Bagi yang pernah membuka blog Riku dan Kai di sini, pasti tahu bahwa Riku baru-akan-sedang-sudah berulang tahun. Ya dia berulang tahun yang ke 9 pada tanggal 25 Februari yang lalu. Namun kabar kedukaan dengan meninggalnya mama tgl 23 Februari lalu, membuat dia sedih karena tidak bisa merayakan ulang tahun. Namanya juga anak-anak sehingga dia agak kecewa begitu tahu kami akan pergi ke Jakarta tgl 24 Februarinya. Padahal memang aku sudah menyiapkan pesta di sebuah restoran memancing Zauodan kado yang diinginkan. Untunglah Opa (papaku) amat mengerti sehingga pada hari Sabtu 25 Februari, Opa menyuruh kami membeli kue tart untuk menyanyi bersama anak-anak. Jadilah kami menyanyi “Happy birthday” di ruangan tamu bersama saudara-saudara yang hadir dan …. jenazah Oma (mama). Tentu ulang tahun yang tidak akan terlupakan oleh Riku, dan kami sebagai orang tua.
Selain kue tart, tante Diana dan Mbak Win membuat nasi kuning beserta perlengkapannya, sehingga saudara dan tamu yang kebetulan hadir pada waktu makan siang terheran-heran kok ada nasi kuning segala.
Nah, meskipun sebenarnya kami sudah sampai di Narita kemarin pagi, kami langsung pergi ke rumah mertuaku di Yokohama. Senang mendapat sambutan hangat dari kedua orangtua Gen, terutama ibu Gen, yang sudah kuanggap sebagai ibu sendiri. Kami berdua bercerita dan saling menangis dan berpelukan di dapur. Sebetulnya bagi A-chan, panggilan kesayangan ibunya Gen, tanggal 20 Februari juga merupakan hari yang menyedihkan. Karena anjing kesayangannya “hilang” melarikan diri dalam keadaan sakit. Sepertinya Dai-chan, anjing kami itu tidak mau merepotkan majikannya, sehingga lari menghilang mencari tempat mati yang tidak diketahui siapapun. Sudah dicari kemana-mana, juga melaporkan ke pemda tentang kehilangan anjing itu, tapi tetap tidak ditemukan. Karena kami pulang ke rumah sudah larut, aku dan Gen memutuskan untuk memberikan hadiah ulang tahun Riku pada pagi hari tadi. Riku sendiri tidak menyangka bahwa akan diberikan hadiah pada pagi harinya. Jadi dia kaget sekali melihat hadiah itu. Ya, Lego seri Pirates of Caribbean yaitu Kapal Queen Anne’s Revenge.
Langsung deh dibuat mulai sekitar jam 9 pagi, tanpa makan dan istirahat, selesai jam 3 siang! Seandainya “kensentrasi” ini untuk belajar, alangkah pandainya Riku 😀 (sayangnya konsentrasi begini hanya untuk bermain saja :D) Memang ulang tahun yang tertunda, tapi kuharap Riku tetap mengerti bahwa kami amat menyayanginya. Pesta ultah di Zauo masih pending, dan belum tahu kapan bisa dilaksanakan. Biar saja menjadi surprise kedua setelah surprise hari ini.
Masih ada tidak sih Kontes Bayi Sehat? Pernah lihat kan foto-foto bayi yang dikategorikan bayi sehat? Pasti deh si bayi itu chubby, pipi tembem, tertawa, belum lagi badannya duh berlipat-lipat terutama di bagian lengan, kaki, paha. Untuk bayi, kategori seperti itulah yang dikatakan sehat, tapi tentu tidak jika yang dimaksudkan adalah orang dewasa seperti…. aku! 😀 Papa selalu mengatakan : “Imelda, hati-hati nanti kamu jadi sumber penyakit!
Setelah peringatan 7 harinya Mama selesai, Papa mengeluh sakit kepala, lemas dan kliyengan. Merasa badannya not so well. Papa itu sangat memperhatikan kesehatannya, terutama sejak dioperasi ByPass tahun 1989. Jadi papa memutuskan untuk melakukan medical check up dengan biaya sendiri (katanya daripada tunggu-tunggu izin, maklum pensiunan pertamina jadi harus pakai referensi klinik dulu untuk dirujuk ke RSPP). Apalagi papa ada tawaran pekerjaan ke Tuban pada tanggal 4 Maret sampai dengan tanggal 7 Maret. Nah, dari pemeriksaan menyeluruh diketahui tekanan darah papa mencapai 180, suatu angka yang tinggi (sekali). Oleh dokter papa disarankan untuk istirahat dulu, jangan melakukan pekerjaan jauh. Batal deh aku menemani Papa ke Surabaya dan bertemu Pakdhe Cholik. Kondisi yang wajar bagi seorang yang baru ditinggal mati kekasihnya.
Seorang peneliti dari Beth Israel Deaconess Medical Center, Harvard Medical School yang bernama Elizabeth Mostofsky, MPH, ScD, mengatakan bahwa resiko seseorang menderita serangan jantung waktu kematian seseorang yang dicintainya meningkat 21 kali lipat dalam kurun waktu 24 jam setelah mendengar berita kematian tersebut. Resiko itu akan berkurang menjadi 6 kali lipat seminggu sesudahnya, dan kondisi ini berlangsung sampai satu bulan. Jadi apa yang orang katakan dengan “patah hati” memang bisa terjadi sebenarnya. (Diambil dari sini)
Membawa hasil medicak check up itu, papa menyarankan agar aku pun memeriksakan kesehatanku di sini. Mumpung ada orang yang menjaga anak-anak di rumah. Jika di Jepang aku akan ribet mengatur waktunya, meskipun sebenarnya aku bisa membayar murah jika mengambil kesempatan dari pemerintah daerah. Sudah sekitar 4 tahun aku tidak cek up, jadi kupikir memang sebaiknya aku periksakan diri, lengkap, sekaligus menanyakan keluhan-keluhan yang akhir-akhir ini aku rasakan.
Jadi aku pergi ke RSPP pada hari Senin pagi. Mereka mempunya One Stop Medical Check Up, yang menyediakan semua pemeriksaan sekaligus dengan analisanya. Bagi karyawan Pertamina tentu gratis, tapi aku bukan pegawai sehingga harus bayar sendiri. Aku mengambil paket exclusif yang cukup lengkap, mulai dari pemeriksaan darah lengkap, urin dan feses, jantung dengan treadmill dan EKG, USG abnomen, Foto dada, periksa gigi, mata dan THT, plus USG Mamae (pemeriksaan tumor payudara), PAP Smear dan CA 125 (kanker rahim). Mulai jam 8 pagi selesainya jam 1:30 siang, termasuk makan siang. Tapi karena periksanya di situ-situ saja tidak mengesalkan atau makan waktu. Kebetulan pasien yang mau diperiksa juga sedikit, sehingga tidak perlu “antri” menunggu giliran.
