Well, akhirnya Pe-eR saya dari Bang Hery selesai juga. Hari Sabtu lalu saya baca buku tersebut di kereta sampai halaman 30, lalu hari ini saya konsentrasi selesaikan sisanya sampai halaman 373…. capek karena sambil diganggu unyil-unyil kecil dan kesibukan rumah tangga. Tired but satisfied!
Saya tidak tinggal di Indonesia. Saya belum pernah menonton acaranya Kick Andy, sehingga saya tidak tahu nama Ramaditya kalau tidak membaca buku ini. Memang sebelumnya saya diberitahu bahwa Rama adalah tunanetra yang menjadi Motivator. Terus terang saya tidak akrab dengan kata motivator, karena menurut saya apa saja atau siapa saja bisa menjadi motivator yang bisa memotivasi, inspiring somebody yang kebetulan “pas”. Tetapi kelihatannya kata ini sedang naik daun di Indonesia karena memang masyarakatnya sedang membutuhkan “angin segar” di masa-masa seperti sekarang ini. Indeed.
Waktu saya baca buku “BLIND POWER Berdamai dengan Kegelapan” ini sampai halaman 97 kecepatan membaca saya yang biasanya cepat menjadi agak lambat, mungkin karena ada beberapa istilah game/komputer yang tidak saya mengerti (padahal ngga bego-bego amat loh). Tapi setelah itu, saya bisa menikmati perjalanan hidup seorang RAMA yang begitu padat dan berisi. Kalau Anda berpikir bahwa dengan membaca buku ini Anda akan menangis terharu maka Anda salah besar. Buku ini tidak menceritakan tentang “kemalangan” seorang tunanetra, meskipun ada bagian-bagian tertentu yang sempat membuat saya menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. Tapi lebih sering saya terbahak-bahak atau terkikik-kikik waktu membaca sehingga mengagetkan anak-anak saya (mereka pikir wah ibunya mulai …… deh). Enchanting book!
Sembari membaca, saya menaruh Post-It di halaman yang penting, mencoret dan membuat catatan-catatan dan juga membuka website Yayasan Mitra Netra, yang sempat membuat saya tak tahan untuk tidak klik pages nya yang bilingual itu….. semua ini membuat proses membaca saya juga akhirnya menjadi lambat. Dan saya tahu pasti editor buku ini cukup keras bekerja memadatkan buku menjadi 373 halaman, sebab mungkin kalau Rama mau menceritakan pengalamannya lebih mendetil pasti ketebalan buku akan menjadi 2-3 kali lipat. Tapi percayalah, seandainya sampai sebegitu tebalnya pun, pengalaman Rama tetap akan menarik untuk dibaca. Believe me.
Seperti yang Anda semua ketahui, Rama memang lain daripada yang lain yaitu dia tunanetra. Tapi saya salut dengan Rama yang tidak mau menggunakan “keterbatasan” nya itu sebagai alasan atau halangan. Dia mau menunjukkan bahwa dia bisa sama seperti yang lain, tapi juga tidak maksa untuk menjadi manusia super. Bahkan di halaman 196 dia menekankan….. (kita ini cacat, jadi buang jauh-jauh gengsinya!), menanggapi tunanetra lain yang malu memakai alat-alat ketunanetraan. Dan tongkat itu amat membantu Rama misalnya pada saat dia tidak sengaja harus berurusan dengan “gunung putri”. (hal. 253) Face the fact.
Rama pasti bisa menjadi motivator untuk penyandang tunanetra lainnya dengan mengisahkan pengalaman pribadinya yang seabrek-abrek itu. Bayangkan saja selain Game Music Composer, Blogger, Motivator, Penulis, Wartawan dan Editor, seperti yang tertulis di halaman sampul buku, dia juga pengembara. Mengembara bepergian ke tempat yang jauh dan belum pernah dikunjunginya seakan hal yang lumrah bagi Rama, karena dia punya tekad yang kuat. Apalagi dia selalu dilindungi oleh Lima Bidadari imajinasinya. Waktu membaca percakapan-percakapan Wahita, Tiara, Lala, Aurora dan Darth Aurora, awalnya saya sulit memahami percakapan itu, tapi dengan saya berfantasi dengan membayangkan film anime, saya bisa memahami peran dari masing-masing bidadari. Sungguh Rama berhasil mengendalikan dirinya dengan baik. Mungkin dengan imajinasi yang kuat seperti penciptaan 5 bidadari ini Rama kelak bisa juga menjadi pencipta film anime asli Indonesia? Who knows?
Dan kalau saya boleh tambahkan Rama juga adalah pengembara cinta (maaf ya Rama) yang tidak sungkan juga untuk bergaul dengan lawan jenis yang normal. Coba lihat deretan nama wanita yang pernah singgah di hatinya (saya rasa ini belum semua hehehe). Mungkin jumlahnya lebih banyak daripada pemuda “biasa”. Dan ini menunjukkan juga bahwa dia itu percaya diri. Baca pula tulisannya kepada sesama tunanetra yang curhat mengenai masalah cinta. Saya rasa nasehat itu tidak hanya berlaku untuk penderita tunanetra tapi juga bagi kita yang “biasa”! Bahkan saya sempat tertawa waktu membaca bahwa dalam komputer Rama ada video joroknya. Hei, itu wajar bukan? So penyandang cacat… Jangan rendah hati, jangan pula tinggi hati… Be normal and head ahead!! (hal. 316)
Tetapi siapa bilang Rama tidak bisa menjadi penggugah untuk kita manusia normal? Saya sempat tertegun waktu membaca kisahnya di Bab 12. Ya, Rama menunjukkan bahwa dia juga manusia biasa yang sama seperti kita, punya lara hati, putus asa dan pernah melarikan diri. Analoginya bahwa manusia bagaikan pedang yang harus ditempa, dipanaskan, dipahat, dibakar dalam kobaran api supaya kuat. Atau 4 “terlalu” yang dia gambarkan dapat membuat kita lara, rasanya pas untuk saya yang sering mengkonsumsi TERLALU seperti Rama juga. Mari Rama, kita sama-sama berjuang dan menaikkan level kita menuju bahagia (yang tidak terlalu). Go for it!
Rama memang hebat…. Bahkan Ibunya mengatakan, “Kamu akan jadi orang hebat, Nak” sambil memeluk Rama ketika Rama kembali dari pelariannya di tahun 2005… Dan kalau saya boleh berkata… Orang tua Rama lebih hebat lagi. Saya merasa luar biasa dan berpendapat mustahil kedua orang tua Rama tidak memberitahukan pada Rama bahwa dia “lain”…. berbeda dengan orang “biasa” sampai umur 7 tahun. Bagaimanapun juga pasti caranya berbeda dalam membesarkan dan mendidik anak tunanetra. Di Jepang biasanya banyak diterbitkan juga buku kisah orang tua yang membesarkan anak-anak hebat. Dan kiat atau pengalaman orang tua Rama inilah yang saya ingin sekali baca, sehingga kalau Rama berhasil menjadi motivator untuk kaumnya dan kaum muda, maka saya berharap orangtua Rama menjadi motivator bagi orang tua-orang tua yang mempunyai anak cacat. Hoping and waiting.
Semoga dengan kehadiran buku Rama, semakin banyak manusia Indonesia, baik yang mempunyai kekurangan fisik maupun yang mempunyai kesempurnaan fisik dapat terinspirasi dan termotivasi. Saya juga berharap barier free – bebas hambatan – bagi penderita cacat tubuh di Indonesia dapat dipikirkan dengan serius (Kalau bisa contohlah Jepang!). Akhir kata, Selamat pada Rama dan semoga saya bisa bertemu Anda di Tokyo, mungkin dalam rangka jalan-jalan atau bekerja. Selamat juga bagi Grafindo atas peluncuran buku hebat ini. Congratulations!
***imelda coutrier miyashita***
Foto contoh panduan jalan bagi tunanetra yang ada di setiap stasiun dan jalan-jalan di Tokyo:
Baca juga ulasan buku ini dari teman-teman saya: