Bond

3 Jun

Pernah tahu kelompok Bond? Bukan James Bondnya, tapi memang 4 pemain musik gesek ini cukup sexy sehingga bisa saja menjadi gadis-gadisnya Bond. Kelompok Band(?) (agak aneh kalau menamakan mereka band sih) , kelompok ini mulai populer tahun 2000, dan menurut wikipedia cukup laris sampai berhasil menjual 4 juta keping dalam bidang “musik gesek”. Kalau melihat video clipnya di Youtube, mata bisa dihibur dengan pemandangan wanita seksi, telinga dihibur dengan lagu yang riang atau mendayu-dayu, ciri khas alat musik gesek. Indera perasa hanya bisa dihibur jika kita menyiapkan sendiri secangkir teh hangat… hmmm atau mungkin yang cocok segelas wine untuk menikmati lagu-lagu mereka ya?

cover CD yang kupunya

Aku baru saja menemukan kembali CD Bond ku itu, dan kupasang waktu aku menyetir hari Senin lalu. Perjalanan 1 jam tak terasa apalagi waktu mendengar lagunya yang berjudul “Victory”… riang sekali. Beberapa kali aku putar kembali khusus lagu itu. And to tell you the truth, aku menikmati drive ku setiap Senin karena aku bisa mendengar musik kesukaanku sepanjang perjalanan. Bagiku, menyetir = mendengar musik. Suatu kemewahan karena di rumah sekarang aku jarang bisa santai mendengar musik. Aku hanya bisa mendengar musik waktu anak-anak sedang sekolah, selebihnya aku ‘kalah’ dengan televisi 😀

Tapi, terus terang dalam perjalanan pulang aku tidak mau memasang CD ini. Karena sudah gelap (jam 9 malam), anak-anak juga biasanya tertidur, aku terbawa melankolis mendengar ‘sayatan’ suara biola dan teman-temannya 🙁 , jadi aku ganti dengan musik yang lebih netral. Aku suka biola, tapi biola juga membawa kenangan yang sebetulnya tertanam ‘hanya’ karena cerita mama. Mama selalu bercerita bahwa papanya, Opa Johannes Mutter, sangat pandai memainkan biola. Dan mamanya, Julia Kepel, sangat pandai memainkan piano. Dan menurut cerita mama, mereka berduet dengan harmonis. Padahal, aku tahu, Oma Julia Kepel meninggal waktu mama berusia 4 tahun. Jadi semestinya ingatan duet itu adalah ingatan anak seusia Kai 🙂 Ingatan mama terhadap mamanya hanya selama 4 tahun! Sedangkan aku, mempunyai waktu 44 tahun bersama mama! Ingatan yang lebih banyak dan ikatan yang mestinya lebih kuat, yang tak akan pudar, dan kubawa sampai aku mati nanti. Tentunya.

Sabtu, 2 Juni 2012, keluargaku berkumpul di rumah Jakarta untuk mengikuti misa 100 harinya mama. Kecuali aku, yang harus puas dengan mengikuti lewat skype. But…. Thanks to the technology! Benar-benar berterima kasih karena teknologi yang ada, bisa mendekatkan jarak ribuan mil. Selain itu internet atau si mbah google juga banyak membantuku mencari kenangan masa kecil yang kulewatkan bersama mama. Ya, mama sering menyanyikan lagu-lagu bahasa belanda yang aku hanya ingat sepotong-sepotong. Sehingga untuk melengkapinya aku sering mencarinya di internet.

Misa arwah 100 hari Elizabeth Maria Coutrier

Selain lagu Poes is ziek yang pernah kutulis di sini. Aku baru saja menemukan

Eén, twee,
Kopje thee;
Drie, vier,
Glaasje bier;
Vijf, zes,
Kurk op de fles;
Zeven, acht,
Soldaat op wacht;
Negen, tien,
Ik heb een dief gezien;
Tien, elf,
Gij zijt de dief zelf.

Onze oude versjes / geïllustreerd door C. Spoor
Uitgever:   Amsterdam : H. Meulenhoff, 1906

atau

sebuah lagu yang dinyanyikan sambil mendudukkan di atas paha dan menggoyangkan atas bawah.

Hop hop hop paardje hop hop hop dit is je mondje en dit is je kop…

yang akhirnya kutahu itu lirik buatan mama saja hehehe. Lagu sebenarnya adalah Hop! Hop! Hop! Paardje in galop!

Poes is ziek rheumatik Kucing sedang sakit rematik
dat zei dokter Jantje itu kata dokter Yance
Zware kou stop haar gauw Flu berat jadi masukkan dia cepat
Warmpjes in haar mandje hangatkan dia di keranjangnya
poes is Ziek rheumatik Kucing sedang sakit rematik
poesje jij moet zweten Kamu harus berkeringat

Kenangan-kenangan masa kecil, masa remaja dan masa selama hidup dapat memperkuat ikatan yang tentu saja tidak lekang oleh waktu. Dan aku bersyukur mempunyai banyak kenangan itu, dan bersyukur juga masih bisa mengingatnya.

Nama Teman Sekelas

1 Jun

Anak keduaku si Kai (4th), akhir-akhir ini malas ke TK. Kalau kebetulan aku memang di kerja di rumah, dan sama-sama malas keluar rumah, ya aku suka memboloskan dia dari TK. Tapi beberapa hari ini, dia mengeluh bahwa dia suka dimarahin senseinya. Loh kok? “Iya ma, aku tidak tahu nama temanku itu, sehingga sensei marah”…. hmmm salahku juga karena aku memboloskan dia, jadi dia tidak ada waktu untuk menghafal nama temannya. Rupanya di TKnya mereka punya kebiasaan setiap hari, Sensei memanggil nama murid yang pertama dalam list absen. Lalu murid pertama akan memanggil nama murid kedua, dan seterusnya. Nah, Kai tidak ingat nama teman sesudahnya :D… dan dia sedih tidak bisa mengingatnya. Padahal anakku yang satu ini paling ingat sesuatu. Dia bisa memberikan arah jalan yang harus kutempuh pulang loh, padahal baru pertama kali pergi ke tempat itu. Tapi soal nama……. (ah jadi ingat papa paling susah hafal nama orang, sedangkan mama paling jago. Kami cukup tanya, itu tante namanya siapa sih ma?)

“Tidak apa Kai bilang saja lupa, dan tanya pada sensei”
“Sensei tidak kasih tahu…”
“Ah masa… nanti mama tanya sensei ya. Kalau kamu bolos sekolah hanya karena kamu tidak tahu nama teman, sampai kapanpun kamu tidak akan tahu nama temanmu.  Oh ya nanti sesudah pulang sekolah kan, teman-teman dari Momo Gumi (Kelas Peach) akan bermain bersama di taman Zo (Gajah). Mama belum pernah ke taman itu. Nanti kita pergi ya, mama bawa roti untuk bekal kita makan di sana. Hari ini kan pendek, Kai tidak usah bawa bento (bekal).”
“Iya deh….” Dan dengan lesu dia pakai sepatunya dan kami pergi ke TK.

