Buku Unggulan dan Buku Obat

18 Okt

Pagi tadi pukul 8:50 pagi aku mengajak Kai ke Rumah Sakit dekat rumahku. Rumah Sakit itu adalah rumah sakit koperasi yang dana pembiayaannya didukung oleh “modal pinjaman” warga yang tertarik. Memang sekitar tahun 2002 itu waktu RS ini mau dibangun, banyak warga sekitar yang protes tidak mau di dekatnya didirikan RS. Aku bisa mengerti kekhawatiran mereka seperti ributnya jika ambulans masuk keluar, tapi aku (dan Gen) mendukung pembangunan RS ini. Kamipun menjadi salah satu dari ribuan penyandang dana (padahal cuma sedikit sekali sih… di sini pakai sistem 1 unit 1000 yen, maunya berapa unit). Kami pikir paling sedikit untuk sakit ringan, kami bisa berobat di sini, apalagi waktu itu Riku hampir lahir.

Setelah mendaftar untuk ke klinik Anak, aku mengisi kertas laporan keluhan: batuk dan demam 39 derajat sejak kemarin, lalu kami duduk. Kai yang manja aku peluk, dan tepat saat itu pintu klinik terbuka. Dokter kepala sekaligus dokter anak, Dr S keluar dan menyapaku.
“Wah sudah lama ya tidak ke sini….”
“Iya sensei, hampir setahun mungkin…”
“Bagaimana kabarnya? Genki?”
Sambil tertawa dalam hati berpikir ini dokter kok tanya genki (sehat), kalau sehat kan tidak ke sini 😀 , aku menjawab,
“Ini Kai demam tinggi. 39 derajat”
“Hmmm sekarang banyak masuk angin yang bukan virus juga sih ya. Tapi okasan (ibu) kelihatan kurusan ya…”
Ampuuun deh ini dokter masih perhatikan aku hahaha..
“Tidak kok dok, sama seperti dulu. Mungkin karena terlihat capek saja. Dokter hari ini di klinik Anak?”
“Hari ini saya di klinik umum. Nanti dengan Dr. M, dia lulusan Universitas Hokkaido.”
“Oh ya, saya sepertinya sudah pernah bertemu”…. lalu Dr Kepala itu pamit.

Ternyata waktu nama Kai dipanggil, aku belum pernah bertemu Dr M ini. Lelaki masih muda dan cakep! Lalu dia memeriksa Kai, sambil aku melaporkan bahwa Kai tidak pernah mau minum obat. Cuma daripada aku ambil resiko jika dia sakit berat, aku minta diperiksa. Kemudian Dr M menyarankan Kai diambil foto thorax karena sedang musim pneumonia.

Harafiahnya : buku yang kami ingin anak-anak baca

Sambil menunggu hasil foto, aku melihat poster yang dipasang di ruang tunggu. Daftar buku unggulan. Sebetulnya terjemahannya bukan buku unggulan, tapi “buku yang disarankan“. Osusume no hon お勧めの本. Memang sulit menerjemahkan kata susume 勧め bahasa Jepang ke Indonesia. Bahasa Inggrisnya memang recommendation, tapi kalau pakai rekomendasi kok kesannya oogesa 大げさ (berlebihan). Untuk orang Indonesia pasti lebih kena jika pakai terjemahan Buku Unggulan, padahal unggulan itu pasti kuat, berbobot, pernah menang dsb. Orang Indonesia memang sering lebay sih ya hehehe.

rak buku di ruang tunggu. sebelahnya ada space bermain

Hasil foto rontgen nya, memang ada sedikit bayangan putih di paru-paru sehingga lebih baik minum obat supaya tidak menjadi parah. Kesempatan juga untuk berlatih minum obat. Memang Kai tidak suka minum obat puyer atau sirup karena ada rasanya. Jadi kali ini diberi resep obat tablet, yang sudah pasti tidak ada rasanya. Dan oleh dokter disarankan minum dengan es krim atau yoghurt.

keterangan obat yang diterima

Kami pun menyelesaikan administrasi dengan menyerahkan karte. Untuk anak-anak memang tidak bayar karena ada kartu khusus dari Kelurahan Nerima (sampai 12 tahun gratis), jadi kami hanya menerima resep obat untuk diambil di apotik. RS itu memang tidak mempunyai apotik sendiri, tapi ada apotik di depan RS tersebut. Di sini juga kami tidak membayar (obat untuk anak-anak juga gratis). Tapi kali ini aku minta dibuatkan Buku Obat  okusuri techou お薬手帳  baru, karena buku obatnya Kai sudah tidak tahu taruh di mana 😀 Aku pikir sistem Buku Obat ini bagus sekali, karena bisa ditelusuri obat apa saja yang pernah diminum. Jika bagus bisa diteruskan dan jika tidak ada kemajuan bisa diganti obat lain. Apalagi kalau obatnya banyak jenisnya. Masing-masing obat ditulis kegunaan dan takarannya dengan detil, sehingga kita tahu apa yang kita minum. Alm mama dulu banyak sekali obatnya, dan semua hanya dijelaskan waktu menerima obatnya saja, tanpa keterangan tertulis. Paling-paling ingatnya obat A untuk jantung, obat B untuk darah, obat C vitamin dst. Buku Obat seperti ini amat perlu deh untuk pasien yang sering berurusan dengan RS. Atau mungkin sudah ada seperti Buku Obat begini di Indonesia?

Buku Obat

STOP PRESS 号外:  Yes! Sore ini Kai berhasil minum obat tablet 4 biji! Harus dirayakan nih 😀

Panggilan

17 Okt

Hari ini aku mendapat dua kali panggilan lewat telepon selularku. Pertama jam 13:17 dan yang kedua jam 14:27. Tentu saja aku tak bisa ambil karena aku sedang “seru-serunya” mengajar. Waktu melihat bahwa ada miss call jam 13:17 sempat buyar juga konsentrasiku karena si penelepon adalah TK nya Kai, tapi aku pikir nanti saja aku telepon kembali ke mereka karena kuliah selesai pukul 14:30. Eh ternyata pukul 14:27 sudah ada telepon kedua. Wah ada gawat apa ya?

Sebelum menelepon kembali, sambil bergegas berjalan ke terminal bus aku mendengar rekaman pesan dari TK. Rupanya waktu telepon pertama mereka mau memberitahukan bahwa Kai demam 37,7 derajat dan tidak selera makan bahkan sempat muntah. Lalu yang kedua ternyata demamnya naik menjadi 38,5 derajat. “Kami tahu Ibu sedang kerja, tapi kalau sempat mendengar pesan ini, tolong telepon kami”. Sebelum naik bus aku menelepon TK dan memberitahukan bahwa aku akan sampai di TK untuk menjemput Kai 1 jam lagi.

Tepat pukul 4 aku memarkirkan sepedaku di depan kantor guru, lalu aku disambut kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Sambil melaporkan keadaan Kai, mereka mengantarku ke tempat tidur yang ada di kantor guru. Kai sedang tidur dan tidak mau bangun meskipun gurunya sudah mengatakan, “Mama datang”. Jadi aku yang membangunkan dia sementara guru Kai yang cantik, Haruka sensei membawakan sepatu Kai. Ah guru-guru di TK ini memang baik-baik semua. Karena Sabtu ada ensoku (bermain bersama di luar dan kali ini kunjungan ke museum kereta api) aku pikir lebih baik meliburkan Kai juga. Duh aku harus menjaga dua anak yang sedang sakit. Kemarin Riku juga demam sampai 38,5 derajat, tapi tadi pagi karena tidak demam dia tetap ke sekolah sambil memakai masker. Ya memang tadi pagi Kai juga sudah ayashi (mencurigakan) menunjukkan gejala sakit, tapi waktu kuukur suhu badannya hanya 36,7. Aku memohon dia untuk mau ke TK dengan menjanjikan membelikan dia jelly dan cat air, karena aku tidak bisa membatalkan kelas hari ini. Semester genap memang rasanya lebih sibuk dan lebih cepat berlalu dibanding semester ganjil.

Panggilan lewat telepon kepada orang tua murid oleh pihak sekolah pasti dilakukan jika suhu badan murid melebih 37,5 derajat yang merupakan batas sehat dan demam. Aku sudah cukup sering dipanggil, meskipun aku bukan wanita panggilan 😀 Yang seru waktu dipanggil waktu Riku demam sedangkan aku masih dalam perjalanan ke universitas yang jauhnya 1,5 jam dari rumahku 😀 Terpaksa aku menemui staf ruang guru dulu dan memberikan tugas pada kelasku sebelum akhirnya pulang tanpa melanjutkan kuliah jam berikutnya. Padahal begitu aku sampai di rumah, Gen masuk lapangan parkir dengan Riku sudah pulang dari Rumah Sakit…. terlambat deh. Rupanya sekolahnya juga menelepon Gen ke kantor, dan Gen lebih cepat sampai daripada aku.

Oh ya tadi waktu aku masuk kantor guru TK, aku juga melihat amplop pendaftaran TK. Memang mulai 15 Oktober sampai 1 November, orang tua yang mau memasukkan anaknya ke TK bulan April tahun depan, harus membeli formulir pendaftaran (seharga 500 yen) dan mulai mengikuti test masuk. Test masuk ini biasanya formalitas, karena tidak bisa disangkal jumlah anak-anak sekarang semakin berkurang. Satu kelas biasanya 30-33 orang, sekarang hanya sekitar 25-28 orang. Aku sendiri senang kalau ada banyak ibu-ibu yang menyekolahkan anaknya di TK ini, yang tahun ini merayakan 50 th berdirinya. Dan kalau ingat bahwa Kai akan lulus dari TK bulan Maret nanti, rasanya sedih juga.

Semoga tidak ada lagi panggilan-panggilan telepon mendadak lagi deh, cukup membuat sport jantung sih 😀

Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta

16 Okt

Sudah menonton film ini? Aku belum dong…. loh kok bangga hehehe.

Jadi ceritanya film ini terdaftar sebagai peserta Tokyo International Film Festival TIFF 2013 yang akan dilangsungkan tanggal 17 Oktober besok sampai tgl 25 Oktober di Roppongi. Terjemahan bahasa Inggrisnya What They Don’t Talk About When They Talk About Love. Panjang ya judulnya 😀

Kebetulan Gen ada perlu untuk pergi ke TIFF yang ke 26 itu dan mengajakku menonton film YTDKMC ini. Tapi bagaimana bisa, film itu diputar pada Hari Minggu tgl 20 Oktober pukul 19:55, dan tanggal 23 Oktober pukul 20:00. Tentu saja Gen hanya bisa hari Minggu, sedangkan kalau kami berdua pergi menonton jam 8 malam di Roppongi, bagaimana dengan anak-anak? Anak-anak tidak diperbolehkan terlihat pada pukul 11 malam di situ. Sedangkan kami tidak mungkin juga membawa anak-anak menonton sebuah film remaja kan? Memang sulit menjadi ibu rumah tangga di Jepang, tanpa pembantu dan baby sitter, juga jauh dari saudara sehingga tidak bisa dititipkan. Jadi aku bilang pada Gen supaya dia saja yang pergi menonton. Dia memang suka menonton, sedangkan aku tidak begitu suka. Ntah nanti jadinya bagaimana apakah Gen tetap pergi menonton sendiri atau memutuskan batal saja pergi ke Ropponginya.

