asin, kemudian dilapis tepung kanji lalu digoreng. Dan biasanya aku potongnya kecil-kecil supaya lebih banyak bagaian yang crispy.

Ada seuatu cerita yang termasuk dalam Kamus Keanehan Jepang, sebuah acara TV yang mengumpulkan keanehan-keanehan di seluruh Jepang. Kemarin dulu aku menonton suatu keanehan yang berhubungan dengan karaage ini.

Sepasang suami istri membuka sebuah rumah makan dengan andalannya adalah nasi+ ayam goreng karaage ini. Ayam gorengnya cukup terkenal karena enak dan murah. Tapi sang istri yang melakukan pembukuan menemukan bahwa mereka bisa terancam bangkrut karena pengeluaran dan pemasukan tidak balance. Di antara suami istri itu memang ada semacam perjanjian, suami bertanggung jawab untuk memasak di rumah makan, dan istri melakukan pembukuan dan masing-masing tidak boleh mengganggu ranah yang lain. Istri akhirnya demi menyelamatkan perekonomian keluarga terpaksa menaikkan harga makanan di rumah makannya. Waktu si suami tahu bahwa pelanggan terpaksa harus membayar kenaikan harga, suami merasa kasihan pada pelanggan sehingga dia memutuskan untuk membuat ukuran ayam gorengnya lebih besar lagi.

Tentu saja akhirnya istrinya juga menemukan bahwa mereka bukannya untung dengan kenaikan harga kok malahan merugi, terpaksa dia menaikkan lagi harga masakan mereka. Begitulah terus menerus selama bertahun-tahun, sehingga akhirnya sampai ayam goreng itu terlalu besar untuk bisa ditaruh dalam piring dan terpaksa suami “berhenti” membuat ayam yang lebih besar lagi. Hanya gara-gara “miskomunikasi” dan tidak adanya kompromi dari suami istri tersebut, rumah makan itu terkenal dengan “Karaage Raksasa” sampai sekarang. Dan waktu diwawancara, suami istri yang sudah menjadi sepuh itu mengaku bahwa sudah tidak bisa lebih besar lagi 😀 Coba lihat fotonya, ini satu set nasi dan karaage untuk satu orang loh 😀 Kalau di keluargaku itu pasti sudah untuk berempat hehehe.

Set karaage dari rumah makan Miyagawa di prefektur Nagano. harganya 1050 yen atau sekitar 120ribu rupiah. Gambar diambil dari http://tabelog.com/nagano/A2006/A200601/20001793/dtlphotolst/P9587076/?ityp=1

Aaahhhh gara-gara membicarakan ayam goreng, aku jadi ingin makan Ayam Goreng Suharti. Waktu mudik 2 minggu kemarin belum sempat makan 😀 (Ngga terlalu nge-fans sih, tapi kadang-kadang kangen 😀 ).

Kamu suka ayam goreng?

 

Canggih!

10 Jan

Sudah 20 tahun aku tinggal di Jepang, dan melihat banyak kecanggihan orang Jepang dan terbiasa dengannya. Ada satu hal yang membuat aku sadar waktu Natal kemarin pulkam sebentar. Yaitu waktu di Bandara aku ke wc dan mau cuci tangan. Loh kok tidak keluar airnya? Tentu saja! Karena aku hanya mengulurkan tangan di bawah keran, tanpa memutar keran. Terbiasa di Jepang hampir semua keran di fasilitas umum itu otomatis. Memakai sensor sehingga air akan keluar hanya dengan mendekatkan tangan ke keran. Dan saat itu aku berkata, “Welcome to Jakarta mel”.

Hari ini mau posting pendek saja deh, masih capek pulang kerja pertama di Tahun Baru. Tidak terbiasa jalan lagi di dalam udara dingin, sehingga badan meriang dan kepala pusing. Apalagi katanya hari ini angin memang kencang dan dingin di Tokyo, dengan prakiraan max 8 derajat. Kalau di bawah sinar matahari sih masih mending….

Kecanggihan yang ingin kuperkenalkan kali ini adalah usaha merubuhkan sebuah hotel di pusat Tokyo. Jika teman-teman pernah perhatikan di televisi. Biasanya orang merubuhkan bangunan pasti dengan memakai alat berat seperti shovel car, atau kalau bangunannya besar memakai bahan peledak…. boooommmm!