Hasilnya segala ketakutanku akan gula darah, asam urat, ginjal, jantung, dan kolesterol hilang semua, karena ternyata aku SEHAT! (kecuali kelebihan berat badan :D) Semua angka-angka dalam kategori normal, kecuali HBku yang rendah, karena aku memang pengidap Thalasemia. Yeahhhh senang sekali! Dan kesenanganku itu aku rayakan hari ini berdua Tina dengan makan sate padang! hahaha…. Tidak merayakan sih sebetulnya, hanya numpang mampir, sekaligus mencari souvenir di Pasaraya Blok M, jadi deh makan Mak Sukur di Food Courtnya 😀
Terus terang aku memang takut ke dokter, takut diperiksa, takut juga jika ditemukan hal-hal yang negatif dalam kesehatanku. Tapi memang benar mencegah lebih baik daripada mengobati, jadi meskipun mahal aku paksakan diri untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan ini. Kalau pegawai kantor di Jepang, biasanya ada pemeriksaan rutin setiap tahun, tapi tidak demikian halnya untuk ibu rumah tangga. Ibu rt harus mengikuti pemeriksaan sendiri, dan memang butuh budget extra. Tapi sekali lagi, lebih baik mencegah atau mengetahui lebih dini daripada semuanya sudah terlambat bukan?
Kapan teman-teman terakhir memeriksakan kesehatannya? Aku berdoa semoga teman-teman semua sehat-sehat dan tidak menderita satu penyakit apapun.
Jika dalam agama Islam, setelah anggota keluarga meninggal, biasanya ada tahlilan, maka dalam agama Katolik ada Misa Arwah. Sedangkan sebutan untuk agama Kristen Protestan adalah Malam Penghiburan. Menghibur siapa? Ya menghibur yang ditinggalkan oleh yang mati 🙂 Misa Arwah 7 hari mama sudah dilaksanakan pada hari Rabu tgl 29 Februari lalu, dan selanjutnya adalah Misa Arwah 40 hari, yang jatuh pada tanggal 1 April dan sudah pasti tidak bisa kami hadiri.
Ni: hi mba… tgl.3/3 kan ada launching bukunya Mas Gong di senayan, mo pergi tak? elok tak pergi2 saat berkabung gini yah?
me: mauuuuuuuuuu
Jadi begitulah, hari Sabtu kemarin aku janjian dengan DM dan temannya pergi bersama ke Istora Senayan dan rencananya di situ akan bertemu Nique. Eh tau-tau Niquenya tidak jadi datang. Jadi aku dong yang bertugas mendapatkan tanda tangan Mas Gola Gong sekaligus untuk Nique.
Kebetulan memang ada acara talk show khusus untuk bukunya Gola Gong yang terbaru TE WE (Travel Writer), sehingga banyak pengunjung fansnya Gola Gong berkumpul di sana. Senang juga bisa bertemu Mbak Tias dengan anak-anak serta anak-anak Rumah Dunia. Konon mereka berangkat ber-60 orang naik bus sewaan dari Serang. Acara itu mereka namakan wisata buku. Dalam talkshow juga ada acara memperebutkan tiket pp Jakarta-Bali + hotel 3 hari. Pesertanya harus membawa backpack dan menceritakan tentang backpacknya. Lucu-lucu deh penampilan mereka. Aku sih meskipun bawa ransel tidak mau ikutan, soalnya ranselku itu lebih banyak dipakai sebagai tas seret 😀
Aku memang sudah lama tidak pergi ke pameran buku. Dulu waktu kami kecil, sering diajak papa ke pameran buku IKAPI, tapi aku tak ingat kapan terakhir aku ke pameran buku, Nah weekend kemarin itu kebetulan memang ada pameran buku Kompas Gramedia Fair di Istora, jadi lumayan banyak juga deh stand-stand bukunya. Jadi selain buku Mas Gong tentu saja aku mborong buku deh termasuk bukunya Ayu Utami terbaru “Kisah Cinta Enrico” (Pas aku beli, Mbak Dik Ayu Utami nya lagi talkshow di panggung sebelah). Sayang aku buru-buru jadi tidak bisa menunggu acara selesai dan minta tanda tangan Mbak Ayu nya. Nah dalam perjalanan pulang ke rumah itulah aku mendapatkan sebuah pesan BBM dari sahabatku Ira Wibowo:
I know u r probably still mourning… but I’m gonna ask u anyway… siapa tau bisa menjadi semacam penghiburan bwt kamu… aku ada tiket java jazz utk h mgg…kebetulan KLa jg akan tampil jazzy…r u interested? Or is it too soon…
Aduh aku senaaaang sekali. Selama ini, sejak aku menjadi announcer di Radio, aku tahu dan sering menyiarkan bahwa JavaJazz diadakan di Jakarta, dan SELALU awal Maret! Aku tidak pernah menemukan waktu yang pas untuk bisa pergi. Pernah 2-3 kali aku mudik pas diadakan Java Jazz itu, tapi selalu ada saja acara lainnya. Apalagi aku sebetulnya “pengecut” tidak berani pergi sendiri menonton musik live. Selain konser Katon, aku belum pernah menonton konser yang lain. JADI aku amat sangat senang. Tapi yang menjadi kendala apakah aku keburu perginya. Karena Minggu pagi itu kami sekeluarga berencana untuk pergi ke tempat mama di Oasis Lestari. Mau menjenguk mama di apartemennya yang baru A5E 🙂 *** Abu mama kami semayamkan di Kolumbarium Oasis***
<br></br>
Untunglah dengan berbagai penyesuaian aku bisa pas tepat datang bergabung dengan Ira dan Katon berangkat dari rumahnya ke Kemayoran, venue pelaksanaan Java Jazz di Jakarta International Expo. Dan terus terang selain ini adalah kunjunganku yang pertama ke Java Jazz, juga pertama kalinya pergi ke JIExpo! Udik yah 😀
Hujan deras menghadang perjalanan kita, tapi untung saja begitu kami sampai di Kemayoran hanya tinggal rintik-rintik saja. Aku dengan anak Ira langsung menonton pertunjukan Tompi, Glenn dan Sandhy Sondoro (Trio Lestari), sementara Ira menemani Katon bersiap-siap. Wahhh hebat deh pertunjukan mereka…aku jadi tahu lagu Menghujam jantungku :D. Cumaaaaa ya gitu deh, aku juga mau tak mau menonton orang pacaran 😀 Duh dulu aku pacaran ngga pernah ke pertunjukan live music sih, padahal sebetulnya seru juga ya, bergoyang dan bernyanyi bersama menikmati lagu yang disukai bersama. NAH intinya kan lagunya (penyanyinya) musti disukai bersama….. Kalau yang satu tidak suka ya susah deh 😀 Tapi tetap saja kayaknya aku tidak bisa deh pacaran sambil pelukan dan ciuman ditonton orang-orang (alahh oldefo a.k.a ketinggalan jaman sih kamu mel hahaha bilang aja ngiri 😀 )
Well, pengalaman berdiri lama begitu pegel bo… Ngga bisa minum pula. Untung kondisi badanku masih cukup fit, karena aku cenderung pusing berada di antara orang banyak. Kayaknya sih belum tentu aku mau nonton lagi musik live deh 😀 Menurutku menikmati musik sebaiknya sambil duduk tenang 😀 (Jadi ingat pertama kali nonton resital piano di Erasmus Huis dengan mama dan papa) Jadi begitu pertunjukan selesai, senangnya aku bisa keluar dari ruangan Hall B2, menuju Hall B1 tempat pertunjukan KL a project. Nah kalau di tempat pertunjukan KLa masih banyak space untuk berselonjor di bawah karena sepertinya spacenya lebih luas. But aku menikmati nonton sambil berdiri, apalagi waktu itu memang lagu-lagunya diaransemen jazzy dengan kehadiran saxophonist dan bassist. Aku sempat mengambil video clip dengan kamera canonku… tapi oleh suatu kecelakaan terhapus semuanya oleh Riku (kamu musti liat betapa dia menyesal telah salah menghapus, apalagi waktu dia tahu itu om Katonnya yang sedang show… nangis tergugugugu. Dan aku… cukup heran karena aku sama sekali tidak ada perasaan marah! Well its an accident anyway). Oh ya dan mungkin karena cukup sering bertemu Ira jadi tidak mengambil foto bersamanya… (bukan hoax loh heheh)
Selesai acaranya KLa, akupun langsung pulang naik taxi, sementara Ira dan anak-anak masih menonton pertunjukan yang lain. Ada sih Stevie Wonder, tapi aku ngeri ngebayangin penuhnya dan pasti akan sampai larut malam, jadi lebih baik aku pulang sementara hari masih muda (berapa tahun ya mudanya hehehe). Well dua hari weekend berturut-turut aku dihibur dengan buku dan musik. Dan aku merasa senang sekali mempunyai sahabat-sahabat yang begitu memperdulikanku. Beribu terima kasih …
Entah apa yang menyebabkan aku menuliskan tentang Solitaire dan Sendiri di blog ini beberapa waktu lalu. Awalnya memang percakapan dengan sahabatku Nique yang mengatakan “Mbak aku mau nonton sendiri”…. “Loh kok bisa?” Eh… tapi aku juga bisa apa-apa sendiri, tapi tidak bisa makan sendiri di awal kedatanganku di Jepang, sehingga jadilah tulisan itu. Dan karena dilanjutkan oleh sahabatku ini dengan judul yang sama, maka akhirnya iseng kami berdua membuat Giveaway Mandiri, yang mengharapkan masing-masing blogger menuliskan kisahnya dengan judul “Solitaire dan Sendiri”.
Kesimpulannya : manusia itu (sebetulnya) bisa melakukan apa-apa sendiri! Apalagi jika terpaksa. Bahkan memang waktu kita menghadap ke Maha Pencipta kita juga dipanggil sendiri, dan menghadap sendiri. Kematian itu = kesendirian kita.
Tapi benarkah kita sendiri waktu menghadapi kematian? Waktu mama meninggal selama 3 hari disemayamkan di rumah, aku merasa bahwa mama memang meninggal sendirian, tapi diiringi oleh banyak doa dan layatan teman-teman yang hadir. Kami bisa membuat misa setiap malam dan bahkan misa pagi pelepasan sebelum dibawa ke kremasi. Detik-detik menyedihkan bagi kami sekeluarga adalah waktu peti ditutup dan waktu peti dimasukkan ke dalam pembakaran, selalu kami iringi dengan Doa Bapa Kami, Salam Maria dan kemuliaan tanpa henti. Aku bersyukur mempunyai doa-doa ini yang amat sangat menguatkan hati kami. Karena dalam doa kepada Bunda Maria, Bunda Yesus itu terdapat kata-kata : memohon doa Bunda bagi kami yang berdosa, sekarang dan waktu kami mati.
Dan yang pasti aku juga tidak merasa sendirian selama menghadapi kematian mama. Aku punya papa yang kuat dan tegar, yang dalam kesedihannya masih bisa memberi nasehat kepada para pasangan untuk saling menghargai. Dia juga amat menghargai keinginan mama untuk dikremasi padahal dirinya tidak setuju awalnya. Aku juga punya adik-adik yang begitu rukun dan sigap menyiapkan segalanya sebelum kami sampai di Jakarta. Tante-tante yang sigap mempersiapkan makanan buat tamu dan petugas. Saudara-saudara dan tetangga yang saling membantu. Ah persaudaraan itu memang indah.
Aku juga kaget waktu chatting dengan Nique kamis malam, waktu sedang packing untuk berangkat hari Jumatnya. Ternyata kamis pagi itu dia langsung datang ke rumah untuk melayat. Memang aku meninggalkan pesan padanya begitu aku mendengar berita mama meninggal dan memberi tahu bahwa aku akan pulang mendadak. Tapi aku tidak menyangka bahwa dia mencari alamat rumahku dan datang bertemu dengan papa dan adikku Novi. Aku juga senang mendengar bahwa Dharma, Sophie dan Kei langsung mengenali biuda Nique karena pernah bersama-sama pergi ke Kidzania.
Selain biuda Nique, Kika juga hadir di rumahku, pas kami belum sampai di Jakarta. Hari Sabtu pagi aku dibangunkan dengan kedatangan Riris yang juga mewakili Reti. Masih kepet belum mandi, sahabatku Diajeng datang bersama putrinya (Diajeng juga menulis di sini). Setelah itu datanglah rombongan blogger Mbak Monda, Putri, Krismariana, Bu Enny dan Yoga. Juga Eka dan husband. Dan tentu saja kami tak lupa berfoto bersama. Bahkan papa mengatakan :”Hati-hati bicara di sini nanti ditulis loh di blog masing-masing” hehehe. Kunamakan pertemuan kami hari itu dengan “Kopdar Duka”.
Tapi yang paling membuatku terkejut waktu upacara penutupan peti hari Sabtu malam, ada seorang wanita yang kupikir salah satu saudara dari keluarganya adik iparku yang memang berwajah “jawa” sekali. Tapi setelah itu di belakangnya kenapa ada broneo? Ya ampuuuuun ternyata Nana dan Broneo datang! Alangkah senangnya bisa bertemu karena aku sama sekali tidak menyangka. (Aku juga sempat heran mereka tahu alamatku dari siapa ya hehehe).
Malam itu juga Retty N Hakim sempat datang. Ah teman-teman bloggerku ini memang semua baik-baik. Belum lagi ucapan tanda duka yang disampaikan lewat berbagai media, FB, twitter, Blog dsb. Bahkan RZ Hakim juga menulis khusus di sini. Terima kasih atas semua dukungan dan doa dari semua teman-teman.
Merasa sendiri? Ah tidak perlu lagi, karena sesungguhnya teman itu banyak sekali, asal kitanya mau bergaul dan membuka diri. Dan tentunya selain itu kita wajib menjaga silaturahmi. Sapalah teman-teman yang mungkin sudah lama tidak bertegur sapa, jangan hanya waktu perlu saja. Mungkin dengan sapaan kita, dia akan terhibur. Aku juga mau minta maaf pada teman-teman yang mungkin sudah lama tidak kusapa. Ingatkan aku juga ya.
Giveaway Mandiri: Solitaire dan Sendiri yang diikuti oleh 61 peserta juga sudah berakhir dengan pengumumannya di sini. Selamat untuk para pemenang.
(lanjutan cerita kepulangan mendadakku untuk menghadiri upacara pemakaman mama)
Aku bangun pukul 3:30 dini hari. Supaya tidak ketiduran aku sengaja memasang alarm pada pukul 3:30, 4:00, 4:30 dan 5:00. Kami merencanakan berangkat pukul 5:30 ke Narita, meskipun pesawat Garuda yang kami tumpangi berangkat pukul 12:00 siang. Hari kerja biasa (Jumat) sehingga jalan sulit diprediksi. Apalagi ada sebagian jalan menuju Narita yang sedang ditutup, sehingga mau tidak mau kami harus mengambil jalur lain, yang kemungkinan padatnya sangat besar.