Tapi kalau ada teman-teman yang tinggal di Tokyo dan sekitarnya, dan mau menonton film itu, silakan lihat keterangan di websitenya. Kalau tiket belum habis, biasanya bisa beli pada hari itu juga. Tapi untuk amannya memang lebih baik membeli secara online.

Aku ingat tahun lalu aku pergi ke TIFF 2012 dan menonton Soegija, yang sampai sekarang belum kutulis ceritanya di TE. Sepertinya sudah basi ya kalau mau ditulis sekarang hehehe.

 

Terbesar dalam 10 tahun

15 Okt

Hari ini aku meliburkan Kai. Pagi dia bangun dan mengeluh sakit kepala, sementara memang dia sejak kemarin pilek. Wah kupikir dia pasti tertular aku. Seharian kemarin aku menderita sakit kepala yang hebat, sampai aku menangis tidak tertahan. Tentu aku minum obat, tapi begitu pengaruh obat hilang, ya sakit lagi. Untung hari ini sakit kepala sudah enyah.

Menjelang pukul 10, dia bangun dan sudah tidak sakit kepala meskipun masih pilek. Malah yang cukup parah adalah batuknya Riku. Dia pulang pukul 3 siang dan langsung memberitahukan padaku bahwa besok SEMUA sekolah SD dan SMP milik pemda  di kelurahan Nerima diliburkan. Setengah jam sebelumnya sebetulnya gurunya Kai juga menelepon dan memberitahukan bahwa sekolah TK diliburkan besok.

Memang badai topan nomor 26 (diberi nama dengan nomor sesuai dengan urutan timbulnya di samudera Pasifik) sedang mendekat Jepang dan akan melintasi Kanto (Tokyo) mulai besok dini hari sampai sekitar makan siang. Sejak kemarin memang sudah diperkirakan bahwa badai akan datang, dan kami sudah diwanti-wanti untuk bersiap menghadapi badai yang konon terbesar selama 10 tahun terakhir.

Gerakan Taifu nomor 26 sampai pukul 3 besok sore. Terlihat Tokyo tetap berada di pusat badai. 

Tak lama aku juga mendapat email dari pemerintah daerah Nerima yang memberitahukan warga untuk berhati-hati menghadapi Badai nomor 26 ini, dan dimohon untuk terus memantau informasi dari radio atau televisi. Juga diberitahukan bahwa ada 5 tempat yang menyediakan kantong tanah gratis yang bisa dipinjam untuk menghalang air masuk ke rumah jika terjadi banjir. Persiapan pemerintah Jepang memang hebat ya, dan warga juga mempercayai prakiraan cuaca sehingga bisa dilakukan tindakan prefentif.

Apa saja yang perlu disiapkan waktu terjadi badai?

1. Hindari keluar rumah. Payung sama sekali tidak berguna dalam badai. Banyak barang yang mungkin diterbangkan angin, sehingga kalaupun harus keluar rumah, harus memperhatikan sekeliling, seperti papan reklame dan lain-lain.

2. Jangan mendekat sungai atau pantai. Bagi mereka yang tinggal dekat sungai, selain mencegah air melimpah, juga harus memperhatikan sirine apakah harus mengungsi atau tidak. Biasanya kaum lansia akan diungsikan lebih awal sebelum terlambat. Seperti biasanya lokasi pengungsian adalah SD terdekat yang ditunjuk pemda.

3. Untuk mencegah jatuhnya korban, sebelum hujan bertambah kencang diharapkan menurunkan barang-barang yang ditaruh/digantung di luar rumah, atau memindahkannya ke dalam rumah. Pot bunga, tiang jemuran dan barang lain yang berada di luar rumah harap dimasukkan.

4. Menyiapkan makanan dan air minum yang cukup. Perlu diantisipasi jika listrik padam, sehingga harap menyediakan senter dan radio. Untung saja belum terlalu dingin sehingga tidak perlu menyediakan pemanas manual. Pipa gas biasanya di dalam tanah sehingga gas biasanya tidak mati.

Bagi yang tinggal di lantai atas apartemen tidak perlu takut kebanjiran, kecuali memang apartemennya terletak di dekat sungai. Saranku untuk malam ini, makan malam yang enak dan hangat, siapkan buku bacaan dan tidur. Mungkin tidur akan terganggu oleh suara-suara di luar, tapi anggap saja itu nyanyian alam. Setuju? No need to worry….

Tulisan hari ini aku tujukan untuk teman-teman baru yang baru/ belum lama tinggal di Tokyo/Kanto  terutama Mbak Tya (Sekar Wulan) yang belum lama tinggal di Chiba.

Baseball

14 Okt

Baseball (profesional)  atau yakyuu 野球 adalah olahraga yang paling populer di Jepang, dilanjutkan dengan sepakbola (pro) dan golf (pro). Tentu saja Ichiro merupakan pemain baseball yang paling terkenal dan menjadi idola banyak pemuda Jepang. Bisa dilihat dari data cita-cita anak-anak Jepang yang menempati rangking 1 adalah menjadi atlit dan tentunya di antaranya menjadi pemain baseball pro. 

(Sebetulnya bahasa Indonesianya adalah Bisbol, tapi karena aku terbiasa pakai Baseball perkenankan aku pakai istilah Baseball ya.)

Aku belum pernah menonton pertandingan olahraga langsung. Padahal sebetulnya sudah lama Gen ingin mengajak anak-anak menonton pertandingan olahraga langsung, entah  sepakbola entah baseball, tapi karcis begitu juga cukup mahal apalagi kami berempat. Selain itu kami tidak mempunyai “idola” grup olahraga tertentu yang kami sukai untuk kami dukung.

Kebetulan Gen mendapatkan karcis baseball dari teman kantornya untuk pertandingan baseball hari Minggu kemarin. Sebetulnya aku malas, karena aku akhir-akhir ini kurang enak badan. Tapi Gen agak memaksa supaya aku ikut karena pertandingan itu antara kelompok baseball terkenal yaitu Saitama Seibu LIONS dan Chiba Lotte MARINES. Kupikir memang asyik juga karena aku bisa menuliskan pengalamanku pergi menonton pertandingan langsung.

Sebetulnya stadium baseball Seibu Dome itu tidak begitu jauh dari rumahku. Naik mobil bisa 1 jam saja, tapi yang menjadi masalah adalah tempat parkir yang terbatas. Kalau penuh tempat parkirnya berarti kami harus mencari tempat parkir yang lainnya dan pasti makan waktu. Jadi kami memutuskan untuk naik mobil sampai beberapa stasiun sebelum Seibu Dome, dan melanjutkan dengan naik kereta. Untung saja kami memutuskan naik kereta, sehingga kami bisa sampai 30 menit sebelum pertandingan dimulai.

di depan stadium “Seibu Dome”

Begitu turun stasiun Seibu Kyujoumae, aroma pertandingan sudah tercium. Bersama banyak penumpang yang turun, kami berjalan menuju stasium. Ada banyak stand toko-toko di depan stadium. Tapi karena kami belum pernah masuk stadium, kami langsung masuk setelah diperiksa karcis dan bawaan kami. Begitu terlihat deretan kursi aku langsung berinding! Begitu banyak orang yang berkumpul dalam stadiun bertempat duduk 37.000 orang. Hampir semua penuh. Aku baru pertama kali melihat begitu banyak orang tapi TERTIB…wahhhh.

seibu dome dengan panoramic

Kami duduk di bagian yang cukup dekat dengan pemukul. Di bagian barat yang ditempati oleh pendukung team Lions. Karena bertanding di kandang sendiri pendukung lions menempati tiga perempat stadium. Kebanyakan memakai baju putih atau biru tua, baju team Lions. Aku sendiri cukup repot mencari baju berwarna biru untukku. Ternyata 90 persen bajuku berwarna hitam dan merah :D. Untung ketemu kemeja jeans sehingga bisa pakai warna biru, warna team Lions.

Kami duduk di kursi penonton yang menurutku sangat sempit. Well, memang tempat duduk menonton olahraga lain dengan menonton film di bioskop sih. Setelah duduk, Gen kemudian beli goods untuk mendukung team. Bendera, bat plastik ganda yang dipakai untuk pengganti tepuk tangan serta balon biru yang dilepaskan pas team akan juara.

begitu banyak penonton dengan perbandingan 3/4 pendukung Lions dan 1/4 pendukung Lotte

Terus terang aku tidak begitu mengerti pemain baseball yang tergabung dan team Lions. Yah boleh dikatakan aku cuma tahu Ichiro 😀 Dengan bekal pengetahuan peraturan permainan softball, aku bisa sedikit mengerti tata cara pertandingan baseball. Yang menarik setiap atlet mempunyai fansnya  sendiri dan punya lagu dukungan sendiri. Sehingga sebelum si atlit memukul , pendukungnya bernyanyi dan mengucapkan yell-yell khusus. Merinding dengarnya. Setiap ada bola yang masuk, pendukung berteriak dan memukul bat plastik. Kadang berdiri dan mengangkat tangan. Apalagi jika ada homerun, ada lagu khususnya lagi.

Penonton mendukung dengan mengibarkan bendera, memukul bat plastik atau melepaskan balon kemenangan. Fans Club mengibarkan bendera besar.

Aku selalu takut pergi ke pertujukan musik live atau pertandingan olahraga langsung apalagi team terkenal. Aku selalu takut terinjak-injak, terdorong-dorong atau terlibat kerusuhan seperti yang sering terjadi di Jakarta. TAPI pandanganku berubah banyak kemarin. Stadiun yang begitu besar (42,541 m persegi) dipenuhi begitu banyak orang, tapi kami bisa pergi ke WC/merokok/membeli makanan kapan saja dan tidak sulit kembali lagi ke tempat duduk.

Yang menarik juga ada penjual (bukan asongan sih) minuman softdrink, bir, teh, es krim atau goods yang berkeliling menawarkan jualannya. Ada yang pakai papan, ada yang langsung diketahui dari pakaian dan “ransel” yang digendongnya. Memang lebih mahal dari luaran tapi praktis karena diantar sampai tempat duduk. Bir dingin dijual 700 yen sedangkan juice seharga 250 yen.

Penjual bir, yebisu dan asahi. Lihat cara dia membawa uang kertasnya 😀 Kanan bawah penjual teh hijau asli Saitama: Sayama Tea

Selain penjual minuman begitu, aku sempat memperhatikan ada gadis-gadis pendukung team yang memakai baju team dengan perut terbuka. duh seksi dan lurusnya perut serta kecilnya pinggang membuat ngiler deh 😀 (aku yang perempuan saja tidak bisa tidak melihat perut mereka apalagi yang laki-laki ya :D)

Lions’ Girls and Mascot

Akhirnya pertandingan selesai setelah 3,5 jam bertanding yang dimenangkan team yang kami dukung: Seibu Lions. Menangnya telak 15-0. Kami pulang melewati tempat duduk fans club Lions yang membawa bendera besar. Senang sekali melihat semangat mereka. Langsung Riku minta untuk ikut menjadi anggota fans club Lions, tapi aku bilang untuk menjadi anggota harus membayar uang iuran tertentu, yang bagiku tidak murah, jadi tunggu dulu sampai dia benar-benar suka dengan kelompok Lions. Orang Jepang memang fanatik sekali terhadap idolanya, sehingga membayar iuran untuk menjadi anggota fans club sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang mungkin sulit untuk diterapkan di Indonesia (atau sudah ada, CMIIW)

bersiap pulang setelah Lions dinyatakan menang 15-0

Kami naik kereta yang dipenuhi penonton untuk kembali ke stasiun tempat kami memarkir mobil. Yang aku senangi tidak ada deh acara dorong mendorong atau teriak-teriak yang mengganggu. Dan Riku sempat berkata: “Aku anak yang bahagia ya, selalu dibelikan ini itu, diajak nonton baseball, diajak jalan-jalan oleh papa mama. Terima kasih banyak ya” Aku terharu mendengar perkataan dia yang keluar tiba-tiba dan aku katakan, “Ya kamu memang harus berbahagia, karena mungkin tidak semua anak bisa begini. Mama papa tidak kaya yang bisa belikan macam-macam atau kasih uang, tapi kebersamaan yang bisa dikenang itu yang ingin mama papa lakukan. Nanti kalau Riku lebih besar lagi akan lebih sedikit lagi waktu untuk bisa pergi bersama, tapi sudah puas karena waktu kecil sudah banyak membuat kenangan.”

Senang, tapi mungkin kalau ada tiket pertandingan lagi belum tentu aku mau ikut deh, soalnya makan waktu lama sih. Sebuah pengalaman yang patut dikenang.

Apakah kamu sering menonton pertandingan olahraga? Apakah pernah menjadi anggota fans club team tertentu?

Senangnya Diingat

13 Okt

Pekerjaanku sebagai guru/dosen bahasa, penerjemah dan narator –serabutan lah– membuat aku banyak bertemu orang. Senang tentu bisa berkenalan dengan begitu banyak orang, tapi sulit sekali bagiku untuk tetap menjaga silaturahmi dengan mereka semua. Jika masih “baru” aku biasanya ingat nama-nama murid atau klien pada tahun itu, tapi begitu mereka tidak ikut lagi kelasku, aku pasti lupa. Habis jumlahnya ribuan! Tahun-tahun awal aku mengajar / mempunyai hubungan kerja dengan paling sedikit 200 orang baru setiap tahun. Kalau dikalikan 20 tahun aku di sini berarti cuma sudah 4.000 orang.

Ada beberapa orang saja yang outstanding yang kuingat namanya, atau sedikitnya kuingat wajahnya. Maklum nama orang Jepang banyak yang sama! Jadi kalau aku bertemu lagi dengan mereka beberapa tahun sesudahnya, biasanya aku ingat wajahnya “Sepertinya kita sudah pernah bertemu ya?” Dan jika aku ingat nama mereka, di mukanya terpancar kegembiraan bahwa dirinya masih diingat. Tentu saja itu berlaku sebaliknya, aku pun senang sekali bahwa mereka masih mau mengingatku, dan menegurku. Its an honour for me. Apalagi kalau kutahu mereka adalah orang terkenal.

Posting ini mengenai acara reuni aku bersama teman-teman dari Radio InterFM, tempatku dulu bekerja sebagai DJ dan announcer bahasa Indonesia, pada tanggal 22 September lalu.

Sesudah dari Edo Castle, kami berjalan bersama ke stasiun Yurakucho untuk naik kereta Yamanote Line. Karena bapak mertua dan anak-anak mau lihat-lihat di dalam toko elektronik Big Camera, aku mengajak ibu mertuaku ngopi di cafe depan stasiun. Kelihatannya cafe itu populer sekali karena penuh. Aku sengaja mengajak ibu mertua karena kulihat sebetulnya dia sudah capek berjalan jauh dengan kakinya yang sering sakit. Masuk cafe “6th” itu sebenarnya agak hopeless karena aku melihat ada yang antri. Tiba-tiba ada waiter asing berkulit hitam di dekatku dan mengajak berbicara bahasa Inggris, tentu langsung kutanggapi dengan bahasa Inggris juga dan …voila… kami diantar ke kursi yang kosong tanpa harus menunggu. Ibu mertuaku sempat bengong karena tidak tahu aku bicara apa 😀 Tapi hari Minggu itu aku cukup banyak berbahasa Inggris karena banyak bertemu dengan orang asing. Tentu saja karena sore itu aku mempunyai acara perpisahan dengan teman DJ waktu sama-sama bekerja di Radio. Dan Radioku itu memang radio internasional sehingga semua bisa bicara bahasa Inggris dan Jepang.

Teman DJ ku itu berbahasa ibu Spanyol, dan dia akan kembali ke negaranya, Argentina setelah hidup di Jepang berpuluh-puluh tahun. Luis Sartor namanya, dan aku kebetulan teringat padanya waktu melihat sebuah foto iklan di kereta. Dia pernah menjadi arranger musik untuk kelompok Southerm All Stars untuk lagu yang memang bernuansa spanyol.  Loh kok ndilalah waktu aku pulang ke rumah, pada hari itu juga aku mendapat telepon bahwa akan ada acara perpisahannya. Tentu, aku akan usakan datang, karena aku mau bertemu dengan teman-teman satu studio setelah hampir 7 tahun berhenti bekerja sebagai DJ dan announcer radio. Tempat pertemuannya di sebuah restoran latin di perbatasan Shibuya-Meguro, agak jauh dari stasiun sehingga harus naik bus. Namanya Costa Latina.

