Tokyo SkyTree

6 Des

Sejak aku menulis tentang pembangunan SkyTree di blog milik mbak Tuti Nonka (wah tulisan tahun 2010 tuh), SkyTree memang ditunggu-tunggu menjadi ikon kota Tokyo. Sayangnya waktu SkyTree diresmikan bulan Mei tahun 2012, waktu itu Jepang masih sedang berkabung karena gempa bumi besar di Tohoku. Aku sendiri pernah merencanakan untuk pergi ke SkyTree ini untuk merayakan ulang tahun kami tahun 2013, tapi gagal karena turun badai salju tepat di hari tersebut. Kami berhasil sampai ke sana, tapi tetap tidak bisa naik dan kami mendapat uang kembalian karcis yang telah kami beli. Setelah itu, kami hanya melihat dari jauh saja, seperti waktu kami pergi ke Sumo Arena.

Nah, hari ini aku dan Kai berduaan saja pergi ke SkyTree. Gen pergi kerja dan Riku sudah kepalang berjanji dengan teman-temannya untuk mengikuti acara mochitsuki taikai (membuat mochi) di SD nya, dan setelah itu harus belajar untuk ujian tryout besok. Kami janjian di SkyTree dengan adikku, sahabat keluarga yang tinggal di Kanagawa dan adik iparku yang sedang datang dari Jakarta untuk dinas ke Tokyo. Karena adik iparku akan kembali ke Jakarta besok, padahal seminggu ini dia sibuk sekali, kesempatannya hanya ada pada hari ini. Jadi sebetulnya kalau adik iparku tidak datang, kami tidak akan sampai ke SkyTree…. 😀

Perjalanan yang jauh dan harus ganti kereta beberapa kali. Kondisi kaki kiriku yang salah urat juga tidak menunjang untuk naik turun tangga. Untung saja Kai tidak mengeluh harus berdiri terus dalam kereta ditambah ganti kereta berapa kali. Alhasil kami sampai di SkyTree mepet dengan jam pesanan tiket kami, jam 1 siang. Tiket memang sudah kupesan online, karena aku tidak mau antri lama-lama di sana. Harga tiket kalau beli pada hari tersebut memang cuma 2060yen (untuk dewasa), sedangkan kalau pesan menjadi 2570 yen. Untuk anak-anak usia SD adalah 1440 yen (930 yen kalau di loket). Tapi karena aku terlanjur membeli tiket untuk Riku, aku sebenarnya aku sudah merelakan jika harus hangus. TAPI ternyata aku hanya terkena denda cancel 500 yen, dan 1440 yennya dikembalikan. Hmmm aku sekaligus tanya, apakah jika ada satu orang tambahan aku bisa minta tambahan langsung? Dan dijawab, TIDAK BISA< harus antri. Jadi….. lebih baik beli saja dulu sejumlah orang-orang yang MUNGKIN bisa pergi, kalau cancel tinggal bayar denda 😀 (Tapi memang buat pihak SkyTree tidak menyarankan seperti itu hehehe)

Kami langsung diantar antri depan lift yang konon puya 4 hiasan dalamnya sesuai 4 musim, dan kami masuk dalam lift Musim Gugur. Kami langsung menuju deck setinggi 350 meter dpl dalam waktu 1 menit. Tidak terasa euy.

menjadi siluet karena cahaya belakangnya terlalu terang

Begitu keluar lift, mata menjadi silau melihat pemandangan yang terhampar. Kacanya bersih tanpa noda, sehingga kami dapat membuat foto dengan bagus, tapi memang harus hati-hati jangan kena bayangan dari kaca yang lain. Aku sendiri sebetulnya ingin membeli tiket masuknya jam 4-an supaya bisa melihat sunset, tapi sudah habis tiketnya. Jadi memang sekitar jam 1 itu sinarnya terlalu terik untuk memotret.

Kai juga ingin memotret sehingga aku memberikan iphoneku untuk dia pakai. Dan menariknya, Dia menemukan saja tempat dan moment yang bagus untuk dipotret. Seperti foto ini: Bayangan SkyTree di atas bangunan-bangunan. Kalau Kai tidak menunjukkan kami, pasti kami juga tidak sadar.

bayangan SkyTree di atas bagunan-bangunan

Karena kami sebetulnya belum makan siang dan sudah lapar, jadi kami memutuskan untuk turun saja. Karena kalau mau naik ke ketinggian 450 meter, kami harus membayar 1030 yen lagi dan harus antri lagi… padahal pemandangannya sama saja kan? heheheh (perut lapar lebih penting daripada pemandangan).

Kai asyik memakai display sentuh yang menunjukkan gambar daerah Tokyo yang terlihat pada bagian itu
Banyak bagian konstruksi yang dilapis busa sehingga kalaupun ada yang menabrak tidak sakit

 

Kami akhirnya turun ke lantai 4 dan masuk ke food courtnya. Di Foodcourt ini ada ramen Ippudo yang konon sudah membuka restorannya juga di Indonesia. Aku sendiri baru makan 2 kali (termasuk hari ini), dan its not my taste deh. Masih banyak ramen lain yang menurutku lebih enak 😀

salah satu dari sekian banyak jembatan di Tokyo

Ada dua hal juga yang kurasa kurang di food court itu. Selain kurang meja dan kursi, pengembalian piring bekas pakai terlalu jauh. Memang orang Jepang terbiasa mengembalikan piringnya sendiri dan tidak meninggalkan piring bekasnya, tapi di food court itu karena luas, jika mendapat tempat duduk terjauh, maka perlu waktu juga untuk mengembalikan piringnya.

warna-warni musim gugur yang terlihat dari atas. Kanan bawah masih terlihat lahan makam yang biasanya dimiliki kuil Buddha

Kami akhirnya kembali ke pelataran pintu masuk SkyTree untuk berfoto dan menikmati toko-toko yang sedang merayakan christmas fair. Karena musim dingin senjanya cukup cepat, kami sempat mendapatkan perubahan senja dan light up yang kali ini berwarna hijau. Setelah adik iparku membeli Tokyo Banana untuk oleh-oleh, kami akhirnya menuju subway untuk pulang. Akupun sampai di rumah jam 7 malam dengan badan dan kaki remuk (redam :D)

Gaya Kai memotret

Bagi mereka yang mau menikmati SkyTree jika berkunjung ke Jepang, bisa melihat websitenya dalam bahasa Inggris di http://www.tokyo-skytree.jp/en/

Museum Angkut Batu

5 Des

Bukan museum tentang angkut mengangkut batu sih, tapi Museum mengenai angkutan (kendaraan) di Batu, Malang. Duuuh tulisan ini memang terlambat sekali, tapi daripada tidak sama sekali, aku akan tetap menuliskan lanjutan perjalanan kami waktu liburan musim panas yang lalu (sekarang sudah musim dingin di Jepang sih hehehe). Setelah dari Hotel Tugu Malang tanggal 11 Agustus 2014, kami mengikuti mobil MakDea dan suami yang mengarah ke Batu. Memang banyak teman yang menyarankan pergi ke Jatim Park, tapi perjalanan dalam kota Malang kali ini aku serahkan pada  guide cantikku ini. Dan menurut MakDea, Museum Angkut yang baru dibuka bulan April itu BAGUS! (Pakai huruf gede!).

sungguh kontras  ya warnanya 😀

Waktu kami sampai, kami masih mendapat tempat parkir, jadi mestinya tidak penuh sekali. Setelah berfoto-foto di depan helikopter di depan museum, kami masuk. HTM nya cukup mahal, Rp. 50.000 per orang. Dan aku membayar tambahan Rp. 30.000 karena aku mau membawa kamera besar ke dalam (tidak mau menitipkan di loker juga). Tapi pada kenyataannya aku mengganti kamera Nikonku dengan camera Canon Powershoot karena di dalam ruangan kurang cahaya jadi hasilnya kurang bagus.

begitu masuk terbentang ruangan besar berisi kereta kuda, mobil lama dan mobil sport, juga sepeda motor.