Nah, di daerah Akasaka ada sebuha hotel yang terkenal dengan nama AKAPURI, singkatan dari Akasaka Prince Hotel. Aku pernah beberapa kali mengikuti acara di sana, dan hotel ini memang termasuk hotel tua karena dibuka tahun 1955. Hotel berlantai 40 setinggi 140 meter itu sesudah Gempa bumi Tohoku pernah menampung 788 pengungsi, sampai ditutup tanggal 30 Juni 2011. Tentu saja hotel ini ditutup karena sudah merasa “kuno” dan di tempat yang sama akan dibangun komplek apartemen/hotel yang lebih canggih lagi. Lokasinya memang bagus sih.

Nah masalahnya bagaimana merubuhkan hotel dengan 40 lantai, tanpa memakai bahan peledak? Nah di sini canggihnya. Jadi, perusahaan Taisei yang bertugas merubuhkan hotel ini, memakai cara unik, yaitu “memotong” bagian lantai atas tiap 10 hari 2 lantai. Sehingga tingginya akan menciut, sampai yang tertinggal adalah lantai teratas dan lantai bawah dan … habis semua pada bulan Mei 2013. Dimulai tanggal 13 November, pada tanggal 8 Januari kemarin sudah berkurang 30 meter tingginya dari 140 meter hotel aslinya.

Cara “pemotongan” lantai ini dilaksanakan karena ingin mengurangi debu dan suara yang keluar dari pembongkaran bangunan yang begitu besar (mengurangi polusi). Bahkan kalau tidak memperhatikan atau tidak tahu proyek ini, orang yang lewat di dekatnya bahkan tidak sadar bahwa sebetulnya hotel itu sedang menciut. Memang sih kalau memakai bahan peledak, resikonya besar sekali karena letaknya di pusat kota. Canggih ya? Cuma pasti biayanya tidak sedikit tuh…..

(Sumber data dan foto dari http://ajw.asahi.com/article/behind_news/social_affairs/AJ201301090049)

 

 

Rasa Baru & Edisi Terbatas

9 Jan

Horreee…aku sudah kembali ke rumah di Tokyo! Dan berarti kembali pada kesibukan utamaku sebagai… pembantu dan ojek sepeda 😀 Banyaaaaak sekali cerita yang akan aku tulis, tapi tentu saja tidak bisa sekaligus. Juga kadang aku bingung untuk mulai dari mana. Jadi sabar ya hehehe.

Senin, 8 Januari 2013. Sambil membereskan koper, aku menyiapkan makan malam. Karena siangnya sudah makan rendang, bingung juga malam hendak masak apa. Di kulkas tidak ada bahan yang cukup. Sedangkan Riku maunya makan sushi…. Tapi aku malas keluar rumah karena dingin, apalagi Gen yang sudah kurang tidur karena harus menjemput kami jam 7 pagi di Narita. Jadi aku bongkar koper deh, dan menemukan ini:

Indomie Cabe Ijo

Memang aku membeli Indomie rasa baru ini pada hari Minggu, sehari sebelum aku pulang. Tidak seperti biasanya aku belanja cukup sedikit untuk ukuranku. Karena aku tidak mau menambah jumlah koper yang ada, meskipun sebetulnya aku masih bisa sih membawa 1 koper lagi (=23 kg lagi). Belanja secukupnya saja. TAPI aku mengambil 20 bungkus Indomie rasa Cabe Ijo karena si @Pitoist bilang jumlah yang beredar sedikit sehingga agak sulit carinya. Maksudku, aku mau coba dulu sebelum masuk koper, kalau enak masuk semua, tapi kalau tidak enak ya aku tinggal saja di rumah Jakarta 😀 Jadi begitu pulang dari Carrefour aku minta mbak Anna, asisten rumahku itu untuk masak. Dan rasanya not bad lah. Demikian pula kesan Gen waktu semalam aku masakkan satu bungkus. “Pedes yaaaa!” Kata dia. Cuma aku agak ragu dengan warna “ijo” nya si cabe, kok sepertinya tidak wajar ijonya hehehe 😉 . Yah cukuplah untuk kali ini aku hanya membeli rasa yang baru ini saja, padahal biasanya aku beli berbagai macam rasa loh.

