Nasi kepul yang dikepal

17 Jan

Ya memang kalau mau membuat nasi kepal, nasi harus dalam keadaan mengepul. Kenapa nasi harus dikepal sih? Saya masih ingat dulu ibu saya berkata bahwa dia sering membuat nasi kepal kecil waktu anak-anak masih balita,  dan mulai meninggalkan susu/bubur untuk makan nasi biasa (dalam bahasa Jepangnya makanan peralihan masa ini disebut Rinyushoku 離乳食) Nasi kepal itu dibubuhi garam dan dalam sekejap kami makan.

Setelah kita dewasa, saya rasa jarang yang masih makan nasi kepal bukan? Tapi di Jepang Nasi kepal boleh dibilang adalah bagian dari kebudayaan orang Jepang. Karena mutu beras Jepang memang memungkinkan membuat bentuk yang bagus dan mudah dikepal. Nasi kepal ini disebut ONIGIRI atau OMUSUBI. Saya sudah pernah membahas tentang onigiri ini pada posting saya yang ini pada tanggal 18 Juni 2008 karena memang tanggal tersebut merupakan peringatan onigiri.

Tapi waktu saya lihat display “kalender pinter” di komputer aku kok  ada tertera “Hari OMUSUBI” untuk tanggal 17 Januari ini. Loh kok bisa ada dua tanggal yang berbeda untuk memperingati hari nasi kepal itu? Kalau tanggal 18 Juni itu karena alasan historis, ternyata tanggal 17 Januari ini lebih kepada peringatan waktu pembagian nasi kepal kepada para korban gempa bumi, para korban berkata bahwa nasi kepal yang hangat itu yang paling berharga dan memberikan ketabahan bagi mereka.(Hari peringatan bukan hari libur loh)

Ada satu cerita anak-anak yang mengambil topik nasi kepal ini. Judulnya adalah Omusubi Kororin, kalau diterjemahkan bisa dengan “Nasi kepal menggelinding“. Karena memang menceritakan tentang seorang kakek yang membawa nasi kepal untuk bekal makan siangnya. Waktu dia mau makan, nasi kepal itu menggelinding ke bawah bukit. Si Kakek kejar terus dan nasi kepal itu  masuk ke dalam sebuah lubang. Kakek menyesal sekali, tapi kemudian dari dalam lubang terdengar lagu yang indah. Kakek yang mendengarnya menjadi gembira, dan mulai menari. Akhirnya Kakek melemparkan dua nasi kepal yang tersisa ke dalam lubang sambil berkata,” Nyanyi terus doooonng!”.

Si Kakek mau mendengar terus lagu tersebut, tapi sadar bahwa dia sudah tidak punya nasi kepal lagi. Jadi dia berteriak ke dalam lubang di tanah itu, “Nasi kepalnya sudah habis!”. Eeeeee, entah kenapa, kakek itu terjatuh dan masuk ke dalam lubang itu. Ternyata Kakek jatuh dalam sebuah ruangan yang dipenuhi tikus putih yang sedang membuat mochi. Pemimpin tikus mengucapakan terima kasih pada kakek untuk nasi kepal yang jatuh itu. Dan sambil menikmati lagu tikus-tikus yang sedang bekerja, kakek disuguhkan makanan.

Akhirnya tiba waktu si Kakek untuk pulang, dan dia berpamitan pada tikus-tikus putih itu. Sebagai hadiah, tikus membawa dua buah kotak, yang satu besar dan satunya lagi kecil. Kakek disuruh memilih mau yang mana. Katanya, “Karena saya sudah tua, saya pilih yang kecil saja” Ternyata setelah dibuka kotak itu di rumah, isinya penuh dengan uang (logam).

Rupanya tetangga si Kakek mendengar cerita bagaimana dia mendapatkan kotak berharga itu. Lalu si Tetangga ini pergi dnegan sebuah nasi kepal yang kecil. Dia melemparkan nasi kepal ke dalam lobang,  dan seperti pengalaman Kakek tadi, dia juga mendengar nyanyian para tikus itu. Tapi saking tidak sabarnya, Tetangga itu malah menjatuhkan dirinya dalam lubang. Dan dia mengalami penyambutan yang sama dengan kakek pertama.  Dasar tetangga yang rakus, dia langsung minta hadiah untuk dibawa pulang. Dan meniru kucing untuk menakut-nakuti tikus -tikus itu. Sehingga tikus menjadi berhamburan kabur. Dan akhirnya si Tetangga itu tidak mendapat apa-apa.

Alur cerita ini menekankan kesederhanaan, kerendahan hati, kesabaran (ya iya lah, kasihan si kakek udah lapar nasinya jatuh hehehe),  jangan rakus (Kakek memilih kotak yang kecil) dan kebaikan (di akhir cerita Kakek membagikan uang tersebut kepada warga desa). Rakus itu tidak bagus! Judul dan tokoh yang muncul dalam cerita otogibanashi (dongeng) ini berubah-ubah di setiap daerah.  Tapi yang pasti “tokoh” dalam cerita yang dilanjutkan turun temurun itu adalah Nasi Kepal atau Onigiri atau Omusubi.