Begitu kami masuk berjejerlah mobil-mobil kuno yang aku tidak ketahui dikelompokkan berdasarkan apa. Salah satu kekurangan museum di Indonesia adalah tidak disediakan pamflet panduan yang menerangkan sedikit tentang apa saja yang dipamerkan. Kalau di Jepang, pasti kita akan mendapat selebar “rangkuman” sekaligus peta penuntun apa saya yang ada dalam museum itu, dan tentu saja leaflet itu gratis. Jadi kami foto-foto saja!  Riku dan Kai pun senang berfoto dengan mobil-mobil itu.

setelah dari ruangan besar itu kami naik ke lantai dua yang kebanyakan berisi kendaraan jaman dulu di Indonesia

Setelah puas di situ kami ke atas dan menemukan segala angkutan jaman dulu, mulai dari bendi (dokar) sampai becak dan vespa. Kelihatan ini kendaraan yang terdapat di Indonesia. Di sini kami juga bisa ke luar dan menaiki roket yang terletak di sebelah kiri. Aku dan MakDea menunggu di bawah, sementara Riku dan Kai naik ke roket…. dan salah deh menyuruh Kai naik, dia takut ketinggian, jadi teriak-teriak terus :D.

Ada Kang Yayat sedang memeriksa TKP mobil DI yang kecelakaan tuh 😀

 

Nah kupikir sudah sampai situ saja museumnya, eh ternyata masih banyak! Masih ada pemandangan berlatar jalan Malioboro, ada pula mobil proyek percobaan Dahlan Iskak yang mengalami kecelakaan itu. Benar-benar aku tidak tahu mereka mengatur berdasarkan apa hehehe.

Dari ruangan ini kami keluar dan turun menuju sebuah “perkampungan” yang disetting seperti Jakarta jaman baheula. Ada toko, ada kantor pos, ada becak, ada bemo, ada warung…. menarik karena terlihat mereka membuatnya cukup halus. Halus banget untuk standar orang Indonesia. Aku tak menyangka melihat layout yang bagus begini. Terus terang langsung merasa senang berada di “jaman doeloe” ini, meskipun tidak terlalu besar tempatnya. Keuntungannya kami pergi waktu hari kerja ya begini, tidak terlalu banyak orang yang datang, sehingga masih bisa berfoto dengan santai. Kalau musim liburan… wah pasti ribet deh.

menuju tempat “Jaman Doeloe” dengan layout jalan di Jakarta. Menarik!

Setelah melewati “Jakarta Tempo Doeloe”, kupikir sudah akan keluar….eeeeh ternyata masih ada “hanggar” yang isinya mobil-mobil tentara USA, sepeda motor tentara di atas pasir, mobil holden yang besar-besar…. tapi ada juga sepeda motor Yamaha jaman baheula.

Garasi besar dengan sepeda motor/mobil tentara Amerika

Saat itu aku baru sadar bahwa Riku dan Kai sudah tidak bersama lagi. Tapi ah biar saja pasti nanti ketemu deh… Dan benar, setelah keluar dari “garasi besar” ini, kami bisa menikmati pemandangan jalanan di Amerika yang kiri kanannya terdapat pemadam kebakaran, polisi, ya diatur seperti jalan di Broadway. sekali lagi aku kagum dengan finishing laayout di sini. Memang jadinya ingin berlma-lama berada di sini. Apalagi waktu itu senja mulai turun sehingga cocok untuk berfoto di situ.

daerah “Broadway”… Anak-anak enjoy banget di sini karena bisa naik mobil pemadam, atau masuk penjara 😀

Kami cukup lama berada di daerah “Broadway” ini, tapi karena kami harus kembali ke Surabaya, kami harus bergegas, sehingga kami cepat-cepat keluar….. EH, ternyata belum bisa keluar karena di situ kami dihadang dengan pemandangan Eropa. Jadi teringat adegan Audrey Hepburn menaiki vespa dalam film Roman Holiday. Dan jika masuk lebih dalam lagi ada menara Eifel (yang kependekan hehehe) tapi samping kiri kanannya dibuat seperti toko-toko roti dan jalan-jalan berbatu seperti di Eropa…. uh membuatku ingin berlibur di Eropa nih.

Bagian “Eropa” dengan detil yang cukup membuat romantisme bersemi…tsah!!

Bergegas kami keluar dari kawasan “Eropa” dan menjumpai halaman luas dengan “istana” yang indah. Sayang waktu itu mulai rintik-rintik dan karena tidak ada waktu, kami pas, tidak memasuk si “istana eropa”.

menjelang keluar Museum Angkut

TAPI ternyata belum selesai! Karena di bagian dekat pintu masuk ada patung manusia hijau yang menginjak mobil, juga ada mobil batman! Ya dipamerkan mobil-mobil yang dipakai dalam film-film.

Museum ini memang bagus! Rasanya untukku tidak rugi mengeluarkan uang Rp50.000 per orang (untuk weekday) dan melihat hiburan seperti ini, Meskipun tidak suka mobil pun bisa menikmati suasana yang dibuat. Cocok juga untuk berfoto. Dan yang pasti butuh waktu yang cukup jika mau santai dan tidak diburu-buru seperti kami. Kami hanya 1,5 jam saja di sana. Jadi kalau mau ke sana harus seharian deh! Bukanya memang baru pukul 12 tapi bisa sampai malam jam 8. Silakan lihat di websitenya di sini saja ya….

berbecak ke Malioboro dari Malang…. duh gempor deh betisnya 😀 😀 😀

Sebagai penutup tulisan pamer ah foto waktu “berbecak” ke Malioboro dengan makDea hehehe.

Sampai jumpa lagi ya MakDea. Terima kasih sudah diajak ke sini….

Nama populer

4 Des

Dulu, aku selalu heran jika pergi ke tempat umum, semisal kantor pos atau bank, pasti contoh nama yang dipakai dalam formulir itu TAROU 太郎 (nama laki-laki) dan HANAKO 花子 (nama perempuan). Jadi kalau ada formulir di kantor pos contoh namanya : Yubin Tarou 郵便太郎 dan Yubin Hanako 郵便花子. Pokoknya dimana-mana ada nama Tarou dan Hanako.

Tarou memang merupakan nama anak laki-laki yang sering dipakai, terutama setelah Perang Dunia II. Dan biasanya itu merupakan nama anak laki-laki sulung, karena anak kedua laki-laki Jiro, anak ketiga laki-laki Saburo dst. Mungkin mirip dengan Made dan Ketut di masyarakat Bali. Sedangkan Hanako memang nama perempuan, tapi biasanya tidak ada yang pakai kanji langsung seperti itu 花子, tapi kanjinya lebih rumit sedikit 華子. Nah sayangnya aku tidak menemukan nama laki-laki dan perempuan Indonesia yang bisa mewakili dalam contoh-contoh penulisan formulir. Padahal bisa saja namanya Muhamad dan Siti (eh apa ini terlalu “Arab”?) , atau Aji dan Ayu (BTW Aji dan Ayu di Jepang merupakan nama ikan loh 😀 )

Nah setiap tahun sebuah perusahaan asuransi Meiji Yasuda Seimei, mengadakan survey nama anak-anak yang terpopuler yang lahir dalam tahun itu. Waktu Riku lahir, namanya masuk ke dalam ranking nomor dua terbanyak di Jepang, tapi kanjinya beda-beda. Untuk tahun 2014 diketahui bahwa nama untuk laki-laki terbanyak adalah  連 (Ren), 大翔 (Dibaca Hiroto, Haruto dll) dan 陽向 (dibaca Hinata, Haruta). sedangkan untuk perempuan 陽菜 (dibaca Hina, Haruna dsb) , 凛 (Rin) dan 結菜 (dibaca Yuna). Memang sih ada saja orang tua yang mau menamakan anaknya dengan nama orang terkenal, seperti waktu anak Putra Mahkota Jepang lahir diberi nama Aiko, langsung deh boom semua orang ingin menamakan anaknya dengan Aiko. Tapi kalau aku kok ogah ya, soalnya pasaran hehehe. Tapi memang dalam memberikan nama anak juga jangan terlalu aneh, apalagi kalau kanjinya rumit. Karena dia juga pasti akan susah menulis namanya dengan kanji di SD kelas-kelas awal kalau terlalu rumit. Seperti Kai, namanya cukup rumit jika ditulis dalam kanji. Untung saja dia sudah bisa menulis namanya sendiri sebelum masuk SD.

Nama anak-anak terpopuler yang lahir tahun 2014. Data dari Perusahaan asuransi, Meiji Yasuda Seimei

Masih berhubungan dengan nama, aku pernah mendapat pertanyaan dari mantan muridku, mengenai pemberian nama tko. Dia mau menamakan salonnya dengan nama “Sayang”. Tapi karena dia ingat aku pernah mengajarkan bahwa sayang itu tidak hanya  berarti darling, love, tapi juga berarti pity (sayang tidak bisa datang) atau useless (sayang tidak dimakan) , jadi dia minta pendapatku. Tentu saja bagiku tidak menjadi masalah jika dia mau pakai kata sayang, karena jarang sekali orang akan berpikir yang negatif jika melihat papan bertulis “Sayang”.

TAPI di daerah Meguro ada sebuah toko yang diberi nama LIBUR, aku tidak tahu apa maksud pemilik tokonya, tapi kalau dia pasang nama tokonya LIBUR, lah kapan bukanya ya? hehehe Selain itu ada beberapa kata bahasa Indonesia yang kedengaran/kelihatannya bagus untuk dituliskan sebagai nama toko seperti KAWAN. Tapi hati-hati karena dalam bahasa Jepang colloquial Kawan bisa berarti “tidak mau beli”. Atau contoh lainnya, KILAU kan bagus artinya dalam bahasa Indonesia. Tapi dalam bahasa Jepang bisa berarti “benci”. Jadi memang kalau mau memberikan nama harus selidiki dulu dari kedua bahasa ya.

Tapi kalau aku membuka cafe misalnya, masih tetap ingin memberikan nama “Sunset Cafe” sesuai lagunya Rita Effendy 😀

 

Kata Populer 2014

3 Des

Seperti yang pernah kutulis juga di tahun-tahun sebelumnya, Jepang punya kebiasaan memilih kata populer, kata yang “merakyat” setiap tahunnya. Seperti yang pernah kutulis di sini, setiap bulan Desember, tepatnya tanggal 2 Desember, perusahaan U-Can (penyedia pendidikan luar sekolah melalui korespondensi)  dan Buku Pengetahuan Dasar Bahasa Populer (現代用語の基礎知識) Gendaiyougo no Kiso chishiki memilih kata populer atau 流行語 Ryuukougo di Jepang selama satu tahun yang akan berlalu. Pengumuman Kata Populer tahunan ini sudah yang 31 kalinya.

Aku masih ingat tahun lalu, kata yang populer adalah Je-je-je yang populer bersama sebuah serial NHK mengenai gadis pemungut kerang/mutiara yang di sebut Amasan 海女. Ternyata waktu berlalu begitu cepat ya…. Tapi tahun ini rasanya tidak begitu banyak kata baru yang akrab di telingaku. Kata baru/populer yang terpilih itu sebetulnya bisa saja kata yang memang merupakan kata bahasa Jepang (atau asing), tapi dirangkaikan sehingga menjadi satu “idiom” baru seperti Wairudo daze ワイルドだぜ (Wild dong!) atau seperti je-je-je yang sebelumnya belum pernah ada.

foto diambil dari http://www.oricon.co.jp/news/2045284/

Tahun ini terpilih “Dame yo dame dame” だめよ~ダメダメ yang dipopulerkan sepasang “pelawak” nyeleneh  Nippon Elekiteru Rengo 日本エレキテル連合. Sebuah kata yang disebutkan si Janda bermake up seperti zombie, artinya “Ngga bisa (boleh) dong, jangan jangan”. Memang kata-kata ini sering sekali masuk ke telingaku, tapi kehadirannya tidak mengusikku seperti Let It Go hihihi. Kata lainnya adalah Shuudanteki jietai 集団的自衛権 yang disebutkan PM Abe.

Kata Let it go  ini sebetulnya juga termasuk dalam nominasi bersama beberapa kata yang lain, seperti STAP Saibo dan Ebola

輝く女性 STAP細胞はあります
バックビルディング まさ土
トリクルダウン デング熱
ダメよ~ダメダメ 2025年問題
危険ドラッグ アイス・バケツ・チャレンジ
家事ハラ マタハラ
ありのままで レリゴー
こぴっと ごきげんよう
リトル本田 J婚
ゴーストライター タモロス
マイルドヤンキー リベンジポルノ
JKビジネス 絶景
レジェンド ゆづ
妖怪ウォッチ 塩対応
マウンティング(女子) こじらせ女子
女装子 号泣会見
セクハラやじ 集団的自衛権
限定容認 積極的平和主義
勝てない相手はもういない カープ女子
ワンオペ ハーフハーフ
消滅可能性都市 壁ドン
ミドリムシ 壊憲記念日
イスラム国 雨傘革命
昼顔 塩レモン
ビットコイン エボラ出血熱

Nah, kalau tahun lalu mungkin Masbuloh (kata si Nie) yang merupakan singkatan masalah buat loe? tahun ini di Indonesia kata yang populer apa ya? Sakitnya tuh di sini? atau bahkan me-Jonru/di-Jonru-kan seperti kata pak HA? hehehe

(Kalau aku sih maunya milih kata barunya JKW aja 😉 )

Pertama dan Terakhir RK

2 Des

Hari Sabtu kemarin, aku pergi ke acara kesenian di SD nya Riku dan Kai. Hari itu Gen kerja sehingga aku harus pergi sendiri…. dan aku lupa menaruh program acara sehingga aku tidak tahu Kai tampil yang keberapa. Soalnya acaranya dimulai pukul 8:50, dan karena Kai kelas 1 ada kemungkinan dia tampil pertama….. Sedangkan Riku aku tahu pasti tampil terakhir, karena memang biasanya kelas 6, sebagai kelas yang terbesar akan tampil paling akhir.

Jadi deh pukul 8:50 aku sudah di depan aula SD, tak lupa membawa slipper karena harus ganti sepatu dengan slipper (sepatu kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibawa masuk). Aku isi absen dulu di daftar kelas 6 dan kelas 1, kemudian cepat-cepat masuk karena acara akan dimulai. Ya, acara-acara di SD TIDAK PERNAH sama sekali terlambat ngaret! dan kami memang harus cepat masuk karena ruangan gelap gulita.

