Hari eh Pasir Mukti!

6 Nov

Waktu aku mendengar nama Pasir Mukti memang terlintas di benakku nama pemusik Hari Moekti sih. Tapi kelihatannya tidak ada hubungan apa-apa antara nama tempat ini dengannya. Bahkan setelah kucari infonya di website, aku mengetahui bahwa yang mempunyai tempat ini adalah orang Manado, sehingga tidak heran nama Restoran dan makanannya khas Manado.

Nama ini kuperoleh dari saudaraku yang suka memancing. Katanya dibanding tempat lain, Pasir Mukti lebih indah pemandangannya. Aku memang mencari tempat pemancingan di Jakarta, karena aku menjanjikan anak-anak untuk pergi memancing. Mumpung ada waktu (hari biasa meskipun puasa), ada supir(untung supirku tidak puasa karena sama-sama katolik), ada mobil, ada Lia juga yang mau menemani, jadi meskipun sepupu Riku dan Kai tidak bisa ikut, aku menetapkan untuk pergi mancing di Pasir Mukti, tanggal 1 Agustus 2013. Malam sebelumnya aku sempat menyapa Krismariana kalau-kalau mau ikut bersama kami. Dan Kris menyetujui ikut.

Kami berangkat sudah agak siang. Untung Lia ikut karena Pak Indra yang menyetir tidak biasa naik jalan tol jadi hampir salah masuk tol. Dan karena sudah siang juga aku khawatir soal makan siang. Masak musti nunggu dapat ikan dulu baru makan. Iya kalau dapat. Jadi aku masih menyempatkan beli BK di rest area. Lucu juga ada rasa rendang, jadi coba deh. Ternyata rendang emang paling cocok makan dengan nasi 😀 No way deh Burger Rendangnya 😀

pemandangan di areal pemancingan Pasir Mukti

Dengan berbekal peta yang kami dapat di website Pasir Mukti, kami melewati jalan yang…. rusak dan dipenuhi dengan sepeda motor. Cukup jauh juga sesudah keluar dari tol Citeureup-Cibinong, kami akhirnya sampai ke komplek PasirMukti. Harus  berhati-hati karena papan masuknya tidak begitu kelihatan, sehingga kami hampir kelewatan. Masuk membayar Rp 10.000 per orang dan kami langsung ke tempat pemancingan.

dengan hasil pancingannya

Kami menyewa alat pancing dan membeli umpan di tempat pemancingan. Lalu dengan tidak sabar Riku dan Kai menuju kolam ikan gurame dan ikan bawal yang berbeda. Untung Bapak Indra yang membawakan mobil kami ahli memancing, jadi aku menyerahkan soal memancing pada pak Indra untuk membantu anak-anak. Lumayan juga Riku bisa memancing beberapa ikan, dan setiap pak Indra berhasil memancing ikan, Kai mengaku bahwa dia yang memancingnya 😀

Lia menemani Riku di kolam lain, sedangkan Kris sempat bermain ayunan dengan Kai

Tapi karena kami datang pada bulan Puasa, jam 4:30 kami sudah harus bersiap untuk pulang, dan menimbang ikan-ikan yang kami tangkap untuk membayarnya. Semua fasilitas di situ tutup jam 5, sehingga kami terpaksa pulang sebelum jam buka. Dan benar saja kami terjebak macet sepanjang jalan ke rumah. Tapi setelah sampai ke rumah, aku langsung membersihkan satu ikan gurame dan menggorengnya untuk makan malam kami. Yummy!

hasil tangkapan hari itu satu ekor langsung dimasak, yang lain dibersihkan lalu masukkan freezer

Selain tempat pemancingan, Pasir Mukti juga punya banyak tempat kegiatan seperti menanam padi, naik kerbau dsb. Tapi memang kami hanya bermaksud untuk memancing dan sudah kesiangan sehingga tidak bisa berkeliling melihat tempat yang lain. Tempat ini cukup nyaman untuk memancing, terlepas dari akses yang kurang bagus untuk menuju tempat ini, Pasir Mukti merupakan pilihan yang baik untuk memancing bagi anak-anak dan yang amatir seperti aku  😀

gede ya? hehehe

 

Kotanya Astronot Wanita

5 Nov

Setelah kami pergi ke danau teratai yang merupakan bagian dari Taman Tsutsujigaoka, kami pergi dulu ke Ashikaga Yakata, lalu ke Ashikaga Gakkou, baru kembali melewati Watarasebashi yang terkenal dalam lagunya Moritaka Chisato untuk pergi ke Mukai Chiaki Children Science Museum. Kami sampai di sini sudah hampir pukul 4 padahal museumnya sendiri tutup pukul 5 sore. Lagipula untuk masuk ke museum hanya perlu membayar 310 yen/orang dewasa dan anak-anak gratis.

Begitu masuk museum, ada pojok untuk anak-anak mencoba baju astronot dan bisa memotret di sana. Langsung Kai mencoba memakai baju itu. Sayang tidak ada ukuran untuk Riku. Setelah itu kami bisa melihat bermacam peragaan percobaan yang bagi anak-anak seperti permainan saja. Memang banyak anak-anak di sini yang melewatkan waktu untuk bermain, sementara orang tua mereka entah kemana (eh ada juga sih bapak-bapak yang tidur hehehe).

museum Mukai Chiaki, Tatebayashi. Kai coba pakai baju astronot. Kiri bawah mencoba berjalan di bulan

Yang menarik adalah lantai atas yang melukiskan kegiatan Mukai Chiaki sejak sebelum menjadi astronot wanita pertama sampai pada persiapannya untuk melakukan penelitian di dalam pesawat ruang angkasa. Salah satunya adalah membawa sepasang ikan medaka (Oryzias latipes) ke luar angkasa dan ternyata mereka bisa bertelur! Kalau aku tidak salah ingat ada juga penelitian pencampuran obat yang jika di bumi tidak bisa bercampur, tapi di ruang hampa udara bisa. Ini merupakan penemuan yang berguna untuk ilmu kedokteran. Aku masih ingat kata-katanya yang mendorong anak-anak untuk terus bermain dan mencari hal-hal baru untuk membuka keingintahuan kepada dunia pengetahuan.

lantai 2 Museum

Aku merasa kagum sekali pada Dr Mukai Chiaki ini. Beliau merupakan dokter lulusan universitas Keio dan mempunyai dua gelar doktor (doktor ilmu kedokteran, 1977, dan doktor fisiologi, 1988) serta dokter spesialis bedah cardiovasculer 1989. Tahun 1994 dia ikut dalam penerbangan STS-65 Columbia, dan STS-95 Discovery dan sekarang bekerja di JAXA dan masih mengajar di sekolah persiapan menjadi astronot di Amerika.

 

Museum Anak-anak  ini sebenarnya didirikan sejak tahun 1991 oleh pemerintah daerah  Tatebayashi, dan kemudian diganti namanya menjadi Mukai Chiaki Children Science Museum untuk memperingati warganya yang menjadi astronot wanita pertama Jepang.

Oh ya sebagai tambahan permaisuri Jepang juga lama tinggal di Tatebayashi loh

Berfoto di depan museum

 

向井千秋記念子ども科学館

〒374-0018 群馬県館林市城町2番2号
TEL 0276-75-1515 FAX 0276-75-1433

 

 

Ransel

4 Nov

Aku sudah pernah menulis tentang ransel anak SD di : “Beban Berat Anak SD Jepang“, dan itu ternyata sudah 5 tahun yang lalu. Dulu aku menyesal tidak membeli ransel untuk Riku lebih cepat, sehingga sudah akhir Maret 2008 baru membeli ransel untuk Riku. Telat! karena sudah tinggal sedikit pilihannya, dan tinggal yang mahal-mahal 😀 Jadi kami tidak mau mengulang kesalahan yang sama dan mulai mencari ransel bulan November ini.

Cuaca hari ini yang tidak menentu sejak pagi. Pelangi sore hari waktu hujan tiba-tiba di daerah kami

Kebetulan hari Senin ini merupakan Happy Sunday, hari libur pengganti hari Kebudayaan yang jatuh tanggal 3 November kemarin. Karena hari libur jatuh pada hari Minggu, maka Seninnya menjadi hari libur pengganti, furikae. Tapi cuaca hari ini tidak bagus, hujan dari pagi. Lagipula Riku baru pulang ke rumah jam 10:30 dari rumah mertua di Yokohama. Dia kemarin ‘kencan’ dengan omnya menonton pertandingan Rugby. Akhirnya kami berempat dara-dara, santai-santai di rumah sampai pukul 6 sore!

Tepat pukul 6 sore, kami keluar rumah, langit sudah gelap, tapi hujan sudah berhenti. Ambil baju di dry cleaning, lalu kami berempat pergi ke tukang pangkas! Ya, bukan salon, karena memang hanya untuk pangkas potong rambut saja. Biayanya cukup 1000 yen seorang 😀 murah kan? Tentu tanpa cuci blow segala.

berempat rambut baru 😀

Nah, kebetulan di lantai bawah pertokoan tempat potong rambut itu ada promo penjualan ransel anak SD. Memang tidak sebanyak department store terkenal hanya ada 3 deret rak. Kai dengan gaya sok taunya mencari ransel yang dia suka. Coba-coba, lalu dia teliti bentuk kancingnya, ringan dan besarnya, dan akhirnya dia menentukan pilihan. Aku dan Gen hanya melihat dari jauh, sedangkan Riku membantu Kai mencari ransel yang cocok untuk adiknya. Hmmm terasa sekali anak-anak sudah besar, sudah tahu apa yang mereka mau.

Jadi setelah Kai menentukan sebuah ransel berwarna hitam yang ringan dan cukup mahal :D, aku membawa ransel itu ke cashier untuk membayar. Lalu pegawai cashier itu bertanya padaku,
“Ibu mau membeli hari ini? Kalau beli besok ada tambahan potongan harga 5% loh”
“Wah, bisa dipending sampai besok?”
“Bisa, nanti saya kasih kertas pesanan untuk ambil besok. Besok toko buka sampai jam 11 malam, jadi silakan datang. Kalau tidak bisa besok (tgl 5) bisa juga tgl 7, tgl 15, 20 dan 25,jadi cukup banyak pilihan kok”
Lalu dia membuatkan catatan pesanan berikut jenis ransel, sehingga besok aku tinggal menyerahkan kertas itu dan bayar lebih murah 5%.

Terus terang aku heran, seheran-herannya. Orang Jepang itu bagaimana sih….. berpihak pada pembeli. Memang aku pernah mengalami seperti ini yaitu saran mengubah paket handphone, supaya aku cukup membayar 4000 yen daripada 25.000 yen. Ceritanya di sini. Tapi kali ini, bahwa si pegawai cashier sampai bertanya apa aku tidak mau tunda dulu supaya lebih untung ….. kan mengherankan. memang cukup besar angka yang harus kubayar, tapi servicenya itu loh. Semakin cinta sama penjual di Jepang 😀

Eh tapi kalau mau diingat, aku juga sering disarankan mengambil paket makanan di restoran yang kalau pesan satu set, lebih murah daripada pesan ala carte. Bisa beda sampai 500 yen loh. Dan mereka justru menawarkan yang lebih murah bagi pelanggan. Kurasa, di Indonesia sedapat mungkin menyarankan yang termahal deh…. atau aku salah? Pernahkah kamu disarankan untuk membeli sesuatu yang lebih murah?

Sejarah randoseru ini sudah 100 tahun lebih, dimulai dari  Bakumatsu (akhir jaman Edo/ Tokugawa sekitar 1860-an) dengan dimulainya pemakaian tas punggung ala barat “Senou” oleh serdadu Jepang. Pada tahun 1885, sekolah Gakushuin (berdiri tahun 1877) melarang murid-murid diantar dengan becak/ mobil ke sekolah dan mewajibkan murid-murid memakai “Senou” untuk membawa peralatan sekolahnya. Karena dalam bahasa belanda “senou” ini disebut dengan “Ransel”, maka Jepang mengadaptasi nama ini dan menjadi terkenal dengan nama “RANDOSERU”. Tapi bentuk yang dulu lebih menyerupai Rugsack daripada bentuk kotak masif seperti sekarang. Baru tahun 1887 bentuk kotak itu muncul akibat pesanan khusus Perdana Menteri Ito Hirobumi untuk hadiah masuk SD Kaisar Jepang ke 123, Kaisar Taishou ( 1879-1926).

Meskipun demikian, ransel masih merupakan barang mewah untuk anak-anak kota saja. Anak-anak di pedesaan masih memakai Furoshiki (kain segi empat seperti syal) untuk membawa peralatan tulis mereka. Baru pada tahun 1955, ransel dipakai di seluruh negeri, dan merupakan barang mutlak untuk murid SD.

Padma di Tatebayashi

3 Nov

Kalau mencari kata padma di Kamus Besar Bahasa Indonesia, akan tertulis : bunga teratai atau bunga seroja. Tapi kalau mencari di wikipedia, kita akan tahu bahwa yang dimaksud padma bukan sekadar lotus saja tapi sacred lotus.

Sebelum kami pergi ke Ashikaga Yakata dan Ashikaga Gakkou, kami melewati prefektur Gunma karena di situ ada bekas castle Tatebayashi. Memang Castle Tatebayashi ini tidak termasuk dalam daftar 100 castle terkenal di Jepang. Tapi Gen ingin melihatnya. Waktu kami mengikuti car navigator kami melihat papan: Tsutsujigaoka Koen. Hmmm kami pernah pergi ke taman tsutsuji (bunga azalea) di Ootawa Azalea Hills Yokosuka, jadi buat apa lihat lagi? Tapi Gen mengajak mampir saja sebentar kok sepertinya cukup besar, selain itu ada bekas Tatebayashi castle.

termasuk foto favoritku!

Memang kami tahu bahwa bunga azalea itu hanya berbunga sekitar bulan Mei, sedangkan waktu kami pergi ke sana bulan Juli. Dan memang taman di situ tidak ada bunganya lagi. Tapi kami bisa melihat ada semacam kolam/danau teratai besar di sana, dan melihat banyak orang berjalan ke arah lebih dalam yaitu ke tempat menaiki perahu. Rupanya bisa ikut tur dengan perahu mengelilingi danau itu yang makan waktu 30 menit.

kompleks taman Azalea Tatebayashi

Kami memang harus menunggu giliran naik sekitar 20 menit, sesudah membeli karcis seharga 700 yen untuk dewasa dan 300 yen untuk anak-anak. Dan perjalanan mellihat bunga teratai itu sangat menyenangkan. Selain melihat pemandangan yang meluas kami juga dibawa sampai ke tengah-tengah kumpulan teratai.

menembus “hutan” teratai

Pendayung perahu kami sudah tahu jalan-jalan melewati kumpulan teratai itu sehingga tidak merusak bunganya. Kami sampai bisa melihat bagian-bagian bunga lotus dan daunnya yang lebar, bahkan bisa memegangnya. Jarang kami bisa berada di tengah-tengah keindahan alam seperti ini, sehingga rasanya bahagia sekali.

perahu lain yang membawa turis, masuk ke dalam gerombolan teratai seperti kami

Menurut pendayung perahu kami, batang teratai itu kosong, dengan pori-pori besar, sehingga bisa menjadi selang jika kita menaruh minuman di bagian daun, dan minum di bagian bawahnya. Selain itu daun teratai yang besar itu mempunyai lapisan lilin sehingga bisa dipakai seperti payung waktu hujan. Jadi ingat pohon pisang kan? Dan pendayung perahu memperbolehkan kami membawa pulang daun teratai itu asal janji tidak dibuang sembarangan.

membawa pulang daun teratai

Kurang lebih kami berada di sana 2 jam, tapi hati kami amat terhibur dengan keindahan taman Padma ini.

Festival teratai mulai 10 Juli – 15Agustus 2013. Tahun depan mestinya ya sekitar tanggal itu juga.

 

Hati-hati Bebek Lewat!

2 Nov

Peringatan ini bukan lelucon loh, tapi benar-benar dipasang di pinggir jalan berbunyi : “カルガモにご注意 Karugamo ni gochuui” termasuk gambar bebek dengan anak-anaknya. Memang bebek-bebek ini sering menyeberang jalan tanpa mengindahkan lalu lintas sih 😀 Pada musim panas, bebek bersama anaknya yang baru lahir akan berpindah mencari tempat hidup yang baru, yang lebih besar. Sehingga mereka perlu bermigrasi. Yang lucu pernah ada sebuah liputan TV di depan istana kaisar di pusat Tokyo yang memang terdapat parit besar. Nah bebek-bebek yang ada di sana mau menyeberang jalan raya yang cukup besar. TAPI hebatnya, semua mobil berhenti untuk memberikan jalan pada bebek-bebek ini menyeberang beriringan. Aku tak tahu kalau di Jakarta bagaimana nasib bebek-bebek ini 😀

Hati-hati Karugamo (bebek) lewat!

Bebek-bebek yang kami lihat ini berada di parit sebuah komplek perumahan Ashikaga Takauji 足利尊氏 di kota Ashikaga, Perfektur Tochigi yang merupakan salah satu tempat yang termasuk dalam 100 Castle terkenal di Jepang. Kami mendapatkan stamp (cap) 100 castle itu di kuil utama yang merupakan pusat kompleks itu. Kuil itu bernama Bannaji 鑁阿寺 yang didirikan tahun 1196 oleh Ashikaga Yoshikane 足利吉兼. Kuil ini ditetapkan sebagai Peninggalan Berharga 需要文化財 karena usianya yang cukup lama. Hanya pernah menjalani pemugaran satu kali pada tahun 1926 dibawah pengawasan Departemen Pendidikan. Sangat beruntung kuil ini belum pernah mengalami kebakaran.

kuil Bannaji yang didirikan th 1196. Hebat ya bisa bertahan segitu lama

Castlenya sendiri di mana? Rupanya bayangan kita tentang castle Jepang itu adalah puri-puri yang dibuat pada jaman Edo (1600-an). Sedangkan castle atau puri sebelum jaman Edo itu memang hanya berupa rumah biasa yang besar, yang disebut Yakata. Kebanyakan yakata-yakata ini sudah tidak ada, ntah karena terbakar, atau dibakar pasukan musuh. Seperti Castle Terapung Nobou no shiro, awalnya tidak berbentuk seperti yang kita lihat sekarang. Ashikaga Takauji sendiri merupakan shogun pertama pada jaman Muromachi Bakufu tahun 1338, dan meninggal tahun 1358.

Pohon Ginkyo berusia 550 tahun. Kanan bawah aku merasa unik karena ada mobil coca cola bersanding dengan kuil kuno

Selain kuil kuno yang masih gagah berdiri di sana, kita juga bisa melihat sebuah pohon Ginkgo biloba yang diperkirakan berusia 550 tahun dengan lingkar batang 8,3 meter.

kompleks perumahan Ashikaga Takauji

Kami tidak lama di sini karena ingin melanjutkan perjalanan ke sekolah Ashikaga, sekolah tertua di Jepang.

 

1 Bulan 10 Buku

1 Nov

Menjelang Hari Kebudayaan di Jepang yang diperingati setiap tanggal 3 November, universitas-universitas membuat festival di kampusnya. Ada yang mulai hari ini tanggal 1 November, ada yang mulai besok. Universitas W dan S tempatku bekerja juga mengadakan daigakusai atau festival universitas sehingga hari Kamis dan Jumat ini aku libur tidak mengajar. Kemarin aku pakai waktuku untuk bertemu teman lama di Shinjuku untuk makan masakan Thailand, tapi kurang enak masakannya. Ternyata aku memang bukan tipe yang gaul di Tokyo. Sama sekali tidak tahu tempat yang enak-enak. Anak mami (yang gede banget hehehe).

Hari Jumat ini sebenarnya aku ingin pergi berdua Kai dan Sanchan, tapi aku dan Sanchan ternyata kecapekan sehingga tepar di tempat tidur. Sayang sekali karena hari ini cerah sekali. Tapi biarpun hari ini kami libur, sesudah makan siang mulai lagi sibuk wara wiri, termasuk ke kantor pos untuk membayar rekening. Ternyata kantor pos Jepang mulai menjual kartu pos untuk tahun baru mulai hari ini, sehingga aku tergoda membeli kartu pos itu, dan tentu saja perangko-perangko baru.

hasil panen hari ini

Kembali ke Hari Kebudayaan di Jepang, seminggu menjelang hari Kebudayaan itu di sekolah-sekolah diadakan Pekan Baca 読書週間 Dokusho shukan. Menurut Riku setiap hari mereka diberikan waktu untuk membaca sebelum pelajaran atau waktu-waktu tertentu yang diberikan gurunya. Nah, tadi pagi dalam acara ZIP, diadakan semacam interview kepada anak-anak mengenai kegiatan membaca ini. Dan ternyata dibanding beberapa tahun yang lalu, anak-anak Jepang sekarang lebih banyak membaca buku. Rata-rata 10 buku dalam 1 bulan!

Wah hebat benar…. kupikir anak-anak Jepang suka manga (komik) saja, dan perlu diketahui manga itu TIDAK temasuk hitungan buku. Zukan (ensiklopedia) juga tidak dihitung. Yang dihitung adalah shosetsu (novel), monogatari (buku cerita), jiden (biografi) dll buku yang mempunyai tema dan tidak bergambar. Ternyata sekarang banyak cerita-cerita manga yang di-novel-kan. Jadi kalau komik anak-anak lebih memperhatikan gambar dan setelah itu alur cerita. Sedangkan untuk shosetsu pembaca diajak membuat “komik” sendiri di kepalanya. Kurasa ini bagus sekali!

Lalu kutanya Riku selama seminggu ini dia bisa baca berapa shosetsu? Ternyata dia bisa baca 3 buku! (Kalau dihitung sebulan bisa 12 buku kan) Wah hebat juga. Sayangnya pilihan bukunya masih cenderung ke tokoh-tokoh sejarah dan komik yang di-shosetsukan.

Kamu bisa baca berapa buku seminggu (atau sebulan) ini? Aku? Zero huhuhu!

Eh tapi aku boleh bangga ah, bisa menulis 31 tulisan untuk bulan Oktober kemarin. Masih banyak cerita yang belum aku tuliskan tapi ya begitu, pemilihan gambar dan mencari data tambahannya yang makan waktu lama. Biasanya satu tulisan aku tulis sekitar pukul 10 malam, sesudah Kai tidur. Kalau aku ketiduran ya gitu deh, cuma punya waktu 30 menit sebelum tanggal berganti 😀 Semoga semangatnya masih bisa dilanjutkan dalam bulan November ini.

Mata Dekat

31 Okt

“Mata dekat” merupakan terjemahan harafiah dari kin-gan 近眼 myopia atau kalau di Indonesia disebut dengan rabun jauh (kacamata minus). Dan ternyata kata dokter mata tadi, orang yang rabun jauh(kacamata minus) lebih beruntung daripada yang tidak, jika dia mau tetap bisa membaca dan menulis atau bermain komputer sampai tua, sekitar umur 80 tahun. Karena itu aku disarankan untuk memakai kaca mata + waktu memakai komputer saja, sedangkan untuk kegiatan sehari-hari masih bisa tanpa kacamata. Kecuali waktu menyetir karena mungkin akan ditegur waktu memperpanjang SIM.

Hari ini aku memang ke dokter mata. Riku disuruh oleh pihak sekolah, sebetulnya sudah sejak bulan Mei lalu, tapi baru sempat (dan baru teringat). Dengan membawa kertas pemeriksaan kembali dari sekolah untuk diisi dokter mata, kami bergegas ke dokter mata yang berada di gedung stasiun dekat rumah kami. Aku baru pulang pukul 5 sore sedangkan Riku baru pulang bermain pukul 5:15. Padahal dokter matanya cuma sampai jam 6. Jadi kami bergegas naik sepeda.

Kami baru pertama kali ke dokter itu, sehingga kami perlu mendaftar dan membuat karte dulu. Untuk itu kami perlu menyerahkan kartu asuransi, dan untuk Riku ditambah kartu bebas biaya dari kelurahan. Setelah menulis formulir pendaftaran, kami menunggu. Sebelum diperiksa dokter, kami diperiksa dulu kemampuan membaca. Dari situ ketahuan bahwa kemampuan pandang aku cuma 0,7 untuk mata kanan dan 0,8 untuk mata kiri (normalnya 1). Jangan tanya minus berapa ya, karena di Jepang tidak pakai istilah minus. Dan memang aku ada silindris dan perlu ditambah plus karena tidak bisa membaca yang kecil-kecil. Nah loh. Pemeriksaan oleh suster ini, hampir semua sama dengan pemeriksaan mata di Indonesia, tapi ada satu yang lain yaitu mata dihembuskan angin. Mungkin untuk mengukur kekeringan mata ya? Aku sungkan bertanya tadi.

TAPI yang hebat waktu dipanggil masuk ke kamar periksa dokter spesialisnya. Dia dengan alat khusus melihat retina mata, yang terekam dalam komputer. Wiiih benar-benar seperti kaca. Untuk aku pemeriksaannya ditambah dengan melihat kelopak mata bagian dalam, untuk melihat pembuluh darahnya. Hasilnya, mataku lumayan parah tingkat stressnya. Tapi oleh dokter aku hanya disarankan memakai kacamata plus +1 waktu memakai komputer, yang bisa dibeli di toko-toko kacamata. Tanpa obat, dan tanpa kacamata minus karena belum perlu (padahal udah siap-siap beli loh :D). Biaya dokter matanya 2100 yen (Rp210ribu) saja. Riku juga tidak perlu pakai kacamata dan biayanya nol.

Selain kecanggihan alat-alat dan kecepatan/ketepatan dokter memeriksa, ada satu hal lagi yang kuperhatikan. Kenapa dokter mata itu bermuka lonjong seperti Hercule Poirot, berkacamata dan pintar ya? Karena dokter Kato ini tipe-tipenya mirip dokter Slamet RSPP yang memeriksa aku setahun lalu 😀

Cuma ada satu perkataan dia yang terngiang terus di kepalaku. “Cepat-cepat pakai kacamata jika sudah berumur 40-an, karena kalau tahan terus pada umur tertentu tidak akan bisa menulis dan membaca lagi. Dulu orang (Jepang) hidup cuma sampai umur 50 tahun, belum ada komputer dan smartphone, jadi tidak sempat kehilangan penglihatan. TAPI sekarang orang hidup sampai lanjut usia, kira-kira 80-an. Tentu tidak mau pada usia lanjut itu tidak bisa membaca dan menulis ya? Apalagi aku kalau tidak bisa menulis dan membaca blog, pasti sedih dan kesepian sekali. Soalnya aku berencana ngeblog terus sampai umur 80 tahun hehehe.

Soal Hari Kacamata (1 Oktober) pernah kutulis di sini.

Istilah mata dalam bahasa Jepang : Kinshi 近視 (rabun jauh- kacamata minus), Ranshi  乱視 (silindris) dan Rougan 老眼 (rabun dekat -kacamata plus)

 

 

 

Sekolah Tertua di Jepang

30 Okt

Sebelum pulang ke Jakarta musim panas lalu, deMiyashita sempat pergi jalan-jalan ke Tochigi, tentu dengan maksud melengkapi buku cap 100 castle. Tapi sebagai bonus kami bisa mengunjungi sebuah sekolah tertua di Jepang yang sudah ditetapkan menjadi peninggalan resmi oleh negara pada tahun 1921 dan sekarang sedang didaftarkan untuk menjadi “Warisan Dunia” World Heritage.

Sekolah Ashikaga (Ashikaga Gakkou) di Ashikaga, Tochigi Perfektur yang kami kunjungi, diambil dari atas jembatan penyeberangan.

Nama sekolah itu adalah Ashikaga Gakkou, terletak di kota Ashikaga di Tochigi. Sekolah ini didirikan tahun 1439 oleh Uesugi Norizane. Jadi kalau dihitung sekarang sekolah itu sudah berusia  574 tahun! Sekolah ini mengalami perang Oni yang berlangsung 10 tahun (1467-1477), dan terus menerus melanjutkan pendidikan murid-murid yang konon sampai 3000 orang jumlahnya. Pada tahun 1549, Fransiscus Xaverius bahkan sudah menemukan dan menuliskan serta mengakui bahwa di Jepang sudah ada sekolah yang besar dan terkenal.

Pada tahun 1872, sekolah ini ditutup. Namun oleh penduduk sekitar mereka merawatnya dan menjadikan pusat pendidikan abadi (long life education) dengan berbagai kegiatan.

Harga karcis masuk untuk dewasa 400 yen, SMA 210 yen, tetapi untuk SMP dan sebelumnya (program wajib belajar) tidak perlu membayar. Demikian juga untuk penyandang cacat. Sebelum melihat bangunan yang ada, kami diminta memasuki sebuah ruangan di samping pintu masuk yang memutar video mengenai sekolah Ashikaga tersebut.

Patung Confucius dan kuil di sebelahnya. Ema (papan permohonan) kanan bawah.

Keluar dari sesi menonton video, kami mendapatkan sebuah patung Confucius besar dengan sebuah kuil kecil di sebelahnya. Tentu banyak anak-anak (dan orang tua) yang berdoa di kuil tersebut. Memang banyak terdapat ema (papan permohonan yang digantung) bertuliskan nama sekolah tujuan mereka.

Memasuki gerbang sekolah gakkoumon 学校門, di sebelah kiri ada perpustakaan. Kami boleh masuk ke perpustakaan dan membaca di sana. Riku sempat mencari sebuah buku di situ. Tapi tentu saja tidak bisa dibawa pulang.

Pintu masuk sekolah Ashikaga. Secara keseluruhan sekolah ini mempunyai 3 gerbang masuk dan 1 gerbang keluar

Di bagian tengah ada sebuah gerbang lagi yang bernama Kyoudanmon 杏壇門,  yang di dalamnya terdapat bangunan berisikan patung Confusius, serta patung pendiri sekolah ini. Keluar dari sini baru kita bisa melihat bangunan sekolah yang menghadap sebuah taman buatan yang indah. Kalau melihat besarnya gedung sekolah ini, tak bisa dibayangkan kalau sekolah ini menampung 3000 orang. Tapi ntahlah mungkin mereka bergantian, atau  belajar tidak hanya di dalam ruangan saja.

Sebelum masuk ke dalam gedung sekolah ada sebuah ember besi tergantung di atas sebuah bak kayu berisi air. Di sini kita bisa mencoba memasukkan air sampai seberapa banyak sehingga bisa membuat ember itu stabil dan tidak menumpahkan air yang dimasukkan. Dengan eksperimen ini, murid-murid diajarkan bahwa segala sesuatunya ada batasnya supaya stabil. Tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Manusia harus berhenti di titik stabil itu. Rasanya ini cocok juga dengan pemikiran orang Jepang dengan kata-kata hodohodoni, jangan terlalu. Mungkin di filosofi Jawa juga ada, aku tidak tahu.

Selain gedung sekolah, dalam kompleks sekolah ada kebun sayuran, asrama, gudang dan di bagian belakang terdapat pekuburan guru-guru kepala sekolah. Kompleks ini sebetulnya tidak terlalu luas.

Sambil menunggu Riku menjawab contoh soal-soal yang ada di dalam gedung, aku duduk di emperan melihat taman Jepang yang menghampar di depan, samping dan belakang gedung. Gedung itu seperti bangsal yang terbuka.

Suasana dan pemandangan perpaduan dari pohon yang hijau, gedung tradisional yang bersih, taman yang indah membuat kami betah berlama-lama di situ. Tentu bagi yang bisa membaca kanji akan menarik, tapi yang tidak bisa membaca, tidak suka bangunan kuno  dan tidak mendalami sejarah pendidikan Jepang, tempat ini akan membosankan.  Bagi yang mau melihat secara lengkap foto-foto Sekolah Ashikaga ini bisa juga melihat di sini.

Kalau membaca QA dari websitenya, ada beberapa hal yang menarik:

1. Yang belajar di sini kebanyakan pendeta dan mempelajari konfusianisme, tapi kebanyakan mereka membaca buku-buku dari china.

2. Uang masuknya mahal, karena sekolah ini terkenal. Tapi setelah masuk tidak ada catatan bahwa murid membayar uang sekolah. Kebalikannya sekolah yang memberikan murid-murid makan.

3. Jaman itu belum ada kurikulum dan tata cara, misalnya mulai jam berapa, belajar berapa jam. Murid datang dan pulang seenaknya saja. Ada yang belajar sampai 10 tahun, tapi ada pula yang hanya 1 hari.  Karena belum ada kurikulum juga, tidak ada yang namanya test masuk. Memang  karena sekolah ini mempunyai buku-buku lengkap, guru-guru terkenal sehingga level pendidikannya tinggi.

 

 

史跡足利学校事務所
〒326-0813 栃木県足利市昌平町2338番地
Tel:0284-41-2655/Fax:0284-41-2082
gakkou@city.ashikaga.lg.jp

 

Sharing dan Sewa Sepeda 

29 Okt

Tadi sore aku mengambil pos dalam kotak pos apartemenku. Suratnya cuma satu tapi ada 5 lembar kertas promosi. Memang selain surat seringkali orang mengisi kertas-kertas promosi atau pamflet dalam kotak surat di rumah-rumah. Yang membagikan tentu pekerja part time yang memang bertugas untuk membagikan kertas-kertas tersebut. Mengganggu memang kalau sambil bertumpuk banyak, tapi terkadang dari situ aku mendapatkan informasi tentang daerah sekitarku yang tidak termuat di koran atau TV. Dan untungnya daerah kami banyak perumahan sehingga jarang ada pamflet atau kertas promosi konsumsi orang dewasa. Dulu waktu aku tinggal di Meguro, mungkin karena dekat stasiun, sering mendapat kertas promosi video p*rn* atau wanita panggilan.

Nah, salah satu kertas promosi yang kuterima hari ini adalah mengenai Sharing Sepeda. Jadi ada penawaran selama bulan November bagi mereka yang mau mengikuti sharing sepeda di salah satu stasiun dekat rumahku. Intinya satu sepeda itu bisa digunakan banyak orang. Tentu sepedanya disediakan pemerintah daerah (Nerima). Jadi sistemnya seperti ini: Misal ada 5 sepeda. Awalnya aku mengambil sepeda di stasiun, jadi aku pakai sepeda no 1. Pakai ke mana-mana, lalu aku bawa ke rumah. Parkir di rumah, lalu aku pergi lagi ke stasiun untuk belanja, sesudah pulang belanja aku mungkin akan mendapat sepeda no 2, karena sepeda nomor 1 dipakai orang lain. Begitu selanjutnya. Mungkin untuk aku yang rutenya rumah-stasiun tidak begitu perlu, tapi untuk pegawai kantor (yang rumahnya jauh) yang datang ke stasiun itu kemudian kantornya cukup jauh untuk jalan kaki, akan praktis sekali. Intinya mengurangi jumlah kepemilikan sepeda, dan supaya sepeda itu bisa dipergunakan semaksimal mungkin.

Sistem ini memang untuk mereka yang setiap harinya perlu memakai sepeda. Tanpa perlu membeli sepeda, mereka dapat memakai sepeda ke mana-mana. Biaya sewa sepeda sudah termasuk parkir di stasiun, jadi jauh lebih murah daripada kalau harus mengeluarkan uang lagi untuk parkir. Selain itu sepeda dirawat oleh petugas, sehingga kita tinggal pakai saja.

Sistem sharing ini lah yang kelihatannya akan digalakkan oleh kelurahan-kelurahan di Tokyo. Karena sistem sewa untuk jam-jam-an biasanya hanya disediakan di lokasi wisata, bukan lokasi perumahan. Contohnya waktu aku pergi ke istana Kaisar yang kutulis di sini, aku juga melihat antrian untuk menyewa sepeda. Memang taman sekitar istana cukup luas dan melelahkan untuk dikelilingi dengan berjalan kaki. Biaya sewa di Nijubashi itu sekitar 1200 yen untuk 3 jam, atau 3000 yen untuk 24 jam.

Sepeda memang merupakan alat transportasi yang utama di Tokyo. Pernah seorang temanku yang sedang belajar di Korea, mengunjungi Jepang, dan dia sampai menanyakan padaku : “Nampaknya di jepang orang orang suka naik sepeda ya? kok bisa menjadi bagian hidup gitu ya, bu? ada yang bilang karena setelah tsunami, beberapa akses sulit dan akhirnya mereka pakai sepeda. terus keterusan sampai sekarang. benarkah demikian? hahaha… habis ini pertama kalinya saya lihat ada orang pakai jas rapi, terus berpergian naik sepeda gitu. ^^”

Pertama keterangan tentang pasca gempa itu SALAH besar. Karena 20 tahun aku hidup di Jepang  ya memang pengguna sepedanya sudah banyak. Soal pemakai jas naik sepeda sih memang sudah biasa, kalau memang harus naik sepeda ya bagaimanapun bajunya pasti bisa saja naik sepeda. Cuma memang aku belum pernah melihat orang berkimono naik sepeda 😀 Tapi kalau wanita karir dengan rok mini dan span naik sepeda sih sudah sering. Sepeda adalah alat transportasi di perkotaan, selama jarak masih bisa ditempuh. Biasanya dari rumah ke stasiun naik sepeda. Taruh di parkiran, lalu naik kereta. Aku ke mana-mana selalu naik sepeda. Seandainya aku mesti selalu naik bus ke mana-mana bisa bangkrut deh!

Jepang merupakan pengguna sepeda yang cukup banyak di dunia. Jumlah sepeda di Jepang 86.550.000 unit (data th 2005) membuat angka 1 sepeda untuk 1,5 orang! Berarti hampir semua penduduk punya satu sepeda. Angka ini sejajar dengan Belanda, Jerman dan Belgia yang 1 sepeda untuk 0,9 orang, 1,2 orang dan 1,9 orang. Kalau mau diurut menurut 1 sepeda maka Jepang pengguna sepeda nomor 3 di dunia! Jauh lebih tinggi daripada Amerika, Inggris dan Cina. (Pantas temanku itu juga jarang lihat orang bersepeda di Korea. Kupikir Korea sama dengan Jepang, banyak pengguna sepedanya, ternyata tidak ya)

Parkir sepeda di stasiun dekat rumahku. Ini yang bukan bertingkat, karena ada beberapa tempat juga yang bertingkat (sepeda di atas sepeda) dan ada satu gedung 3 tingkat khusus untuk parkir sepeda.

Jadi jangan heran kalau melihat satu keluarga berpiknik ke taman naik sepeda masing-masing pada hari Sabtu dan Minggu. DeMiyashita tinggal menunggu Kai mahir bersepeda, dan kami pasti akan bersepeda bersama ke Taman Shakujii dekat rumah. Cobalah pergi ke dekat stasiun sekitar pukul 8 pagi, pasti jalanan penuh dengan sepeda. Aku paling malas kalau harus mengantarkan Gen ke stasiun pagi hari karena pengguna sepeda mendominasi jalanan. Atau cobalah lihat di sekitar supermarket jam 11 atau jam 3 an. Ibu-ibu bahkan nenek-nenek naik sepeda untuk berbelanja (tentu termasuk aku hehehe). Jalanan bisa terlihat (agak) lengang dari sepeda hanya waktu hujan, tapi bukan berarti tidak ada yang naik sepeda sambil memegang payung atau menerobos hujan dengan jas hujan ya. Jadi untuk yang mau tinggal ke Jepang, aku sarankan belajarlah naik sepeda 😉

contoh parkir sepeda bertingkat (dari wikipedia jepang)