Bertemu 35 orang musik/radio dari berbagai bahasa memang mengasyikkan. Ada satu orang yang waktu datang dari jauh kusangka sahabat DJ Charles Glover, ternyata bukan. Sayang sekali Charles tidak bisa hadir. Tapi sesuai dengan judul tulisan ini aku senang sekali diingat pertama oleh Luis Sartor yang menjadi “peran utama” hari itu. Memang kami berdua sudah hadir sejak awal pembukaan stasiun Radio InterFM Tokyo. Kami berdua, atau dengan teman-teman lain sering harus memenuhi permintaan wawancara dari TV/ Majalah mengenai program radio kami waktu itu. Dan satu yang sampai sekarang aku masih ingat yaitu hanya aku, orang Indonesia ini yang bisa menyamakannya dalam pelafalan huruf “R”. Pelafalan huruf “R” dengan lidah yang “keriting” begitu ternyata amat sulit untuk orang asing lainnya termasuk Amerika. Orang Jepang sih memang sulit, jadi sudah wajar. Tapi waktu kami mengadakan kontes kecil-kecilan pelafalan “R” itu ternyata hampir semua tidak bisa. Dan baru kusadari bahwa meskipun dalam kata-kata bahasa Inggris banyak juga yang memakai R, tidak semua perlu menggetarkan lidah seperti bahasa Spanyol atau Indonesia.

Yang kedua, aku senang diingat oleh Vance K, yang rupanya sekarang masih juga memegang program di radio InterFM. Waktu itu (1996) dia memegang program musik Hawaii yang disponsori perusahaan mobil terkenal Jepang. Meskipun kami tidak terlalu akrab, kami sering bertegur sapa terutama karena aku sering rekaman acaraku waktu dia sedang On Air. Dan asistennya yang bernama Miki, sering menemaniku makan siang. Miki memang tidak datang di acara perpisahan ini, tapi kami bertemu kembali lewat FB.

pesta perpisahan sekaligus reuni DJ dan staf InterFM

Di antara sekian banyak DJ asing yang kukenal, mungkin KC adalah yang paling alim dan serius. Sehingga kalau aku bertemu dia pembicaraannya juga cukup berat. Memang benar ya teman/lawan bicara itu amat mempengaruhi kita juga. Kalau temannya serius ya pasti kitanya serius, tapi kalau temannya rame dan tukang becandaan kita juga tertular menjadi rame dan becandaan juga. Eh…. atau itu hanya berlaku padaku ya?

Satu malam yang membangkitkan begitu banyak kenangan masa lalu. Menyenangkan tapi sekaligus menyedihkan. Menyedihkan terutama waktu menyadari bahwa diri ini sudah semakin tua. Melihat rekan-rekan seumur yang terlihat kuyu dan keriputan membuatku menyadari aku juga akan jadi begitu. Tapi untunglah semangat mereka masih menggebu-gebu mengalahkan umurnya 😀

Kata Luis: “Imelda…kamu tidak berubah sama sekali”. Well angka timbangan dan umurnya saja yang berubah ya hehehe

Biasanya kalau kami berkumpul begitu tidak ingat waktu pulang. Apalagi restoran itu sendiri buka sampai jam 4 pagi! Ah jika aku masih muda, pasti bisa begadang begitu deh. Tapi aku termasuk yang pulang cepat malam itu, jam 9 malam! Kebetulan kuihat Vance K pamit (mungkin dia ada show) dan seorang (mantan) staff yang rumahnya di Chiba pamit, aku cepat-cepat mengambil tas dan ikut pamit pulang. Malam itu aku pulang ke Yokohama soalnya. Tapi selain itu aku takut pada diri sendiri jika terlalu lama berada di sana akan menjadi sentimentil. Apalagi sistemnya free drink, termasuk alkohol. Sebelum aku harus pulang naik taxi (dan itu berarti sekitar 2juta rupiah) aku lebih baik pamit dan mengucapkan selamat jalan. Kepada Luis, dan kepada kenangan 🙂

Saat pembukaan stasiun Radio InterFM April 1996. Formasi awal sebagian DJ. Luis yang terakhir masih bekerja di InterFM, tapi sekarang dia akan kembali…for good ke negaranya.

 

Kalimat dan Surat Pemda

12 Okt

Selama dua malam Riku pergi karyawisata, Kai mempunyai kesempatan untuk mendominasi waktu papa mamanya lebih banyak dari biasanya. Kalau Riku sudah pasti tidur pukul 9:00 tanpa menunggu kami masuk kamar,Kai mesti tidur denganku. Sehingga sering dia harus menungguku jika aku ada pekerjaan yang perlu diselesaikan malam itu juga. Kalau ada Gen, biasanya dia minta papanya membacakan buku dulu sambil menunggu aku masuk kamar. Nah kemarin itu aku memaksakan untuk menulis posting dulu sebelum tidur, sehingga minta Gen dan Kai masuk kamar duluan. Saat itu Kai bertanya mengapa aku tidak langsung tidur? Dan Gen menjawab: “Mama wa bunsho wo kakanakereba naranaino…. (harafiah : Mama harus menulis kalimat dulu…)”
Kai bertanya: “Bunsho itu apa?” Nah loh… Apa jawabmu jika ditanyakan anak usia 6 tahun, “Kalimat itu apa?”

Aku sebetulnya menunggu Gen menjawab, tapi seperti biasanya dia jarang menjelaskan dengan detil. Jadi aku meninggalkan komputerku dan menjelaskan pada Kai.
“Kai, kalimat itu ekspresi pikiran kamu. Misalnya mama bilang:  ママはご飯を食べたMama makan nasi, Kai jadinya tahu kan bahwa mama makan. Tapi kalau mama bilang : ママご飯, Mama nasi. Kai pasti bingung mama bilang apa sih, masa mama nasi. Kai tahu kata ‘mama’, tahu juga kata ‘nasi’. Tapi itu bukan kalimat yang bagus kalau Kai tidak ngerti. Kurang kata ‘makan’ kan? Nah, kalimat itu dibuat untuk menerangkan kepada orang lain.  Itu namanya bunsho” 😀 Semoga dia bisa mengerti.

Tulisan dalam blog merupakan kesatuan kalimat-kalimat yang dapat dimengerti.  Dimengerti oleh si penulis dan dimengerti oleh pembaca. Membuat kalimat, membuat posting itu memang sulit, tapi kalau kita tidak berlatih  menyampaikan pikiran kita lewat tulisan sudah pasti kita bukan blogger yang baik. Ya jelas blogger tanpa tulisan sih. Silakan dibaca juga tulisan sahabat blogger uncle Lozz Akbar bahwa kita lebih baik menulis saja tanpa harus nyastra. Dan bagian yang aku garisbawahi adaah: “Sambil terus belajar mengasah teknik-teknis dasar menulis. Tentang cara menempatkan huruf kapital yang benar. Memahami kosakata EYD. Juga tentang cara memainkan tanda baca titik koma. Insya Allah lama-lama akan ketemu juga pakem sastra versi Anda.”

Setelah aku jelaskan mengenai kalimat, akhirnya aku membacakan buku dulu supaya dia tertidur baru aku bisa menulis dengan tenang. Aku baru selesai membacakan buku pilihan dia yang berjudul “生命の歴史Sejarah Kehidupan” beuhhh susaaah bacanya. Buku itu menceritakan pembentuka tata surya, planet-planet, bumi, bulan, lalu kehidupan di bumi, dinosaurus…..sampai kehidupan seperti sekarang ini. Memang Kai suka yang susah-susah sih 😀

Bulan April tahun depan, Kai akan masuk SD. Baru kemarin kami mendapat pemberitahuan dari pemerintah daerah Nerima yang “mengingatkan” bahwa anak kami akan memasuki usia sekolah (usia SD 6 tahun). Dalam surat itu kami diberitahukan bahwa Kai masuk SD (SD pemda – yang sama dengan Riku) terdekat rumah kami, dan harus mengikuti pemeriksaan kesehatan tanggal 7 November akan datang serta harus melengkapi formulir dari SD. Hebatnya pemda di sini, bukannya kami yang ribut cari sekolah, malah mereka yang memberitahukan sesuai dengan daftar kependudukan yang mereka punya. Jadi kami tinggal mengikuti prosedur yang sudah ditulis dalam surat itu. Ini juga berlaku untuk undangan pemeriksaan kesehatan tahunan, pemberitahuan habisnya masa berlaku kartu identitas dan SIM, pemberitahuan pemberian tunjangan untuk anak-anak (sampai usia 12 tahun) dll. Tapi tentu saja kami juga mendapat surat pengingat untuk membayar pajak 😀 Semoga kelak Indonesia juga dapat mengikuti sistem seperti ini ya.

Omiyage = Cendera mata

11 Okt

Memang sih cendera mata sama artinya dengan oleh-oleh yaitu pemberian (sbg kenang- kenangan, sbg pertanda ingat, dsb); tanda mata; (KBBI Daring). Tapi kalau sekedar buah tangan dari bepergian, rasanya masih lebih baik pakai kata oleh-oleh ya? Oleh-oleh bahasa Jepangnya omiyage.

Jadi ceritanya Riku pergi Idou Kyoushitsu, karyawisata dan menginap di daerah sejuk di Karuizawa seperti yang sudah kutulis di sini. Dan seperti yang sudah kutuliskan juga, bahwa kami orang tua memasukkan uang 2000 yen ke dalam amplop untuk dititipkan ke guru. Waktu ada kesempatan membeli oleh-oleh, amplop itu akan diberikan ke anak-anak untuk membeli oleh-oleh yang diinginkan. Nah sebelum berangkat Riku sempat bertanya padaku,
“Mama mau oleh-oleh apa?”
“Apa saja…”
“Kalau aku tidak pakai uangnya untuk beli oleh-oleh, 2000 nya boleh untuk aku?”
Aku tidak menjawab, meskipun aku tahu jika tidak dibelikan oleh-olehpun aku tidak kecewa dan akan kurelakan dia mendapatkan 2000 yen itu. TAPI persoalannya, apakah dia bisa menahan keinginan membeli sesuatu sementara teman-temannya semua berbelanja? Hmmmm

Tadi sore sekitar jam 5, Riku pulang bersama 4 temannya yang tinggal di sekitar rumah kami. Genk nya deh 😀 Tapi karena aku harus cepat-cepat menjemput Kai, aku baru bertemu dia jam 5:30. Begitu masuk rumah, dia langsung berkata…
“Mama aku beli ini loh…. ini limited edition, hanya ada di daerah Shinshu loh” sambil menunjukkan potato chips pedas rasa bubuk cabe, dan chips rasa wasabi.
“Ini ada kue yang terbuat dari lava :D…enak loh. Tadi aku makan sedikit dengan teman-teman di jalan (ampuuun deh)” biskuit berwana hitam yang memang kelihatan seperti batu lahar. Tapi tentu saja biskuit biasa.
“Ini ada 2 apel shinano dolce. manis loh. Aku makan 10 iris di sana kan kita bisa petik sendiri. Maniiis sekali” Tapi ternyata kalau sudah di rumah dan potong dengan pisau kok rasanya kurang manis ya ma….
“Ini ada coaster kayu yang aku buat sendiri loh. Menggergaji kayu itu susaaaah loh. Aku juga membuat api sendiri di museum sejarah loh”

“Jadi, berapa sisa uang kamu?”
“130 yen”
“Ya sudah untuk kamu saja :D”

hoho… ternyata dia suka belanja juga 😀 Aku ingat dulu pertama kali aku darmawisata ke Cibodas, aku membeli stoberi kecil yang kecuuut sekali sebagai oleh-oleh untuk mama. Tentu saja akhirnya dibuang karena terlalu kecut 😀

oleh-oleh, omiyage dari Riku yang baru pulang karyawisata

Mendapat oleh-oleh memang menyenangkan. Dan orang Jepang memang pasti membeli oleh-oleh di hampir semua tempat yang mereka kunjungi, Dan dengan demikian pariwisata bisa lancar karena ada yang membeli kan? Tapi untuk membeli oleh-oleh juga butuh budget yang tidak sedikit, apalagi kalau temannya banyak. Karena itu biasanya kami katakan tidak usah omiyage, tapi omiyagebanashi saja (omiyage =oleh-oleh banashi =hanashi =cerita), jadi cukup bercerita saja tentang perjalanannya. Dan biasanya saat itu juga memperlihatkan foto-foto yang diambil di tempat kunjungan.

Tapi sebetulnya masih ada satu lagi oleh-oleh dari Riku yang belum sampai. Yaitu kartu pos yang memang sudah disiapkan sebelumnya, lengkap dengan alamat tujuan dan perangko 50 yen (standar untuk kartu pos dalam negeri). Aku ingin tahu apa yang dia tulis di situ. Karena mengirim kartu pos dari tempat wisata/luar negeri sebetulnya merupakan kebiasaan keluarga Coutrier seperti yang pernah kutulis di sini.

 

KTP

10 Okt

Setiap Warga Negara Indonesia pasti mempunyai Kartu Tanda Penduduk atau KTP. Pertanyaannya apakah orang Jepang punya KTP? Jawabnya : Tidak. Mereka tidak mempunyai kartu identitas yang wajib dibawa-bawa ke mana-mana, tapi jika perlu keterangan, mereka bisa meminta salinan semacam kartu keluarga yang bisa diminta di kantor kelurahan atau kantor layanan masyarakat terdekat rumahnya. Untuk mendapatkan salinan ini, cukup menuliskan nama, alamat dan tanggal lahir. Dan bayarannya sudah pasti, hanya 300 yen per lembar (pakai kwitansi tentu saja). Dan memang seharusnya asalkan tahu nama, alamat dan tanggal lahir, jika sudah memakai sistem komputer (apalagi e-KTP semestinya tinggal di-scan saja) pasti akan mudah saja membuat salinan kartu keluarga (atau surat lainnya seperti surat pendapatan/pajak).

Untuk pengganti kartu identitas, biasanya orang Jepang memakai kartu asuransi hokensho 保険証 atau SIM Unten menkyousho 運転免許証

Sebetulnya orang Jepang mempunyai NIK seperti orang Indonesia, tapi ada beberapa pemda yang menolak pelaksanaan nomor induk kependudukan itu, sehingga sistem input berdasarkan NIK masih jarang digunakan.

Kebetulan hari Jumat lalu, aku membaca sebuah sharing tulisan yang berjudul “Keterangan agama akan dihapus dari KTP“,  yang  tentu saja menghadirkan polemik perlu tidaknya penghapusan/pencantuman agama dalam KTP. Kebetulan persis hari itu, aku mengajar kelas menengah di universitas S mengenai agama. Maklum orang Jepang amat antipati terhadap kata “agama” karena banyaknya agama yang melenceng dan membawa masalah dalam masyarakat. Sebut saja Aum Shinrikyo yang bertanggung jawab atas peristiwa penyebaran gas maut Sarin di kereta api hampir 20 tahun lalu. Jadi aku menjelaskan pengetahuan dasar tentang agama di Indonesia, termasuk pentingnya orang Jepang mempelajari kebiasaan-kebiasaan orang luar negeri ( menurut orang Jepang tentunya) yang beragama jika mau menyambut turis asing ke Jepang menghadapi Olimpiade yang akan diadakan di Tokyo nanti. Tentu saja supaya Jepang bisa menjadi tuan rumah yang baik.

Dan menambahkan pentingnya agama, aku memberi contoh bahwa di dalam penulisan KTP sebagai kartu identitas tertulislah kolom agama, selain nama, alamat, pekerjaan dan status marital. Jika aku memancang dari sudut pemikiran orang luar negeri, memang rasanya kolom agama, pekerjaan dan status marital itu tidak perlu. Aku teringat waktu mengisi permohonan visa ke Jerman atau Australia aku lupa tepatnya, tapi disitu ada pilihan : never …. dan aku pikir loh kok aku yang masih single begini mengisi never ya, wong aku mau nikah tapi belum kok hehehe 😀 Padahal maksudnya selama ini belum pernah menikah.

Tapi kolom-kolom ini kalau dilihat dari sudut kependudukan ya mungkin memang perlu. Contohnya jika di KTP tertulis agamanya apa, maka jika terjadi kecelakaan atau pembunuhan bisa langsung diketahui bagaimana caranya dia akan dimakamkan. Di situ aku pun menerangkan bahwa umat Islam melakukan pemakaman dalam tidak boleh lebih dari 24 jam, sedangkan jika agama Kristen masih bisa menunggu sampai 3 hari.

Dalam menerangkan tentang agama ini, aku sendiri merasa bersyukur pernah belajar tentang agama-agama di Indonesia. Sehingga sedikit banyak aku bisa menjelaskan pula kepada murid-muridku mengenai agama yang belum mereka kenal. Senang juga mendengar bahwa di sekitar universitas W, sudah banyak tempat yang menjual bekal (bento) yang halal. Dulu waktu aku mahasiswa (20 tahun lalu) mana ada tuh makanan halal dijual di universitas. Jamannya sudah beda sih 😀