Memang setiap perusahaan yang inovatif biasanya mengeluarkan rasa-rasa baru untuk menarik pembeli lebih banyak lagi. Semakin banyak terjual semakin untung bukan? Tapi kadang kala penuh resiko karena bisa saja bukannya malah laku, tapi merugi karena onglos produksi lebih mahal. Nah, tadi malam aku terbangun pukul 1 malam JST dan lapar. Jadi aku buat sup cangkir yang diberikan ibu mertua. Di kotaknya tertulis Clam Chowder, tapi waktu aku masukkan air panas… loh kok warnanya oranye seperti sup tomat? Mustinya Clam Chowder itu kan putih. Rupanya yang terambil olehku itu adalah extra, tambahan yang dimasukkan dalam kotak dengan rasa sup krim udang. Mungkin perusahaan itu sedang mencoba mempromosikan dengan memberikan sample rasa sup yang baru diproduksi. Rasanya? Hmmm aneh sih, mungkin karena aku tidak begitu getol makan udang ya. Yang pasti, meskipun dijual, aku belum tentu mau membelinya.

sup krim udang

Ada banyak rasa baru dalam produk-produk makanan di Jepang (tentunya di Indonesia juga). Aku biasanya membeli untuk mencoba. Kalau enak ya beli lagi, kalau tidak enak ya stop sampai di situ saja. Aku memang suka mencoba rasa-rasa baru, selama masih edible 😀 Dan sering kali rasa-rasa baru itu dijual untuk jangka waktu tertentu saja, limited edition 期間限定 kikan gentei. Edisi terbatas. Atau ada juga yang dikeluarkan oleh daerah-daerah (perfektur di Jepang) tertentu saja, sehingga kalau mau mencoba harus membeli di daerah itu, atau minta tolong orang belikan, atau lewat internet. Di sini disebut sebagai Chiiki Gentei 地域限定. Dan memang orang Jepang itu suka sekali memburu makanan/barang yang terbatas-terbatas seperti ini. (Sepertinya Imelda sudah mulai jadi orang Jepang :D)

Kitkat limited edition (seasonal and regional)

Aku sempat membeli beberapa kitkat dengan beraneka rasa lewat internet. Ada yang edisi terbatas musim dan ada yang terbatas daerahnya. Memang perlu modal besar untuk mengumpulkan rasa-rasa ini karena satu kotak berisi 12 mini itu harganya sekitar 100.000 rupiah. Dan aku berikan untuk saudara-saudara kandungku dan sahabat terdekat saja masing-masing satu mini berbagai rasa. Limited person only. Untuk kalangan terbatas deh 😀 Aku sendiri belum coba semuanya, meskipun aku bawa pulang kembali satu set. Waktu aku tanya apa Gen mau coba dia bilang, “Aku lebih suka yang classic!”. Classic = coklat tanpa tambahan rasa-rasa lain alias coklat (bitter sweet) tok! … hmmm untuk coklat memang kami  berbeda :D. Mau tahu coklat yang paling aku suka? Marmalade, kulit jeruk yang dilapis coklat bittersweet! (Dan ini mahal harga per ons nya, jadinya jaraaaang sekali aku bisa beli 😀 )

Tapi Gen sangat setuju waktu aku membeli limited edition yang ini. Perangko dan kartu pos khusus peringatan 60 th Anniversary All Nippon Airways (ANA) yang hanya dijual di atas pesawat. Cukup mahal, tapi… kapan lagi kan? Belum tentu tahun ini aku bisa naik ANA lagi. Untuk menambah koleksiku dan mungkin bisa dijual mahal kalau ANA ulang tahun yang ke 100 😀 (kalau aku masih hidup atau aku hibahkan ke Riku saja 😉 )

Perangko terbatas

Rasa baru apa yang sedang kamu sukai? 😉

 

 

Menutup dan Mengawali Tahun

3 Jan

Setiap orang, baik secara individu atau berkelompok (keluarga) mempunyai kebiasaan yang berbeda dalam menghadapi pergantian tahun. Ada yang melewatkannya sendiri tanpa keluarga tapi justru dengan teman-temannya beramai-ramai membuat pesta, biasanya yang belum menikah seperti ini. Ada yang bersama keluarga travelling ke luar kota atau luar negeri. Ada pula seperti seorang sahabatku yang biasa melewatkan pergantian tahun di pantai atau gunung sendirian! totally alone.

opa membeli terompet untuk cucu-cucu 😀

Kalau aku di Jepang, biasanya kami sekeluarga berkumpul di rumah mertua, dan memulai acara makan-makan (yang enak-enak) dan minum-minum pukul 4-5 sore. Jadi biasanya pukul 9 malam semua sudah teler dan mabuk sehingga tidur sampai pukul 5-6 pagi. Pagi hari diawali dengan memberikan penghormatan di altar Shinto yang disebut kamidana, mengganti air dan memberikan sake. Serta memasang lilin dan sembahyang di altar Buddha butsudan di rumah. Baru kami sarapan dimulai dengan otoso sejenis ramuan obat-obatan yang dipercaya bisa memberikan kesehatan selama setahun 😀

  

Aku jarang merayakan tahun baru bersama keluarga di Jakarta, kecuali sebelum aku pidah ke Jepang tentunya. Dulu itu setiap pergantian tahun, kami sekeluarga pasti pergi ke gereja dan mengikuti misa tutup tahun. Pulang ke rumah lalu makan malam bersama. Biasanya mama yang memasak makanan kesukaan kami, antara macaroni schotel, pastel tutup, ayam panggang dan salad. Lalu kami menonton tv atau tidur, tapi biasanya 5 menit sebelum jam 12 kami akan dibangunkan dan menyambut tahun baru bersama. Teeet jam 12, kami berdoa dipimpin papa lalu saling mengucapkan selamat tahun baru. Biasanya akan ada dering telepon dari keluarga jauh terutama adik papa untuk mengucapkan selamat tahun baru. Setelah itu tidur kembali. Paginya kami menyiapkan brunch sambil menyambut tamu yang mungkin datang.

  

Tahun ini, aku senang karena bisa merayakan ritual seperti itu lagi. Ritual sederhana tapi penuh rasa kekeluargaan. Meskipun doa kami sempat tersendat-sendat karena mengingat mama yang meninggal pada tahun lalu. It wouldn’t be the same without you, but we should go on.

Kebiasaan kami yang baru tahun ini adalah mengunjungi mama di Kolumbarium Oasis Lestari. Pukul 10 pagi tanggal 1 kami keluar rumah menuju tol tangerang. Berdoa di sana dan kembali ke rumah di kebayoran baru, sampai pukul 12 siang! Hebat deh Jakarta hari itu…sepiiiii sekali. Mungkin banyak warga yang ke luar kota atau ke luar negeri atau masih tidur. Sayangnya kami tidak ke arah Thamrin untuk melihat 6 truk pengangkut sampah hasil acara tahun baruan di jalan protokol tersebut 😀 Dan ya aku juga nostalgia dengan cuaca di Jakarta yang tidak bisa diprediksi. Waktu pergi cerah sekali, waktu pulang hujan deras… byuuuur 😀

 

Yang penting kami sedapat mungkin ingin menjaga kebiasaan yang ada dalam keluarga kami, meskipun sering kali waktu dan tempat tidak memungkinkan. Tapi yang pasti inti dari perayaan Tahun Baru di keluarga kami adalah doa, yang mengakhiri dan memulai suatu waktu yang baru. Itu harus.

selalu senang melihat kesejukan tempat ini Oasis Lestari, tempat mama tinggal sekarang. Bunga-bunga menghias taman yang luas, apalagi setelah hujan….

Selamat Tahun Baru dari Imelda, Riku dan Kai yang sedang berada di Jakarta
serta Gen yang sedang 親孝行 juga dengan ibu, bapak dan saudaranya di Yokohama.

Semoga tahun Ular, tahun 2013 akan membawa banyak berkat bagi kita semua, asalkan kita tidak mengikuti sifat ular yang suka berkelit 😀

 

8 Besar dari Nerima (2012)

31 Des

Aku ingin melanjutkan kebiasaan kami, deMiyashita untuk menuliskan 8 besar peristiwa yang terjadi dari keluarga kami pada tahun yang akan lewat, tahun 2012. Terima kasih untuk Gen yang sudah membantu menuliskan calon-calon tulisan ini, karena aku sedang sibuk berwisata ke Makassar. Untung hari ini, tgl 31 Desember masih sempat menuliskannya karena didukung koneksi internet di rumah Jakarta. Perjalanan ke Makassar begitu padat tapi menyenangkan yang akan aku tulis sesudah tahun baru.

