Stanley

3 Agu

Nama Stanley yang biasanya lekat dalam benakku adalah Stanley film animasi dari Disney Channel yang amat suka binatang. Dia mempunyai “Kitab Ajaib” “Great Big Book of Everything” yang berisi keterangan tentang binatang-binatang dan jika kedua piarannya kucing dan anjing menyanyikan sebuah “mantra” tertentu. Stanley akan bisa “masuk” ke dalam  buku itu dan bertemu langsung dengan tokoh binatang itu.

Stanleynya Disney, kesukaan Riku waktu kecil, dan yang menyebabkan Riku suka binatang

Tapi Stanley yang mau kuceritakan di sini adalah nama tempat wisata di Hongkong,  yang menjadi tujuan kami wisata di hari kedua kami berada di Hongkong.

Pagi hari kami bangun dan naik taxi menuju sebuah restoran yang bernama Very Good Restaurant,  sebuah restoran Dim Sum yang katanya buka mulai jam 8 pagi. Konon orang Hongkong keluar rumah tanpa sarapan, dan sarapan di restoran/kedai makan dulu sebelum mulai bekerja. Wah praktis banget tuh, jadi ibu-ibu (atau pembantu) tidak usah mempersiapkan sarapan untuk orang rumah.

Tentu, Anda semua sudah tahu dim sum ya. Kebanyakan dim sum adalah panganan dalam skala kecil yang dikukus. Beberapa jenis yang terkenal adalah Bakpau, beraneka rasa siomay, roti mantau dan lebih spesifik lagi harkau (pangsit rebus berisi udang) dan ceker ayam. Meskipun bukan dikukus, onde-onde, pangsit goreng dll juga termasuk dalam menu Dim Sum ini.

Nah, kabarnya restoran ini enak dim sum nya. Dan memang restoran ini lumayan besar. Kami menempati meja bundar (meja bundar memang selalu praktis, karena bisa ditempati orang dalam jumlah berapa saja), dan mulai memesan makanan. Satu yang menarik di sini, begitu kami datang, kami dibawakan dua buah poci panas, satu berisi teh cina, dan satu lagi berisi….air panas. Nah, aku baru tahu di sini ada kebiasaan orang untuk “mensterilkan” mangkuk dan sendok/sumpit yang akan mereka pakai dengan air panas ini. Memang katanya ada juga yang tidak melakukan itu, tapi kebanyakan orang Hongkong mencuci peralatan makan mereka. Hmmm kalau dipikir memang Hongkong termasuk kota yang bersih juga, meskipun kelihatannya semrawut karena padat bangunan dan manusia. Aku lupa tanya apakah kebiasaan ini memang sudah lama ada, atau baru-baru saja semenjak ada isu flu burung.

Mensterilkan alat makan dengan air panas

Yang juga menarik di sini adalah masakan ceker ayam yang tidak pedas. Biasanya ceker ayam di Indonesia diberi bumbu yang spicy dengan potongan cabe merah, Tapi di Hongkong ada jenis yang tidak memakai cabe, (semacam bumbu steak saja) sehingga anak-anak bisa makan. Dan kedua anakku makan ceker ayam dengan lahapnya, meskipun sulit untuk Kai makan sendiri karena belum bisa memilah daging dengan tulang in the mouth by himself. Kalau Riku memang dia sudah “berkenalan” dengan ceker sejak lama.

Kai pertama kali makan ceker, dan....dia suka! Cukup banyak dimsum dan sayuran yang dia makan pagi ini

Setelah dari restoran ini, kami naik kereta bawah tanah untuk pergi ke terminal bus double decker, bus bertingkat yang akan membawa kami ke Stanley. Nah apa beda subway di Jepang dan di Hongkong?  Di Hongkong jalur kereta subway ditentukan dengan warna jalur dan stasiunnya. Semisal jalur kereta yang akan kami naiki itu jalur hijau, maka peronnya berwarna hijau juga. Cara ini benar-benar memudahkan turis yang buta kanji dan anak-anak. Memang di Tokyo juga memakai penanda warna untuk kereta bawah tanah, tapi peronnya tidak berwarna. Mungkin karena jalur kereta subway di Jepang itu begitu banyak ya?

kami naik kereta hijau. Semua stasiun di Hongkong sudah otomatisasi untuk memeriksa karcis tujuan

Dan selain warna jalur, satu hal lain yang bisa dikatakan “aneh” adalah kecepatan gerak eskalator (tangga berjalan) di stasiun Hongkong. Aduuuh ini benar-benar berbahaya untuk orang/ibu yang menggendong anak, orang tua dan mereka yang tidak cepat tanggap. Bisa jatuh deh! Aku sampai berkata pada Kimiyo: “Orang Jepang dianggap tidak sabaran, karena selalu berjalan cepat-cepat. Tapi Hongkong? duh bisa mengalahkan eskalator di Jepang kecepatannya.

eskalator maut... cepeeeet banget, untung kai digendong papanya Ao

Kamu naik bus double decker, bus bertingkat yang banyak terdapat di Hongkong untuk menuju Stanley. Duduk di tingkat atas bus ini memang memberikan kami pemandangan kota yang lebih menyeluruh. Dan aku rasa bus tingkat, tram tingkat di Hongkong yang begitu banyak mampu membuat jalanan Hongkong tidak macet! Selain dari dapat mengangkut penumpang yang banyak dalam satu trayek. Semestinya Jakarta juga mempunyai bus tingkat ini !

bus tingkat yang kami naiki untuk ke Stanley

Kami  turun di terminal akhir. Pemandangan di daerah ini memang sedikit agak lain dengan pemandangan dalam kota Hongkong. Kami menuju pertokoan yang ada, macam tanah abang atau mangga dua di Jakarta atau di asakusa jika di Tokyo. Dan memang barang-barang/ cindera mata di sini MURAH!

Tapi tujuan pertama kami adalah tempat pembuatan huruf Kanji dengan hiasan. Bahasa Jepangnya Hanamoji (Huruf berbunga). Kimiyo memesan penulisan hanamoji untuk temannya. Dan kami bisa melihat proses si pengrajin itu menuliskan nama dua temannya dengan artistik. Aku ingat dulu aku juga pernah mendapatkan hadiah dari seorang murid berupa nama aku dan Gen ditulis dengan Kanji warna-warni. Riku yang memang menyenangi kesenian, langsung mendapat ide untuk menulis indah begitu, dan begitu sampai rumah memang dia sempat mempraktekkannya. Sayang aku lupa mengambil foto hasil karya Riku.

Riku penuh perhatian melihat pengerjaan ketrampilan Hanamoji. Di toko ini, sealain si penulis hanamoji, ada satu lagi pegawainya yang sudah pernah belajar ke Jepang.

Setelah masuk keluar toko sepanjang lorong-lorong yang menjual berbagai macam cendera mata, kami keluar mendapati sebuah pemandangan yang indah. Semacam pantai dengan dermaga, dan pemandangan rumah-rumah bungalow orang asing yang sejenak dapat memberikan kedamaian waktu melihatnya. Seakan bukan di Hongkong.

pemandangan dari sini sangat menyejukkan hati, meskipun sebetulnya suhu udara saat itu amat sangat panas...

Tapiiiiiii sebenarnya siang itu panasssss sekali. Setelah berbelanja dan berjalan jauh, kami beristirahat di sebuah cafe kecil dan menyeruput es kelapa muda. Kemudian kami kembali ke apartement Kimiyo naik taxi karena anak-anak sudah capek dan mengantuk. Kai tertidur di dalam taxi, tapi begitu sampai di apartemen Kimiyo terbangun dan tidak mau ketinggalan untuk berenang di kolam renang apartemen. Sementara Ao tidur siang wajib, tidak bisa tidak harus 3 jam. Wah anak-anakku sih kalau dikasih tidur segitu lama siang harinya, bisa melek sampai jam 11 deh, sehingga tidak ada kebiasaan siesta (tidur siang) dalam keluargaku.

Setelah istirahat sebentar, kami kemudian keluar rumah lagi untuk pergi ke The Peak.

Hari Ke 10 – Bukan Kumpul Kebo

1 Mar

Ya, hari ini sengaja saya beri judul menyangkut kebo, terinspirasi dari tulisan komentarnya Lala di Hari ke 9 – Kopdar atau Narbar. Dia tulis, “Hari ke-10 bakal crita tentang apa? Lala yang ngebo dari pagi sampai sore, ya? Haha!”

Yang membuat saya heran sebetulnya, kenapa untuk hal yang berhubungan dengan tidur itu, yang menjadi “korban” adalah Kerbau atau Kebo. (bukan bahasa Makassar Kebo, yang berarti putih loh!). Papa selalu berkata, “Wah penyakit ULAR nih, ngantuk setelah makan”. Jadi kondisi kenyang yang kemudian menyebabkan mengantuk itu dianggap sama dengan tindakan seekor ular yang memangsa korban, kemudian tidur lama. Karena itu dikatakan penyakit ular. Saya sendiri tidak tahu bagaimana di keluarga lain, tapi kondisi seperti ini di Jepang, dikatakan sebagai “Menjadi sapi (kerbau) 牛になる” Nah cocok deh Kerbau = tidur.

Kumpul kebo juga berhubungan dengan tidur meskipun mungkin lebih aktif. Dan untuk kumpul kebo, baik arti sebenarnya maupun arti buatannya, membutuhkan dua kerbau atau lebih. Tapi hari ini tanggal 24 Februari (hari ke 10 saya di Jakarta) kebo-nya cuma satu, alias si “gembul” ups Lala. Memang bukan tanpa alasan dia menjadi kebo. Sampai jam 3:30 pagi dia menulis postingan di blognya, sedangkan saat itu saya sudah tidur. (Kayaknya sih selisih jalan tuh kita berdua, dia mulai tidur, sayanya yang bangun.

Hari ini sebetulnya berencana pergi ke tempat Bang Hery…tapi maaf bang, berhubung ada yang jadi kebo, tidak jadi ke sana. Bener-bener santai di rumah saja. Dan Lala mulai memotret-motret Kai yang sedang mandi (karena takut melanggar UU Pornografinya Indonesia, terpaksa saya tidak bisa postingkan hihihi). Tapi…. saya mulai sakit kepala, dan tidak bisa tidur siang. Karena malam ini lala akan pulang dengan kereta jam 9:30 dari Gambir, maka paling sedikit kita harus keluar untuk makan bersama anak-anak. Akhirnya aku putuskan untuk makan malam bersama anak-anak di resto dim sum dekat rumah, tempat pertama kali aku ajak Lala makan, pada pertemuan pertama. Waktu bulan Agustus tahun lalu itu ada juga mbak Neph yang baru saja minggu lalu menikah.

Kali ini memang cuma saya, Riku, Kai dan Lala. Termakan rayuan dan kemanjaan Lala, Mas Nug yang baru saja selesai rapat datang bergabung (dengan setelan Jas loh, beda dengan kemarin heheheh) pada detik-detik terakhir. Makan dim sum yang masih tersisa (maaf loh Mas Nug). Dan pukul setengah sembilan lewat sedikit, akhirnya Mas Nug bergegas mengantar sang putri pergi mengejar kereta pulang ke Surabaya. Kami berpisah depan restoran, dan saya naik taxi pulang ke rumah dengan anak-anak.

Well, toh kita masih akan bertemu di Jogjakarta, so good bye for now…sleepin beauty (not sleeping cow hihihi)