Sewaktu aku jemput Kai di TKnya, ibu pengurus kelas sudah mewanti-wantiku untuk ikut bermain di taman bersama. Karena aku malas pulang untuk makan, maka aku langsung pergi bersama dia ke taman. Beberapa ibu yang lain menyusul setelah makan dan ganti baju. Ah, aku kalau sudah kembali ke rumah, malas untuk keluar lagi. Jadilah sekitar 10 orang ibu dan 10 anak + 2 bayi berkumpul di taman. Anak-anak bermain pasir, sedangkan ibu-ibu duduk di tikar, ngobrol sambil mengawasi anak-anaknya. Taman Zoo ini agak jauh daru rumahku tapi adeeeem sekali. Ada banyak kursi untuk duduk, dan tidak terlalu ramai kalau untuk bermain di jam-jam tanggung (waktu itu pas jam makan siang, semestinya kalau lebih sore lebih banyak anak-anak yang bermain di sana).

Ini kali pertama aku bertemu ibu-ibu kelas Peach (setelah 2 bulan mulai tahun ajaran ya), karena selama ini jika ada pertemuan aku tidak bisa hadir. Maklum universitas juga mulai bersamaan tahun ajarannya, sehingga aku tak bisa seenaknya bolos. Jadi Kai banyak tidak hadir pada acara-acara bersama, termasuk pengambilan foto kelas. Ibu Yoko, pengurus kelas yang amat ramah senang sekali aku bisa datang ke taman, dan dia banyak memberikan informasi kelas. Dan saat itu aku memberitahukan bahwa Kai paginya tidak mau ke TK karena tidak tahu nama temannya. Rupanya ibu-ibu itu tahu bahwa anak-anak itu memanggil nama teman yang berada sesudahnya di dalam daftar nama kelas, dan dia punya daftarnya! Jadilah aku diberitahu nama anak tersebut. Kai senang mengetahuinya, dan terus menerus menghafalkan nama temannya itu bersamaku. Itulah manfaatnya bergaul. Coba aku tidak ikut bermain bersama di taman saat itu, aku tidak bisa membantu anakku, selain tidak kenal dengan ibu-ibu yang lain. Yang lucunya kami ibu-ibu ternyata juga disarankan memanggil nama ibu dengan nama (panggilan) masing-masing, bukan “Mama nya si Kai” “mama nya si anu” dsb dsb.

Dan hasilnya, Kai melaporkan bahwa dia bisa menyebutkan nama teman sesudahnya, dan dipuji ibu guru!

Hmmm nama teman sekelas. Aku dulu sering juga menjadi wakil ketua kelas, jadi bisa hafal nama teman-teman sekelasku, bahkan hafal sampai nama lengkapnya. Aku bisa berbangga dengan kemampuanku yang satu ini (menghafal nama). Tapi sekarang… Aku merasa cukup sedih, karena ternyata aku tidak ingat beberapa nama teman lamaku di FB, padahal dia mengaku pernah sekelas denganku waktu SD hehehe. Ternyata faktor “u” amat berpengaruh pada ingatan yah 😀

Kalau nama orang Jepang memang susah untuk dihafalkan, karena namanya banyak yang mirip. Yang namanya Tanaka sudah pasti banyak 😀 Bagaimana apa teman-teman mudah menghafal nama orang? Atau susah?

Sssttt nama panggilanku di kalangan ibu-ibu Jepang itu akhirnya “ime-chan” gara-gara email HP ku pakai nama itu sih, jadi ketahuan deh :D. Apa nama panggilanmu? 😉

 

 

Time Flies

31 Mei

Beberapa hari yang lalu aku sempat menonton di televisi, seorang presenter pria yang baru kehilangan istrinya karena penyakit kanker di usia 65 tahun. Dia mengatakan bahwa waktu dia melihat wajah istrinya dalam tidur, dia bisikkan bahwa dia cinta padanya. Tapi sayangnya dia tidak ucapkan waktu istrinya masih hidup. Bukan berarti dia tidak memperhatikan istrinya, karena dia langsung mundur dari acara reguler begitu tahu istrinya sakit. Tapi ya mungkin dia merasa kurang mengatakannya. Salah satu ucapannya yang membuat aku menangis adalah bahwa istrinya sebelum meninggal telah memilihkan baju untuknya sampai bulan Juni nanti. Dan mungkin mulai bulan Juli, pakaiannya akan terlihat “tabrakan” karena tidak ada istrinya yang memilihkan. Dia tertawa sambil menangis 🙁

Waktu memang cepat sekali berlalu. Kemarin aku sempat melihat sebuah pemandangan yang menyejukkan hati. Pagi itu begitu cerah dan hangat bahkan cenderung panas. Seorang lelaki seumuranku sedang mendorong kursi roda ibunya yang sudah renta jalan-jalan. Dia sempat bercakap-cakap dengan ibunya sambil menunggu lampu merah berganti warna. Karena hari kerja, mungkin dia mengambil cuti untuk menjumpai dan menemani ibunya di hari yang cerah ya? Menemani dan menggunakan waktunya sebaik mungkin sebelum ibunya tidak bisa dia bantu lagi…..

Di trotoar pinggir jalan rumahku yang sebagian ditanami dengan bunga azalea pink sudah berwarna hijau kembali, Bunga Azalea sebagian sudah berguguran, tapi udara berganti semerbak oleh bunga jasmin (melati) yang juga dipakai sebagai semak penghias di pinggir jalan. Meskipun bentuknya lain dengan melati di Indonesia, wanginya sudah cukup menghibur hati yang rindu tanah air.

Musim ini juga dilengkapi dengan keindahan bunga mawar di mana-mana. Ada satu rumah kecil yang selalu kulewati pada hari Kamis. Taman kecilnya berubah menjadi taman mawar, lengkap dengan pergola lengkung dengan mawar merambat. Seperti rumah impian! Selain itu di beberapa tempat, Ajisai atau Hydrangea sudah mulai menampakkan bunganya. Biasanya kalau bunga ini mulai bermunculan, kami harus bersiap menyambut musim hujan yang lembab. Hujan bulan Juni….

Yah waktu berlalu begitu cepat. Sampai terkadang kita tidak mempunyai waktu untuk berhenti dan memandang ke belakang. Sekedar untuk menikmati kenangan atau menertawakan kebodohan. Atau merasakan perkembangan alam sekitar apalagi perkembangan anak-anak yang semakin besar. Kemarin malam aku teringat perkataan seorang teman, ibu dari dua anak laki-laki, “Mel, punya anak laki-laki enak. Mereka manja pada kita. Udah besar juga masih mencari ketiak mamanya untuk tidur bersama” . Sambil aku membetulkan arah tidurku yang HARUS menghadap ke Kai. Dia selalu mau melihat wajah mamanya sebelum tidur, atau waktu terbangun tengah malam. Duuuh kesal juga rasanya, tapi…harus enjoy karena sebentar lagi dia tidak mau lagi tidur bersama 😀

Apa sih inti tulisan hari ini? Tulisan mendadak karena tiba-tiba saja aku terkesiap melihat angka di komputerku : 2012/05/31. Hari terakhir di bulan Mei, yang tanpa terasa sudah akan berlalu dari hadapanku. Sambil merasa iri pada adikku yang sekarang sedang terbang ke Jakarta untuk menghadiri peringatan 100 hari mama tanggal 2 Juni nanti…… ingin masuk ke dalam kopernya, tapi… pasti overweight deh hehehe.

So, selamat beraktifitas serta menggunakan satu hari ini dengan penuh semangat.

To live life to the fullest!

Carpe diem! Rejoice while you are alive; enjoy the day; live life to the fullest; make the most of what you have. It is later than you think.  (Horace)

Ayo Makan Ikan!

29 Mei

Akhirnya pekerjaan menerjemahkan yang dimulai tanggal 11 Mei lalu bisa aku selesaikan dengan baik. Tidak begitu banyak sih sebetulnya, tapi nambah terus setiap hari, dan minta cepat 😀 Dan tadi siang terakhir datang permintaan lanjutan menerjemahkan 2 kalimat, sambil diberi kepastian bahwa ini benar-benar file terakhir. Jadi baru hari ini rasanya aku bisa legaaaaa banget. Sekaligus merasa kesepian karena teman chatku yang selama hampir dua minggu aku telantarkan **lebay** berangkat ke Medan. Katanya: “Giliran mbak… selama ini kan aku yang kesepian” hihihi

Lalu sore ini aku sempat blogwalking ke salah satu blog sahabat “must visit blog” dan menemukan artikel berjudul, Bangkitlah Nelayanku! tulisan dari mbak choco. Tulisannya itu memuat saran-saran untuk mengatasi musim paceklik (musim tidak bisa menangkap ikan) yang dialami nelayan Indonesia, sehingga masih tetap dapat bertahan hidup dengan membuat terobosan-terobosan baru. Dari tulisannya ini aku teringat akan sebuah topik yang diangkat dari artikel koran Tokyo, Tokyo Shimbun persis 3 hari yang lalu. Yaitu bahwa telah terjadi perubahan pola makan masyarakat Jepang yang “menjauhi” ikan, yang juga terjadi pada kalangan manula yang tinggal sendiri, sehingga mereka menjadi “pemakan daging”.

Konon penemuan bahwa konsumsi warga Jepang satu hari menunjukkan perubahan dari “ikan” menjadi “daging” bermula tahun 2006. Dan kenyataan itu terus berlanjut sampai sekarang, dan kecenderungan itu pun terjadi pada kaum manula yang tinggal sendiri. Mereka lebih memilih makan daging daripada ikan. DalamPutih tanggal 25 Mei, pemerintah menuliskan bahwa pada tahun 2000, konsumsi ikan satu orang warga Jepang per hari adalah 92 gram, sedangkan daging 78,2 gram, jadi ikan lebih banyak, tapi pada th 2010 angka itu berubah 72,5 gram untuk ikan dan 82,5 gram untuk daging.

Kenyataan ini sebenarnya menurutku cukup bermasalah. Aku memang bukan ahlinya, tapi menurutku rata-rata usia hidup masyarakat Jepang yang tinggi itu, selain dari pola hidup sehari-harinya, juga ditentukan pada pola makan mereka yang banyak makan ikan. Aku termasuk orang yang berpikir bahwa ikan jauh lebih bagus daripada daging. Sehingga jika pola makan ini berubah, aku khawatir usia hidup orang Jepang akan “menciut”. Tapi tentu saja ini baru bisa diketahui 50-60 tahun yang akan datang. Semoga saja tidak.

Aku sendiri suka ikan, maklum deh karena nenek moyangku orang pelaut 😀 dan nenek moyang itu bahkan sejak tahun 1600 sudah mengarungi lautan dengan kapal buatannya sendiri.  Tapi merupakan kenyataan bahwa harga ikan di Jepang itu mahal, jauh lebih mahal dari daging ayam atau daging babi. Meskipun memang ada jenis-jenis ikan tertentu yang murah. Kebetulan jenis ikan yang kusuka bernama “buri” ブリ(鰤)、nama latinnya Seriola quinqueradiata, (Japanese amberjack, Five-ray yellowtail) yang hidup di laut dingin. Dagingnya mirip dengan tongkol tapi lebih berlemak. Enak dimakan mentah untuk sushi, tapi juga enak dibakar. Dan yang menarik dari ikan buri ini adalah menurut besarnya ikan, namanya bisa berubah-ubah. Nah, ikan jenis ini cukup mahal. Misalnya satu potong ikan buri potongan untuk satu orang harganya bisa mencapai 300 yen. Atau termurah yang pernah kulihat 4 potong 750 yen. Nah untuk harga segini, aku bisa membeli ayam halal 2 kilo 😀 Jadi bisa mengerti kenapa aku juga akan lebih memilih membeli ayam daripada ikan kan?

Satu ekor Inada (nama lain buri) yang pernah kubeli

Selain harganya mahal, ikan segar jauh lebih enak. Sejak tinggal di Jepang, aku tidak pernah masak ikan yang sudah masuk freezer. Frozen fish itu rasanya berubah! Jauh lebih enak ikan segar (tentu saja). Apalagi jika mau makan sashimi (mentah), harus membeli yang khusus sashimi dan tidak bisa dibiarkan menginap. Tapi untuk dibakarpun akan jauh lebih enak jika ikannya segar, belum pernah masuk lemari beku. Jadi, kalau mau makan ikan, aku harus pergi ke pasar untuk membelinya. Atau paling lama dibakar keesokan harinya. Ini juga membuat orang malas masak ikan. Tentu kita bisa bayangkan bahwa manula itu juga jarang dan malas keluar rumah kan?

Bagiku alasan ekonomis dan kesegaran itu amat sangat dapat dimengerti. Tapi selain kedua alasan itu, ada alasan MALAS. Untung aku tidak malas, karena aku bisa menyiangi ikan, membuang sisik dan insang, memotong, membakarnya sendiri, dan …. makan tanpa merasa repot jika bertemu tulang! Tapi banyak orang muda di Jepang yang malas! malas bertemu tulang, karena biasanya jika kita membeli ikan di pasar/supermarket, kita bisa minta pelayan untuk membersihkan dan memotongnya untuk kita. ATAU tentu saja membeli ikan potongan, bukan yang utuh. tapi itu saja mereka MALAS membakarnya, dan makan ikan yang mungkin saja masih bertulang (padahal menurutku ikan laut di Jepang tulangnya sedikit, coba deh bandengnya Indonesia, durinya boooo!Apalagi ikan air tawar :D). Salah satu kesalahan waktu mereka makan ikan yang bisa kuteliti adalah bahwa mereka makan ikan tetap dengan sumpit sih. Coba pakai tangan seperti orang Indonesia, pasti tidak takut dengan tulang :D.

Cara makan ikan bakar dengan sumpit: Makan satu sisi sampai bersih. Kalau sudah, ikan tidak boleh dibalik, tapi singkirkan tulangnya sehingga yang tertinggal adalah daging ikan sisi satunya, baru dimakan 😀 repooooot kan :D, enakan juga pakai tangan. Sayang aku tidak punya foto makan ikan dengan sumpit. Nanti deh aku beli khusus ikan sanma untuk ambil fotonya 😀

Menanggapi kecenderungan turunnya konsumsi ikan di Jepang, Kementrian Pertanian, Kehutanan dan Perairan (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries) Jepang mulai bulan Juli mendirikan proyek baru bekerjasama dengan pihak terkait untuk menggalakkan konsumsi ikan di Jepang. Mereka bermaksud mengubah padangan warga Jepang bahwa ikan hanya bisa “dibakar” dan “direbus”. Well, memang di Jepang jarang atau tidak ada yang menggoreng ikan, apalagi pepes ikan 😀 Selain variasi masakan mereka juga bermaksud menggalakkan penjualan “ikan tanpa duri”. (Sumber : Tokyo Shimbun 26 Mei 2012)

Bagaimana dengan teman-teman? Suka makan ikan? Mari kita galakkan makan ikan, baik di Jepang maupun di Indonesia.

 

日本人の魚離れが止まらない。国民一人の一日当たりの魚と肉の摂取量は、二〇〇六年に初めて肉が魚を上回り、その後「肉食化」の傾向が拡大。肉を好む若者だけではなく高齢者でも魚離れが進んでおり、水産庁は消費拡大の取り組みに乗り出すことにした。

 政府が二十五日に閣議決定した水産白書によると、国民一人の一日当たり摂取量は、二〇〇〇年には魚が九二・〇グラム、肉が七八・二グラムと魚が上回っていたが、一〇年には魚は七二・五グラム、肉が八二・五グラムと大きく逆転している。

 年齢別にみても、二〇〇〇年と一〇年の比較で、子どもから高齢者まですべての年齢層で魚の摂取量が減少。水産庁は魚離れの一因を、「骨があって食べるのが面倒」「肉より割高」と感じる消費者が増えているためと分析する。

 七十歳以上でも魚が減少し、肉の消費が増えていることについて水産庁は「単身住まいの高齢者が増えているため、冷凍庫での保存や調理の簡単な肉が好まれているのではないか」とみている。

 こうした低迷に歯止めをかけるため、水産庁は七月に消費拡大に向けたプロジェクトを立ち上げ、生産や加工、流通、小売り業者と連携。「焼く」「煮る」だけではない魚の食べ方の提案や、売り場で手に取ってもらうための工夫などを検討、試行していくことにした。

 水産加工業者も介護施設のお年寄りや、骨を取るのが面倒な消費者に合わせて「骨なし魚」の新商品を開発しており、官民一体で魚の消費減に歯止めをかけるべく取り組んでいく方針だ。http://www.tokyo-np.co.jp/article/economics/news/CK2012052602000103.html

Happening

26 Mei

Aku baru tahu pemakaian kata “happening” sejak aku datang ke Jepang. Orang Jepang mengatakan “happening” pada suatu kejadian atau peristiwa yang mendadak, peristiwa yang memalukan/menyebalkan yang tidak direncakan dan tidak bisa dihindari juga (kebanyakan negatif). Well, things happened!

Hari Sabtu ini, sesudah misa di gereja Meguro, akan ada kumpul-kumpul bersama umat, dan sudah pasti kalau ada kumpul-kumpul ada masakan Indonesia dong deh sih :D. Karena pastor Ardy suka makan rendang, aku ingin mencoba membuat rendang. Biasanya aku masak pakai bumbu instant (utamanya) lalu ditambah-tambah sendiri. Tapi aku ingat sahabatku Whita pandai membuat rendang padang yang berwarna hitam dan maknyus punya. Jadi aku tanyakan resepnya padanya.

Baiknya sahabatku ini, dia menawarkan untuk memasakkan dan mengantarkan sampai Meguro keesokan harinya. Ya percakapan via email itu terjadi sudah hari Jumat sore. Duuuh ingin rasanya bermanja padanya. Enak toh kalau tinggal makan saja hehehe. Tapi karena aku tidak yakin bisa tepat waktu waktu menjemput “pesanan” di stasiun Meguro, aku menolak. Kebetulan aku bisa membeli daging Aussie yang cukup bagus dan murah yang bukan frozen di Atre Kichijoji. Saat itu aku belum membaca resepnya, karena tidak bisa membuka attachment lewat HP ku.

Nah, begitu pulang aku baca resepnya, dan tertawa karena aku tidak punya bawang merah! Hmm… bagaimana nih. Tapi sambil aku menyiapkan bumbu-bumbu lain, semua ada hanya tidak ada bawang merah saja. Semua bumbu cukup untuk daging 2 kg, sesuai saran tante Christine (maklum daging kan mengkeret kalau sudah dimasak). Waktu aku laporan pada whita, “Aku tidak ada bawang merah…alamat pakai bumbu instant nih!” lalu dia jawab: “Pakai bawang yang merah besar itu saja”……. Memang ada bawang merah yang besar seperti bawang bombay tapi merah di tukang sayur. Tapi saat itu jam 7 malam, tukang sayurku itu sudah tutup. Adanya bawang bombay. Hmmmm ….. OK aku coba saja pakai bawang bombay!

yes! mulai masak. Aku keluarkan wajan besarku yang disebut Chuka Nabe (Wajan Chinese), dan mengikuti resepnya Whita. Selama 3 jam rumahku berbau rendang deh 😀 Tapi waktu sudah selesai, penampilan sudah OK, berwarna hitam, aku rasa pakai nasi tentunya (setiap kali rasa pakai nasi deh hihihi)…laah kok kurang maknyus ya? Memang kurang pedas karena aku kasian jika banyak yang tidak bisa makan. Tapi aku merasa kurang sedikit garam. Aku memang selalu kasih sedikit garam pada masakan untuk kesehatan, yang cenderung hambar bagi orang lain. Tapi kupikir ya sudah besok saja.

Pas hari Sabtu pagi, aku melihat daging rendang 2kg yang sudah jadi yang sudah dimasukkan ke dalam wadah. Hmmm kok sedikit ya 😀 Yang pasti aku tidak bisa tinggalkan sedikit untuk Gen yang tidak bisa ikut bersama ke gereja karena harus kerja. Pikir punya pikir, sebaiknya aku masak lagi karena aku masih ada daging 1 kg lagi. Dengan bumbu seadanya, aku mulai memasak daging 1 kg terpisah, dengan cabe yang lebih banyak. Nah, waktu itulah “happening”!

Waktu mau menggiling bumbu-bumbu dengan food processorku, eh kok pisaunya tidak mau berputar? Setelah aku perhatikan di bagian tengah ada sumbu pemutar yang dilapis bahan plastik. Nah kepala plastiknya itu pecah. Tanpa kepala itu, pisau tidak bisa berputar. Jadi kupikir ok aku coba ambil patahan plastik itu, dan menempelkannya kembali dengan lem bond.  Sudah selesai menempelkan, aku masukkan mixer bowlnya, dan langsung pasang On. Tapi…. lah kok ngga goyang juga? Terpaksa deh aku keluarkan lagi bumbu yang mau dihaluskan, untuk memeriksa bowlnya. Laaahhhhh nempel! Bowlnya tidak bisa diambil deh, mungkin nempel sama sumbunya. Hahaha. Aku cuma bisa tertawa saja. Sial deh. Sudah pasti tidak bisa diapa-apakan, sudah tidak bisa dipakai dan aku harus buang begitu saja dengan bowl menempel 😀 Things happened!

Sempat terpikir untuk membatalkan masaknya, tapi karena aku masih punya juicer, keluarkan juicer dan coba pakai. Bisa! Masak diteruskan. Aku bahkan masih sempat mengembalikan semua rendang 2 kg yang sudah jadi dan menambahkan garam serta santan sehingga rasanya bisa maknyus. Selain itu aku masih sempat membuat puding coklat dan ….kue black forrest. Aku sengaja tidak memberitahukan tentang black forrest ini, karena aku takut waktunya tidak cukup untuk membuatnya. Ternyata bisa.

Aku, Riku dan Kai bernagkat dari rumah pukul 4 sore (misa mulai jam 5) naik mobil (pinjam mobilnya papa Gen). Yah perkiraanku giri-giri alias mefet jam 5 sampai. Tapiiiii ternyata di Meguro Dori, 4 menit lagi dari gereja, ada kecelakaan yang menewaskan orang (sepertinya dua orang), jadi ada gemba kensho (on-site investigation) yang membbuat polisi menutup 2 jalur dari 3 jalur yang ada. Akibatnya muaceeeet. Jadi aku sudah di jarak 4 menit dari gereja, tapi tak bisa maju-maju selama 20 menit 😀 One kind of happening juga. 😀

Rendang hasil karya mama Imelda. Kedua anakku tak malu-malu mengambil makanan ...hihihi

Setelah selesai misa (yang kami terlambat), kami makan-makan untuk merayakan 5 orang yang berulang tahun di bulan Mei, permandian Kai dan penyambutan pastor Ardy yang kembali dari Akita. Yummy deh makan banyak :D. Dan setelah selesai acara, aku mengajak pastor pulang naik mobil karena memang kami satu arah. Apalagi anak-anak senang sekali dengan pastornya bisa bercakap-cakap di mobil juga. Daaaan satu lagi happening dalam perjalanan pulang.

Kue black forrest dadakan 😀

Sekitar 10 menit sebelum sampai di gereja Kichijouji, tempat pastor Ardy bermukim, Kai mengeluh sakit perut 🙁 Aku tanya, kenapa? “Mau unchi….. (b.a.b)….” Kasihan dia tidak bisa tahan lagi, jadi begitu aku melihat ada family restoran, aku berhenti,memarkirkan mobil dan sambil kami pesan makanan membantu Kai di WC. Jadi kami yang sudah kenyang itu terpaksa minum untuk meminjam toilet 😀 Well, tidak apa-apa….aku memang sering impulse begitu, daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (kalau Kai b.a.b di mobil kan parah). TAPIIIII ternyata happeningnya bukan kasus toilet saja. Karena setelah Kai makan es krim, dia batuk-batuk, lalu m*ntah! Masuk ke tempat sendok yang terbuat dari anyaman. dan banyak…. Pastor dan aku panik, karena tissue di meja juga tidak ada. Aku yang biasanya bawa plastik kresek juga tidak bawa. Ya terpaksa deh …… Dan kemudian pelayan datang, langsung aku minta maaf, minta tissue. Si pelayang dengan ramahnya mengambil tempat sendok, dan mengambilkan tissue. Duh hospitality restoran Jonathan ini memang patut diacungkan jempol deh. (Kebanyakan restoran memang begitu, mungkin karena banyak kejadian ya)

Sebelum kejadian m*ntah di resto Jonathan jadi masih sempat berfoto 😀

Setelah Kai redaan batuknya, kami meninggalkan restoran dengan membayar 1.700 yen 😀 untuk minuman dan parkir. Tapi yah cukup murah lah karena Kai keluarkan atas bawah 😀 dan merepotkan pelayan di sana.

Well, things happened. Dan untung aku masih bisa tertawa menghadapinya 😀 Sambil teringat pada hari yang sama aku memecahkan teko teh waktu mencuci piring dan wajan, juga beberapa hari yang lalu aku memecahkan 4 piring sekaligus karena tumpukan piring terlalu berat waktu mau memasukkan ke dalam lemari….. Memang sudah waktunya diganti 😀
Happening oh happening… semoga tidak sering-sering datang ya 😀

Have a nice sunday 😉

(Berhubung mau ke gereja antar Riku Sekolah Minggu, foto-foto menyusul ya 😉 )

 

 

Tiga bulan yang lalu

23 Mei

Tepat tiga bulan yang lalu, atau 90 hari yang lalu, Mama berpulang kepada Bapa, dan “pindah rumah” ke Rumah Abadi….. Eternal Home.

Bagaimana perasaanku? Ya masih sedih, apalagi jika teringat, atau menyadari bahwa jika aku mudik nanti aku tidak bisa bertemu mama lagi, menciumnya, memeluknya. Padahal aku juga selama ini pulangnya setahun sekali paling lama satu bulan. Tidak bisa sering-sering bertemu. Juga tidak terlalu sering menelepon. Jika aku menelepon biasanya mama hanya mendengarkan “kicauan”ku, dan jika aku tanya, “Mama bagaimana?” dia selalu menjawab, “Ya… begitu. Namanya sudah tua. Sudah sering lupa” Dan kalau dia sudah bicara begitu, aku bilang, “Ngga usah mama, aku aja juga suka lupa. Suka sakit badannya. Namanya manusia ya ma…. pasti menjadi tua…” Tapi…. dia tidak pernah cerita bahwa dia mau dikremasi saja kalau meninggal. Tidak kepadaku, tetapi kepada adikku.

Ya, kami yang ditinggalkan masih belum bisa memahami keinginan mama jika dia meninggal. Ia ingin dikremasi dan abunya dibuang ke laut, sama seperti kakaknya. Rupanya pengalamannya waktu mengikuti prosesi kremasi dan dilarung abunya ke laut sangat membekas pada diri mama. Ntah karena dia ingin “bertemu” dengan kakaknya di perairan 7 samudra, atau lebih ke alasan ekonomis. Ya, dikremasi dan dilarung lebih murah dan tidak merepotkan bagi yang ditinggal, dibandingkan dengan pemakaman biasa.

Jadi waktu aku pulang ke Jakarta, aku saat itu hanya ingin mengetahui keinginan papa dan adik-adik bagaimana. Bagiku, cara apa saja OK. Apalagi aku sudah sering melihat upacara kremasi dari keluarga Gen. Yang memang untuk pertama kali pasti akan shock mengikutinya. Silakan baca di tulisan lamaku?http://twilightexpress.blogspot.jp/2006/07/for-dust-thou-art-and-unto-dust-shalt.html

Dua malam aku menjaga jenazah mama di kamar tamu rumah Jakarta sambil berdiskusi mengenai pemakaman mama. Tapi yang paling penting adalah keinginan papa. Papa sendiri sebetulnya tidak setuju kremasi apalagi dilarun atau ditebarkan abunya ke laut. Aku baru tahu bahwa papa tidak ikut waktu kremasi kakaknya mama, karena tidak setuju 🙁 Ya memang perlu mengubah mindset untuk bisa mengerti mengapa harus “kremasi”. ?Sama seperti tulisanku waktu omanya Gen meninggal, baru saat dikremasi kita bisa mengerti ayat dalam kitab suci :

 

in the sweat of thy face shalt thou eat bread, till thou return unto the ground; for out of it wast thou taken: for dust thou art, and unto dust shalt thou return. (Genesis3:19)
dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil;?sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” (Kejadian 3:19)

Ya, manusia pasti akan kembali menjadi abu/debu. Jika dimakamkan, dikubur dalam tanah akan butuh waktu bertahun-tahun, tapi dengan dikremasi hanya dalam hitungan jam.

Papa memang sudah memesan kepada pengurus pemakaman untuk mempersiapkan kremasi di Oasis Lestari. Sepertinya ada keluarga jauh kami yang juga pernah di sana. Sebuah areal kremasi dan kolumbarium (tempat menyimpan abu seperti koloseum) yang dikelola oleh sebuah yayasan katolik yaitu?Dana Pensiun??Konferensi Waligereja Indonesia ? (DP KWI)?. Untungnya yayasan ini memiliki website dan aku diberitahu websitenya justru oleh sahabat mayaku, Nique.

Dalam website itu tertulis begini:

Dalam Order of Christian Funerals bagian Appendiks II no. 417 yang diterbitkan pada tahun 1997, diberikan catatan bagaimana kita mesti memperlakukan abu kremasi [sebenarnya partikel-partikel tulang].

1. Hal yang dilarang oleh gereja :

Penaburan/pelarungan abu kremasi ke laut/sungai, entah dari udara atau dari pantai dan Penyimpanan abu kremasi di rumah sanak kerabat atau sahabat.

2Hal yang dianjurkan Gereja :

Supaya abu jenazah yang dikremasi itu dimakamkan di pemakaman atau disemayamkan di mausoleum atau columbarium agar ada tempat untuk mengingat pribadi yang meninggal sekaligus tempat kita berziarah dan berdoa.

Berdasarkan keterangan ini, maka papa pun memutuskan untuk tetap mengadakan kremasi dan menyimpan abunya dalam kolumbarium. Ya, aku pun sependapat dengan papa. Meskipun aku menyetujui kremasi, aku tidak bisa membayangkan jika abu mama disebarkan ke laut misalnya. Bagaimana aku akan berziarah jika di laut? Memang semua laut di seluruh dunia sambung menyambung, tapi aku tetap tidak bisa pergi ke Teluk Tokyo misalnya untuk berdoa pada mama. Memang benar juga bahwa kita bisa berdoa di mana saja, tapi tetap yang namanya manusia tetap memerlukan simbol, tempat yang kasatmata, yang bisa dilihat. Meskipun mungkin hanya setahun sekali saja kita berziarah ke makam. Jadi makam, atau kolumbarium atau mausoleum itu lebih terletak pada kepentingan orang-orang yang ditinggal. Orang yang meninggal tidak memerlukannya.?

Rumah Abadi Mama

Jadi kami meletakkan abu mama dalam guci ke dalam kolumbarium. Sebuah kotak kaca kecil dalam sebuah dinding panjang. Kami menyebutnya sebagai flat baru mama. Ah mama, dia memang menurunkan sifat bercandanya pada kami. Begitulah keluarga Mutter… selalu bercanda, baik dalam upacara kematian. Bercanda sambil menangis….. Sehingga kami yang mewarisi sifatnya bisa mengatakan, “Mama, ini flat baru mama. Rumah abadi mama. Apartemen Nomor E-1 ya. Semoga mama kerasan” 😀 🙁 🙁

Memang banyak tempat menaruh guci itu yang benar-benar dihias seperti rumah oleh keluarga-keluarga. Ditaruh foto atau barang kesukaannya. Yang bagusnya di Oasis Lestari ini, kami pun bisa berdoa di depan “rumah abadi” mama dengan khusyuk tanpa takut kena hujan. Belum lagi setiap bulan, Oasis Lestari ini juga mengadakan misa arwah, mengenang saudara-saudara yang “tinggal” di situ. Dan persis tanggal 12 Mei kemarin, persis hari ulang tahun mama, mereka mengadakan misa arwah di sana.

Kami di Tokyo, memperingati hari ulang tahun mama, tanggal 12 Mei 2012 yang berdekatan dengan Mothers Day dengan mengadakan misa di gereja St. Anselmo, Meguro. Pada hari itu, aku memutuskan untuk membaptis Kai menjadi katolik. Memang biasanya kami, umat katolik membaptis anak-anak kami waktu masih bayi. Tapi selama ini aku pribadi belum menemukan pastor yang cocok, waktu yang pas, karena aku ingin adikku Tina yang menjadi ibu permandian bagi Kai. Sehingga aku baru membaptis anak keduaku ini waktu dia sudah berusia 4 tahun. ?Dan kebetulan pastor Ardy Hayon SVD, yang sudah kukenal sejak aku hamil Kai pindah tugas dari Akita ke Kichijouji, Tokyo.

Dan aku merasa memang seperti semua sudah seharusnya. Kai sudah mengenal cara berdoa, cara umat kristen bersikap. Bahkan setiap malam terlebih sesudah mama meninggal, dia selalu berdoa dengan suara keras. Doanya yang dia karang sendiri :

“Tuhan, tolong aku supaya tidak mimpi buruk. Bisa bangun pagi dan sehat. Tolong papa yang belum pulang supaya selamat sampai di rumah. Tolong oma supaya oma bisa bertemu Tuhan. Tolong opa jika kesepian, temani dia. Tolong opa jika takut, dampingi opa. AMIN”

aaahhh waktu pertama kali dia menyebut “Supaya oma bisa bertemu Tuhan” tangisku tak bisa berhenti…..juga ketika aku beritahu bahwa opa akan operasi kateter tanggal 8 Mei lalu (dan sampai sekarang masih belum tahu cara operasi apa yang terbaik untuk penyumbatan jantung Opa) dia langsung tambahkan dalam doanya, “Tolong Opa jika takut….”

Ignatius Kai Miyashita

Ignatius Kai Miyashita, 4 tahun … semoga kamu menjadi anak kristen yang berguna bagi gereja, keluarga dan masyarakat. Jangan takut karena Yesus dan St Ignatius melindungimu. Selalu….

 

sebuah postingan yang tertunda 1o hari….

Pemersatu

22 Mei

Aku selalu mengajarkan pada murid-muridku bahwa bahasa Indonesia adalah pemersatu bangsa Indonesia, yang memang mempunyai sekian banyak bahasa daerah untuk sekian banyak suku bangsa. Tapi bahasa itu memang skala “besar” dan “abadi”, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, kita sebenarnya butuh beberapa “rangsangan” untuk lebih merasakan persatuan bangsa. Suatu kegiatan atau acara atau apalah namanya yang dapat membuat satu negara ini merasakan sesuatu yang sama.

Padahal Indonesia punya banyak hari peringatan, yang setiap tahun, pada hari tertentu diperingati seluruh masyarakat. Entah dengan kegiatan besar seperti kegiatan hari Kartini yang sampai melibatkan anak TK berpakaian adat, atau kegiatan kecil yang “hanya” dirayakan oleh pegawai negeri dengan upacara bendera. Atau mungkin karena sudah terlalu sering, maka peringatan itu kehilangan maknanya? Hmmm semestinya tidak boleh kehilangan makna, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai sejarahnya, bukan? (Jangan jawab bukaaaaan yah hehehe)

Kemarin tanggal 21 Mei 2012, hampir seluruh penduduk Jepang menyaksikan gerhana matahari, annular eclipse. Seperti sudah diketahui, fenomena  gerhana matahari adalah suatu saat jika posisi bulan berada di antara bumi dan matahari dan bulan menutupi  menutupi sebagian atau seluruh cahaya matahari. Biasanya gerhana matahari berlangsung setahun 2 kali. Tapi gerhana matahari total atau gerhana matahari cincin amat sangat jarang bisa dilihat. Kali ini Jepang mulai dari selatan sampai utara, bisa melihat gerhana matahari cincin, yang merupakan kejadian bersejarah setelah 932 tahun (terakhir pada tahun 1080). Dari seluruh kota Jepang, Shizuoka (tempat gunung Fuji berada) dan Tokyo, beruntung dapat melihat gerhana matahari cincin yang sempurna (pas di tengah-tengah).

Aku memotret Riku yang sedang memotret gerhana matahari yang sedang terjadi di Kagoshima (selatan Jepang) dengan Nintendo DS nya. Saat itu di Tokyo matahari sudah seperti bulan sabit.

Sudah sejak sebulan sebelumnya media masa Jepang mengangkat topik ini, sehingga hampir seluruh masyarakat Jepang mengetahuinya. Tentu saja fenomena ini juga menjadi kesempatan untuk bisnis. Suamiku membeli sebuah majalah “Newton” yang mengulas tentang Gerhana Matahari Cincin lengkap dengan jadwal bisa dilihat pukul berapa di kota apa, serta sebuah kacamata khusus untuk melihat gerhana matahari. Harga majalahnya 1500 yen (+pajak jadi 1575 yen). Tapi banyak pula yang hanya membeli kacamata saja, seharga minimum 500 yen. Seorang teman FBku menulis: “Coba kita hitung-hitungan berapa untungnya pebisnis dengan adanya gerhana matahari cincin ini”. Tentu saja pasti untung!

Kai dibangunin kakaknya supaya melihat kejadian langka ini. Masih menguap deh 😀 Dia melihat dengan kacamata yang dijual bersama Majalah Newton yang dibeli Gen. Satu kacamata untuk berempat, gantian deh.

Meskipun pada hari H nya mendung menggelayut, gerhana matahari cincin dapat dinikmati oleh orang-orang yang ingin menjadi bagian dari sejarah. Belum tentu anak cucu kita bisa melihatnya lagi loh. Sampai-sampai ada beberapa sekolah yang menyuruh murid-muridnya datang lebih cepat (karena diperkirakan pukul 7:30 padahal hari biasa sekolah mulai pukul 8:30). Satu sekolah menyaksikan gerhana matahari cincin bersama, di halaman sekolah. Coba tuh, gerhana matahari bisa menjadi pemersatu!

Gerhana matahari cincin di Tokyo pada pukul 7:34 pagi. Aku tidak berani ambil foto karena katanya kamera/mata bisa rusak... cari amannya aja deh.

Dan hari ini tanggal 22 Mei, satu lagi “pemersatu” Jepang dibuka. Menara pemancar tertinggi di dunia, Sky Tree Tokyo (634 meter) diresmikan. Meskipun hujan dan udara dingin (16 derajat, turun 9 derajat dari kemarin), warga Tokyo mulai memenuhi pelataran Sky Tree di bawah payung sejak pukul 6 pagi. Pengunjung umum belum bisa masuk dan naik ke atas Sky Tree tanpa reservation sampai bulan Juli. Setelah itu baru pengunjung umum bisa masuk dengan membayar 3000 yen untuk naik ke tenboudai (observatory deck) tertinggi (350 meter). Diharapkan Sky Tree dapat menarik wisatawan untuk datang, dan menggeliatkan perekonomian Jepang yang sedang lesu.

So, kapan kopdar di Sky Tree? 😀

 

Rasa itu tetap ada -5-

20 Mei

Melanjutkan seri tentang makanan atau rasa-rasa jadul yang tetap bisa dirasakan pada saat ini, maka pada hari ini aku ingin menulis sedikit tentang sebuah makanan yang terbuat dari telur.

Kalau di tulisan dulu, aku mencoba masak Oliebollen, roti goreng karena dulu mama sering buat, kali ini aku mencoba membuat “Telur Isi” yang namanya “Deviled Egg”. Secara tidak sengaja aku menemukan masakan kesukaanku itu, waktu ibu S. Mara Gd menulis tips masakan di FB nya. Waaah aku langsung girang, karena memang sudah lama aku mencari-cari namanya. Deviled Egg ini dalam bahasa Belanda disebut gevuld ei , dan dulu pernah mama buat waktu aku masih SD. Begitu enaknya sampai sekarangpun aku masih ingat rasanya. Tapi setelah saat itu, mama tidak pernah buat lagi. Mungkin karena merepotkan harus merebus dan menghias telur itu satu per satu. Apalagi kalau ada pesta di rumah kami, jumlah tamunya tidak tanggung-tanggung sih hehehe.

Kali ini aku hanya mencoba buat dengan 4 butir telur saja. Rebus telur sampai matang. Supaya kulit telur mudah dikupas, langsung masukkan telur rebus panas ke dalam air dingin. Pasti deh mudah dikupas. Setelah dikupas, potong menjadi dua dan ambil kuning telurnya saja. Kalau ada waktu putih telur yang sudah kosong itu bisa dibuat zigzag dengan pisau.

Kuning telur kemudian dicampur dengan mayoneise, mustard sedikit dan keju parut. Dulu mama memasukkan peterseli, tapi karena tidak ada, aku pakai basil dressing sedikit. Menurut ibu Mara, bisa juga dimasukkan irisan ketimun kecil atau apasaja untuk menimbulkan rasa “krenyes-krenyes”. Tapi setahuku dulu mama tidak memasukkan acar-acaran. Adonan kuning telur yang sudah dicampur itu kemudian dimasukkan kembali ke dalam putih telur. Dan sudah, selesai. Begitu saja 😀

Deviled Egg ini cocok untuk appetizer atau teman minum wine/bir juga, menemani bermacam crakers yang dihias dengan keju, caviar, tomat, olive dll. Tidak susah dibuat, hanya sedikit merepotkan hehehe. Tapi yang pasti rasanya enak! (Cuma hati-hati kolesterolnya naik loh hihihi).

Nostalgia dengan masakan mama berpuluh tahun yang lalu, Deviled Egg. Minggu 20 Mei 2012

 

Panik

17 Mei

Duuuh rasanya kangeeeen sekali untuk menulis. Bayangin posting terakhir tanggal 11, sedangkan sekarang sudah tanggal 17! Aduuuuhhhh…… Tapi apa daya waktunya memang tidak ada. Karena bagi kalian yang tinggal di Indonesia hari ini libur kan? Tapi karena di sini tidak libur,  aku tetap harus bekerja dong deh sih!  Dan sebetulnya ada banyak hal yang ingin kutulis saat ini, termasuk ulang tahun Mama tanggal 12 Mei kemarin. Tapi ya gitu deh, kalau mau menulis tentang mama, masih tersendat oleh turunnya air mata sehingga perlu waktu yang cukup banyak. Jadi tulisan instant ini pendek saja, hanya ingin menuliskan “kepanikan” ku yang baru-baru saja terjadi.

Sesudah pulang mengajar minggu lalu, aku cepat-cepat pulang ke rumah dengan maksud menaruh belanjaan dulu sebelum menjemput Kai di TK nya jam 5 sore. Sudah beberapa bulan ini, aku tidak memakai tas ransel, karena ternyata punggungku sering sakit gara-gara ransel itu. Jadi aku sekarang memakai tas jinjing a.l.a dosen (lah emang dosen kok hahaha) untuk memasukkan buku dsb dsb. Tas wanita itu berwarna hitam dengan dua kantong di bagian dalam. Nah, di depan pintu apartemenku, aku hendak mengambil kunci rumah, yang biasanya aku masukkan ke kantong bagian dalam itu. Tapi…… TIDAK ADA! Duhhh aku panik sekali saat itu, aku jatuhkan di mana kunci itu? Apa mungkin jatuh dari tas yang kutaruh di keranjang sepeda? Atau aku lupa masukkan ke dalam tas, lalu taruh di kantong celana panjang, dan jatuh waktu aku mengayuh sepeda? Macam-macam pikiranku saat itu.

Tenang melll…. tenang. Aku taruh belanjaan dan tas di lantai, lalu aku mulai mengeluarkan semua isi tas. Satu per satu, siapa tahu terselip di sela buku dan kertas. Tapi… tidak ada. Hmm, aku sih bisa menjemput Kai dulu, lalu menunggu Riku pulang, karena Riku punya kuncinya sendiri. Tapi masa sih tidak ada?

Nah saat itu aku teringat, dulu pernah kejadian dengan tas wanita yang lain, kunciku juga hilang. Dan ternyata kantong bagian dalam tas itu berlubang, sehingga kuncinya jatuh ke dasar tas, di antara lapisan kain dan kulit luar. Dan kunci itu bisa ditemukan jika aku rogoh lewat lubang yang ada sampai ke dasar tas. Mungkin kejadian itu terulang kembali? Jadi deh, aku mulai mencari lubang di kantong bagian dalam tas, dan ternyata KETEMU lubangnya, kecil sehingga aku cuma bisa memasukkan dia jari saja. Jadilah aku merogoh-rogoh bagian  dasar tas, dan …… taraaaa… ADA kuncinya. Ketemu. Huh… rasanya lega tapi capeeeek sekali deh.

Itu panik pertama, nah panik kedua terjadi pada hari Senin, pukul 1 siang. Jadi ceritanya aku ada pekerjaan terjemahan 2 halaman saja, yang kuperkirakan bisa selesai dalam 2-3 jam. Tapi karena permintaan terjemahan itu datangnya hari Jumat, maka aku janjikan akan selesai jam 12 siang hari Senin. Tapi Sabtu dan Minggu aku sibuk urusan gereja, dan Senin paginya aku bahkan sempat tidur siang dengan santainya selama 2 jam dari jam 10 sampai jam 12. Begitu bangun, aku pergi belanja deh, sebelum menjemput Kai jam 2 siang. Tahu-tahu waktu aku sedang belanja (jam 1) ada telepon masuk yang aku tidak dengar. Jadi waktu aku lihat di missed callnya, aku lihat si penelepon adalah orang yang minta terjemahan itu. Dan aku baru sadar… LOH AKU ADA KERJAAN ITU!  “$%%(&()&)’

Mampus deh hehehe. Langsung aku telepon temanku itu, dan minta waktu 2jam saja untuk mengerjakan. Untung saja dia memang sudah membuat waktu luang yang cukup banyak untuk memperbaiki lay-out dsb, jadi meskipun aku terlambat 2 jam tidak menjadi soal, dan dia akan tunggu. Jadi deh aku ngebut menyelesaikan tugas itu, dan memang hanya butuh 1,5 jam saja. Langsung aku kirim email mohon maaf dan hasil terjemahannya. Duuuh, jangan sampai deh kejadian gitu lagi. Panik bener. Untung cuma sedikit, coba kalau banyak kan aku harus tunda penyerahan lebih lama lagi, dan itu berarti mencoreng kredibilitas kerjaku kan? Kalau kata orang Jepang, “Kepalaku menjadi putih! atama masshironinatta. 頭真っ白になった”, maksudnya blank isi kepalanya karena panik. 😀

Jadi kurang dalam seminggu aku mengalami “kepala putih” sudah dua kali… Apakah itu bukti aku sudah menjadi tua a.k.a menua (ya emang kenyataan juga sih hihihi) ? rouka genshou 老化現象?

Semoga teman-teman tidak mengalami panik-panik sepertiku ini ya…. Menyebalkan sekali loh kondisi ini 😀

Aku tutup posting hari ini dengan mengucapkan selamat libur panjang buat yang besok libur atau meliburkan diri :D, dan semoga aku bisa menemukan celah-celah waktu untuk menulis apa yang tertunda selama ini. (Mohon maaf aku juga belum bisa BW maksimal… Nanti dirapel yaaaaa)