Delapan Besar dari Nerima adalah sbb:

1. Kami (terutama aku) kehilangan seorang MAMA terkasih yang meninggal tgl 23 Februari 2012. Meskipun aku sudah mengatakan pada diri sendiri bahwa aku telah berusaha yang terbaik untuk membalas budi mama selama ini, aku tetap saja merasa sedih karena sebelum mama pergi, aku jarang meneleponnya. Sebuah percakapan panjang terakhir aku menceritakan progress Kai, dan kabar seisi Nerima, lalu dia berkata: “Mama sudah tua… sudah tidak bisa apa-apa…” Dan kujawab, “Ma, semua orang menjadi tua, semua orang akan menghadapinya. Enjoy saja ma…” Dan rupanya itu percakapan kami yang terakhir 🙁  Dan aku darurat pulang untuk menghadiri kremasi mama.

2. Kai dipermandikan tepat pada hari ulang tahun alm mama, tgl 12 Mei 2012, dengan nama permandian Ignatius oleh pastor Ardi di gereja Anselmo, Meguro. Suatu waktu yang tepat dihadiri semua orang tercinta di Tokyo dan Yokohama. Tahun 2012 bagi Kai juga penuh dengan berbagai Pengalaman Pertama. Naik shinkansen pertama dalam perjalanan spiritual ke daerah Tohoku. Pergi ke Akazawa Onsen, sebagai hadiah ulang tahun ke 5 dari Kakek Neneknya yang kami sebut dengan Achan dan Tachan. Merayakan 7-5-3 (shichigosan) dengan berfoto di foto studio dan makan French dinner. Sejak berusia 5 tahun ini juga, Kai mulai menulis huruf hanya dengan meniru apa yang dia lihat,baik hiragana atau Kanji. Juga mulai berhitung. Bahkan guru Kumonnya Riku melihat bakat Kai dan memaksaku untuk memasukkan Kai ke Kumon….. (haduh keluar uang les lagi deh hehehe. Mungkin mulai Februari Kai akan mulai Kumon, dan kelihatannya Kai memang suka belajar)

3. Riku masuk Sekolah Minggu  bulan April di gereja Kichijoji sebagai persiapan komuni pertama yang rencananya pada bulan Februari/Maret 2013. Untuk pertama kali dia menjadi misdinar membantu Pastor Ardi waktu permandian Kai (ah bangganya aku melihat dia). Dia juga menjadi leader waktu acara program sekolahnya pertemuan bersama murid-murid Sekolah Luar Biasa yang letaknya tidak jauh dengan SD Riku. Aku senang mendengar penuturan wali kelas Riku bahwa Riku “tidak ada keluhan baik akademis maupun kelakuan”, bahkan dia diharapkan menjadi leader, dan dia juga disukai semua temannya laki-laki maupun perempuan. Memang di SD Jepang tidak ada istilah ranking, tapi aku jauh lebih bangga jika Riku disukai teman dan guru daripada segala ranking kelas :). Waktu kutanya soal pelajaran olahraga (yang dia benci), gurunya juga mengatakan rata-rata Riku bisa semua kok, jadi tidak usah khawatir. Riku sudah mendapat level 6 untuk renang (harus mencapai level 1 waktu lulus SD Nerima, karena kelurahan Nerima memang menitik beratkan pada olahraga renang sebagai olah raga wajib di sekolah pemda Nerima)

4. Imelda HANYA berhasil menulis 147 tulisan meskipun sudah melewati 1200 posting selama ini. Tahun ini aku memang merasa tidak produktif menulis, karena waktuku lebih banyak kupakai untuk keluarga. Dan aku SENANG di satu pihak karena merasa keluarga jauh lebih penting daripada menulis, tapi sedih juga karena mulai merasa tua, cepat capek dan mengantuk sehingga tidak bisa lagi memaksakan diri untuk menulis. Dan ternyata aku sadari, dulu keinginanku untuk menulis memang jauh lebih kuat, sehingga sering memaksakan diri. Anyway masih banyak tulisan yang belum selesai terutama soal pertemuanku dengan Lia dan Soegiya 😀 PR untuk tahun depan.

5. Imelda punya mainan baru si iPhone5 terutama senang dengan fitur kamera yang dapat memotret panoramic view, sehingga dapat melengkapi kamera Canon Powershot G12 yang kami beli tahun ini juga untuk menggantikan G9 kami yang tiba-tiba “koit” di Jakarta. Aku juga mulai menguasai DSLR Nikon D80, meskipun sering kubawa (walaupun berat) tapi tidak sempat dipakai karena …. tanganku hanya dua hahaha. Aku masih harus mengurus Kai yang selalu manja, maunya dengan mama terus, dan satu tangan lainnya untuk memotret gantian. Kasihan si Nikky itu karena berat selalu jadi yang terakhir. Dan karena aku sudah lama meninggalkan ransel, gantian deh yang cepat sakit bukan lagi punggung, tapi tangan kanan (tasnya dicantel ke tangan kanan mulu soalnya)

6. Tahun ini kami juga bisa berwisata bersama berempat dengan Gen. Tahun-tahun sebelumnya seringkali Gen terlalu sibuk sehingga jarang bisa merencanakan pergi menginap bersama (tahun lalu-lalu lebih sering wisata pulang hari). Ya kurasa tahun 2012 ini tepat kukatakan sebagai “Tahun Perjalanan Keluarga” 家族旅の年. Tahun 2012 kami awali dengan perjalanan spiritual ke Tohoku (Januari 2012), melihat dengan mata kepala sendiri kedasyatan gempa dan Tsunami 2011 bersama Achan dan Tachan dan diantar oleh Taku, adik kembar Gen yang tinggal di Sendai. Kami sekeluarga juga menghadiri upacara kremasi mama di bulan Februariya. Pertengahan tahun, pada musim panas, kami sekeluarga ke Akazawa Onsen serta Mudik ke Jakarta bulan Agustus. Sayang Gen tidak bisa ikut menutup tahun ini dengan mudik LAGI ke Jakarta untuk merayakan Natal dan Tahun Baru bersama opa Coutrier. Tahun ini rekor aku pulang Jakarta 3 kali! Ntah apakah tahun 2013 aku bisa mudik lagi, jika memikirkan segala biaya yang diperlukan.

7. Gen juga banyak melewatkan waktu dengan anak-anaknya, dengan maksud memberikan aku “Me Time” beristirahat sendiri di rumah. Terkadang aku memang capek sekali dan serasa ingin nangis dan berteriak, dan pada hari Minggu meskipun tidak pergi jauh, Gen mengajak anak-anak berjalan-jalan sekitar rumah, hanya sekedar mecari kupu-kupu, atau nonton film bersama. Gen mengajak Riku untuk ikut serta acara Lego yang diliput TV dan sesudahnya kencan di sebuah pub Ginza Lion. Gen dan Kai menonton film Kamen Rider dan Thermae Romae, sementara aku dan Riku kencan berdua ke gereja dan makan berdua. Atau Gen berdua Riku menonton film yang lebih serius seperti Hayabusa (satelit Jepang) dan Rurouni Kenshin. Meskipun ada juga yang mereka bertiga nonton yaitu Nobou no Shiro. Date aku berdua Gen hanyalah waktu menonton film Soegija setelah heboh menitipkan ke dua anak di rumah mertua 😀 (dan aku belum sempat menuliskan review film itu hehehe)

8. Gen menuliskan bahwa dia BERHENTI memelihara ikan. Ya, waktu kami mudik bulan Agustus, sebelum Gen menyusul kami, dia membuang air di dalam akuarium kami. Akuarium yang hampir 5 tahun kami pelihara bersama. Alasannya TAKUT GEMPA. Jika terjadi gempa besar maka akuarium itu akan pecah dan membasahi lantai, yang akan juga membasahi apartemen di bawah kita. Itu yang kami takuti karena kami sudah pernah membasahi apartemen di bawah kita karena banjir di kamar mandi. Untung waktu itu semua biaya ditanggung perusahaan asuransi. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi diramalkan bahwa dalam 4 tahun akan terjadi gempa besar di Tokyo, maka Gen berhenti memelihara ikan. Sayang belum bisa berhenti merokok ya Gen hehehe :D. Aku juga belum bisa berhenti makan enak 😀 dan minum kopi, belum bisa berhenti kecanduan blog dan FB (eh emang harus berhenti ya?), dan belum bisa berhenti menulis juga. Hmmm aku harus berhenti apa di tahun 2013 ya?

Well, akhirnya selesai juga tulisan ini dalam 1 jam 40 menit…. karena butuh waktu cukup lama untuk menulis point nomor 1 . Dengan ini aku mengakhiri tulisan terakhir di tahun 2012.

 

 

Sepuluh Hari

28 Des

Ya, persis sepuluh hari berlalu sejak aku menulis posting yang terakhir Suteki vs Steak. Dan begitu banyak kejadian atau kegiatan yang sudah terjadi. Terus terang aku tidak bisa lagi konsentrasi menulis dalam 10 hari itu sehingga aku rasanya ingin hiatus lama. Tapi….. ternyata tidak bisa. Aku punya begitu banyak cerita yang ingin aku tuliskan di sini, di Twilight Express,blog kesayanganku ini. Sehingga meskipun ceritanya mungkin sudah basi, aku tetap akan menuliskannya.

Ya, aku menuliskan posting ke 6 dalam bulan Desember ini di Jakarta, di kamarku, di rumahku di Jakarta. Dalam 3 jam kemudian aku sudah harus bangun dan bersiap pergi ke Makassar, bersama Riku dan Kai dan Opa (papaku) untuk mengadakan perjalanan napak tilas. Tapi sayang memang kami hanya punya waktu 2 malam dan kembali ke Jakarta dalam tahun 2012.

Karena aku masih harus tidur sebentar, maka posting kali ini pendek saja. Hanya ingin mengucapkan Selamat Hari Natal bagi teman-teman yang merayakan. Memang sebelum natal, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ada larangan bagi umat muslim mengucapkan selamat Natal bagi umat Kristen. Namun aku benar-benar terharu masih mempunyai banyak teman yang tetap mengucapkan selamat Natal kepadaku, lewat FB, baik di wall maupun di inbox, atau bahkan sms, dan cara-cara lain. Di situ aku bisa melihat kedalaman hati teman-teman meskipun sebelumnya aku pernah mengatakan…. “Tanpa diselamati pun, kami akan tetap merayakan Natal bukan? Jadi buat apa dipersoalkan?” Terima kasihku dari lubuk hati terdalam.

Dan selamat menjelang Tahun Baru 2013 di manapun teman-teman berada. Ada banyak orang di sekelilingku yang melewatkan malam pergantian tahun di Bali, tapi kami deCoutrier akan melewatkan dengan tenang di rumah saja. Selain itu deMiyashita, mengikuti kebiasaan orang Jepang, tidak mengirimkan kartu Tahun Baru dan tidak merayakan Tahun Baru, karena dalam tahun yang akan lewat ada anggota keluarga yang meninggal. Mamaku, meninggal bulan Februari 2012, sehingga kami sudah mengirimkan kartu MOCHU (sedang berduka)kepada kerabat untuk memberitahukan bahwa mereka tidak perlu mengirim nengajo. Tapi terus terang rasanya sepi sekali jika tidak ada satupun kartu Tahun Baru datang di rumah Nerima (meskipun sekarang hanya ada papa Gen), sehingga ada sedikit harapan bahwa ada orang yang terlewat mengirimkan kartu nengajo itu sehingga tidak terlalu sepi hehe.

Entah kapan aku bisa menuliskan lagi cerita-cerita yang tertunda selama 10 hari ini, tapi yang pasti aku akan terus nge-blog!

Ittekimasu (pergi dulu ya)

Suteki vs STEAK

18 Des

Suteki 素敵 adalah bahasa Jepangnya untuk sesuatu yang bagus, menarik, cakap, cantik, splendid, wonderful…. apa saja deh yang bagus-bagus. Jadi bisa saja katakan baju Anda suteki, atau sutekina hito (orang yang menarik). Tapi jika kata yang sama mendapatkan pemajangan di suku kata te menjadi sute–ki ステーキ maka ini adalah pelafalan untuk bahasa Inggris STEAK.

