Horreeee. Twilight Express sudah boleh masuk SD di Jepang hehehe. Ya, aku menganggap bahwa ulang tahun TE itu tanggal 1 April, meskipun sebenarnya aku mendapatkan ucapan selamat dari WordPress sendiri pada tanggal 18 Februari karena aku mendaftarkan ID ku pada wordpress tanggal itu tahun 2008. Memasuki tahun ke 7, aku berharap masih bisa terus menulis meskipun sudah semakin sulit aku mencari waktu untuk menulis (selama 6 tahun baru bisa 1359 tulisan nih). Ide tulisan sih masih ada (banyak), termasuk menuliskan perjalananku mulai tanggal 26 Maret sampai 31 Maret keliling 4 prefektur di Kyushu (Jepang selatan) ala backpacker bertiga dengan Riku dan Kai.
Dan tentu tujuan kami sebenarnya adalah untuk melengkapi cap 100Famous Castle in Japan. Kami berhasil mendapatkan 6 cap selama 6 hari. Sayang ada 2 kastil yang terlewatkan karena meskipun berada di prefektur yang sama, jaraknya amat jauh dan membutuhkan satu hari penuh (masing-masing) jika kami mau memaksakan pergi ke sana. Nanti begitu ada waktu akan kutulis mengenai perjalanan Kyushu ini ya. Hari ini masih mencuci baju yang bertumpuk sampai perlu 5 kali memutar mesin cuci. Inem eh Oshin sudah selesai liburan dan kembali bekerja kembali. Yosh Gambarou!
Di Jepang, sebelum atau sesudah wisuda, bagi setiap jenjang pendidikan, ada sebuah acara yang dikelola oleh murid-murid sendiri atau orang tua murid. Namanya Shaonkai 謝恩会. Pertemuan untuk menyatakan terima kasih kepada orang yang telah membimbing mereka, membalas budi baik guru atau dosen. Guru sebagai tamu khusus, tamu utama しゅひん 主賓 yang datang saja tanpa perlu membawa apa-apa (termasuk tidak perlu membayar iuran).
Acara ini sudah direncanakan sejak awal tahun ajaran kelas terakhir, dengan memilih orang tua murid yang berbakat untuk mengelola acara semacam ini. Satu kelas diwakili oleh dua ibu dan dinamakan Sotsutaiin 卒対員. Karena ada 4 kelas, jadi panitia terdiri dari 8 orang. Mereka yang merencanakan jalannya acara pesta ini.
Senin lalu, acara itu dilaksanakan. Ibu-ibu datang bersama anak-anak dan memasuki aula yang sudah diatur tempat duduknya. Memang memakai meja dan kursi ukuran anak TK, sehingga sempit dan rendah. Kami menempati tempat duduk dengan urutan yang sudah disediakan dengan makanan berupa bento untuk ibu, dan bento roti untuk anak-anak. Wih begitu baca bentonya dari Imahan (今半) langsung mengerti kenapa tidak ada hiasan-hiasan lainnya di atas meja. Dulu waktu Riku ada bunga dan kuenya ditaruh di dalam “sangkar” yang bisa dibawa pulang dan digunakan sebagai tempat kue. Imahan adalah toko/restoran yang terkenal dengan dagingnya yang empuk. Biasanya memang kita bisa menaksir “harga” sesuatu dari nama tokonya kan? Tapi sayang aku merasa bento itu biasa-biasa saja, dan tidak ada ke-khas-an sebuah restoran daging. Satu-satunya masakan daging yang keluar hanya soboro daging giling di atas nasi (daging giling dengan bumbu kecap asin/manis, seperti semur kering).
Tapi tentu saja perhatian ibu-ibu tidak hanya pada makanan. Yang terpenting biasanya justru acara apa yang bisa disajikan sebagai hiburan. Penampilan pertama dari bapak-bapak supir yang bekerja di TK tersebut (ada antar-jemput bagi yang mau, tapi aku tidak ikut antar jemput karena rumahku dekat). Lucu juga mereka menampilkan semacam sulap dan percobaan seperti yang dilakukan Denjiro Sensei (Percobaan kimia mudah yang menarik). Setlah acara itu murid-murid dari Grup Yuri (Bunga Bakung) kelasnya Kai tampil dengan lagu dari SMAP yang berjudul Sekaini hitotsudake no hana 世界にひとつだけの花. Yang membuat lagu ini menarik, anak-anak menyanyi sambil memakai shuwa 手話, bahasa tangan untuk tuna rungu. Aku sempat khawatir bagaimana Kai, karena latihan terakhir dia tidak ikut. Tapi ternyata dia OK OK saja.
Tampilan kelas-kelas yang lain berupa lagu yang… biasa-biasa saja. Sesudah itu ada persembahan dari guru-guru berupa operetta. Karena ada jalan ceritanya, anak-anak cukup terhibur menontonnya. Tapi yang kurasa paling memukau adalah acara yang dikemas oleh ibu-ibu sendiri. Ceritanya minta tolong pada Doraemon untuk kilas balik sejak masuk TK. Acara demi acara seperti pertandingan olah raga diperagakan lagi oleh ibu-ibu. Dan tentu dalam acara-acara itu ada peran guru, jadi ada beberapa ibu yang memakai topeng foto wajah guru-guru mereka. Menarik sekali, karena apa yang ditampilkan memang benar-benar terjadi, dan tentu menjadi lucu karena pemerannya ibu-ibu pakai baju olah raga dan celana pendek. Menarik sekaligus mengharukan. Pasti mereka lama sekali berlatih untuk tampilan ini. Sesekali kulihat gurunya Kai, Haruka sensei mengusap air mata. Ah, jangankan sensei, aku pun sesekali mengusap air mata (dan tentu sudah jaga-jaga pakai maskara yang tahan air hehehe)
Kupikir hanya dua jam saja acaranya, ternyata sampai hampir 3 jam tapi tak terasa. Anak-anak menerima candy wreaths dan tas berisi kamus dan alat tulis langsung dari Haruka Sensei. Yang mengharukan, banyak anak-anak perempuan yang memeluk terus sensei dari belakang. Mereka sedih harus berpisah dengan sensei yang cantik itu. Kami akhirnya pulang membawa barang-barang isi loker anak-anak yang masih tersisa, dan tentu saja sambil menyiapkan acara berikutnya, upacara wisuda, keesokan harinya.
Bring Your Own (Potluck) adalah bawa (makanan) sendiri-sendiri sering dilakukan di luar negeri, atau di keluargaku. Masing-masing tamu membawa makanan yang ingin dia bagikan kepada teman-teman/keluarga dan tamu dari keluarga yang mengundang. Tentu kalau dikatakan B.Y.O porsinya bukan hanya untuk diri sendiri, meskipun tidak ditentukan seberapa besar. Jika ingin tahu seberapa banyak perlu membawa suatu makanan, biasanya tanya nyonya rumah ada berapa tamunya, dan nyonya rumah atau tamu lainnya akan bawa apa. Komunitas gereja katolik berbahasa Indonesia di Meguro (yang aku ketuai hehehe) juga sering mengadakan pesta dengan cara B.Y.O yang dikelola oleh tante Christine. Tante Christine menelepon ke umat yang bisa masak, dan menanyakan akan masak apa, sehingga menunya tidak tabrakan 😀 Kan lucu kalau 5 ibu membawa 5 jenis sup yang berbeda. Meskipun menurutku bisa saja ASAL berbeda. Yang susah, kalau ada dua ibu membuat jenis yang sama, dan masing-masing bersikeras bahwa masakannya yang lebih enak daripada yang satunya hehehe. Karena itu perlu sekali B.Y.O ini dikelola dengan benar. Makanya aku amat berterima kasih pada Tante Christine yang selalu mau bersusah payah menelepon satu-per-satu dan mengkoordinirnya. I love you tante!!!
Selain ke gereja bahasa Indonesia setiap Sabtu di Meguro itu, aku juga anggota (umat) gereja Katolik di Kichijouji, Tokyo. Biasanya aku pergi ke misa pukul 9 pagi (misa anak-anak) karena mengantar Riku mengikuti Sekolah Minggu. Dan otomatis aku masuk menjadi anggota “Perkumpulan orang tua Sekolah Minggu”. Perkumpulan ini kerjanya melakukan kegiatan yang menunjang Sekolah Minggu, seperti bazaar, perayaan Paskah dan Natal, pesta Komuni Pertama dan penutupan tahun ajaran. Dan kemarin itu tgl 16 Maret adalah penutupan tahun ajaran, untuk kemudian memasuki libur musim semi, dan tahun ajaran baru akan dimulai bulan Mei nanti.
Kalau orang Indonesia biasanya memang cukup dengan saling telepon bla bla bla. Tapi di Jepang aku menemukan cara yang sistematis yang kurasa patut untuk di tiru untuk B.Y.O ini atau yang bahasa Jepangnya: Mochiyori 持ち寄り. Panitia inti perayaan akan membuat list, print out daftar makanan apa saja yang akan disediakan untuk pesta. Kalau banyak waktu memang kita, ibu-ibu akan masak bersama. Tapi biasanya tidak ada waktu, sehingga dalam beberapa kali pertemuan sebelum pesta akan diedarkan daftar itu dan setiap ibu yang mau menyumbang jenis makanan/snack yang tertulis, menuliskan namanya di situ dan berapa jumlah yang mau dibawa. Sehingga tidak akan ada satu jenis yang dobel atau kebanyakan, sedangkan ada jenis lain yang tidak dibawa. Repot juga kan kalau semua bawa nasi dan kerupuk padahal tidak ada yang bawa lauknya 😀 Nanti kalau ada makanan yang belum ada peminat untuk membawa, panitia akan tanya kepada orang-orang tertentu, atau membelinya dari uang sumbangan.
Nah, untuk pesta kemarin, aku sebenarnya tertarik untuk membawa Kare (Jepang) meskipun aku sendiri biasanya tidak makan (tidak tahan baunya Kare Jepang hehehe). Memang setiap tahun ada yang masak Kare, karena Kare termasuk makanan favorit anak-anak Sekolah Minggu. Tapi rasanya daripada Kare lebih baik aku bawa Gulai atau Soto Ayam. Kendalanya aku perlu membawa panci dari rumah dan belum tentu aku bisa diantar Gen ke gereja pagi-pagi naik mobil. Akhir-akhir ini dia kerja juga hari Minggu (Semoga bulan April sudah bisa nafas lagi). Daripada tidak pasti, aku menyanggupi membawa 20 onigiri isi Mentaiko (telur ikan) dan Salmon. Kalau onigiri (nasi kepal) naik bus pun masih bisa kubawa.
Tapi karena panitia mengatakan ada banyak minyak sumbangan di gudang, panitia mengharapkan ibu-ibu membawa ayam yang sudah dibumbui dan tinggal digoreng saja. Juga apa saja goreng-gorengan lainnya, yang bisa digoreng sebelum acara dimulai di dapur gereja. Langsung aku mencatat harus membawa kerupuk udang. Dan, terlintas alangkah bagusnya kalau aku bisa buat pisang goreng (tergantung sempat beli pisang atau tidak).
Akhirnya aku datang ke dapur pagi hari itu membawa onigiri, pisang + terigu+telur untuk pisang goreng dan kerupuk udang, kerupuk bawang dan emping! Ibu-ibu Jepang yang lain takjub melihat aku menggoreng kerupuk udang.
“Kok bisa jadi besar begitu?”
“Wah aku baru tahu pisang bisa digoreng seperti tempura. Lain kali mau bikin ah…”
Well, lain kali aku akan masak Soto Ayam atau Gado-gado ahhhh.
Begini penampilan meja berisi makanan yang disumbang/dibuat oleh ibu-ibu Sekolah Minggu, dan meja seperti ini ada tiga, selain meja khusus untuk Kare dan Mie Cup serta kopi/teh. Berlainan dengan tahun lalu, tahun ini memang banyak gorengan, dan ternyata disambut anak-anak dengan suka cita. Terbukti tidak ada makanan yang bersisa, kecuali snack dan permen yang bisa dibawa pulang anak-anak. Kampeki 完璧 (Perfect!)
Kamu sering mengikuti pesta dengan B.Y.O? Atau kamu pernah bawa apa ke pesta-pesta saweran macam begitu?
Kemarin siang aku pergi ke TK nya Kai untuk mengikuti “bebersih dan pertemuan orang tua murid” 大掃除・父母会 oosoji danfubokai yang terakhir kalinya. Bebersih besar biasanya dilakukan sebelum libur musim panas, libur musim dingin dan kenaikan kelas. Tapi untuk Kai, dia akan lulus dari TK ini, sehingga ini merupakan bebersih yang terakhir. Aku pergi sendiri naik sepeda, sementara Kai tunggu di rumah. Dia tidak mau pergi ke TK dan bermain di sana sambil menunggu aku rapat. Dia lebih suka di rumah nonton sendiri. Dia bilang, “Aku sudah gede, sudah bisa sendiri. kan sudah mau kelas 1 SD. Mama pergi aja!”
Sesampai di kelas, seperti biasa masing-masing mengambil lap yang tersedia dan membersihkan apa saja yang ada di dekatnya. Kali ini aku mengelap jendela dan pintu kaca, berdua dengan teman yang mengelap dulu dengan lap basah, sedangkan aku mengelap dengan lap kering. Aku lebih banyak diam, dan sempat merasa sedih juga, ibu Cantik pemilik resto steak yang akrab denganku itu tidak datang.
Sebelum membersihkan aku sempat bertemu dengan gurunya Kai, Haruka Sensei yang cantik itu, lalu aku minta maaf. Karena kamis kemarin aku memboloskan Kai tanpa memberitahu lagi kepada senseinya. Baru kemarin (jumat)nya aku memaksa Kai untuk ke sekolah, hari terakhir.
“Oh tidak apa-apa” kata sensei…
“Ya, sebetulnya dia tidak mau ke sekolah lagi. Tapi saya paksa untuk terakhir Jumat ini harus sekolah. Penyebabnya karena waktu hari Selasa kemarin waktu saya paksa dia pergi, Kai dicakar oleh M-kun. Jadi dia sudah tidak mau sekolah lagi”
“Hmmm pantas tadi pagi dia semangat sekolah. Saya juga musti melaporkan pada ibu, bahwa tadi Kai sempat menangis. Rupanya waktu Kai masuk kelas, M-kun memukul dia. Kai menahan diri dan lapor ke saya. Tapi M-kun tetap memukul Kai, dan akhirnya Kai membalas. Akhirnya Kai menangis. Saya panggil mereka berdua dan menjelaskan pada M-kun bahwa dia telah menyakiti Kai. ”
“Wah saya tidak tahu bahwa Kai menangis hari ini. Tadi dia tidak berkata apa-apa. Mungkin karena sudah terakhir ya? Saya sih kasihan saja pada M-kun. Nanti dia SD bagaimana ya? Sulit sepertinya untuk menjelaskan padanya soal pertemanan ya…”
“Ya saya juga sudah sering berbicara pada ibunya. Sampai kepala sekolah juga sudah berbicara. Tugas saya hanya sampai TK saja, setelah itu ya saya tidak bisa berkata apa-apa lagi….”
“Saya sangat mengerti posisi sensei yang sulit mengatasi soal M-kun ini. Untung saja kejadian ini sudah tinggal beberapa hari lagi sekolah. Seandainya awal-awal tahun sudah begini, saya juga bingung bagaimana harus membujuk Kai untuk ke sekolah”
“Saya sebetulnya tidak ingin murid-murid membawa kenangan yang menyakitkan di TK. Tapi ya sulit juga ya”
Omoide atau kenangan… memang banyak yang telah dilakukan selama Kai 3 tahun di TK itu. Dan aku sih yakin, Kai tidak hanya akan mengingat soal M-kun saja, karena masih banyak kenangan lain yang lebih bagus, lebih menyenangkan yang telah dilakukan bersama. Seperti tadi pagi aku bertanya pada Kai, hal apa yang paling menyenangkan, ternyata dia bisa menjawab soal menang pertandingan bola. Tapi dia juga berkata, “Aku paling benci M-kun”. 🙁
Setelah acara bebersih, kami ibu-ibu duduk melingkar dan mendengarkan pengumuman dari Haruka Sensei mengenai dua hari yaitu Senin dan Selasa, saat perta perpisahan (shaonkai 謝恩会) dan upacara wisuda (sotsuenshiki 卒園式). Lalu setelah itu Haruka sensei mengharapkan sepatah kata dari masing-masing orang tua murid mengenai anaknya. Setiap kenaikan kelas memang ada acara ini, dan aku tahu…. ibu-ibu pasti akan menangis apalagi kali ini bukan naik kelas, tapi lulus TK. Sayangnya, biasanya aku mendapat giliran awal-awal sehingga selalu bisa bicara dengan jernih, tanpa emosi. Tapi kali ini aku mendapat giliran kedua terakhir, sehingga sudah mendengarkan banyak “sambutan” ibu-ibu yang dibarengi air mata. Oh bisa mengerti sekali bagaimana terharunya mereka, karena memang kelas kami ini cukup akrab. Sering mengadakan acara bermain bersama, makan bersama bahkan minum-minum bersama. Tapi sayangnya aku tidak bisa ikut. Selalu.
