Bengkuang Raksasa

28 Nov

Hari Selasa lalu aku kedatangan tamu. Akemi san adalah mantan muridku sampai dengan tahun 2004, tapi kami terus berhubungan sampai sekarang. Seperti kebanyakan warga Jepang yang tinggal di apartemen tapi hobi berkebun, dia menyewa sebidang ladang pemerintah yang memang dikhususkan untuk ladang warga. Biayanya rata-rata 3000-4000 yen (400.000 rupiah)  perbulan per petak. Dan tentu saja bisa menanam tanaman apa saja yang disuka, tapi biasanya tanaman buah/sayur/hias yang kecil-kecil. Aku sendiri tidak punya bakat berkebun, jadi tidak pernah terpikir untuk menyewa ladang.

Tahun ini Akemi san membawakanku kacang tanah mentah, labu siam dan buah umbi bengkuang (Bengkuang bukan buah loh), tapi hanya satu. Kupikir panennya gagal karena tahun lalu dia membawakanku 3 umbi. Kok tahun ini hanya satu. Tapiiiii setelah kubuka….. ampun deh ternyata bengkuangnya sebesar waluh!

Bengkuang raksasa (bandingkan dengan sambal botol) , bibit dari Indonesia memakai tanah Jepang, yang menanam orang Jepang dan yang makan orang Indonesia

Memang tidak manis seperti di Indonesia, tapi cukup berair, sehingga aku langsung makan dengan bumbu gado-gado (tidak sempat membuat bumbu rujak) . Bengkuang tidak dijual sama sekali di Jepang, karena tidak ada. Akemi san biasanya mendapatkan biji dari Indonesia dan kali ini rupanya bibit bengkuang raksasa! Pernah lihat bengkuang sebesar ini?

 

Kacang Rebus

22 Nov

Saya memang anak kota. Kadang iri dengan anak yang pernah tinggal di desa, atau yang mempunyai ladang sendiri di rumahnya. Karena bisa makan hasil panen sendiri. Bayangkan betapa nikmatnya makan panen hasil dari kebun sendiri. Ok, tidak usah sampai beras atau yang susah-susah deh nanamnya. Paling-paling yang (pernah) ada di halaman belakang rumah saya di Jakarta adalah rambutan, pisang, mangga, nangka, belimbing wuluh, jeruk nipis …. hmmm ternyata lumayan banyak juga untuk ukuran jakarta ya heheheh.

Hari ini saya senang sekali karena mendapat kiriman satu kotak yang berat berisi hasil panen ladang teman saya Akemi yang tinggal di Tokorozawa. Seharusnya tanggal 29 oktober lalu, Riku akan pergi ke ladangnya untuk menuai kacang tanah. Tapi karena waktu itu kami harus pergi ke Jakarta, gagallah rencana itu. Dan hari ini Akemi san mengirim hasil panennya. Labu siam atau Hayatouri はやとうり bahasa Jepangnya sangat sulit di dapat di toko-toko, karena orang Jepang tidak terbiasa memakainya (orang Cina lebih tahu kegunaan hayatouri ini daripada orang Jepang, dan tidak ada jenis masakan Jepang yang memakai labu siam ini). Kemudian Ubi Kayu satsuma imo, sato imo (ubi taro) dan kacang tanah. Ahhh saya paling senang melihat kacang tanah yang masih terbungkus tanah ini. Sudah pasti kacang tanah mentah tidak ada dijual di toko sayur biasa. Kalaupun ada harus pergi ke Chiba, daerah penghasil kacang tanah atau disebut rakkasei 落花生 dalam bahasa Jepangnya. Kacang tanah garing memang ada…. tapi tentu saja untuk membuat kacang rebus haruslah dari kacang tanah mentah. Langsung saya rebus oleh-oleh dari Akemi san ini dan sore hari menikmati kacang rebus dengan teh panas… Ahhh nikmatnya sambil membayangkan gundukan kacang rebus yang dijual pedagang di pasar mayestik, atau adegan Rangga dan Cinta yang membeli kacang tanah dan jalan bersama menuju arah pulang. Romantis….