Well Done

23 Mar

Sebetulnya aku mau menulis judul “Finished” tapi sepertinya Well Done lebih bagus, meskipun tulisan ini sama sekali tidak berhubungan dengan tingkat kematangan steak 😀

Jadi ceritanya sejak bulan Oktober lalu, aku yang memang menjadi seksi publikasi di SMP-nya Riku sibuk meliput dan mulai bulan Desember mendesain dan mengedit artikel, foto supaya menjadi buletin cetak setebal 20 halaman. Kemudian mencetaknya untuk dibagikan sekitar pertengahan Maret, sebelum/pas acara kelulusan kelas 3 SMP.

Tugas memotret diawali dengan acara kesenian yaitu lomba paduan suara di bulan Oktober. Saat ini aku datang dari pagi dan pulang terakhir bersama teman-teman seksi publikasi yang lain. Karena pada pertunjukan yang diadakan di music hall kelurahan itu pengunjung TIDAK diperbolehkan memotret. Sebetulnya ini karena ada perusahaan yang akan merekam dengan video dan akan dijual. Kalau pengunjung diperbolehkan memotret, bisa jadi videonya tidak laku kan? Tapi karena PTA akan menerbitkan buletin, maka khusus PTA saja yang diperbolehkan, dan diberi tanda dan tempat khusus supaya bisa memotret di dalam hall. TAPI sebetulnya, kamera ibu-ibu itu kurang memadai untuk bisa memotret dengan bagus! Ibu-ibu tentu bukan kameraman dan tidak biasa memotret di dalam gedung. Aku pun tidak pede! Dengan cahaya yang minim, aku tidak yakin bisa memotret tanpa flash, dengan kamera DSLR ku. Tapi aku ada canon yang cukup memadai untuk memotret dalam ruangan. Jadi aku hanya mengandalkan kamera pocket digital ini saja. Kalau sudah begini rasanya ingin punya kamera mirrorless yang lebih canggih deh heehe.

Selain acara lomba paduan suara, kami juga harus mengambil foto klub ekstrakurikuler, pada hari latihan mereka. Hampir setiap hari  aku datang membawa kamera ke SMP (setelah kerja tentunya) untuk memotret mereka. Tapi ada beberapa ekskul yang jadwalnya tidak pas dengan jadwalku sehingga teman seksi publikasi yang lain yang memotretnya. Tapi selain foto klub ekskul masih ada satu yang terpenting yaitu mengambil foto per kelas, dan satu angkatan! Foto satu angkatan itu diambil dari lantai 2 atau 3 dan akan dipakai sebagai sampul buletin. Dan pada hari itu aku harus mengajar (tidak bisa dibatalkan) sehingga sampai di sekolah mepet waktunya. Itupun sudah naik taxi dari stasiun. Begitu aku datang, teman yang lain mengambil tasku, dan aku lari naik ke atas. Memang sudah ada satu teman sebagai cadangan kalau aku tidak bisa datang, dan dia sudah standby. Karena toh sudah ada dia, aku ambil saja seenakku, sambil naik turun tangga deh 😀 Baru setelah mengambil foto keseluruhan itu, kami berdua turun dan mengambil foto per kelas.

DAN ternyata….. untung sekali aku mengambil foto dengan kamera DSLRku itu! Ternyata pada saat mengatur layout isi buletin itu, baru ketahuan bahwa hasil foto dari kamera temanku itu semua resolusinya kecil dan KOTAK ala instagram. Haduh! Benar-benar tidak bisa dipakai untuk sampul, atau yang memerlukan hasil yang besar. Paling hanya untuk hiasan saja. Kasihan sekali dia, waktu aku beritahu bahwa setting kameranya salah, dia sedih sekali. Jadi deh, aku harus memilih foto-foto dari kameraku saja yang memang resolusinya tinggi. Proses layout dan editing dilakukan berdua, memakai office word, karena memang paling gampang. Setelah desain jadi masih harus disetujui pihak guru dan sekolah, sehingga aku harus bolak balik sekolah. Untung waktu itu sudah masuk bulan Februari sehingga pekerjaanku sudah banyak yang libur.

Nah, yang paling sulit menurutku sebenarnya adalah proses pencetakan. Karena temanku yang satunya lagi sibuk, harus aku yang mengurusnya. Sebetulnya kalau cuma membawa original ke percetakan lalu minta cetak sih mudah sekali. Tapi ini karena budget terbatas, sesuai tahun-tahun sebelumnya, kami minta cetak secara online. Aduh, aku memang sering belanja online, tapi minta percetakan secara online seluruhnya… ngeri juga. Karena banyak istilah percetakan yang aku tidak tahu bahasa Jepangnya 😀 Misalnya halaman membuka ke kiri atau ke kanan (di Jepang pada umumnya membuka ke kanan, terbalik dengan Indonesia. Aku pernah menulisnya di sini ) , lalu setting marginnya ternyata juga tertentu. Juga aku harus memilih jenis kertas yang dipakai. Semuanya mudah kalau petugas yang sebelumnya mau memberikan keterangan rinci, apalagi kalau dia mau bantu pengurusannya. Masalahnya menghubungi petugas sebelumnya juga sulit sekali. Orang Jepang tidak ada yang tidak sibuk sih (tapi toh masih mau membantu kegiatan PTA hehehe).

Pokoknya untuk order cetak saja aku harus membaca peraturannya 3 hari hihihi. Sambil aku mempelajari cara untuk mengirim naskah ke percetakannya, yang sudah ditentukan juga caranya (tidak bisa kirim via email!) . Lalu pembayaran juga melalui credit card, juga permintaan pengiriman hasil cetakan langsung ke sekolah. Aku pelajari benar-benar karena jangan sampai karena aku salah baca dan salah order, 1500 eksemplar terbuang begitu saja (dan tentu aku harus ganti semuanya secepatnya). Supaya biaya murah, aku minta prosesnya 10 hari, karena semakin cepat semakin mahal…semakin lama semakin murah 😀 Dan karena ongkos kirim ditanggung percetakan, aku perlu menghitung mundur, supaya hasil cetakan dikirim pada hari kerja…. beuh (ngelap keringat).

Naskah masuk percetakan tgl 25 Februari dan selesai tanggal 6 Maret. Selama itu tentu aku tidak bisa tenang dong. Baru bisa lega tanggal 8 Maret, karena sesudah kerja aku langsung ke sekolah dan membuka satu dari dua kardus untuk melihat hasilnya. Rencananya buletin itu akan dibagikan keesokan harinya. Hampir nangis terharu waktu membuka satu eksemplar dan melihat setengah karyaku tercetak dengan rapi dan bagus! Kata orang Jepang: 文句なし Monku nashi (tidak ada keluhan). WELL DONE!

Bahayanya kalau begini, aku jadi ketagihan untuk mencetak buku/buletin deh hahaha. Apa aku ganti profesi saja ya? 😀 😛

NB: maaf tidak bisa pasang foto karena buletinnya memuat data/informasi pribadi dan sekolah.

Menjelang Akhir

1 Mar

Lah baru juga tanggal 1 Maret, kok judulnya menjelang akhir sih?

Ya aku ingin bercerita menjelang akhir tahun ajaran 2015, yang akan selesai tanggal 25 Maret nanti. Memang tahun ajaran di Jepang dimulai pada bulan April dan selesai bulan Maret. Jadi biasanya saat-saat ini merupakan saat sibuk mengakhiri dengan test-test keseluruhan. Mungkin kalau di Indonesia namanya UAS (Ujian Akhir Semester) .

Sebagai penutup tahun ajaran itu, ada dua kegiatan yang melibatkan murid dan orang tua murid. Yaitu open school dan pertemuan orang tua. Pertemuan orang tua murid akan dilakukan minggu depan, tapi open school sudah selesai. Aku menyempatkan diri pergi ke open school SD dan SMP dan melihat kegiatan pembelajaran mereka yang kebetulan diadakan pada hari Sabtu yang sama. Karena papa Gen harus bekerja, aku lumayan sibuk mondar-mandir ke dua sekolah, selain juga pas ada rapat seksi publikasi PTA di SMP.