Tampilan pertama dari kelas 2. BAGUS! Ceritanya juga menarik. Lihat tuh jam di dinding, dimulai teng jam 8:50 dengan lagu pembukaan dan langsung tampilan kelas 2. Tanpa ba bi bu deh. Pidato kepala sekolah setelah acara ke dua

Karena sulit mencari kursi kosong, aku akhirnya berdiri di samping kiri. Tampilan dari kelas 2 tentang anak kucing. Cerita menarik sekali. Anak kucing itu merasa kesepian karena orang tuanya sibuk terus. Tak pernah mengajak bermain. Sampai suatu waktu ada ONI (setan) yang datang ke taman dekat rumahnya dan mengajak anak kucing itu bermain. Bermain terus, sehingga anak kucing itu selalu gembira jika melihat si Oni ini datang. Bisa seharian dia bermain terus.

Suatu hari Oni ini mengajak anak kucing ini pergi jauh, ke rumahnya. Ya, Oni sebetulnya menculik anak kucing untuk meminta tebusan pada orang tua kucing. Anak kucing itu meskipun tahu bahwa dia diculik, dia tetap senang… karena bisa bersama si Oni terus. Padahal Oni tidak mau bermain dan mau menulis surat minta tebusan kepada orang tua kucing…. tapi diminta bermain terus, terus dan terus…. Akhirnya si Oni menulis surat begini, “Orang tua anak kucing… TOLONG jemput anak Anda di sini. Saya mau mati karena dia minta saya bermain terus. TOLONG ~~~~ ” hahaha bukannya minta tebusan justru minta supaya anak kucing itu dijemput pulang saja. Cerita yang menarik dengan pendramaan yang menarik. Lagu-lagunya bagus!

Kai menjadi Ayah Gagak dan Riku membawa penjelasan drama kelas 6

Setelah kelas 2, kelas 4, baru setelah itu kelas 1. Kelasnya Kai! Mereka membawakan cerita Karasu no Panya san 烏のパン屋さん Toko Roti Burung Gagak. Kai mendapat peran menjadi bapak Gagak. Ceritanya satu pasang Gagak yang mempunyai usaha toko roti. Tokonya terkenal enak. Kemudian lahir 4 anak. Karena sibuk mengurus anak, bapak dan ibu Gagak terlalu sibuk dan tidak bisa melayani pembeli. Rotinya juga menjadi tidak enak, pembeli berkurang. Di sini Kai harus berkata: “Terima kasih sudah membeli roti kami” dan “Ya, ya sebentar lagi matang” sambil ditarik-tarik kakinya oleh anak-anak Gagak.

Kai sebetulnya penakut,  okubyou 臆病 dia sudah lama tidak senang setiap ada latihan drama. Dia yakin dia tidak bisa. Untung saja sampai hari H nya dia tidak “ngambek” mogok ke sekolah. Dan… ah aku bangga melihat anakku bermain  drama. Suaranya lantang dan gayanya juga cool!

Secara keseluruhan cerita-cerita yang ditampilkan murid-murid SD ini bagus-bagus. Sering aku harus menyeka airmata haru menikmati permainan mereka. Dan semuanya dilakukan oleh mereka sendiri! Guru-guru hanya membantu bagian musik atau melihat keseluruhan. Bahkan Riku dan teman-teman, sebagai murid kelas 6 harus membantu pemindahan alat-alat, membuka dan menutup layar. Bagian lighting (jadi ingat aku dulu waktu SMP juga bagian lighting) juga dilakukan oleh murid kelas 6. Musiknya booooo…. sebagian live oleh murid-murid kelas yang tampil! Ada cerita kelas 5 yang spooky menceritakan hantu tapi mengharukan, dan terlihat ini merupakan kreasi anak-anak sendiri.  Aku salut pada pendidikan di SD ini.

Riku bantu-bantu pindah peralatan panggung

Kelas 6, kelasnya Riku bagaimana? Hmmm ceritanya memang agak… ngalor ngidul. Ceritanya adalah bagaimana mereka merancang sandiwara untuk pentas seni. Jadi ya mulai dari persiapan dsb dsb ditampilkan dengan gerak lagu campur komedi. Sandiwaranya berjudul Shirayukinderela, campuran putri salju dan cinderella. Inti ceritanya cuma “suatu kegiatan bersama tidak hanya tergantung pada satu tokoh, tapi semua. Bahkan yang dipikir sama sekali tidak berperan pun sebetulnya punya peran”. Riku sendiri di sini hanya tampil di awal dan bagian akhir waktu menyanyi bersama. Tapi yang lucu dari cerita kelas 6 ini, yaitu ada seorang teman Riku, laki-laki yang memang seorang talent (aktor TV) yang berperan sebagai putri Shirayukinderela. Duh anak itu memang bakat sih ya, jadi bisa memancing penonton untuk tertawa.

teman laki-laki Riku yang memang aktor, memerankan Shirayukinderella

Pentas seni ini berupa drama begini hanya diadakan 3 tahun sekali karena memang menguras tenaga, bergantian bentuk dengan pameran seni rupa dan musik. Dan tahun ini merupakan pertunjukan drama yang pertama untuk Kai dan terakhir untuk Riku di SD. Well done boys!

Lucu sekali melihat anak-anak yang masih “maksa” menampilkan wajahnya di bawah layar yang menutup setelah pertunjukan. Kami orang tua yang anaknya tampil, bisa duduk di depan panggung di atas matras yang disediakan supaya jelas melihat dan memotretnya. Tapi aku tidak bawa kamera jadi harus puas dengan foto-foto dari iphoneku saja

Three Wise Monkeys!

24 Nov

Tepat hari ini sebetulnya di sebuah restoran di Jakarta akan diadakan reuni teman-teman jaman SD-ku. Aku belum begitu lama bergabung dalam group WA SD ku itu, dan setiap hari ribuan msg “nangkring” di sana. Maklum aku tidak getol buka-buka group di socmed manapun (di FB pun sebagian besar biasanya aku matikan notificationnya, kecuali jika aku yang administratornya). Nah, mereka akan berkumpul di resto milik temanku juga, masih baru (sepertinya), dan bernama three wise monkeys!

three wise monkeys shrine at Nikko Toshogu

Hmmm rasanya aku pernah mendengar nama ini ya? Tapi aku tidak yakin di mana. Dan baru kuketahui minggu lalu, saat deMiyashita jalan-jalan ke Nikko. Setelah cukup lama tidak jalan-jalan karena masing-masing memang sibuk, kami menyempatkan diri ke Nikko pulang hari.

Nikko terletak di perfektur Tochigi, kira-kira 4 jam perjalanan dari rumah kami. Aku sudah pernah pergi ke Nikko sekitar 20 tahun yang lalu, tapi hanya pergi ke Edo Mura (perkampungan Ninja) bahkan pernah menyetir melewati hutan-hutan di sana. Tapi aku belum pernah pergi ke Toshogu Shrine, tempat yang biasanya menjadi tujuan wisata di Nikko. Setiap kali aku mengajak Gen ke Toshogu, pasti dia malas nyetir ke arah Nikko…. memang macet sih.

Tapi seminggu lalu waktu kami pergi ke sana, perjalanan lancar. Mungkin karena musim melihat dedaunan berwarna-warni musim gugur (disebut Kouyou) sudah hampir habis. Kami hanya perlu “antri” parkir waktu mendekati kuil tersebut. Karena kelihatannya cukup lama, padahal kami mau pergi ke beberapa tempat, akhirnya kami masuk ke tempat parkir yang lebih mahal, yang berjarak 10 menit sebelum Toshogu. Daripada buang waktu menunggu, lebih baik kami jalan kaki ke sana.

sisa sisa pemandangan dedaunan merah kuning, ciri khas musim gugur di Nikko

Berkat jalan kaki itu kami juga bisa menikmati keindahan daun-daun yang menguning dan memerah sepanjang jalan. Meskipun cukup menakutkan juga karena jalan cukup sempit padahal cukup sering bus-bus pariwisata yang melewati jalan itu. Jadi biasanya kami menepi dulu begitu melihat ada bus yang mendekat.

Kami memasuki kompleks Toshogu dari samping, bukan dari pintu gerbang. Begitu muncul di kompleks, kami menjumpai sebuah tenda yang menjual manju (kue Jepang seperti bakpao tapi bahan rotinya lebih padat dan berisi pasta yang terbuat dari kacang kedelai, kacang merah dan kacang hitam). Kami bisa melihat juga torii (gerbang) dari batu dan kuil pagoda 5 tingkat. JDari situ kami masih harus menaiki tangga untuk bisa masuk ke kompleks kuil, dengan membayar 1300 yen (kuil utama+museum) untuk orang dewasa. Wuih mahal!!! Baru kali ini aku membayar semahal ini untuk “karcis tanda masuk” (kalau bahasa Jepang tidak pakai istilah tanda masuk tapi tanda berziarah). Memang sih semua souvenir yang dijual di sini jauh lebih mahal daripada di kuil-kuil lainnya. Riku sempat ingin membeli sebuah “omamori (jimat) ” tapi karena harganya 1000 yen, tidak jadi beli.

sebelum membayar HTM, terlihat torii dan pagoda

Kami melewati Kuil Three Wise Monkeys dulu sebelum menuju ke tangga kuil utama. Sayang sekali pintu masuk kuil utama sedang dalam perbaikan, yang konon baru selesai tahun 2020. memang semua kompleks kuil ini tahun depan akan berusia 400 tahun! Bayangkan mereka merenovasi pintu masuk yang berusia 400 supaya tampak sesuai aslinya. Dan memang bagian dalam kuil utama, yang merupakan “makam” dari Tokugawa Ieyasu itu benar-benar mewah! kayu hitam berlapis emas, semua detil yang begitu mewah, menunjukkan kebesaran seorang Tokugawa Ieyasu, yang bahkan setelah dia meninggalpun “dipuja”. Kami harus menanggalkan sepatu sebelum memasuki kuil dan dilarang memotret dalam kuil. Memang di tempat-tempat wisata yang kuno, pengaruh cahaya lampu kilat bisa merusak benda-benda seni, sehingga biasanya memang tidak boleh memotret di dalam.

setelah masuk kompleks kuil, menuju kuil utama

Tempat menanggalkan sepatu tersambung dengan jembatan masuk yang berwarna merah jreng! persis di dekat tempat menaruh sepatu ada sebuah tempat sembahyang yang sedang melangsungkan upacara pernikahan ala Shinto. Ada kejadian yang membuatku gusar. Ada seorang wisatawan yang berasal dari negara C, yang meskipun mengetahui dia tidak boleh memotret, tetap saja memotret, bahkan sampai masuk ke tempat-tempat yang dilarang untuk dimasuki. Duh! menyebalkan sekali. Memang kebanyakan orang Asia, termasuk negara kita, sering melanggar peraturan. Bukan soal bahasa, karena jelas-jelas dipakai tanda berupa gambar kamera coret. Tapi masalah mentalitas. Aku tidak pernah melihat ada orang Jepang yang (mencoba) melanggar loh.

Setelah mendengarkan penjelasan dari seorang pendeta Shinto mengenai “Tuhan” kuil itu, kami kemudian beranjak ke kuil yang berada di samping kiri yang bernama Kuil Naga Menangis. Di sini cukup ramai, sehingga kami harus antri masuk. Memang kami harus mendengar penjelasan seorang pendeta, mengapa kuil itu dinamakan Kuil Naga Menangis. Di atas langit-langit ada sebuah lukisan naga yang besar. Lalu diperagakan bahwa jika memukul dua tongkat persis di bawah lukisan  muka Naga, maka suara pukulan tongkat itu akan bergema seperti suara Naga yang menangis. Jika dipukul tidak tepat di bawah lukisan muka naga, maka tidak bergema. Kuil itu juga merupakan kuil “tabib” untuk semua shio. Sehingga disarankan untuk membeli “jimat” sesuai dengan shio kelahirannya. Di sini Riku juga ingin membeli jimat tapi karena harganya 1000 yen, mengurungkan niatnya.

langsung silau melihat kuil utama yang keemasan. Kanan bawah relief detil pada kuil utama, yang terlihat dari luar

Kami kembali lagi ke tempat parkir dan menuju tempat tujuan yang kedua. Sebetulnya ada dua tempat tujuan, yaitu air terjun dan hotel Kanaya, tapi karena waktunya mendesak kami membatalkan pergi ke Hotel Kaneya. Kami langsung pergi ke Air Terjun Kegon.

Tadinya aku enggan pergi ke air terjun itu, karena kakiku yang tiba-tiba sakit dan sulit untuk dipakai berjalan (gara-gara sehari sebelumnya membawa barang berat 🙁 ) Tapi ternyata untuk melihat air terjun itu kami bisa naik lift. Naik lift yang menurun hehehe, jadi mestinya turun lift ya. Lift itu menuruni 100 meter ke bawah dalam 1 menit. Kami harus membayar 500 yen per orang dewasa. Aku senang karena tidak perlu jalan jauh, tapi ternyata setelah turun dari lift, kami masih perlu menuruni tangga 2 tingkat.

Kegon Falls, dekat danau Chuzenji

Pemandangan di sini sebetulnya biasa saja, kalau bukan musim gugur. Dan karena kami datang pemandangan kouyounya sudah lewat ya terlihat biasa saja. Kalau googling Kegon Falls in autumn, bisa melihat foto-foto air terjun dengan pepohonan menguning dan memerah yang indah. Ya kami datang sudah musim dingin di Nikko! Dan dingiiiiin sekali. Menggigil deh, apalagi kami waktu itu belum makan siang, sehingga begitu kembali ke tempat parkir, kami langsung mencari makan. Makanan yang populer di tempat-tempat wisata Jepang, apalagi waktu musim dingin adalah ikan bakar Ayu (jenis ikan ini memang namanya ayu), tapi mahal! Bayangkan satu ekor ikan ayu bakar harganya 600yen …duh! Tapi karena Gen dan Riku mau, kami membeli dua ekor dan makan bersama. Coba lebih murah, pasti kami bisa makan 10 ekor deh hehehe.

Kami akhirnya makan siang di sebuah rumah makan di tempat parkir yang juga menyediakan wifi. Sayang sekali set menu ikan Masu yang kami pilih tidak begitu enak. Tapi kami cukup puas bisa menikmati Nikko dalam waktu yang sempit. Kamipun bergerak menuju Tokyo, karena kami tahu kami pasti akan terjebak macet di jalan tol pulang.

Oh ya, Gen memang agak memaksakan pergi ke Nikko dalam satu hari itu karena dia ingin mengulang memorinya pergi karya wisata waktu kelas 6 SD! Dan Riku sekarang kan kelas 6, sehingga rasanya tepat jika Gen, sebagai seorang ayah mengajak anak lelakinya ke Nikko. Masih banyak bagian Kuil Toshogu yang belum kami jelajahi sehingga kami bermaksud mengunjungi Nikko lagi, nanti 5 tahun lagi, waktu Kai kelas 6 SD 😀

Mudik Kilat

10 Nov

Bulan November sudah berlalu 10 hari, tapi belum ada satu tulisanpun di sini. Malas rasanya memulai, karena tak tahu lebih baik menulis apa, tapi kuputuskan kutulis saja yang paling mudah tetapi singkat panjang!

Ya, sebetulnya sejak tanggal 30 Oktober malam aku meninggalkan rumah di Tokyo, untuk mengadakan perjalanan kilat ke tanah air. Berangkat pukul 30 malam, tepatnya pukul 00:30 tanggal 31 Oktober. Kali ini aku menumpang pesawat Garuda. Memang murah, karena aku akan melanjutkan perjalanan dari Jakarta menuju Makassar, jadi Garuda merupakan peilihan terbaik, dibanding jika aku membeli tiket terpisah lagi di Jakarta. Lagipula pikiran kami (aku pergi bersama Sanchan yang kebetulan juga ada acara di jakarta) naik Garuda bisa memangkas waktu kami antri untuk mengambil Visa On Arrival bagi anak-anak kami.

Berangkat dari Haneda…sambil menahan kantuk! Dan sampai pukul 6 pagi di Cengkareng

TAPI, ternyata untuk keberangkatan Garuda dari HANEDA, tidak menyediakan proses imigrasi dalam pesawat, tidak seperti kalau berangkat dari Narita. Hmmm satu point ini sudah merusak image kami untuk maksud menggunakan Garuda di lain waktu. Kalau tetap antri juga, buat apa kami naik Garuda? Karena ANA pun berangkat dari Haneda, dan makanannya lebih enak menurutku hehehe. Satu point lagi yang mengurangi penilaianku, adalah waktu penerbangan pulang masih harus naik bus lagi (dan tentu naik tangga – tanpa garbarata) dari lobi ke pesawat yang parkir ntah di terminal mana….. sama seperti pesawat domestik saja hehehe. Jadi sepertinya kalau tidak mendesak sekali, aku akan tetap pakai ANA seperti yang sudah-sudah.

Kami sampai pukul 6 pagi, menyelesaikan VoA, lalu menunggu jemputan Opa yang datang pukul 7 pagi setelah mengikuti misa pagi. Kami menunggu di AW, sambil menunggu kedatangan adik Sanchan yang membawakan telepon Indonesia untuk dipakai selama berada di Indonesia. Enaknya aku bisa nebeng memakai wifinya 😉 karena 80% kami bergerak bersama selama di Indonesia.

Mengunjungi “makam” mama di Oasis, Tangerang

Dari bandara, kami berlima, Opa, Aku, Kai, Sanchan dan anaknya langsung menuju ke Oasis, di tangerang tempat makam mama. Tak terasa mama sudah hampir 1000 hari meninggalkan kami.  Pada hari ke 1000, aku tidak bisa datang sehingga aku berdoa dari Tokyo saja.

Karena masih pagi, lalulintas masih lancar. Kami pun menuju Jakarta Selatan untuk mampir di kedai bubur ayam langganan dekat rumah. Selain bubur ayam juga ada mie ayam sih. Padahal Kai maunya makan sate ayam! Tapi karena anak-anak ketiduran di mobil, kami langsung pulang ke rumah  dan minta pak supir membelikan sate ayam RSPP kesukaan Kai.

Sebelum ke sency belanja dulu oleh-oleh snack Indonesia di Nusa Indah, dan sesudah Sency mengejar sate padang di pasaraya tapi sudah habis. Senang bisa bertemu Yuko san lagi di pasaraya

Tadinya aku mau langsung jalan lagi, belanja barang-barang yang mau dibawa ke Tokyo. Tapi ternyata cukup capai, apalagi Sanchan yang sebelum berangkat bertubi-tubi dikejar deadline (aku sebelum berangkat malah boleh dibilang agak santai karena univ libur). Jadi deh kami berdua tidur siang dulu sebelum pergi lagi pukul 3 siang menuju Sency dan bertemu dengan kolega kerja kami. Nah, yang menjadi masalah, aku penuh jadwalnya untuk keesokan harinya, sehingga harus mengejar makan sate mak syukur untuk makan malam. Tapi begitu pergi ke counter di Pasaraya ternyata sudah habis. Terpaksa deh pulang dan tidur malam itu sambil mimpi sate padang deh **lebay**

Hari kedua, 1 November, Sabtu. Tadinya aku tidak ada rencananya apa-apa. Tapi ternyata ada sahabat baik waktu SMP yang melihat postinganku di FB bahwa aku mendarat di Jakarta. Dia rupanya menyelenggarakan pesta peringatan 25 th pernikahannya di Hotel Hermitage, Cikini pukul 11 siang. Jadi dia mengharapkan aku bisa hadir juga. Undangan itu cukup menggoda, karena sekali kayuh dua-tiga pulau bisa terlampaui. Aku bisa bertemu teman-teman lainnya di sana, tanpa perlu mengadakan reuni! TAPI….aku tidak punya baju yang layak!!! Tapi untung aku selalu membawa baju hitam-hitam, sehingga cukup ditutupi selendang batik, jadi cukuplah bisa memenuhi dress code, Smart Casual. CUMA, aku terpaksa harus pakai sepatu kets warna hitamku, karena tidak ada sepatu lain. Untung tidak perlu difoto satu badan 😀

Sabtu yang menyedihkan di RS Tjikini dengan Tjokie dan waktu yang menggembirakan di ultah pernikahan 25th sahabat waktu SMP.

Tapi sebelum aku ke hotel untuk acara itu, aku menyempatkan diri mampir ke RS Tjikini untuk menjenguk teman SD yang sedang dirawat di ICU, Tjokie Tambunan. Waktu kujumpai, wajahnya cukup segar dibanding foto-foto sebelumnya yang dibagikan via BBM/WA. Sempat berfoto bersama, tapi ternyata penyakitnya sudah mengalami komplikasi parah dan dia meninggal 3 hari sesudah aku bertemu atau persis waktu aku meninggalkan Jakarta tgl 4 November pukul 12 siang.

Sabtu siang, sekitar pukul 1 aku pamit dari acara temanku itu, dan menjemput Kai yang kutitipi pada Sanchan di Sency. Ya, aku punya satu janji pada Kai, yaitu membelikan dia sate Padang. Dia suka sekali, dan ternyata anaknya Sanchan pun suka. Jadilah dibuka pertandingan makan sate Mak Syukur di Foodcourt Pasaraya siang itu. Puas makan sate, kami pulang karena Sanchan akan dijemput adiknya untuk menghadiri acara keluarga dan menginap di hotel. Kai sempat menangis karena harus berpisah, padahal hanya untuk dua malam saja. Kami toh akan pulang bersama ke Tokyo.

Sabtu malam kedatangan tamu tiga bidadari, sahabatku di rumahku. Sesudah itu makan bubur ayam di Barito

Sambil aku bingung akan makan malam apa, tiga sahabat yang memang sering berkunjung ke rumah, tiba-tiba berdatangan tanpa janjian. Ria, Lia dan Eka! Dan akhirnya malahan bisa berfoto berempat. Karena Lia harus kembali ke RS menjaga temannya, aku, Ria dan Eka akhirnya makan supper di Bubur Ayam Barito.

Aku dan Kai bersama Opa pada hari Minggu, 2 November naik pesawat pagi menuju Makassar, tujuan utamaku dalam perjalanan mudik kali ini. Begitu sampai di Makassar, kami langsung sarapan nasi dan ikan bolu (Bandeng) bakar di rumah makan langganan alm. mama. Nah sepertinya ini yang menjadi penyebab perutku bertingkah sesudahnya. Mungkin sambalnya ya? Karena begitu cek in di hotel, perutku mulai aneh. Meskipun aku sempat berbelanja Nyuknyak  (bakso) dan bakpao dan meninggalkan opa yang beristirahat di kamarnya serta Kai di kamarku. Setelah itu aku juga langsung menuju bandara Hasanuddin untuk menjemput, adikku Novi yang mampir ke Makassar setelah selesai dinas di Papua. Jika dia tidak ke Makassar, bisa-bisa aku tidak bertemu dengannya sama sekali.

Makassar, tanah nenek moyangku. Bertemu oma Dodo (94th) di bandara dan restoran, setelah itu aku tepar di hotel.

Tapi sebetulnya aku beruntung karena ternyata jadwal kedatangan adikku hampir berbarengan dengan kedatangan oma Dodo. Pertemuan dengan oma Dodo inilah yang merupakan tujuan utamaku mudik sesingkat 5 hari 4 malam. Karena Oma Dodo sudah berusia 94 tahun, ingin pulang kampung ke Makassar dari Belanda. Jadi menurut papaku, lebih baik aku menemuinya di Makassar daripada di Belanda, yang tentu butuh biaya dan waktu lebih lama daripada kalau aku ke Indonesia. Terakhir aku bertemu Oma tahun 2002 di Belanda, itu berarti 12 tahun yang lalu. Dan…. betapa senangnya aku melihat muka Oma yang kaget melihat aku ada di depannya. Terlihat beberapa kali dia menyeka air mata setelah keluar gerbang kedatangan bandara Hasanudin. Ya, Oma telah sampai di tanah kelahirannya, yang akan dilewatkan cukup panjang.

Sayang aku hanya bisa bertemu dengan Oma di bandara dan waktu makan malam. Rencananya tgl 3 pagi sebelum aku pulang ke Jakarta, aku akan pamitan dulu dengan Oma. Sayang sekali aku terkapar kena diare parah, sehingga sampai 4 jam sebelum terbang aku terpaksa minum obat terkeras yang paling cocok untukku Im*dium. Begitu aku kuat, 2,5 jam sebelum take off aku dan Kai bergegas ke bandara , tanpa sempat pamitan dengan Oma Dodo.

Mereka yang kutemui tidak lebih dari 10 menit! Ni Camperinique di Soeta, Deasy di Makassar dan Andrea Hirata yang sepesawat pulang di Haneda.

Sesampai di Jakarta pun aku terpaksa membatalkan janji makan malam, dan bertemu dengan sahabat blogger Ni Camperinique yang datang khusus ke bandara, serta kakak kelas (sempai) Yeye yang juga baru mendarat dari Singapore. Malam itu aku langsung pulang ke rumah dan beristirahat diselingi packing koper untuk pulang ke Tokyo keesokan siangnya.

Perjalanan mudikku kali ini adalah perjalanan yang tersingkat dan tersibuk selama ini. Tapi aku bisa menikmati silaturahmi yang begitu dalam, ada yang sakit dan sedih, ada yang gembira, ada yang merindu, ada yang sibuk, ada yang spontan…. macam-macam deh. Tapi aku beruntung bisa bertemu dengan mereka semua. They are really MINE! 

Terima kasih untuk waktunya, dan puji syukurku pada Tuhan yang telah membuat rencanaku berjalan mulus. Juga telah menjaga Riku yang kutinggal di Tokyo, yang ternyata melewatkan waktu yang menyenangkan dengan papanya! Put your anxiety to the Almighty and everything WILL be all right!

 

HP untuk Anak-anak

27 Okt

Hari Kamis lalu, aku sempat berdiskusi dengan mahasiswaku di kelas menengah Universitas W mengenai sejak kapan mereka memakai HP. Tiga mahasiswa mengatakan bahwa mereka pertama kali memakai HP waktu SMP kelas 3/SMA kelas 1. Hanya satu yang mengatakan bahwa dia memakai HP sejak SD.

Seperti pernah kutulis, HP tidak diperbolehkan untuk anak SD. Tepatnya TIDAK BOLEH membawa HP ke sekolah. TAPI setelah pulang sekolah dan meletakkan ransel dan topi mereka, boleh saja! Karena sejak ransel dan topi copot, murid-murid ini bukan lagi 100% tanggung jawab sekolah. Dan seperti mahasiswaku yang memakai HP sejak SD, biasanya murid-murid SD ini adalah murid yang aktif yang harus mengikuti kelas-kelas kursus di luar rumah. Juku (bimbingan belajar), kelas renang, olahraga dan ketrampilan lain.

Waktu aku memikirkan kapan sebaiknya memberikan HP kepada Riku, aku menentukan “paling cepat SMP!”. Itu karena kegiatan Riku hanyalah pergi ke bimbel saja. TAPI waktu aku mendaftarkan Riku ke bimbel dekat rumah, aku cukup senang karena mereka ternyata memberikan pas masuk yang bisa mengirimkan berita ke emailku bahwa Riku masuk/keluar kelas. ITU CUKUP bagiku. Karena aku tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk pergi pulang dari tempat bimbel ke rumah. Dengan adanya kartu PIT ini aku, sebagai orang tua merasa aman.

Lalu ada temanku (orang Jepang) yang anaknya sudah SMP dan cukup sibuk dengan latihan basket ball di waktu-waktu luar sekolah, baik pagi maupun sore/malam hari. Nah Ken-kun ini tidak MAU mempunyai HP. Lucu juga alasannya, yaitu dia tidak mau terpaksa ikut grup-grup percakapan LINE di smartphone. Katanya: “merepotkan!”. Jadi kalaupun dia perlu menelepon ibunya, cukup menelepon dari telepon di sekolah yang disediakan untuk dipakai murid-murid untuk menghubungi rumah. Jadi? Aku inginnya menunda lagi memberikan HP ke Riku kalau SMA saja…. 😀

Tapi sebetulnya yang penting adalah bagaimana kita saling bisa berkomunikasi. Kalaupun tanpa HP pun bisa berkomunikasi, buat apa kita bayar langganan tiap bulan yang mubazir? Seperti telepon rumahku yang jarang sekali dipakai. Paling sebulan sekali! Dulu tetap mempertahankan telepon rumah karena perlu fax. Tapi sekarang sudah jarang sekali orang pakai fax! Dulu aku pikir harus tetap punya telepon rumah supaya bisa pakai telepon kalau terjadi gempa dsb. Tapi ternyata sama saja kalau gempa dan mati lampu, telepon tak bisa dipakai 😀

Baru sepuluh hari lalu aku mengajarkan pada Riku pemakaian inbox FB. Maksudnya supaya aku bisa menghubungi dia dari mana saja, as long as dia ada di rumah yang mempunyai koneksi wifi. Dengan FB messenger aku bisa menelepon dia, dan gratis. Awalnya aku hanya pakai untuk menelepon. Tapi akhirnya aku iseng mengirim ikon ikon lucu, dan namanya anak-anak itu lebih pintar dari orang tuanya, dia bisa menemukan cara untuk mengirim ikon-ikon juga. Saling berbalas 😀 Aku merasa geli… meskipun sebetulnya kami berada di ruangan yang sama. Karena gadget yang dia pakai belum mengunduh ikon-ikon banyak, jadi terbatas saja.

“percakapan”ku dengan anak sulungku

Yang paling menyenangkan adalah waktu aku masih berada di dalam kereta, sedangkan Riku ada janji ke dokter gigi jam 5 sore itu. Paginya, aku sudah menyiaipkan kartu berobat dan kartu asuransi, supaya dia bawa dan pergi sendiri. Memang ini pertama kalinya dia pergi berobat sendiri, dan kupikir sudah waktunya juga (dulu aku kelas 5 sudah ke RS sendiri hehehe). Kukirim ikon ke inbox, tapi ternyata tidak dijawab. Dia baru menjawab setelah pukul 5:10. LOH! kutanya:
“Sudah selesai?”
“Sudah”
“Kok cepat”
“Iya cepat sekali”
“Kamu bawa sikat gigi? Tidak lupa? (karena aku lupa menyediakan)”
“Bawa dong. Tidak lupa”
“Hebat!”
“Sekarang di mana?”
“Dalam bus. Sebentar lagi sampai. Mama beli sushi”
“Asyiiik…kami tunggu”

Horreeeeee…chat pertama dengan anakku! senang deh rasanya. Aku mau simpan sebagai kenangan di masa tua nanti (lebay yah ehhehe).

Sebetulnya ada lagi yang aku simpan dalam bentuk rekaman, yaitu rekaman answering machine nya Kai yang menelepon ke HP ku waktu aku sedang bekerja. Lucuuuu sekali suaranya dan bahasanya. Gemes! Pertama kali dia meninggalkan pesan itu waktu dia baru masuk kelas 1 SD sedangkan aku bekerja jauh sekali. Ada rekaman waktu dia tanya apa boleh makan es krim yang di lemari es. Atau laporan dia sudah membuat PR, bahkan waktu dia takut sendirian di rumah (yang akhirnya aku telepon dan ajak bicara sambil aku jalan ke stasiun).

Kenangan chatting, kenangan answering machine. Kenangan memakai gadget untuk komunikasi pertama kali yang mengubah cara berkomunikasi karena memang sudah waktunya untuk berubah. Anak-anak semakin besar, semua semakin sibuk dengan kegiatan masing-masing yang tidak bisa dihindari lagi seiring dengan pertambahan umur. Selalu menjadi kenangan untukku.

Termasuk menjadi seorang blogger, aku banyak membaca tulisan-tulisanku yang dulu-dulu dan tersenyum membacanya. Kadang kupikir: “Wah hebat juga dulu aku bisa menulis seperti ini.” Atau “Aduuuh kek ginian kok ditulis”….tapi semuanya menjadi kenangan. Menjadi sejarah hidupku. Ngeblog buatku = mencatat sejarahku.

Dan aku senang sekali waktu beberapa saat lalu, ada seorang kawan lama waktu masuk UI menyapaku lewat BBM:
Dia: Mel… ini D*** gue dapet PIN elu dari mantan elu
Aku: Hahaha.. yang mana? mantan gue kan banyak 😛
Dia: Yang itu si ****, dia masih ngefans tuh sama kamu
Aku: Hahaha ya bagus lah. Lah Kamu masih ngefans ngga sama gue?
Dia: Masih lah… kan gue baca terus tuh blog kamu.
Aku: Wow thank you!

Nah, ternyata masih ada yang (mau) baca blogku ini! Horreeeee 😀 😀 😀
So, selamat Hari Blogger Nasional hari ini tgl 27 Oktober untuk teman-teman blogger ya.
Keep blogging, keep writing!

Shiori

23 Okt

Kalau mencari di kamus kata shiori, akan keluar arti bookmark. Penanda buku, atau seperti yang pernah kutulis di sini, memang shiori adalah pembatas buku. Aku tahunya seperti itu, sampai pada saat aku menyekolahkan anakku. Mereka akan mendapat SHIORI jika akan mengadakan acara keluar sekolah, semacam kertas berisi daftar apa saja yang harus dibawa.

Kai sekarang kelas satu SD, dan setiap tingkatan kelas dalam kurikulumnya SD di Jepang mempunyai acara keluar sekolah. Karya wisata yang disesuaikan dengan tingkatan kelasnya. Untuk Kai, besok dia akan pergi ke taman besar yang letaknya lumayan dekat rumah kami. Aku katakan lumayan, karena sebetulnya perlu waktu jalan kaki 20 menit dengan kaki orang dewasa, dan mungkin 30 menit bagi anak-anak. Taman yang besar dengan danau dan treking untuk jalan-jalan. Di sana mereka akan mengadakan penelitian tentang tumbuhan dan hewan pada musim gugur. Memunguti daun-daun (dan mungkin akan dibuat kompos di sekolah) dan biji-bijian seperti donguri (semacam mlinjo). Mereka harus menggambar apa yang mereka temukan dan menulis laporan tentang itu. Tentu saja yang setaraf dengan kemampuan seorang anak SD (mereka baru selesai belajar huruf hiraga).

Dalam shiori untuk acara “Kunjungan sosial Kelas 1” ini tertuliskan :
bekal makanan obento, tempat minum suito berisi teh atau air (tidak boleh manis), alas duduk (shikimono biasanya berukuran satu orang terbuat dari plastik), jas hujan kappa atau payung lipat jika hujan, 1 kantong plastik binil bukuro untuk sampah dan 1 kantong plastik untuk daun/biji yang dibawa pulang, tissue basah oshibori, saputangan hankachi,  tissue chirigami, clip board untuk menulis dan kotak pensil fudebako, serta oshiori itu sendiri.  Setiap barang diberi kotak untuk mengecek apakah sudah lengkap atau belum.

Waktu Riku kelas satu SD, (bahkan sampai kelas 5) aku yang menyiapkan barang-barang yang harus dia bawa. Tapi tadi waktu aku pulang kerja, aku melihat Kai sudah menyiapkan sendiri bawaannya dalam ranselnya. “Aku sudah siapkan yang aku tahu ma, tapi chirigami itu apa? Oshibori itu apa? shikimono itu apa?” Ya, dia tidak tahu kata-kata itu! Dia tahunya tissue, wet tissue atau sheet saja. Memang sehari-harinya orang Jepang memakai kata-kata dari bahasa Inggris yang sudah dijepangkan :D. Tapi dalam situasi resmi, tentu memakai bahasa Jepang yang baku hehehe. jadinya aku menjelaskan pada Kai tentang kata-kata itu. Untung aku bisa bahasa Jepang hehehe.

Dan ada satu hal yang baru kuketahui dari Kai. Yaitu waktu aku menyiapkan wet tissue yang bekas kakaknya. Jadi sudah ada nama kakaknya. Aku bilang padanya, tidak apa ya pakai nama kakak? Atau mama potong nama riku, jadi miyashita saja ya?
Lalu Kai jawab, “Miyashita saja juga tidak apa-apa kok ma. Di SD ku kan yang namanya miyashita cuma aku dan Riku” Wah… untunglah punya nama keluarga yang tidak pasaran 😀

Jadi SHIORI itu artinya bookmark, pembatas buku dan DAFTAR  acara (dalam pertunjukan sekolah) /keperluan (dalam acara keluar sekolah) yang berupa leaflet. Yang pasti aku tidak pernah melihat guru-guruku dulu di sekolah di Indonesia menyediakan shiori jika ada acara. Ada?

shiori