“Pertama-tama saya ucapkan terima kasih untuk Haruka sensei yang sudah mengajar anak saya selama satu tahun. Tiga tahun berada di TK ini, rasanya lama, tapi juga sebentar. Sejak Otanoshimikai, saya sibuk sekali sehingga tidak pernah bisa mengikuti acara-acara bersama seperti Natalan. Saya merasa egois karena saya sibuk, Kai terpaksa juga tidak bermain dengan teman-temannya. Tapi itu juga yang membuat Kai menjadi cepat dewasa sehingga hari ini dia bisa tunggu di rumah sendiri. Bisa apa-apa sendiri, bahkan mengambil nasi dan lauk, lalu makan sendiri jika lapar.
Tepat dua minggu yang lalu, saya hanya punya 3 set baju TK untuk Kai, dan semuanya sudah bolong-bolong. Dan sudah kekecilan. Saya pikir saya harus beli baru, tapi saat itu saya teringat bahwa waktu sekolah hanya tinggal 2 minggu saja. Dan saya merasa sedih karena setelah 2 minggu harus membuang baju-baju seragam ini. Untuk saya, karena Kai anak bungsu, ini merupakan “kelulusan” saya sebagai ibu anak TK. Selama tiga tahun Kai dan dua tahun kakaknya bersekolah di sini, saya tahu sekolah ini memiliki guru-guru yang baik, kurikulum dan kegiatan yang baik. Sampaikan terima kasih saya juga pada kepala sekolah, karena saya mungkin tidak ada kesempatan untuk menyampaikannya. Saya senang dan bangga bisa menyekolahkan Kai dan Riku kakaknya di sekolah ini. Dan saya yakin kenangan di TK tak akan terlupakan…. Terima kasih ibu-ibu sudah mau berteman dengan saya.”
Ah, Haruka sensei yang memang sudah menangis setiap melihat ibu-ibu menangis, tambah menangis… ntah karena “pidato”ku atau juga karena dia merasa tidak bisa menyelesaikan masalah Kai dan M-kun. Karena sesungguhnya setelah aku, giliran yang terakhir adalah ibunya M-kun. Ya aku duduk di sebelahnya ibunya M-kun. Dan ibunya M-kun hampir tidak bisa berkata apa-apa karena tepat saat itu anak-anak kembali dari halaman sekolah, masuk ke sekolah dan ribut. Kelihatan juga memang ibunya M-kun menyendiri dan tidak bisa berbicara dengan ibu-ibu yang lain. Aku melihat dengan mata kepala sendiri, M-kun memukul murid perempuan yang berdiri di depannya, dan murid itu memang membalas. Ibu M-kun sampai harus memeluk dan menangkap anaknya supaya tidak memukul anak perempuan itu terus. Bukti bahwa M-kun tidak hanya memukul Kai, tapi juga semua anak. Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri (karena ADHD). Dan ahhhh melihat begitu aku makin merasa kasihan pada ibunya, dan M-kun. Semoga M-kun bisa berubah di SD, atau perlu dibawa ke dokter khusus untuk mengurangi sifat-sifat jeleknya. Dan, jeleknya, aku bersyukur bahwa M-kun tidak bersekolah di tempat yang sama dengan Kai, karena rayonnya berbeda.
Aku cepat-cepat pulang sekitar pukul 3:30, setelah keluar rumah 1, 5 jam. sambil membawa album Omoide, album kenangan berisi karya-karya Kai selama setahun yang telah dimasukkan binder oleh gurunya. Bersama kotak peralatan berisi pensil/crayon/spidol warna, lem, gunting dll. Dan sesampai di rumah Kai melaporkan,
“Mama tadi ada orang ngebel, rupanya bawa paket dari Amazon”
“Loh kok, kamu kenapa jawab (lewat aiphone)”
“Tapi aku bilang kok, mama tidak ada, saya tidak bisa buka pintu”
“Aduh Kai pinter ya…. tapi lain kali JANGAN angkat aiphonenya. Kalau orang jahat dan tahu kamu sendiri di dalam, dia bisa buka paksa pintunya. Jadi kalau ada yang bel, diam saja pura-pura tidak ada orang. Toh mama dan kakak punya kunci sendiri untuk masuk”
“Iya ma… maaf…..”
Tinggal dua hari, untuk pesta perpisahan dan upacara wisuda di TK, dan Kai pun menjadi anak “gede” menjadi anak “kelas satu yang bercahaya ピカピカの一年生(pika-pika no ichinensei)
“Mama aku tidak suka deh dengan si M-kun… Dia sering pukul aku :(”
“Hmmm M-kun itu suka sekali sama Kai. Temani dia”
“Kalau suka kenapa pukul? Aku kan kesal kalau dia pukul terus. Kalau aku balas, sensei marah”
“Ya. Begini saja, kalau dia pukul kamu, langsung kasih tahu sensei. Jangan balas”
“Aku kasih tahu. Tapi terus-terusan… aku kesal. Aku benci M-kun!”
“Jangan dekat-dekat dia saja deh.”
“Aku juga ngga mau dekat-dekat dia… Tapi dia selalu datang ke aku. Gimana dong….”
“Hmmm iya sayang. Sabar saja. Gini…. M -kun itu sakit, dia suka kamu, tapi dia tidak tahu menyampaikannya. Jadi dia pukul kamu, karena dia tidak tahu caranya. ”
Itu percakapan aku dan Kai kira-kira dua bulan yang lalu. Memang gurunya Kai pernah berbicara denganku, bahwa M-kun itu suka pada Kai tapi pelampiasannya dengan memukul. Aku mengerti kedudukan gurunya Kai juga, mau melindungi semua anak. Dan aku bilang pada gurunya, “Tidak apa-apa. Saya akan kasih tahu Kai untuk beritahu setiap dipukul. Tolong handle saja. Saya yakin Kai tidak apa-apa. Nanti saya follow di rumah”
Dan …. Hari Senin lalu Kai melapor,
“Mama, Aku tidak mau ke TK. M-kun cakar aku. Sakit loh”
“Kamu sudah kasih tahu sensei?”
“Sudah… tapi dia tetap cakar aku. Aku sebal. Malas ke sekolah”
“Kai, kamu sekolah tinggal 4 kali lagi. Kemudian ada pesta dan wisudaan…. Tolong sabar ya”
Dan aku bujuk dia untuk pergi ke sekolah hari Selasa, karena aku harus mengajar. Aku bisa saja membawa dia ke tempat kerjaku, tapi sediam-diamnya dia, aku tidak bisa konsentrasi penuh mengajar. Untung dia mau ke sekolah hari Selasa. TAPI dia tetap dicakar M-kun. Jadi hari Rabu kemarin aku memboloskan dia. Daripada anakku trauma, lagipula di jam pelajaran sudah mulai pendek, hanya dua jam sehari, dan pasti sudah tidak banyak belajar. Biarlah aku mengikuti keinginan Kai untuk bolos ke TK, tapi dengan janji jika masuk SD bulan April nanti, tidak boleh bolos.
Dan, hari ini juga bolos, berarti tinggal hari Jumat besok, dan aku akan menyuruh dia pergi untuk terakhir kalinya.
M-kun itu penderita Autis. “Anak berkebutuhan khusus” istilah kerennya. Jika mencari di wikipedia, istilah ini berarti :
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Aku sendiri cukup akrab dengan ibu si M-kun, dan sering bercakap-cakap. Si Ibu juga sering minta maaf kepadaku bahwa anaknya sering mengganggu. Dan aku selalu menjawa, “Tidak apa-apa, namanya anak-anak” Aku sendiri baru SADAR bahwa anaknya Autis setelah mendengar dari ibu teman lainnya, waktu dipanggil bersama oleh gurunya Kai. Aku tahu bahwa M-kun sering mengganggu di kelas. Jika kami datang ke kelas, aku melihat dia sering berteriak sendiri, atau mengulang omongan gurunya, jalan-jalan dalam kelas sementara yang lainnya duduk. Kadang dia berteriak dan tidak mau turun dari sepeda, tidak mau masuk kelas pagi hari waktu diantar ibunya. Menangis sekeras-kerasnya waktu tersandung jatuh, yang menurut pengamatanku, jika yang jatuh Kai, Kai biasa saja paling meringis sedikit. Tapi M-kun ini memang ochitsukanai 落ち着かない, tidak bisa tenang, dan overreacting.
Aku pertama kali kenal dan mengetahui istilah ADHD 20 tahun yang lalu, dari seorang teman Jepang. Dia cerita bahwa anaknya ADHD. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is a problem of not being able to focus, being overactive, not being able control behavior, or a combination of these. Saat itu aku tidak begitu perhatian, tapi memang dia mengatakan soal tidak tenang, susah belajar dan biasanya punya masalah dengan penglihatannya, jadi harus pakai kacamata. Saat itu di Jepang tidak ada dokter yang bisa menangani sehingga dia sekali setahun harus pergi ke Amerika untuk memeriksakan anaknya. Dokternya menyarankan dia untuk memberikan minuman berkafein (kopi dan teh) dalam takaran tertentu setiap hari untuk membantu anaknya supaya bisa tenang, dan menghindari Coca Cola dan jus lain yang mengandung aspartame. Anak lelaki yang waktu aku bertemu berusia 6 tahun sekarang sudah lulus akademi dan bekerja sebagai perawat orang sakit/tua. Si ibu sering meneleponku, hanya untuk curhat dan aku hanya bisa mendengarkan saja. Terus terang awalnya aku sering tidak konsentrasi mendengarkan kalau dia telepon, atau tidak mau angkat telepon jika nomornya yang keluar jika aku sedang tidak mood juga. Tapi selama 20 tahun berteman dengan ibu ini, aku bisa tahu sulitnya menangani anak ADHD.
Ibu M-kun ini juga terlihat payah, padahal dia baik dan mau aktif. Tapi mungkin karena anaknya begitu, dia jarang sekali terlihat berbicara dengan ibu-ibu yang lain. Bukan karena ibu-ibu yang lain tidak mau berbicara dengannya, tapi TIDAK DIPERBOLEHKAN oleh anaknya. Anaknya sering memukulku juga jika aku sedang berbicara dengan ibuku. Dia tidak kasih ibunya beramahtamah dengan orang lain, APALAGI berbicara dengan anak lain. Pernah ibunya memberikan foto Kai kepada Kai, dan M-kun memukul Kai. Dengan susah payah ibunya menenangkan anaknya, dan aku maklum, cepat-cepat berkata terima kasih lalu cepat-cepat menjauh pulang. Kasihan…. Butuh tenaga ekstra untuk menangani anak-anak seperti dia, yang terlihat normal berlainan dengan tunanetra, tunarungu dll. Kadang teman-teman sekitarnya tidak bisa mengerti dan menganggap mereka aneh. Padahal, ya, mereka hanya butuh perhatian yang lebih banyak. Dan… cukup banyak juga ibu-ibu tidak menyadari bahwa anak-anaknya butuh psikolog, obat dan guru yang bisa mengerti.
Bersyukur pada Tuhan bahwa anakmu tidak berkebutuhan khusus.
Bersyukur pada Tuhan bahwa jika anakmu berkebutuhan khusus, kamu juga diberikan kemampuan untuk menangani mereka.
Semoga Tuhan memberikan kekuatan ekstra kepada ibunya M-kun, dan ibu-ibu teman lain yang berkebutuhan khusus. Dan…. Semoga Tuhan juga memberikan kekuatan dan kebijaksanaan pada guru-guru yang mempunyai murid berkebutuhan khusus dalam kelasnya. Amin
Kebetulan lagi ramai soal paspor dipalsukan dengan adanya berita hilangnya pesawat Malaysia Airlines dua hari lalu, dan aku juga pas memperpanjang paspor di sini jadi ingin menulis soal paspor.
Paspor palsu? Yang bener saja! Tapi ini memang benar. Menurut kepolisian Jepang jumlah paspor hilang dan dipakai untuk orang lain memang banyak sekali. Konon satu paspor dijual seharga 20 juta rupiah. Dan ahli itu mengatakan seandainya satu pesawat itu ada 4 pengguna paspor palsu itu biasa, alias tidak aneh (bahkan bisa dikatakan sedikit loh hehehe). Konon paspor palsu kebanyakan beredar di daerah China dan Thailand. Saya ingat sekali dulu mama pernah wisata ke China dan diwanti-wanti untuk selalu membawa paspor kemana saja, jangan sampai dicuri. Begitu lengah sedikit paspor bisa berpindah tangan dan menjadi perkara besar. Apalagi paspor orang Indonesia laku dicuri (laku kok dicuri ya? hehehe). karena itu begitu kita kehilangan paspor harus cepat melaporkan ke polisi setempat. Dan salah satu usaha mengurangi pencurian/pemakaian paspor palsu itu ya dengan memasukkan chip/IC card ke dalam paspor (untuk paspor Jepang) sehingga ada halaman tengah yang cukup tebal dan tidak bisa ditekuk. Aku sendiri belum tahu apakah paspor Indonesiaku ada chipnya atau tidak, karena baru akan ambil besok.
Perpanjangan paspor di KBRI Tokyo sangat cepat, hanya makan waktu satu hari (ambil besoknya atau minta dikirim dengan amplop khusus yang sudah kita sediakan sendiri). Tentu saja asal surat-surat penunjangnya lengkap (foto kopi akte kelahiran, akte nikah, ijazah, surat keterangan bekerja dll). Bisa dibaca di sini. Nah, yang aku baru sadar waktu kali ini memperpanjang paspor adalah ketentuan latar belakang foto yang tidak lagi merah tapi putih biasa! Aku ingat sekali dulu karena latar belakang harus merah, tidak bisa sembarangan pergi ke foto studio di Jepang. Mereka pasti tidak punya. Hanya ada satu foto studio yang berada di dekat stasiun Meguro yang bernama Niimiyakan yang menyediakan latar merah. Atau ya terpaksa beli kain merah kalau mau foto sendiri 😀 Dengan berubahnya peraturan latar belakang foto menjadi putih, membuat kami bisa ambil foto di foto studio mana saja. Jangan lupa pakaiannya juga harus putih ya 😀
Satu lagi yang menurutku berubah, yaitu biaya perpanjangan paspor di KBRI. Perasaan dulu aku harus membayar 4800-an yen deh. Tapi kali ini cukup 2500 yen dengan membeli stiker di mesin penjual stiker yang terletak di depan pintu ruang imigrasi. Sistem mesin ini juga sepertinya baru akhir-akhir ini. Dulu kami membayar langsung ke kasir khusus dan menerima kwitansi pembayaran bertulis tangan. Semua sudah di-mesin-kan ya.
Tapi ada yang tidak berubah, yaitu staf KBRI di Imigrasi.Aku sudah kenal bapak-bapak itu sejak aku datang ke Tokyo 21 tahun yang lalu! Tidak berubah nama-nama formasinya, tapi tentu berubah umurnya seperti aku yang juga sudah semakin tua. Semoga waktu aku menjadi nenek dan mau memperpanjang paspor saya, aku masih bisa bertemu mereka di sana ya 😀 Sono toki yoroshiku onegaishimasu 😀
Agak sulit aku menerjemahkan Roudoku 朗読 dengan pendek. Karena seharusnya “Membaca dengan Bersuara dan Penghayatan” tapi bukan deklamasi, dan tidak melulu mendongeng. Untuk puisi memang di Indonesia kita kenal “Pembacaan Puisi. Tapi selain puisi? Misalnya cerita pendek dan dongeng mungkin di Indonesia tidak ada yang membacanya dengan suara, ritme dan penghayatan yang bagus ya? Sekali lagi ingin aku tekankan bahwa yang dimaksud Roudoku ini BUKAN drama radio dengan pergantian peran, TAPI biasanya satu orang (artis) membacakan satu cerita dengan penghayatan. Tentu saja bisa mengubah suara untuk peran yang timbul dalam cerita itu. Ya, seperti dalang tanpa memainkan wayang 😀
Aku teringat ingin menuliskan tentang Roudoku ini, waktu aku menonton acara TV yang berjudul “100Yen Map”. Ceritanya personil SMAP Katori Singo dan 3 temannya, dalam program naik bus dan turun di halte yang ditentukan, lalu dengan budget 100 yen perorang membeli sesuatu di sekitar situ. Salah satu “perhentian” mereka adalah Roudoku Koya 朗読小屋 yang merupakan tempat berlatih Roudoku. Di situ orang-orang yang berminat berkumpul dan berlatih bagaimana mestinya membaca yang bagus dengan penghayatan. Saat itu Katori Singo berempat membacakan sebuah cerita dongeng tentang rubah Kitsune Gongon (aku lupa judul aslinya) dan sangat bagus. Sasuga artis semua!! Mereka tanpa latihanpun bisa menjiwai peran dari dongeng itu.
Tapi sebetulnya sebelum aku mengenal Roudoku profesional yang banyak muncul di TV, aku sering kagum pada kemampuan suamiku membacakan dongeng pada Riku waktu Riku kecil. Cerita yang panjang bisa dibacakan dengan penghayatan menjadi semacam sandiwara satu orang, dan aku pun ikut mendengarkan. Riku beruntung bisa banyak mendengar cerita dongeng dari papanya dibandingkan Kai. Waktu Kai lahir Gen sangat sibuk sehingga hampir setiap malam aku saja yang mendongeng untuk Kai. Dan aku tidak sepandai Gen membacakan dengan penghayatan. Abis, kalau ceritanya panjang susah juga sih menghayatinya. Sepintar apapun aku berbahasa Jepang, sulit untuk membaca tanpa latihan dulu sebelumnya. Karenanya Kai sangat senang kalau papanya pulang cepat dan bisa membaca sebuah buku tentang Seorang Cerdik dari Kyushu (aku nyerah membaca buku ini karena dialek kyushu yang kental sulit untuk dibaca).
Kalau dipikir-pikir cukup banyak orang Jepang bisa membaca Roudoku mungkin karena mereka sering berlatih. Sejak SD, anak-anak diwajibkan untuk ONDOKU 音読, membaca dengan suara keras (tidak perlu penghayatan) bacaan dari buku pelajaran Bahasa Jepang Kokugo 国語. Hampir setiap hari mereka harus membaca dan kami orang tua HARUS mendengarkan dan memberikan paraf pada kertas laporan. Jika membaca dengan benar, otomatis murid-murid bisa menjawab pada ulangan/test bahasa. Dan terus terang dulu, aku sering skip tidak mendengarkan dengan perhatian pada apa yang dibaca Riku karena terlalu sibuk mempersiapkan makan malam atau sarapan. Riku juga dengan sengaja memilih waktu Ondoku itu pada saat aku sibuk. Tapi akhir-akhir ini karena aku cukup banyak waktu karena kuliah semester genap di universitas sudah selesai, bisa konsentrasi mendengar Riku Ondoku. Melakukan pembacaan. Satu cerita biasanya sekitar 10 hari sampai 2 minggu, dan 3 cerita terakhir benar-benar menambah pengetahuanku sendiri. Tentang Kanji, dan sebuah monogatari (cerita) yang cukup panjang!
Bulan April nanti aku akan tambah sibuk lagi harus menyediakan waktu untuk mendengarkan Ondoku dari Riku yang menjadi kelas 6 dan Kai yang menjadi kelas 1 SD. Kai sendiri sudah cukup lancar membaca dongeng setiap malam sekitar 3 halaman. Memang merepotkan, tapi aku senang sekali jika membayangkan hasilnya… membantu kelancaran membaca, menghafalkan kata-kata baru dan mungkin kelak Riku dan/atau Kai bisa menjadi pembaca Roudoku yang berbobot.
Hari-hari Kai berada di TK tinggal 2 minggu lagi. Salah satu kegiatan di TK yang paling disenangi anak-anak adalah Ensoku, atau pergi piknik bersama. Dan hari ini Kai pergi ensoku ke Akurium di Ikebukuro, setelah dibatalkan dari rencana semula yang taggal 15 Februari karena salju lebat. Tapi hari ini pun boleh dikatakan bukan waktu yang menyenangkan untuk bepergian karena hujan terus seharian. Meskipun hujan, acara ini tetap dilaksanakan karena mereka memakai bus untuk pergi ke akuarium, dan tentu saja setelah itu kebanyakan berada di dalam ruangan.
Aku sendiri sudah pernah pergi ke akuarium di Ikebukuro, kecil tapi cukuplah untuk ukuran anak-anak. Tentu jauh “ketinggalan” jika dibandingkan dengan Kasai Rinkai Koen atau Enoshima Akuarium. Menurut cerita Kai, mereka hanya melihat ikan-ikan, lalu makan obento (bekal makanan) di ruangan khusus, lalu pulang. Waktu aku tanya lebih detil dia hanya menceritakan bahwa tidak jadi menonton pertunjukan singa laut, karena pertunjukannya diadakan di luar ruangan (dan masih hujan). Tapi yang pasti dia ribut menceritakan bahwa dia dan teman-temannya tukaran snack. Ya, khusus untuk ensoku, anak-anak diperbolehkan membawa snack selain bekal makanan (nasi/roti). Dan ini ditunggu-tunggu setiap anak karena mereka bisa tukar-tukaran snack! Aku pikir sebetulnya apa menariknya ya? AHA! ya, mereka bisa makan sesuatu yang mungkin mereka tidak pernah dibelikan orang tuanya, atau bahkan tidak diperbolehkan! Pasti ada anak yang dilarang makan coklat tapi dengan bertukaran snack dengan temannya dia jadinya bisa makan coklat tanpa sepengetahuan orang tuanya! guilty pleasures ~~~
Tentu saja di SD nanti masih ada ensoku-ensoku sebagai kegiatan sekolah. Tapi kalau di SD biasanya setelah ensoku harus membuat laporan atau karangan, sedangkan di TK? Biasanya mereka hanya diminta menggambarkan perasaan atau suasana ensoku dalam selembar kertas, dan itu besok dilakukan di TK. Sementara itu orang tua murid sudah mulai menyiapkan acara wisuda tgl 18 Maret, acara pesta dengan guru-guru termasuk membuat buku kenangan, membuat hadiah untuk guru dan lain-lain. Oh ya sebagai sumbangan acara dari orang tua, aku juga harus berlatih menyanyi sebuah lagu yang sudah dipilih. Tidak susah sih….asal jangan pakai gaya sih aku bisa saja 😀 Dan setelah tanggal 18 Maret, aku musti mempersiapkan baju dan perlengkapan SD tentunya, sambil menemani Kai di rumah karena dia libur terus sampai upacara masuk SD tgl 7 April.
Hari ini di Jepang memperingati Hina Matsuri atau Doll’s Festival yang diperuntukkan bagi anak-anak perempuan. Setiap keluarga dengan anak perempuan akan menghias rumahnya dengan Boneka Hina ひな人形, yang biasanya berupa pasangan Kaisar dan Permaisuri, yang jika lengkap akan dihias dengan dayang-dayang dan menteri sampai membuat 7 tingkatan dengan alas berwarna merah. Keluarga yang kaya tentu berlomba-lomba membeli (dan memasang) hiasan Hina Matsuri ini selengkap mungkin, dan semahal mungkin. Tadi di televisi sekilas aku melihat ada yang harganya 7 juta yen! Aduhhh… untung aku tidak mempunyai anak perempuan hehehe.
Hiasan boneka Hina ini akan dipasang sejak Februari dan akan disimpan kembali besok! Harus cepat-cepat disimpan karena kalau tidak akan pamali. Si anak perempuan konon tidak akan bisa menikah, jika boneka itu dibiarkan sepanjang tahun. Nah loh…..
Sambil melihat televisi pagi ini, aku menonton juga bahwa ada acara Girls Fashion Show. Semua untuk anak perempuan. Peragawati yang berjalan di catwalk itu juga seperti boneka semua, cantik-cantik! Dan bisa dilihat pakaian sampai ke make upnya berharga berapa ratus/juta yen. Sekali lagi untung aku tidak punya anak perempuan.
TAPI, memang benar bahwa keluarga yang mempunyai anak perempuan akan lebih tenang di hari tua karena biasanya anak perempuannya akan mengurus mereka…? Eh benarkah? Biasanya justru anak perempuan kan pergi meninggalkan orang tuanya untuk mengurus suami dan keluarga suamiya. Meskipun demikian kebanyakan ibu Jepang akan merasa anshin 安心(tenang) jika mempunyai anak perempuan karena tahu anak perempuannya tidak akan meninggalkan membiarkan mereka. Padahal aku tahu beberapa keluarga yang hanya mempunyai satu anak perempuan dan hidup telantar juga, tidak pernah diperhatikan. So, kesimpulannya laki-laki perempuan sama saja 😀
Sekarang sambil memperhatikan jari-jariku yang sedang mengetik ini, kasar dan tidak pakai kuteks aku pikir, untung aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk barang-barang kecantikan yang mahal-mahal karena aku memang tidak suka. Dan mungkin karena sifatku yang tomboy begini juga, aku dikaruniakan dua anak laki-laki oleh Tuhan ya. Sekali lagi aku bersyukur tidak punya anak perempuan….
TAPI aku lupa!
Aku kan perempuan dengan dua adik perempuan! (Untung kami bukan orang Jepang hehhe)
Mama senang tidak ya punya TIGA anak perempuan yang keras kepala seperti ini? Meskipun kami bertiga perempuan, tidak ada satupun yang pintar dandan, fashion, interior, masak, menjahit atau segala pekerjaan “cantik” yang identik dengan perempuan. Pekerjaanku guru (dan lain-lain), adik di bawahku peneliti biologi, dan adik yang satu lagi programmer. Kami ini ternyata unik dan kami lahir dari mama yang unik juga heheheh.
Jadi intinya? SELAMAT hari anak perempuan saja deh 😀
Dan sebagai penutup aku ingin menuliskan puisi dari Francis I. Gillespie yang berjudul Three Sisters
We are three sisters Three sisters are we I love each of you, And I know you love me
We’re not always together, Life sometimes keeps us apart. But we’re never separated We’re in each other’s heart.
Now I know we’ve had our troubles, But we always get thru. The real message is you love me, And I also love you.
We have had lots of good times That we’ll never forget Sometimes we worry And sometimes we fret
But if God ever gave me Something special you see, It might have been the blessing of, Three sisters are we.
The Lord above has gave me lots Of happiness and glee But the most special thing he did was Make us sisters, all three.