Setelah membuang isi lemari es yang berpotensi busuk, membersihkan dapur dan membuang sampah, aku menutup koper yang telah kupersiapkan semalam. Tentu saja isinya hanya baju hitam semua 🙁 Karena di Jepang sedang musim dingin, semua baju musim panas yang tipis sudah kusimpan dalam kardus-kardus di lemari. Jadi waktu packing aku harus membongkar kardus-kardus itu untuk mencari baju-baju yang cocok dipakai di Jakarta. Paling sulit travelling ke negara musim panas di bulan-bulan November – Maret karena perbedaan cuaca yang begitu besar. Tapi sempat terpikir olehku, “Ah aku kan sama besarnya dengan mama, aku bisa pinjam baju mama”.
Anak-anak bangun pukul 5 pagi dan tanpa banyak rewel langsung bersiap, ganti baju. Tepat pukul 5:30 kami turun dari apartemen menuju mobil di parkiran. Rekor terbaru karena biasanya kami molor 15-20 menit dari rencana awal (dan tentu sudah aku perhitungkan waktu menentukan jam berangkat, maklum aku sadar orang (setengah) Indonesia sering juga jam karet :D). Cuaca saat itu: berangin! tapi hangat, tampaknya musim semi sudah mulai mengetuk pintu.
Perjalanan ke Narita cukup lancar. Kemacetan hanya terjadi di titik-titik tertentu, sehingga pukul 8:30 kami sudah sampai di Narita. Setelah mencari parkir di terminal 2 yang akan kami pakai untuk 4 hari sampai Gen kembali dari Jakarta, kami pergi ke check in counter. Memang parkir dalam gedung keberangkatan ini mahal, karena untuk 4 hari kami harus membayar 8000 yen. Tapi kami sudah malas mencari tempat parkir di luar bandara yang lebih murah. Jadi untuk kepraktisan kami putuskan untuk parkir di terminal keberangkatan Narita.
Garuda berada di Counter D. Sudah lama aku tidak pakai maskapai kebanggan negeriku ini. Ada mungkin 15 tahun. Tapi kali ini aku memang harus mengalah dan membeli tiket Garuda, karena satu-satunya Garuda merupakan satu-satunya maskapai yang menyediakan tiket murah Tokyo – Jakarta meskipun untuk keberangkatan hari berikutnya. Memang aku diberitahu bahwa jika mau aku bisa langsung pergi ke Narita dan membeli tiket khusus untuk wni dengan special rate, tapi masalahnya yang pergi bukan hanya aku saja. Dua krucil dan suamiku kan warga negara Jepang. Dan rasanya lebih aman jika tiket sudah di tangan sebelum berangkat ke Narita.
Karena selalu dimanjakan oleh maskapai penerbangan Jepang yang memungkinkan kita memilih tempat duduk waktu membeli tiket, sedangkan Garuda mengharuskan pemilihan tempat duduk pada waktu cek in, membuat kami juga ingin cepat datang di counter tersebut. Dan karena masih pagi, kami mendapat tempat duduk di bagian depan, meskipun sempat Tina bertanya apakah aku tidak apa-apa duduk di nomor 13. Ah aku tidak pernah percaya superstitious seperti itu. Kami boarding sesuai waktu, meskipun aku sendiri tidak melihat jam. Payahnya sekarang aku terlalu mengandalkan jam di HP, sehingga jika HP dimatikan, aku tak tahu waktu.
Perjalanan selama 8 jam cukup lama, tapi karena kami berangkat berenam, deMiyashita + adikku Tina dan temannya Kiyoko a.k.a Koko (disebut papa sebagai anak ke 3,5 – sebagai anak angkatnya di Jepang) perjalanan yang lama itu tidak terasa. Aku lebih banyak tidur daripada menonton film atau bermain game seperti Riku. Aku duduk berdua dengan Kai, sedangkan Gen dengan Riku. Kai memang masih belum bisa berpisah dariku. Oh ya di dalam pesawat aku juga sempat menulis kejadian hari kamis yang aku posting kemarin.
Kami mendarat pukul 6 sore di Cengkareng. Karena semua keluarga sibuk mempersiapkan misa yang akan diadakan pukul 19:30, kami dipesankan taxi besar Tiara Express, jadi tinggal naik mobil alphard yang cukup untuk 6 orang + 3 koper. Amat nyaman, dengan supir yang ramah apalagi aku bisa minta charge BBku dalam mobil itu. Tahu ada taxi begini, mending aku naik taxi setiap kali datang ke Jakarta, karena berarti tidak merepotkan penjemput. Apalagi taxi ini mencari jalan yang tidak macet, sehingga yang biasanya lewat Slipi, kami lewat Kebun Jeruk. Kami sampai di rumah pukul 19:40. Langsung masuk karena kami sudah ditunggu misa.
Dan…. aku pertama kali melihat jenazah mama….dengan muka mama yang tertidur di depanku persis selama misa.
Meskipun mukanya agak biru karena serangan jantung, mama terlihat seperti tidur saja. Tidak ada tanda kesakitan atau perubahan pada mama. Menurut papa, hari Rabu Abu tgl 22 Februari itu, merupakan hari besar bagi agama Katolik. Pada hari Abu kita diingatkan bahwa manusia berasal dari abu, dan akan kembali menjadi abu. Dan pada hari Rabu Abu, umat katolik melakukan pantang dan puasa (puasa katolik berarti satu kali makan kenyang). Jadi mama dan papa pergi misa pukul 5:30 pagi, menerima abu, menerima komuni. Sesuai kebiasaannya juga setiap jam 12 dan jam 3 berdoa rosario. Mama pun puasa pada hari itu. Sekitar pukul 19:30 malam mama minta pada mbak Win untuk dibantu waktu mandi. Memang sejak mama stroke tahun 2008, mama perlu dibantu kalau mandi. Katanya mama minta mandi yang bersih, cuci badan dan cuci rambut. Rupanya waktu itu Mama sudah mulai merasa sakit tetapi ditahan, dan “mengancam” mbak Win untuk tidak memberitahukan pada papa. Pukul 10 malam Andy adikku yang bungsu masih mendapat ciuman sebelum dia pamit pergi. Setelah itu tidak ada yang tahu.
Menurut papa, akhir-akhirnya ini setiap papa terbangun tengah malam, pasti menemukan mama sedang berdoa. Tapi tengah malam itu, papa tidak melihat mama di tempat tidurnya. Maka papa yang memang mau ke kamar kecil, menuju kamar mandi. Dan disitulah mama ditemukan, sudah tidak bernadi. Saat itu pukul 00:45. Langsung dilarikan ke UGD RSPP, tapi dokter mengatakan bahwa sudah tidak bisa, karena sudah lewat 30 menit. Serangan jantung, dengan kemungkinan meninggal sebelum tanggal berganti, yaitu Hari Rabu Abu. Seandainya benar hari Rabu Abu, alangkah sempurnanya mama, mempersembahkan tubuhnya sendiri pada hari di saat manusia memperingati awal Pra Paskah dan mengingat bahwa manusia berasal dari abu dan akan kembali menjadi abu. Semoga Tuhan menerima persembahannya …. dan persembahan kami, keluarga yang ditinggalkannya. Tidak ada lagi hari yang lebih indah untuk menghadap Bapa di surga.
Begitu banyak penghiburan yang diberikan kepada kami. Konon misa pada hari kamis malam (malam pertama) dihadiri oleh ratusan orang, sehingga ada beberapa teman yang pulang karena tidak bisa masuk. Tapi tentu saja selama misa kami masih tidak bisa menahan isakan tangis kehilangan seorang ibu, seberapapun dia sudah panjang umurnya, atau seberapapun dia sakit karena bagaimana pun juga dia adalah orang tua kami, kekasih kami. Kehilangan itu perih, tapi aku ikhlas dan sebagai anak yang tertua aku harus tegar.
Malam itu aku menemani adik-adikku menjaga mama sepanjang malam, sambil berdiskusi mengenai pemakaman mama yang mengikuti kemauan mama sendiri yaitu dikremasi. Suatu cara pemakaman yang tidak biasa di antara keluarga kami, apalagi bagi masyarakat selain masyarakat chinese yang memang mempunyai kebudayaan kremasi. Malam itu kami kakak beradik mengadakan “rapat keluarga” di depan jenazah mama. Malam itu aku pulang dalam arti sesungguhnya, pulang ke rumahku, pulang ke keluargaku, pulang ke ideologi keluarga kami yang berlandaskan agama kami : katolik.
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu. Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.” (Yohanes 14 : 1-3)
Sebelum saya menuliskan posting ini, perkenankan saya mengucapkan banyak terima kasih atas ucapan belasungkawa lewat media apa saja dan doa yang dipanjatkan teman-teman blogger sehubungan dengan meninggalnya Mama terkasih, Elizabeth Maria Mutter yang meninggal hari Kamis 23 Februari yang lalu. Saya yakin sekali bahwa mama sekarang berada di surga, dari apa yang saya alami selama 44 tahun bersama mama, dan terutama pada 3 hari terakhir melepas mama ke peristirahatan abadi. Keyakinan saya ini membuat saya merasa harus berbuat lebih baik lagi dan berdoa lebih banyak lagi, supaya kelak saya bisa bertemu dengan mama tersayang di dunia abadi. Sedih dan sepi memang… apalagi jika terkenang akan tawanya, keras kepalanya, dalam kebiasaannya, atau lewat benda-benda miliknya. Tapi saya menikmati hari-hari berkabung ini juga sebagai salah satu proses kehidupan.
***
Jika harus menuliskan judul dengan nama hari saat aku menerima berita terburuk dalam hidupku, pada tanggal 23 Februari itu, maka aku akan menuliskan Kamis Kelabu. Tapi dalam ke-kelabu-an hari ini, ada banyak sekali peristiwa yang membuatku bersyukur dan terlindungi oleh kuasa Tuhan.
Kamis 23 Februari
Aku terbangun sekitar pukul 2 pagi waktu Jepang (Jam 12 WIB). Maksudku untuk print out bahan rekaman sebuah pekerjaan baru. Sudah cukup lama tidak ada kegiatan rekaman yang aku lakukan. Bahannya hanya 2,5 halaman,meskipun tidak susah,ada beberapa kalimat bahasa Inggris yang harus aku ucapkan. Setelah mencetak bahan rekaman itu, aku juga menyiapkan bahan untuk mengajar hari Jumat. Minggu ini memang jadwal padat setiap hari. Jumat itu kebetulan aku harus menggantikan teman mengajar.
Sambil mempersiapkan bahan-bahan itu, aku melihat ada email yang masuk. Betapa terkejutnya aku begitu menerima email dari adikku berjudul “Segera Pulang”. Mama sudah kembali pada Bapa. Segera telepon kami.
Aku langsung menelepon rumah di Jakarta dan cukup terkejut bahwa Dharma, si sulung yang mengangkat teleponku. Saat itu sudah pukul 2 pagi WIB. Lalu dia jelaskan bahwa Mamanya sedang di RS. Dia juga yang mengatakan bahwa Oma jatuh di kamar mandi, trus Opa teriak. Jadi oma dibawa ke RS. Setelah menanyakan no HP mamanya, aku langsung menghubungi mamanya. Aku sempat bicara dengan Opa, dan opa mengatakan bahwa mama akan dibawa ke rumah. Suatu keputusan yang melegakan. Karena biasanya orang-orang Jakarta akan memakai Rumah Duka selain rumah untuk segi kepraktisan. Tapi jika disemayamkan di Rumah Duka seperti itu maka kami tidak akan bisa selalu bersama mama, sampai saat penguburan. Jadi waktu papa mengatakan “bawa ke rumah”, aku setuju sekali. Ya, aku ingin selama mungkin bersama mama sebelum melepaskannya selamanya. Aku katakan pada papa bahwa kami akan segera mencari tiket untuk berangkat Jumat pagi.
Saat menerima berita itu aku memang bisa tenang, apalagi Novi dan Opa juga menjawab dengan tenang. Tapi tidak setelah aku menutup telepon. Pukul 4 dini hari, aku menelepon Tina, adikku yang di Yokohama. Dia tidak angkat… pasti masih tidur… Dan tak lama Kai terbangun, menangis. Biasanya dia hanya berteriak, “Mama neyou… (Mama tidur yuk)”, tapi pagi ini dia menangis, dan belum sempat aku masuk kamar, dia sudah keluar kamar dan menemukan aku menangis.
“Mama kenapa menangis?”
“Oma meninggal”
“Kamisama no tokoro? (Ke tempat Tuhan)”
“Iya, ke surga”
“Iin janai? (Bagus kan?)
dan dia memeluk aku dan tertidur dalam pelukanku.
Aku tahu bahwa aku tidak bisa pulang hari itu juga (Kamis pagi). Karena jika begitu, aku harus segera bersiap pergi ke bandara.
Lagipula aku ada kerja studio jam 12 yang tidak bisa digantikan orang lain. Jadi aku memutuskan mencari tiket apapun juga untuk Jumat pagi. Sambil aku membatalkan pekerjaan lainnya selama aku pergi ke Jakarta.
Tidak biasanya Gen juga terbangun kira-kira pukul 4:30 , dan terkejut juga mendengar berita itu. Kai yang biasanya sangat rewel jika aku tidak mengikuti kemauannya, dapat mengerti bahwa mamanya sibuk, sehingga dia malah tiduran di lantai kamar makan. Sebelum pukul 6 Riku juga terbangun. Anak sulungku ini memang perasa sekali sehingga begitu mendengar Omanya meninggal langsung menangis terisak-isak tak terbendung. Kami berdua cuma bisa berpelukan saja.
Hari itu hujan. Langit Tokyo seperti ikut bersedih. Masing-masing pergi ke tempat kerja dan belajar. Bagiku hari Kamis itu amat melelahkan. Sesudah mengantar Kai ke sekolah aku langsung ke Tachikawa untuk mengurus re-entry visa. Aku cuma punya waktu 2 jam termasuk waktu untuk naik kereta. Aku tahu bahwa mengurus re-entry itu sebenarnya cepat…. tapi di hari hujan begini, biasanya macet.
Tapi aku merasa Tuhan membantuku. Waktu untuk menunggu bus, kereta, taxi tidak lama, langsung ada. Hanya satu yang kulupa
bahwa untuk mengurus re-entrypermt itu aku harus membeli meterai (3000 yen untuk single dan 6000 yen untuk multiply yang berlaku 3 tahun). Tentu aku butuh yang 3 tahun, tapi… di dalam kantor imigrasi Tachikawa itu tidak ada penjualan meterai! Sebelum giliranku sudah ada 13 orang yang sudah mengantri. OK, dalam hujan aku lari membeli meterai di toko konbini terdekat, sambil berdoa supaya giliranku tidak dilewati.
Benar saja proses mendapatkan re-entry tidak sampai 10 menit. Langsung lari mencari taxi, karena aku harus naik kereta jam 11:46 supaya bisa sampai di Stasiun Kanda tempat studio. Karena lama tidak ada taksi yang lewat, aku sambil menunggu bus juga. Nah saat itu ada taxi, tapi dia bertanda Kaisou 回送, berarti pulang (tidak terima penumpang). Tapi si supir membuka jendela dan bertanya mau kemana?
“Ke stasiun Tachikawa”
OK naik saja……
Aduh benar-benar berkat Tuhan. Aku naik taxi itu sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Kata si supir, “Abis Anda kelihatannya susah bener. Terbaca gerakan bibir “Ah kaisou ” dengan nada kecewa. Saya toh hanya mau makan siang saja (jam 11:30) jadi kalau dekat saya pikir tidak apa-apa”
“Saya benar-benar berterimakasih. Karena saya harus naik kereta jam 11:46 ke Tokyo. Makanya saya juga sambil menunggu bis”
“Oh kalau bus pasti tidak keburu, karena bus kan putar-putar dulu. Semoga jalannya tidak macet ya bu.”
Batere HP tinggal 2 garis…Hmmm harus hemat-hemat karena kalau sampai habis sebelum stasiun Kanda, aku akan bingung mencari staf yang akan menjemput aku ke studio. Jadi aku hanya menelpon adikku Tina menanyakan soal tiket. Aku percayakan soal tiket kepadanya, karena aku sendiri tidak bisa, karena di jalan terus. Aku juga senang karena Gen mendapat ijin cuti dari bossnya dan bisa ikut bersama untuk 3 hari.
Akhirnya aku bisa naik kereta yang sebelumnya jam 11:43. Benar-benar berterima kasih pada pak supir, yang masih mengingatkanku untuk tidak berlari karena jalanan licin karena hujan. Bisa duduk dengan tenang dalam kereta yang kosong. Aku matikan HP untuk menghemat batere, dan … tidur. Ya aku tidak tidur lagi sejak terbangun jam 2. Dan aku memang bisa tidur di dalam kereta cukup enak. Cukup untuk charge energi.
Yang menjadi masalah, aku lapar! wah lucu juga kalau perut keroncongan waktu sedang rekaman. Memang aku sampai di stasiun Kandanya cukup pagi dari janji jam 12:45. Masih ada waktu 15 menit. Andai saja ada kedai kopi “pronto”. Tapi aku lupa bahwa Kanda (west exit) itu kecil dan tidak ada kedai atau toko roti dalam stasiunnya. Kecuali aku berjalan ke pertokoan sekitar stasiun. Ya sudah aku cukupkan dengan minum minuman jelly “energy” dari wieder. Minuman jelly ini biasanya cukup menahan rasa lapar ntuk 2 jam, karena konon minuman ini setara dengan 1 kepal nasi. Pas aku mau minum …. si Mr Staff mendatangiku. Aduuuh kamu juga kepagian!
Jadi aku menjelaskan kenapa aku minum minuman jelly itu. Staff ini lelaki muda yang cukup tampan, tapi halus sekali. Sambil memegang bahuku, dia sampai menanyakan apakah aku tidak apa-apa…. Dia bilang studio tidak sampai 1 jam kok jadi bisa cepat-cepat pulang. Aku hanya minta satu. Diperbolehkan men-charge HP ku selama aku rekaman 😀 Lumayan deh. Memang batere HPku boros sekali kalau dipakai untuk internet, padahal aku perlu. Oh ya, satu lagi yang aku berterima kasih pada Tuhan waktu itu, suaraku tidak berubah meskipun habis menangis banyak. Juga tidak terpengaruh cuaca sehingga rekaman cukup 1 kali take.
Jam 1:30 aku sudah berjalan kembali menuju stasiun Kanda dari studio. Puas karena batere HP cukup dan aku langsung membalas mail dari Tina yang masuk selama aku rekaman. Uh ternyata aku salah ketik, kebanyakan angka untuk nomor paspornya Gen. Menyusuri jalan pertokoan yang penuh dengan berbagai retoran kecil, tidak membuatku ingin memasukinya. Padahal lapar! Ntah, aku hanya ingin sepotong roti dan minuman hangat seperti sup atau cocoa. Tapi tidak ada yang kumaui. Sempat tergoda untuk memasuki resto sushi, tapi ternyata daya tariknya tidak cukup kuat mengalahkan rasa malas makan.
Sambil menghubungi Tina, aku mengetahui bahwa travel yang menyediakan tiket kami berada di Stasiun Kichijoji, stasiun yang akan ku tuju untuk pulang. Ya daripada Tina susah-susah mengurus tiket sembari kerja. Kerjaku sudah selesai jadi aku bisa take over proses pembelian tiketnya. Jadi kupikir aku bisa juga makan di stasiun Kichijoji saja. Eh ternyata mengurus tiket itu cukup lama dari jam 2:30 sampai 4:30 aku berada di travel biro tersebut.
Dengan waktu tersisa 30 menit, aku cepat-cepat naik taksi pulang untuk menjemput Kai di TK nya. Pekerjaan sudah selesai, tiket di tangan, anak-anak di rumah, dan bisa online di komputer rumah. Sambil masak makan malam, aku packing. Sekitar pukul 8:30 Kai mengajak aku mandi air panas. Why not… berendam air panas merupakan kemewahan yang tidak bisa kurasa di Jakarta, karena di Jakarta hanya bisa shower saja. Eh sewaktu kami masih berendam, Gen pulang! Tak kusangka dia bisa pulang secepat itu, karena pasti dia harus mengurus pekerjaan selama dia cuti 2 hari, hari Jumat dan Senin.
Jam berapa aku tidur? Aku hanya sempat tidur dari jam 1:30 sampai jam 3:30 Jumat pagi. Cukup dua jam saja… kebiasaan baruku sampai hari Minggu 26 Februari.
Tadi pagi jam 7 pagi aku mengintip blognya Una. Ceritanya mau cari info acara Giveawaynya dia yang bertajuk “Mau Kemana?” Karena dalam ingatanku tutup tanggal 21 Februari… eh tahunya aku salah ingat. Karena maksudnya dia tanggal 20 jam 24:00 atau tanggal 21 dini hari… Duh menyesal deh aku kenapa tidak semalam saja menulis posting untuk disertakan dalam giveawaynya Una. Bukan naksir sama giveawaynya sebetulnya, tapi kebetulan sekali aku menemukan satu tempat yang INGIN sekali aku kunjungi dalam waktu dekat, dan memang jaraknya juga tidak begitu jauh. Lain dengan tempat-tempat yang kutulis di posting 12, yang relatif jauh.
Ya aku ingin sekali pergi ke suatu tempat, Warisan Dunia Unesco : Shirakawago. Weekend kemarin itu rupanya waktu aku pergi melihat icicles, es-es batu itu, adikku Tina justru pergi melihat salju! (Ngga bilang-bilang kakaknya hihihi). Mau lihat seberapa banyak saljunya?
Nah tempat ini dijadikan sebagai Warisan Dunia Unesco karena komplek perkampungan di sini masih memakai arsitektur bergaya Gassho tzukuri 合掌造り, yaitu bagaikan tangan yang dikatupkan waktu berdoa. Atap rumah yang begitu miring dan kuat bisa menahan tumpukan salju yang memang banyak turun di daerah perbatasan prefektur Gifu dan Toyama.
Perkampungan Shirakawago ini memang indah untuk dilihat pada setiap musim, tapi memang paling hebat dilihat waktu musim dingin (salju) ini. Waktu adikku ke sana tanggal 18 Februari kemarin, merupakan kesempatan terakhir untuk melihat perkampungan itu dengan penerangan waktu malam. (Tidak setiap hari bisa melihat lightup ini sehingga harus dicek sebelum pergi). Mereka menaiki bukit dan memandang ke bawah. Pemandangan ini yang mereka lihat:
Dan jika lebih gelap lagi menjadi begini :
Coba di zoom in lagi rumahnya :
Aduuuh aku langsung teringat kartu natal koleksi Currier and Ives yang memang khasnya menampilkan pedesaan pada musim salju. Bayangkan pedesaan yang biasanya berada di kertas itu berada di depan matamu sendiri! AKU INGIN KE SINI.
Memang sudah pasti dingin, tapi untuk melihat pemandangan seindah ini, aku mau tahan dingin deh. Kata adikku dia ikut tur naik bus ke daerah ini, termasuk penginapan dan makan malam serta makan pagi seharga 22.000 yen (sekitar 2 juta 2 ratus ribu rupiah) per orang. Nabung dulu ah supaya bisa pergi tahun depan. Karena satu keluarga berarti butuh sekitar 100ribu yen… haduuh.
Saking indahnya pemandangan lewat foto yang disharingkan adikku, aku langsung ingin berbagi sambil mengikuti giveawaynya Una. Apa daya giveaway sudah lewat, tapi tanpa GA bisa tetap sharing kan? Nanti kalau aku sudah pergi langsung sendiri, pasti akan aku ceritakan lebih detil.
Ya aku INGIN sekali ke SHIRAKAWAGO.
Oh ya, aku juga tampil loh di proyek Karsininya mas NH18 di sini. 😉
Aku tak kenal dia. Belum pernah bertemu muka dengannya.
Tapi aku tahu beliau pasti orang yang begitu sabar, selain baik hatinya.
Dan hari ini beliau berulang tahun ke 61! Usia melewati 4 kali satu putaran bagi orang Jepang, usia untuk memulai segala sesuatu yang baru.
Aku tak bisa mengirimkannya apa-apa. Bungapun tak sempat kubelikan. Tapi aku bisa mengirimkan doa, agar Budhe diberikan kesehatan yang berlimpah oleh Yang Maha Kuasa.
Selamat ulang tahun untuk Budhe di Surabaya dari kami di Tokyo:
Tahu solitaire kan? Itu loh permainan kartu yang mengurutkan angka-angkanya sampai kartu di tangan habis (ada pula versi digitalnya). Itu memang permainan khusus untuk sendiri, dan bagi yang menikmatinya bisa loh mereka berlama-lama main solitaire begitu berjam-jam. Dan saat ini aku mengingat almarhum Oma Poel yang kadang bermain kartu solitaire itu di rumahku.
Permainan kartu Solitaire itu konon sejarahnya mulai dari pertengahan abad ke 18 yang menyebar ke seluruh dunia dengan nama yang berbeda-beda. Di Inggris dikenal dengan nama “Patience”, di Perancis sering dinamakan “Success” dan dalam bahasa Denmark, Finlandia dan Polandia disebut dengan “Kabal” atau “Kabala” yang berarti secret knowledge, karena sering dihubungkan dengan ramal-meramal.
Konon diberitakan bahwa Napoleon memainkan solitaire ini dalam pengasingannya, tapi tidak terbukti. Pada pertengahan abad 19, permainan ini populer dalam masyarakat Perancis. Sampai akhirnya tahun 1980-an personal computer membuat permainan ini lebih populer karena tidak diperlukan kartu, tidak perlu mengocok dan membaginya. Dengan satu klik pemain bisa memulai permainan baru. (dari http://justsolitaire.com/history.html)
Yang aku mau tulis sebetulnya bukan soal solitairenya tapi soal bermain “sendiri”nya. Memang kalau banyak waktu luang, atau ingin “membunuh waktu” kita tentu bisa saja bermain sendiri. Bermain game, bermain BB, Angry Bird atau PS/Nintendo dsb dsbnya. Tapi seberapa lama sih bisa bertahan? Apakah tidak pernah bosan?
Aku suka bermain game, tapi cepat bosan. Biasanya kalau aku mulai bermain game berarti aku sedang kesepian. Untunglah sejak 5 bulan lalu otomatis aku sudah tidak bermain game lagi karena sudah ada temen special berbagi hati 😀 Sementara sahabat hati satunya sedang amat sangat sibuk sehingga bagiku mendapat teman akrab baru lagi sesudah pulang mudik dari Jakarta itu merupakan berkat dari Tuhan. Dan aku sadar bahwa aku memang tidak bisa “sendiri”.
Dalam percakapan kami, temanku itu berkata, “Mbak aku mau nonton sendiri hari ini”. Aduuuh kok bisa ya? Kamu bisa? Aku terus terang tidak bisa nonton sendiri, meskipun memang aku amat sangat jarang nonton bioskop. Nah di situ aku langsung berpikir, apa saja ya kegiatan yang tidak bisa aku lakukan sendiri? Dan jawabannya yang langsung melintas di kepala adalah MAKAN!
Ya aku mau cerita, bahwa aku TIDAK BISA makan sendiri… dulu sampai tahun-tahun pertama aku di Jepang. Aku memang tidak menampik bahwa keluargaku termasuk keluarga yang jarang makan bersama waktu malam. Masing-masing sibuk sendiri, sehingga jam makan berbeda semua. Tapi biasanya pasti ada seseorang yang menemani makan, kalau tidak hanya duduk di meja makan dan mengobrol bersama. Apalagi jika makan di luar rumah. TIDAK PERNAH makan di luar/di restoran sendirian! NEVER!
Karenanya aku bersyukur waktu pertama kali datang ke Jepang, aku homestay dengan keluarga Jepang dan biaya kost termasuk makan. Hari pertama mendarat, makan malam bersama keluarganya dan pembantunya! Ya saat itu aku juga kaget, benar-benar kaget karena orang yang dikenalkan padaku sebagai “pembantu” keluarga itu (memang keluarga kaya sih, karena biasanya keluarga Jepang tidak menggaji pembantu) ikut DUDUK di sampingku. Suatu kejadian yang tidak akan pernah dapat aku alami di Indonesia! Atau tidak juga di keluargaku. Apakah keluarga teman-teman yang mempunyai asisten, asistennya makan bersama????? Kurasa meskipun kita ajak makan bersama, mereka juga akan menolak, dan merasa nyaman makan sendiri di dapur. Ini satu pengalaman spritualku yang begitu membekas saat itu. SEMUA ORANG DUDUK DI SATU MEJA YANG SAMA. Inilah negara yang katanya tak beragama tapi betul-betul mengamalkan bahwa manusia itu semua sama. Aku mengubah pandanganku saat itu juga, sampai waktu aku mudik ke Indonesia setelah 2 tahun, begitu aku sampai di rumah Jakarta aku memeluk Dyah, asistem rumahku yang sudah lama bekerja pada kami, dengan perasaan syukur dan terima kasih yang begitu dalam (sambil menuliskan ini aku tak bisa menahan air mata mengingat perasaanku waktu itu dan mengingat mukanya yang kaget, tapi senang… ah Dyah aku kangen kamu. Semoga kamu sehat-sehat bersama Ricky anakmu di desa sana ya)
Jadi, selama di rumah homestay, aku selalu makan bersama keluarga atau minimum bersama sang asisten rumah. Tapi, aku tidak bisa selalu makan siang di rumah. Kalau sedang arbaito (kerja sambilan pertamaku menjadi asisten di kantor landscape di Harajuku, kerja serabutan menggambar atau menghitung, kadang mengantarkan pesanan gambar ke klien) , saat itu aku harus makan siang sendiri. Aku belum tahu bagaimana untuk makan siang yang murah, sehingga aku TERPAKSA masuk ke restoran spaghetti sendiri, duduk di meja untuk sendiri, dan melihat banyak OL (office lady) yang makan sendiri, sehingga aku berhasil menghabiskan spaghetti dalam piringku. Makan di restoran sendirian akhirnya berhasil aku jalani, …dan menjadi biasa. Karena banyak sekali OL yang sendirian di restoran itu. Dan aku juga bisa berganti restoran lain dengan memberanikan diri mencari restoran yang banyak meja untuk berdua saja.
Setelah cukup lama bekerja di kantor landscape itu aku kemudian bisa berteman dengan para arsitek di situ yang kebetulan berasal dari luar negeri. Ada orang Irlandia, orang Malaysia dan orang Amerika. Laki-laki semua, dan mereka mengajarkan aku membeli bento (bekal makanan) di toko dan makan di taman! Waduhh pertama kali aku diajak makan di taman dekat kantor aku canggung sekali. Tidak biasa aku makan di luar ruangan. Untung waktu itu seorang asisten lain yang perempuan membawa bento dan ikut kami makan bersama. Dan untung mereka semua tidak tahu bahwa itu merupakan pengalaman aku makan di taman yang pertama 😀 Sesekali kami juga makan di restoran bersama, dan aku diajak ke restoran yang murah di sekitar kantor. Waktu itu budgetku untuk sekali makan adalah 1000 yen padahal kalau sekarang banyak sekali restoran yang menawarkan set makan siang seharga 700- 850 yen. Dan sekarang tentu sudah pintar mencari bekal makanan yang 400-an sehingga bisa hemat banyak.
Pengalaman makan siang bersama teman-teman kantor di Harajuku itu membuatku lebih mudah dan lebih cuek untuk makan sendiri. TAPI yang menjadi masalah waktu aku harus makan sendiri di universitas. Waktu pertama kali kuliah di universitas aku belum begitu tahu seluk beluk universitasku. Sehingga tidak tahu kantin itu di mana. Jadi cara terbaik adalah membeli roti. Tapi makan di mana? Tidak ada taman yang rimbun dengan tempat duduk di sekitar kampusku. Adanya lapangan rumput yang besar, lapang, tempat beberapa anak laki-laki selonjor dan makan siang. Tidak ada mahasiswi sama sekali. ADUUUH aku bagaimana? aku tahu, aku tidak bisa makan di luar. Dan aku tidak bisa makan di kelas, karena aku tidak punya kelas khusus waktu itu. Sebagai mahasiswa peneliti, kelasku adalah ruang kerja dosen pembimbingku, SM sensei. Sebetulnya kalau aku mau cuek, bisa saja aku minta ijin untuk makan di situ, karena aku tahu beberapa kali sensei pun makan siang di situ sambil berkata, “Imelda saya makan dulu ya…”. TAPI aku tidak bisa begitu. Makan sendirian, dengan ditatap sensei yang belum begitu aku kenal (kurasa waktu itu aku memang salting deh, soalnya senseiku itu cakep sih hehehe **waktu itu aku belum kenal Gen loh**) . Jadi waktu kuliah itu aku makan rotinya di mana? Hayo tebak….
Di WC… ya di WC perempuan kampus lantai 5 itu memang jarang dipakai karena mahasiswi nya juga sedikit. WC di situ juga bersih, tidak bau sehingga aku bisa makan deh dalam bilik WC itu cepat-cepat. Baru setelah aku mempunyai teman perempuan orang Jepang satu seminar, aku diajak makan di kantin atau beli bekal dan sama-sama makan di dalam kantor sensei. Ah…. urusan makan ini memang rumit sekali bagiku, karena aku tidak bisa makan sendiri, tidak bisa makan diliatin orang yang tidak aku kenal 🙁 Kalau diingat kembali, adaptasi adikku yang datang ke Jepang 5 tahun setelah aku jauuuuh lebih cepat daripadaku soal makan ini. Bayangkan, aku belajar makan tachigui soba (mie Jepang yang dimakan sambil berdiri di stasiun) dari dia. Tachigui soba di stasiun ini MURAH meriah. Beli tiket di vending machine, hanya 350 yen, makan sambil berdiri, slurp 5 menit selesai! kembalikan mangkoknya lalu pergi. Tidak berlama-lama. Ya aku baru bisa makan itu setelah adikku datang dan mengajariku. Makasih ya Tin 😉 Waktu pertama kali aku tahu bahwa dia sering makan tachigui soba itu, aku bertanya, “Kok kamu bisa sih makan sambil berdiri begitu?” Dia berkata, “Bisa dong. Yang penting murah! Kan aku tidak sekaya kamu yang bisa makan di restoran”…. hmmmm berarti aku manja ya?
Sekarang tentu saja aku sudah bisa makan sendirian, bisa belanja sendirian, bisa minum kopi sendirian di kedai kopi, bahkan bisa masuk internet cafe/ mangga kissa sendirian. Bisa segala sesuatu (sepertinya sih) sendirian. Tapi awalnya ya itu aku tidak bisa makan sendirian. Bagaimana dengan teman-teman? Tidak bisa melakukan apa sendirian?
Tulisan ini sekaligus mengenang Oma Poel yang jika masih hidup akan berusia 91 tahun pada tanggal 18 Februari besok. I miss you oma!
NB:
Aku menerima beberapa pesan dari mereka yang pernah/sedang tinggal di Tokyo dan merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan waktu itu. Well soal makan memang sulit. Aku masih beruntung karena aku kristen bisa makan semua. Sehingga masalahku HANYA pada soal kebiasaan saja. Tapi mereka yang muslim… sulit sekali untuk mendapatkan makanan yang halal, jika tidak mau masak sendiri. Itu juga menjadi masalah. Mau makan roti atau makanan jadipun di sini kan SUDAH PASTI tidak ada tanda halalnya, kecuali beli di toko khusus. Tapi aku ingat perkataan Alm. Prof Koesnadi waktu kutanyakan soal makanan (beliau pernah tinggal berbulan-bulan di sini dan aku sering bermain ke apartemennya), katanya :”Kan ada kekecualian untuk musafir Imelda”. Ah aku juga kangen pada Prof Koesnadi yang begitu bijak, juga istrinya Tante Nina yang sering membuatkan aku sambal terasi jika aku datang 🙁
Teman-teman yang baru/sedang tinggal di Jepang, semoga bisa mengatasi masalah makan ini dan menjadikannya sebagai suatu pengalaman yang berharga ya.
Ikut yuuk! GIVE AWAY Pribadi Mandiri
Perhelatan KHUSUS untuk warga Warung Blogger (WeBe) baik bloggerwan maupun bloggerwati. Bila anda BLOGGER tapi belum jadi warga WeBe yaaa sebaiknya daftar dulu deh hehehe Silahkan membuat postingan berjudul SOLITAIRE dan SENDIRI, boleh mengintip postingan kami (saya dan Imelda) tapi tidak boleh mencontek plek ketiplek *GR* di blog masing-masing. Tentu saja wajib mencantumkan link blog kami berdua, sebagai pemberitahuan pada kami bahwa tulisan kalian sudah tayang. Setelahnya, daftarkan tulisanmu di komen postingan ini seperti biasa: