Radang

23 Okt

Entah kenapa aku kalau mendengar kata “radang” itu biasanya langsung ingat puisinya Chairil Anwar, yang AKU itu loh. Dalam penggalan puisi itu kan ada …. “Biar peluru menembus kulitku  Aku tetap meradang menerjang”. Dan memang kalau memeriksa KBBI ada dua arti pada kata ‘meradang’ ini, yaitu yang artinya  (a) marah sekali; geram; jengkel sekali: dan yang artinya (n) penyakit kerusakan jaringan tubuh yg ditandai oleh demam dan pembengkakan (jika sudah lanjut disertai keluar getah bening, darah, nanah):

Aku sendiri sebenarnya sejak hari Minggu tgl 14 Oktober itu sudah mulai merasa tidak enak lehernya. Tapi masih pergi ke gereja dan membantu kegiatan bazaar di gereja. Aku termasuk dalam kelompok ibu-ibu yang anaknya ikut sekolah minggu, dan mereka membuat bermacam-macam barang dan makanan yang dijual di bazaar yang akan diselenggarakan tgl 21 itu. Tentu saja dengan harga murah, dan barangnya kebanyakan pemberian dari umat juga. Aku diserahkan tugas menyediakan marshmallow yang dilapis coklat cair dan diberi topping hiasan. Tapi selain itu aku juga ikut membantu membuat gantungan kunci berbentuk hamburger dari kain, juga hiasan natal. Hebat euy ibu-ibu di sini, selain jual barang jadi, mereka selalu berusaha menjual kerajinan tangan, tapi yang dikerjakan bersama-sama. Kayaknya di Indonesia jarang deh seperti ini, kalaupun ada yang menjual kerajinan tangan, pasti buatannya sendiri. Jadi yang penting itu justru proses pembuatannya, sehingga kami juga bisa akrab satu sama lain.

Setelah Selasa dan Rabu aku keluar rumah hanya untuk antar jemput dan menemani Kai bermain saja di TK, hari Kamisnya aku harus mengajar dan juga menjadi penerjemah dalam acara kelompok teh yang mengadakan pertemuan di KBRI. Jadi otomatis seharian dari pagi sampai sore aku di luar rumah. Pulang ke rumah masih sempat masak, lalu tepar, minum obat flu dan tidur terus sampai pagi. Jumat paling parah, karena aku harus bicara terus dua jam pelajaran dan rupanya kondisi badanku bertambah buruk. Ada satu saat suaraku hilang…… duh… Lalu salah seorang mahasiswiku yang bernama Rina san, berkata, “Sensei hati-hati loh. Kakak saya juga terkena radang tenggorokan begitu dan sekarang sedang dirawat di RS selama 4 hari. Infus dan antibiotika itu penting. Kabarnya memang sedang mewabah sekarang. lebih baik ke dokter deh….”

Tapi aku sampai di rumah sudah jam 6 sore, dan dokter THT dekat rumahku sudah tutup. Salah satu kesempatan untuk ke dokter hanyalah  hari sabtu pagi sebelum keluar rumah. Hari Sabtu itu acaraku padat sekali. Karena aku harus bantu bazaar jam 1 siang dan menonton film “Soegija” malam harinya, aku minta tolong ibu mertuaku untuk menjaga anak-anak. Jadi aku harus mengantar anak-anak sampai ke Shibuya, karena Shibuya merupakan tempat tengah-tengah antara rumahku dan rumah ibu mertua. Tadinya aku janji bertemu jam 10 pagi, padahal dokter THT mulai pukul 9 pagi. Waktu aku telepon, ibu mertuaku bilang, tentu saja lebih baik ke dokter dulu, kita bertemu pukul 12 siang saja.

Jadi aku bersepeda ke dokter THT itu jam 8:30 karena kliniknya mulai jam 9. Kupikir biar aku menjadi pasien pertama deh. Ealah, waktu aku sampai pukul 8:35 ternyata sudah ada 3 pasien sebelum aku. Jadi aku nomor 4. Semoga cepat deh.

Dan memang ternyata cepat sekali giliranku datang. Sekali panggil, 3 orang bersamaan tunggu di ruang tunggu dokter, jadi cepat prosesnya. Pikir punya pikir, memang dokter THT tidak harus memeriksa dada yang mewajibkan buka baju, jadi ada pasien lain di situ pun tidak apa-apa. Tapi memang dokter Ishikawa ini bekerja cepat sekali dan terlihat sekali keahliannya. Begitu dipanggil aku duduk di kursi seperti kursi pasien dokter gigi. Ternyata radang tenggorokanku cukup dalam, di sekitar pita suara sehingga harus pakai semacam kamera kecil untuk melihatnya, dan itu terekam di tv kecil samping kursi, sehingga kita bisa melihat kondisi tenggorokan kita. Memang bengkak. Dan sebagai langkah pertama oleh dokter dia “mensterilkan” tenggorokan.  Entah apa saja yang dia semprotkan dan oleskan di tenggorokanku, aku sampai tidak sadar saking cepatnya, dan tentu sambil berusaha tidak muntah. Sungguh tidak enak kan jika ada sesuatu yang mengorek-ngorek pangkal lidahmu.

Selesai sterilisasi, aku harus mengisap uap obat dua jenis untuk hidung dan tenggorokan yang keluar dari alat yang terdapat di semacam wastafel panjang. Hebat deh alatnya sepertinya memang sudah berisi obat tinggal diatur waktu penguapannya saja, dan kita tinggal mencopot masker plastik dari selangnya setelah selesai, sehingga orang lain bisa pakai di alat yang sama. Bisa 3 pasien sekaligus mengisap dari nebulizer ini. Setelah selesai penguapan, aku masih harus menunggu obat yang tidak tanggung-tanggung, ada 10 obat termasuk obat minum, kumur, tetes dan isap. Buanyak rek!

Tapi obatnya benar-benar mantap. Setelah dua kali aku minum yaitu  pukul 10 pagi dan pukul 4 siang, suara sudah biasa juga tidak terasa sakit lagi waktu menelan. Sehingga kerja persiapan bazaar bisa dilaksanakan dengan baik, sambil aku minta ijin tidak ikut acara bazzar pada hari minggunya karena harus menginap di Yokohama. Dan aku masih bisa mengikuti misa (nyanyi sedikit) dan tentu saja menonton film Soegija di Roppongi yang dimulai pukul 8 malam. Cerita tentang Soegijanya sesudah ini ya.

Yang pasti ternyata ada kalanya obat flu biasa tidak bisa menyembuhkan tenggorokan yang sakit. Perlu minum antibiotika dan di Jepang antibiotika tidak dijual bebas, jadi harus ke dokter. Dan jangan ke dokter umum/internis biasa, lebih baik langsung ke dokter THT (jibika 耳鼻科) karena mereka lebih mantap memberikan obat dan penangannya. Ngeri juga sih waktu aku diberikan kertas “peringatan dan pencegahan” dari dokternya :

Sakit ini diakibatkan pemakaian suara yang berlebihan. Jangan berbicara dengan suara keras atau berusaha berbicara dalam suasana yang ribut seperti dalam kereta dsb. Juga tidak boleh berteriak dari jauh. Jika memakai suara yang berlebihan, setelah itu tidak bisa lagi berbicara dengan suara keras atau tinggi, juga tidak bisa bernyanyi seperti biasanya.

Untuk itu jangan makan/minum yang dingin, panas, atau pedas. Untuk sementara hentikan merokok dan minum alkohol. Istirahat yang cukup dan jangan stress, serta sesuaikan pemakaian AC dan heater secukupnya (tidak boleh terlalu dingin/panas). Untuk pengobatan pakai pbat kumur/isap serta penguapan.

Dan tentu saja aku berusaha menaatinya. Karena pekerjaanku pasti pakai suara. Tanpa suara aku tak bisa bekerja!

21 Replies to “Radang

  1. Beda sekali dgn di ind ya,antibiotik bebas dibeli dimanapun,bahkan di warung kakilima sekalipun…dan semua penyakit dgn mudahnya dibeli sj antibiotik tanpa perlu harus ke dokter…pdhl kl tahu akibat sesudahnya ..wahh..

    Tp apakah dokter di jepang komunikatif mba mel,krn radanya jaraaaaangsekali dokter di sini yg bisa di ajak” ngobrol”…

  2. luar biasa sekali penanganannya ya… kalau ke THT belum pernah dibegitukan… kalau radang tenggorokan kumur kumur betadine doang… terus sembuh.. kalau sudah parah langsung minum antibiotik yang dijual bebas disini… hehehehe

    bandel ya…

  3. Jadi teringat metode gurah.

    Itu obatnya banyak bener, Bu. Jenisnya juga banyak. Kalau aku, pastilah sudah langsung malas untuk teratur minum obatnya. Tetapi, ganbatte!

    Kalau sudah tidak boleh berbicara keras begitu, rasa-rasanya jadi pengen alatnya Stephen Hawking ya, Bu.

  4. Wah, saya mulai harus waspada ini Bu…
    Kalau lagi ngajar, saya ngomongnya semangat sekali dan cenderung keras…
    Setelah ngajar di 2 kelas biasanya tenggorokan memang terasa ada yg nggak beres

  5. detil sekali penangannya ya mbak
    aku pernah kehilangan suara, tapi pas ke dokter gak digituin tuh
    obatnya juga gak sebanyak itu sih
    bagus deh klo obatnya manjur, jadi kan mbak bisa beraktivitas lagi hehehe

  6. Wooo..banyak banget ya mbak Imelda, ampe ada 10 gitu,,,obatnya. Terus terang kalo di tempatku mh dokter umum malah lebih laris daripada THT, habis masih terparadigma kalo ke THT itu pendengarannya yang terganggu…tapi emang THT lebih maknyusss….lebih spesifik kan secara dah ahlinya. Oh iya buat yang takut ke THT lebih mahal dari dokter umum jangan takut kemahalan, paling kalo ke dr umum 50 ribu di THT 70 ribu, tapi obatnya biasanya jauh lebih bagus dan menyembuhkan…

  7. Syukurlah kalo sudah sembuh Mba Em.
    Penanganannya emang luar biasa sih. Sampe dibuka dan dilihat dengan kamera begitu.
    kalo saya radang tenggorokan dibiarin aja. Palingan banyakin makan buah sama istirahat.. 😀

  8. moga2 bisa segera sembuh tuntas ya mbak.. dan sehat2 terus…
    mungkin sekarang lagi perubahan cuaca juga ya yang bikin banyak orang jadi sakit. di kantor ini juga banyak temen2 yang pada gantian sakit.

  9. Semoga cepat sembuh ya mbak EM. Bagi seorang pengajar gangguan suara tentunya sangat mengganggu aktivitas. Ikut belajar pengelolaan suara dari mbak EM. Salam

  10. Semoga cepat sembuh ya Mb….
    Wah, hebat sekali cara dokternya menangani radang, belum pernah saya melihat cara seperti itu di Indonesia. Tapi pantangan dokter tsb hampir sama dengan pantangan dokter yang biasa saya kunjungi.
    Selama ini kalau saya rasa radang, masih bisa diatasi dengan obat kumur antiseptik seperti “listerin” atau obat kumur berbahan tradisional “enkasari” yang terbuat dari sirih dan biji saga yang berwarna merah.

  11. Aku juga sedang radang sekarang ini, gigiku sakit sekali. Ini entahlah kenapa apa karena baru dirawat atau gimana. Yang pasti kemarin gak sakit, tapi begitu drg memutuskan untuk merawatnya dengan cara mematikan syaraf, eh malah nyuttt nyutttt….. 🙁

  12. Waduh…radang ya…. kalo itu sih penyakit langganan aku mba…. entah mengapa dikit-dikit aja bisa langsung radang…aneh bener deh… kata orang ga bagus kalo sering-sering radang… tapi apa daya ya…. soalnya aku juga ga meminta radang gini…
    Tapi hebat deh ya….obatnya banyak banget !!! Ga bingung ya Mba? Soalnya kok kelihatannya obatnya berbagai macam banget gitu…. 🙂

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *