Panduan Suara

30 Okt

Aduh rasanya sudah lama sekali tidak menulis ya….. Hiatus? No! Tidak ada kata hiatus untukku. Tapi aku pun kadang merasa sulit untuk menulis. Biasanya bukan karena tidak ada ide, tapi belum tuntas untuk mengadakan penelitian tambahan suatu topik yang sedang ditulis, atau macet bagaikan sembelit waktu menulis topik itu, selain dari tidak ada waktu luang yang cukup untuk duduk depan komputer ya. Padahal banyak loh topik lainnya yang bisa ditulis, tapi maunya supaya topik itu tidak “basi”. Ya, aku sedang menulis review film Soegija yang kutonton tgl 20 Oktober lalu, tapi…. ada sesuatu yang mengganjal yaitu memory tentang keluargaku yang cukup sulit untuk diungkapkan dan dirawi menjadi suatu tulisan. Kemudian mulai hari kamis lalu aku mengalami sakit kepala yang cukup berat dan mengganggu sehingga tidak bisa konsentrasi menulis. Parahnya hari Jumat, ketika aku sama sekali tidak bisa tidur saking sakitnya, dan terpaksa menelan p*nstan dari Indonesia. Pun baruu butir ketiga, sakitnya mulai hilang. Tapi seperti biasanya aku tak menemukan waktu untuk pergi ke dokter karena akhir pekan yang sibuk dan tentu saja dokter tutup, kecuali ke UGD. Untuk itu aku merasa belum perlu.

uuugh 6 hari tak menulis? Lamaaa yah 😀

Apa penyebabnya? Aku tidak tahu, tapi prediksiku karena si “rumput babi” ditambah tamu bulanan, ditambah kondisi badan yang memang belum sehat seperti sediakala sesembuhnya radang tenggorokan kemarin. (Eh obatnya tentu aku minum sampai habis loh) . Hari ini tidak sakit kepala meskipun masih merasa badannya tidak enak seperti masuk angin. Ah suhu udara juga naik turun, plinplan dan perlu perhitungan yang masak waktu memilih baju. Seperti kemarin, sebelum berangkat kerja malam bersama anak-anak, kami merasa baju yang kami pakai sudah cukup hangat, tapi ternyata waktu pulangnya, tidak cukup dan cukup membuat kami menggigil. Sinar bulan purnama di atas langitku belum sanggup menghangatkan badan yang menggigil terkena embusan angin malam.

Bulan bulat bundar kemarin malam tampak di atas gerbang Sekolah RI Tokyo

Nah begitu mau coba menulis dengan topik lain, datang kerjaan dan sepertinya butuh konsentrasi tinggi untuk beberapa hari mendatang. Lagipula karena suhu semakin menurun, aku harus mengeluarkan semua baju-baju hangat yang belum sempat aku lakukan di akhir pekan. Koromogae. Dan you know, memasukkan dan mengeluarkan baju-baju itu untukku perlu energi ekstra, karena aku pasti melakukannya sambil bersin-bersin! Meskipun sudah pakai masker hehehe. Susah deh kalau jadi orang alergian 🙂

Duuuuh padahal banyak sekali loh yang mau aku tulis, dan bertumpuk di sudut pikiranku ini. Karena itu, maaf, Soegija aku pending dulu, aku tulis dulu yang mudah dan tidak butuh waktu banyak ya. (Prolognya panjang benar nih… maaf ya hehehe)

Panduan Suara, bukan paduan suara! Panduan, bantuan, bimbingan yang dilakukan berupa suara. Pernah dengar tidak ya di Indonesia? Aku jarang jalan-jalan sih di Indonesia sehingga jarang kudengar. Begini, misalnya kemarin waktu aku di stasiun (Musashi Sakai Sta) dan bermaksud untuk ke WC, terdengar panduan suara, “WC Wanita berada di pojok dalam sebelah kiri, dan WC Pria di depannya….” something like that deh. Tentu saja suara ini dari kaset, suara wanita. Sehingga orang yang mendengar langsung tahu harus kemana, tanpa melihat panduan tulisan yang ada. (Bagaimanapun juga panduan suara yang kuingat terus sampai sekarang adalah suara announcement di toko Matahari Blok M Jakarta dulu sekali tahun 1980-an dengan suara khasnya :D)

Panduan suara ini amat sangat berguna bagi mereka yang mempunyai masalah penglihatan. Cukup dengan mendengar, para tunanetra bisa menentukan langkah mereka dan tahu mereka berada di mana. Tentu saja selain Huruf Titik (Braille) yang tertulis di tempat-tempat strategis. Bahkan aku sampai dengan menulis topik ini masih belum sadar bahwa suara “Migi ni magarimasu (Belok kanan)” atau “Back shimasu (Mundur)” yang terdengar di truk-truk besar itu untuk apa. Ternyata bantuan bagi mereka yang tidak tahu kehadiran mobil besar di sekitar mereka (termasuk anak-anak). Ah, ini juga bisa dikategorikan dengan panduan suara! Hakken (penemuan).

Tombol panduan suara yang ada sebelum penyeberangan untuk membantu para tuna netra menyeberang

Selembar foto ini yang menjadi awal topik tulisan hari ini. Yaitu tombol merah yang ada di tiang di depan penyeberangan di jalan, dengan tulisan “Tombol Panduan Suara”. Di atas tombol merah itu juga ada huruf titiknya bagi tuna netra. Mereka yang memerlukannya dapat menekan tombol ini, dan akan ada suara yang memberitahukan bahwa sudah aman untuk menyeberang, atau sebentar lagi akan berubah merah. Suaranya macam-macam, ada yang berupa kalimat pemberitahuan langsung, atau lagu yang berbeda di setiap prefektur di Jepang. Waktu aku mencari informasi tentang alat ini, ternyata berdasarkan data th 200, di seluruh Jepang terdapat 14200 alat (1450 alat dengan lagu, dan sisanya 12750 unit dengan kata-kata atau suara saja). Selain itu ada dua jenis alat, yaitu yang otomatis akan memandu suara tanpa ditekan, serta yang perlu ditekan dulu sebelum menyeberang. Rupanya jenis yang ditekan dulu itu ‘terpaksa’ dipasang karena panduan suara ini cukup keras sehingga mengganggu warga yang tinggal di sekitarnya. Well, susah memang memakai suatu inovasi baru yang bisa memuaskan semua pihak, meskipun bukan berarti tidak bisa. Dengan sedikit perubahan (pemasangan) tombol, semua keinginan bisa diakomodasikan.

Alat-alat ini terutama dipasang pada jalanan padat dan ramai, serta di dekat fasilitas-fasilitas yang banyak dikunjungi penyandang tuna netra. Pantas aku sering dengar di dekat rumahku, karena ada sekolah luar biasa (SLB) dekat rumahku.

Di bagian atas yang putih ada tulisan braillenya. Foto dari wikipedia

Sumber informasi dari wikipedia Jepang

Semoga dengan tulisan ini ‘sembelit menulis’ku mulai terurai sedikit demi sedikit 😀