Jadilah pagi hari aku pergi ke SD. Mungkin karena aku sudah terbiasa pergi ke SD, aku sudah hafal kegiatan mereka sehingga sudah tidak menarik lagi 😀 Kai sekarang kelas dua, termasuk murid yang berbadan besar sehingga duduk di paling belakang. Dan itu berarti paling dekat dengan orang tua yang melihat dari belakang kelas. Pas aku datang memang sedang pelajaran bahasa Jepang, dan mereka harus membuat Kaibun 回文 yaitu kalimat palindrome, yang dibaca dari kiri dan kanan sama. Kebetulan memang beberapa hari sebelumnya Kai sempat heboh mencari contoh-contoh yang bisa dipakai. Dan waktu itu aku bisa melihat bahwa ada murid yang tempat duduknya di dekat Kai sangat…. aktif. Tidak bisa diam, dan aku sempat melihat dia memukul tangan Kai berkali-kali. Untung Kai tidak marah dan membalas, karena aku tahu Kai sekarang juga suka marah jika dipukul dan langsung membalas. Waktu pulang aku tanya nama anak itu, dan menurut Kai memang dia sumber keributan di kelas. Hmmmm….. dan biasanya anak bermasalah itu orang tuanya tidak datang ke acara sekolah, apalagi pertemuan orang tua murid. Satu keluarga bermasalah 😀 Miris ya.

Nah, setelah jalan kaki pulang dari SD dan makan siang, aku mengayuh sepeda ke SMP nya Riku, yang letaknya memang agak jauh dari rumah. Bersepeda 12-15 menit deh. Aku mengikuti rapat dulu, yang membicarakan penerbitan buletin PTA bulan Maret. Kebetulan aku yang menjadi editor dan bertanggungjawab untuk mengurus percetakannya. (Sekarang sedang dicetak dan moga-moga selesai minggu depan… dan aku deg-degan semoga hasilnya bagus deh).

Setelah rapat, aku bersama teman-teman dari seksi publikasi kemudian mengelilingi sekolah untuk melihat pameran hasil karya murid-murid yang dipasang sepanjang koridor lantai 1 sampai 4. Memang hari itu dikhususkan untuk memamerkan hasil karya mereka selama 10 bulan kepada orang tua murid, dan juga boleh dilihat pengunjung umum. Kebetulan hari itu juga merupakan hari pertemuan pertama orang tua calon murid yang akan masuk kelas 1 bulan April nanti. Jadi semacam pameran untuk mengetahui kegiatan murid SMP itu apa saja. Aku jadi teringat tahun lalu, persis tanggal 14 Februari itu, berdua Gen melihat karya murid SMP itu dan terkagum-kagum. Tahun ini pun aku masih terkagum-kagum, karena memang banyak yang bagus. Tentu saja aku mencari karya Riku di antara karya yang dipamerkan dan memotretnya.

sumpit buatan Riku hasil pelajaran prakarya menukang 
gambar kegiatan musim panas, yaitu nyekar ke makam.
lukisan di atas kanvas, pemandangan di taman
tugas mengarang bahasa Inggris, tentang My Favorite Person

Selain itu masih ada beberapa, seperti laporan kunjungan ke museum dan tugas pelajaran PKK membuat sarapan pagi. Tapi yang paling membuat aku kaget waktu aku melihat karangan bahasa Inggrisnya Riku. Dia memilih Shakespeare sebagai My favorite people. Teman-temannya yang lain ada yang memilih pemain band, ilmuwan Jepang/luar negeri, paman atau kakeknya dll. TAPI persis di atas Riku dipamerkan karangan teman sekelas Riku yang mengarang tentang RIKU sebagai favoritnya hahahaha. Aku kaget dan tidak bisa menyembunyikan senyum sampai pulang ke rumah. Penulisnya sih memang laki-laki, tapi rasanya lucu dan sedikit bangga jika anakmu dianggap sebagai favorit oleh temannya, bukan?

Karangan tentang Riku oleh temannya.