Merintang Waktu

17 Nov

Bukan merentang waktu loh… tapi mengisi waktu luang dengan melakukan sesuatu. Atau bahasa Inggrisnya kill time.  Kebanyakan orang memilih untuk duduk di coffee shop atau cuci mata di dalam mall. Tapi aku dalam dua kesempatan memilih untuk berjalan-jalan di taman. Apalagi musim gugur, rasanya sayang untuk melewati cuaca bagus di dalam ruangan.

Hari Rabu yang lalu, aku mempunyai waktu 3 jam kosong sebelum mengajar malam. Aku memang harus pergi ke KBRI di daerah Meguro, sehingga aku mencari taman yang bisa dilihat di sekitar KBRI. Ada sih sebuah taman milik balai pengantin, tapi aku tahu daerahnya berbukit, dan agak melawan arah tujuanku setelah dari KBRI. Sebetulnya aku ingin pergi ke Teien Art  Museum yang baru saja dibuka setelah renovasi lama. TAPI ternyata setiap hari Rabu minggu ke2 dan ke 4 ditutup. Informasi itu sudah kuketahui sebelum pergi ke arah KBRI. Tapi toh kupikir mampir saja, siapa tahu bisa memotret bagian depannya saja. Ternyata… tidak terlihat apa-apa hehehe.

Nah kemudian aku melihat papan petunjuk bahwa di sebelahnya ada Taman Natural Education. Karena tanda masuknya cuma 300 yen, aku pikir coba saja masuk ke dalamnya. Di sini tidak tutup meskipun letaknya persis berdampingan. Bagaimana dalamnya?

Shizen Kyouiku-en

Well… seperti masuk dalam hutan belantara. Taman ini BUKAN taman buatan, sehingga tidak dengan sengaja ditanam bunga-bungaan. Isinya pepohonan atau bunga liar, atau tanaman sekitar rawa-rawa. Untuk penyuka bunga, tempat ini tidak aku sarankan. Tapi waktu aku memperlihatkan foto-foto kepada suamiku, dia langsung ingin pergi. Dia memang lebih suka yang alami daripada yang buatan.

Di situ setiap tanaman diberi nama, sehingga sangat menolong bagi yang mempelajari biologi. Aku bertemu dengan seorang mahasiswa yang sibuk mencatat dan memotret tumbuhan. Mungkin kalau dibandingkan semestinya taman ini setara dengan Kebun Raya Bogor, tapi menurutku KR Bogor juga masih lebih terlihat dibuat-buat. Jika kita berada di sini, tak akan menyangka bahwa taman itu berada di pusat kota. Dan memang taman ini luasnya 20 hektar!

rimbunnyaaaaaa

Tempat ini awalnya merupakan salah satu rumah (shimoyashiki) dari Matsudaira Yorishige dari clan Takamatsu. Pada jaman Meiji mejadi tempat penyimpanan amunisi angkatan laut dan darat Jepang. Baru pada tahun 1962 ditetapkan menjadi taman penelitian alam.

Lumayan ada tempat duduk di dalam sehingga aku bisa beristirahat di situ sebelum berjalan kembali ke pintu gerbang dan melanjutkan perjalanan ke KBRI.

Perjalanan “kill time” yang kedua, baru kemarin, tgl 16 November. Kebetulan aku ada waktu dari jam 2 sampai jam 5 sore. Tiga jam pasti bisa kupakai untuk jalan-jalan di dalam kota Tokyo, dan Gen menyarankan untuk pergi ke Taman Rikugien. Memang aku sudah lama mendengar tentang taman ini, tapi belum pernah kudatangi. Dan kebetulan temanku dari Radio InterFM dulu juga mau pergi bersama. Jadilah kami berdua berjalan dari stasiun Komagome ke taman Rikugien.

Taman Rikugien

Taman ini awalnya merupakan taman yang dibuat atas perintah Shogun Tokugawa Tsunayoshi. Meniru taman-taman dari Cina, dan diberi nama RIKUGIEN karena mempunyai 6 unsur yang diperlukan dalam membuat puisi. Pada jaman Meiji taman ini kepunyaan pendiri Mitsubishi yaitu keluarga Iwasaki. Tapi pada tahun 1938 keluarga memberikannya kepada pemerintah daerah Tokyo, dan sepuluh  tahun sesudahnya ditetapkan menjadi taman milik negara.

Taman ini memang taman buatan yang indah. Menempati areal seluas 87,809.41m2 taman ini juga mempunyai tempat berkumpul dan chaya (tempat minum teh). Tidak memerlukan waktu yang banyak untuk mengelilingi satu taman ini, sehingga aku dan temanku menyempatkan diri minum mattcha dan kue khas Jepang (seharga 500 yen) di balai-balai berwarna merah di samping kolam. Suasananya cocok sekali untuk merenung (dan melamun hehehe).

bebek dan teh mattcha

Karena waktu kami datang belum banyak daun yang memerah, kami berjanji untuk datang lagi di awal bulan Desember. Atau mencari lagi taman lain yang berada di dalam kota Tokyo, dan konon ada 20 taman yang cukup besar loh!

Beginilah caraku merintang waktu sekitar 3-4 jam kosong antara 2 pekerjaan. Kalau kamu punya waktu 3-4 jam kosong, bagaimana caramu menggunakannya?

9 Replies to “Merintang Waktu

  1. Seringnya yah emang nongkrong di st*rbuck atau sejenisnya, kadang nonton, atau cari tempat sepi, parkir, terus napping deh 😛 aku pengeeeen jalan2 di taman tapi adanya cuma mall huh! (eh sebenernya di salah 1 mall tempat aku kerja ada sih tamannya, cuma blom rimbun jadi kalo sore2 ada jam kosong baru deh kesana). Btw apa bahasa jepangnya killing time, mbak? Watashi wa nihongo wo benkyou siteimasu ^_^

  2. Saat musim gugur, pepohonan di negara beriklim subtropis sangat indah ya Mbak. Tak hanya ranting/pohon gundul yg nampak indah, daun berwarna merah itu yang luar biasa.

  3. ghehehe, saya termasuk yg doyan killing time dengan masuk ke Sbux atau baca… Suka gak pede jalan-jalan di tempat yang asing apalagi kalau bukan di negara sendiri (jiwa makannya lebih gede daripada jiwa petualangannya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *