Tahu kan pita kuning? Itu loh yang biasa dipasang di TKP, Tempat Kejadian Perkara kriminal atau kecelakaan yang sedang diusut. Dan ternyata pita kuning ini ada di universitas tempat aku mengajar. Pertama aku melihatnya agak kaget juga, tapi kemudian senyum-senyum deh.
Ya, pita kuning yang bertuliskan “Dilarang masuk” bukan oleh polisi memang, tapi pada intinya melarang orang memasuki arela itu. Dilarang memakai eskalator di gedung Fakultas itu.
Dulu waktu aku pertama kali lewat gedung ini, sempat terkagum-kagum karena gedung baru itu bertingkat 8 dan dilengkapi dengan eskalator. Soalnya aku pernah bekerja di universitas lain yang bangunannya kuno berlantai 7 tanpa eskalator, jadi aku merasa “wah!”. Selain lift 2 unit, gedung ini dilengkapi eskalator. Tapi… sekarang dipasang pita kuning itu.
Apa pasal? Bukan karena ada kecelakaan atau ada perkara di situ. Tapi ini adalah bentuk sumbangan penghematan listrik dari universitas. Tanpa ada usaha penghematan, distribusi listrik di Jepang, terutama di Tokyo akan kritis, jadi semua warga diimbau (yang benar diimbau loh, bukan dihimbau) untuk menghemat listrik. Jadi deh kami harus naik tangga di semua gedung universitas. Kecuali kalau mau antri untuk naik lift yang hanya dua. Lift itu memang masih dinyalakan untuk yang memang tidak bisa menggunakan tangga (membawa barang, penderita cacat tubuh dll).
Terasa sekali loh pengaruh tidak adanya salah satu sarana yang sudah biasa dipakai. Semuanya jadi lebih lambat. Setiap jumat aku harus ke Ruang Dosen di lantai 8, lalu ke kelas di lantai 5, dari situ ke lantai 8 untuk istirahat, lalu pindah ke gedung lain di lantai 3 :D. Kalau hari Kamis, harus ke Ruang Dosen di lantai 3, lalu pindah gedung di lantai 1 (asyik), lalu berikutnya mengajar di lantai 4. Terasa naik ke lantai 4 di bangunan tua yang tangganya dari batu yang sudah tidak rata itu cukup melelahkan. Dan kemarin aku sempat menyadari bahwa pintu keluar dari gedung di lantai 1 itu sempit sehingga sulit menampung mahasiswa yang akan masuk dan keluar. Sempat terpikir, wah kalau ada gempa dan jika panik pasti akan terjadi kecelakaan di pintu itu.
Ah manusia. Kalau ada satu saja yang berubah, dan tidak bisa dipakai, sudah menjadi malas dan sebal. Padahal dulunya sarana itu juga tidak ada kan? Aku juga dulu tinggal di apartemen lantai 4 tanpa lift, dan naik turun tangga biasa aja tuh hehehe.
Tapi yang pasti aku akan berpikir keras bagaimana melewati musim panas yang sebentar lagi datang tanpa AC ya? Soalnya hari ini yang max 28 derajat sudah terasa panas, bagaimana kalau sampai 40 derajat ya?
Tapi aku memang salut pada organisasi/ kantor/ restoran maupun perumahan yang berusaha sedapat mungkin mengadakan penghematan listrik. Meskipun kadang aku masih merasa mereka bisa lebih banyak lagi melalukan penghematan. Misalnya dengan mematikan “jet dryer- mesin pengering tangan” atau “washlet/ bidet”.
Well…. semoga dengan naik turun tangga ini aku bisa turun deh timbangannya 😀
Nama Stanley yang biasanya lekat dalam benakku adalah Stanley film animasi dari Disney Channel yang amat suka binatang. Dia mempunyai “Kitab Ajaib” “Great Big Book of Everything” yang berisi keterangan tentang binatang-binatang dan jika kedua piarannya kucing dan anjing menyanyikan sebuah “mantra” tertentu. Stanley akan bisa “masuk” ke dalam buku itu dan bertemu langsung dengan tokoh binatang itu.
Tapi Stanley yang mau kuceritakan di sini adalah nama tempat wisata di Hongkong, yang menjadi tujuan kami wisata di hari kedua kami berada di Hongkong.
Pagi hari kami bangun dan naik taxi menuju sebuah restoran yang bernama Very Good Restaurant, sebuah restoran Dim Sum yang katanya buka mulai jam 8 pagi. Konon orang Hongkong keluar rumah tanpa sarapan, dan sarapan di restoran/kedai makan dulu sebelum mulai bekerja. Wah praktis banget tuh, jadi ibu-ibu (atau pembantu) tidak usah mempersiapkan sarapan untuk orang rumah.
Tentu, Anda semua sudah tahu dim sum ya. Kebanyakan dim sum adalah panganan dalam skala kecil yang dikukus. Beberapa jenis yang terkenal adalah Bakpau, beraneka rasa siomay, roti mantau dan lebih spesifik lagi harkau (pangsit rebus berisi udang) dan ceker ayam. Meskipun bukan dikukus, onde-onde, pangsit goreng dll juga termasuk dalam menu Dim Sum ini.
Nah, kabarnya restoran ini enak dim sum nya. Dan memang restoran ini lumayan besar. Kami menempati meja bundar (meja bundar memang selalu praktis, karena bisa ditempati orang dalam jumlah berapa saja), dan mulai memesan makanan. Satu yang menarik di sini, begitu kami datang, kami dibawakan dua buah poci panas, satu berisi teh cina, dan satu lagi berisi….air panas. Nah, aku baru tahu di sini ada kebiasaan orang untuk “mensterilkan” mangkuk dan sendok/sumpit yang akan mereka pakai dengan air panas ini. Memang katanya ada juga yang tidak melakukan itu, tapi kebanyakan orang Hongkong mencuci peralatan makan mereka. Hmmm kalau dipikir memang Hongkong termasuk kota yang bersih juga, meskipun kelihatannya semrawut karena padat bangunan dan manusia. Aku lupa tanya apakah kebiasaan ini memang sudah lama ada, atau baru-baru saja semenjak ada isu flu burung.
Yang juga menarik di sini adalah masakan ceker ayam yang tidak pedas. Biasanya ceker ayam di Indonesia diberi bumbu yang spicy dengan potongan cabe merah, Tapi di Hongkong ada jenis yang tidak memakai cabe, (semacam bumbu steak saja) sehingga anak-anak bisa makan. Dan kedua anakku makan ceker ayam dengan lahapnya, meskipun sulit untuk Kai makan sendiri karena belum bisa memilah daging dengan tulang in the mouth by himself. Kalau Riku memang dia sudah “berkenalan” dengan ceker sejak lama.
Setelah dari restoran ini, kami naik kereta bawah tanah untuk pergi ke terminal bus double decker, bus bertingkat yang akan membawa kami ke Stanley. Nah apa beda subway di Jepang dan di Hongkong? Di Hongkong jalur kereta subway ditentukan dengan warna jalur dan stasiunnya. Semisal jalur kereta yang akan kami naiki itu jalur hijau, maka peronnya berwarna hijau juga. Cara ini benar-benar memudahkan turis yang buta kanji dan anak-anak. Memang di Tokyo juga memakai penanda warna untuk kereta bawah tanah, tapi peronnya tidak berwarna. Mungkin karena jalur kereta subway di Jepang itu begitu banyak ya?
Dan selain warna jalur, satu hal lain yang bisa dikatakan “aneh” adalah kecepatan gerak eskalator (tangga berjalan) di stasiun Hongkong. Aduuuh ini benar-benar berbahaya untuk orang/ibu yang menggendong anak, orang tua dan mereka yang tidak cepat tanggap. Bisa jatuh deh! Aku sampai berkata pada Kimiyo: “Orang Jepang dianggap tidak sabaran, karena selalu berjalan cepat-cepat. Tapi Hongkong? duh bisa mengalahkan eskalator di Jepang kecepatannya.
Kamu naik bus double decker, bus bertingkat yang banyak terdapat di Hongkong untuk menuju Stanley. Duduk di tingkat atas bus ini memang memberikan kami pemandangan kota yang lebih menyeluruh. Dan aku rasa bus tingkat, tram tingkat di Hongkong yang begitu banyak mampu membuat jalanan Hongkong tidak macet! Selain dari dapat mengangkut penumpang yang banyak dalam satu trayek. Semestinya Jakarta juga mempunyai bus tingkat ini !
Kami turun di terminal akhir. Pemandangan di daerah ini memang sedikit agak lain dengan pemandangan dalam kota Hongkong. Kami menuju pertokoan yang ada, macam tanah abang atau mangga dua di Jakarta atau di asakusa jika di Tokyo. Dan memang barang-barang/ cindera mata di sini MURAH!
Tapi tujuan pertama kami adalah tempat pembuatan huruf Kanji dengan hiasan. Bahasa Jepangnya Hanamoji (Huruf berbunga). Kimiyo memesan penulisan hanamoji untuk temannya. Dan kami bisa melihat proses si pengrajin itu menuliskan nama dua temannya dengan artistik. Aku ingat dulu aku juga pernah mendapatkan hadiah dari seorang murid berupa nama aku dan Gen ditulis dengan Kanji warna-warni. Riku yang memang menyenangi kesenian, langsung mendapat ide untuk menulis indah begitu, dan begitu sampai rumah memang dia sempat mempraktekkannya. Sayang aku lupa mengambil foto hasil karya Riku.
Setelah masuk keluar toko sepanjang lorong-lorong yang menjual berbagai macam cendera mata, kami keluar mendapati sebuah pemandangan yang indah. Semacam pantai dengan dermaga, dan pemandangan rumah-rumah bungalow orang asing yang sejenak dapat memberikan kedamaian waktu melihatnya. Seakan bukan di Hongkong.
Tapiiiiiii sebenarnya siang itu panasssss sekali. Setelah berbelanja dan berjalan jauh, kami beristirahat di sebuah cafe kecil dan menyeruput es kelapa muda. Kemudian kami kembali ke apartement Kimiyo naik taxi karena anak-anak sudah capek dan mengantuk. Kai tertidur di dalam taxi, tapi begitu sampai di apartemen Kimiyo terbangun dan tidak mau ketinggalan untuk berenang di kolam renang apartemen. Sementara Ao tidur siang wajib, tidak bisa tidak harus 3 jam. Wah anak-anakku sih kalau dikasih tidur segitu lama siang harinya, bisa melek sampai jam 11 deh, sehingga tidak ada kebiasaan siesta (tidur siang) dalam keluargaku.
Setelah istirahat sebentar, kami kemudian keluar rumah lagi untuk pergi ke The Peak.