Hari Jumat yang lalu, aku masih sempat mengantarkan Kai ke acara Mochitzuki, 餅つき membuat kue mochi, yang merupakan kegiatan tahun TK tempat Kai sekolah. Giliran kelas Kai jam 10:15 dan selesai kira-kira jam 11 (rencananya). Semestinya Gen yang mengantar Kai, karena aku ada kuliah. Tapi karena dia harus mengantarkan mobil untuk pemeriksaan tahunan shaken 車検, maka aku harus menunggu Gen datang baru bisa ke univ. Untung aku sudah memberitahukan ke tiga muridku untuk mengerjakan tugas yang memang sudah kubagikan minggu yang lalu.

Sambil menunggu kue mochi diberi rasa, dicampur kacang tumbuk dsb nya, aku bercakap-cakap dengan ibu N, ibu dari teman Kai, yang boleh dibilang mamatomo, teman antar ortu murid yang paling akrab denganku. Aku berkata bahwa aku mesti cepat-cepat pergi mengajar dan sedang menunggu suami untuk tukar tempat. Sambil aku juga berkata bahwa ternyata aku tidak punya no HP atau emailnya. Dia juga bilang, “Iya aku selalu lupa menanyakan ya”. Setelah bertukaran nomor HP, baru dia bilang, “Mmmm sebetulnya aku tidak enak, tapi ini kartu nama saya….” Dan kubaca di kartu namanya, dia adalah pemilik toko, sebuah restoran yang bernama Texas Steak. Dan ternyata tempat itu sering kulewati setiap hari kamis. Restoran yang terletak sebelah toko buku. Sering kok aku berdiri di depannya, bingung antara mau coba masuk, tapi kok sendirian ya makan steak hehehe. Lagipula selalu waktunya aneh, bukan jam makan siang, karena biasanya aku di sana sekitar jam 3 siang. Eeeeeh ternyata itu restoran dia! Kalau tahu begitu kan aku bisa sering-sering mampir ke sana. Dan dia memberikan aku kartu diskon, khusus karyawan.

Jadi, hari Minggu kemarin karena aku seharian di gereja (acara natalannya selesai jam 1 jeh), aku dan anak-anak makan di luar, cepat-cepat. Karena tadinya Gen akan menyusul kami setelah dia pergi ke pemilihan gubernur Tokyo dan parlemen. Tapi rencana kami untuk pergi jalan-jalan batal…. masing-masing malas untuk keluar lagi, padahal cuaca amat sangat bersahabat. Cerah dan hangat!

Karena aku malas masak makan malam, Gen juga mau pergi makan di luar, jadi dia mengajak kami makan ramen. Tapi aku teringat Ibu N, temanku yang cantik dan terlihat pintar itu. Dan aku mengajak pergi coba makan steak di tempatnya. Meskipun kemungkinan dia tidak ada, aku bisa ambil foto dan memberitahukannya bahwa kami sudah pergi coba. Ternyata… dia ada, dan menyambut kami dengan senyumannya yang khas. Kami pun memesan steak yang ditawarkannya, dan ternyata yang paling enak steak pesanan Gen yang dibakar dengan cara medium rare…. masih setengah mentah gitu hehhee. Empuuuk dan yummy.

pesanannya Gen, medium rare… hehehe bagi sebagian besar orang Indonesia pasti tidak bisa makan kalau masih terlihat seperti daging mentah begitu kan? Tapi ini enak dan empuk!

Sambil ingat Kang Yayat, aku memotret masakan yang ada, meskipun tidak ingat lagi pointers dalam memotret makanan 😀 Asal foto saja pakai kamera G12 dan iPhoneku. Maaf ya kalau yang membaca ini jadi ngiler hehehe. (Padahal katanya harga daging di Indonesia sedang naik ya?).

pesananku hitokuchi sute-ki (hitokuchi =satu suap)

Kami memang jarang makan daging sapi karena mahal. Biasanya ayam atau ikan saja di rumah. Atau kalau sempat beli daging halal (meskipun aku bukan muslim) potongan atau giling yang murah meriah 😀 Daging sapi Jepang apalagi wagyu muahal bo…. Tidak  mampu kami untuk beli wagyu 🙂

tacos, satu-satunya menu selain steak

Tapi memang kalau makan daging, badan menjadi hangat dan bisa bertahan menghadapi angin dingin malam di musim dingin. Kami pulang dengan perut kenyang, meskipun aku masih menyesal tidak sempat berfoto dengan Ibu N, penjual sute–ki yang suteki itu ;). Tapi kami sempat berjanji untuk bertemu dan mengadakan pesta tahun baru.