Pasar Tradisional

16 Mar

Biasanya aku pulang kampung ke Jakarta tidak pernah kurang dari 21 hari dan itupun biasanya sudah dipenuhi rencana ini itu. Sibuk!Dan memang rasa rindu terhadap kehidupan di Jakarta rasanya tidak pernah bisa cukup dituntaskan dalam satu bulan saja. Tapi tidaklah demikian dengan kepulanganku ke Jakarta pada waktu Natal dan tahun baru kemarin. Waktu liburan yang hanya 2 minggu sengaja kubuat tidak penuh dengan rencana-rencana. Karena itu waktu adikku berkata, “Mel, kamu pergi tuh ke pasar Mayestik. Udah baru loh, bagus tidak seperti dulu. Ya jalannya sih masih kotor, tapi pasarnya sendiri sudah bagus!”, aku langsung tertarik.

Akhirnya aku pergi mengajak asisten rumah tangga si Anna untuk pergi bersama. Tujuannya tentu saja supaya dia yang menjadi guide aku sambil berbelanja. Karena terus terang aku sudah berpuluh tahun tidak ke pasar tradisional! (Mungkin 20 tahun lebih karena aku sudah 20 tahun di Jepang…..)

Gedung pasar dilihat dari luar, dan tokonya Ahin (Padahal ada namanya tuh, Gunung Mas :D)

Tapi…. aku senang waktu memasuki bangunan yang memang baru dan lumayan bagus itu. Masih bersih dan karena masih pagi (jam 8:30) belum banyak orang yang belanja. Senang melihat sebuah toko “Ahin”, tempat duluuuu sekali mama selalu berbelanja. Sayang aku juga tidak banyak waktu jadi tidak masuk ke dalam toko itu. Aku sebetulnya ingin sekali melihat apakah si bos Ahin itu masih bersinglet seperti dulu 😀 Tapi Toko Ahin itu menjual barang-barang yang pasti berat untuk dibawa-bawa, macam beras, makanan kaleng, emping, dsb dsb, jadi kupikir kalau mau mampir lebih baik pulangnya saja. (Dan akhirnya tidak jadi mampir sih…)

Setelah menuruni tangga dan slope berputar-putar akhirnya kami sampai di lantai bawah tempat pasar sebenarnya 😀 Alias pasar becek menurut Krismariana yang semestinya bau! Tapi itu dulu sih, seperti kenangannya Krismariana di pasar tradisional. Ntah apakah karena masih pagi, masih bersih dan terang. Memang aku merasa karena lantai dan dindingnya putih keramik jadi terasa terang, selain tentu lampu neon yang benderang ya. Juga pakai AC loh. Tapi yang pasti aku berhati-hati sekali melangkah karena aku pakai sandal jepit yang licin jika lantainya basah.

Los Ikan…. Mbak Annanya cantik sih jadi digodain… Ayo tahu nama ikan-ikan ini ngga? 😀 (Aku udah lupa, mustinya dicatat tuh waktu itu)

Pertama kami pergi ke los ikan. Sebagai keluarga Makassar, kami memang harus selalu punya persediaan ikan laut di dalam lemari es. Si Anna mau membeli udang untuk anak-anak, jadi aku temani. Mungkin karena Anna masih muda dan cantik, pedagang ikan yang bapak-bapak itu menggoda dia terus. Sehingga aku merasa perlu bercakap-cakap dengan si bapak-bapak itu. Lagipula aku ingin memotret! Sebetulnya aku ragu apakah bisa memotret atau tidak. Nyaliku kadang memang tidak besar untuk urusan ini sehingga sulit untuk menjadi fotografer. Pikirku fotografer itu harus berani untuk memperlihatkan kameranya, sedangkan aku tidak. Seringnya memotret sembunyi-sembunyi, karena (di Jepang) aku takut tidak boleh atau orang lain merasa aneh melihat aku memotret. Dan satu lagi, aku berpikir, mereka akan memberi harga yang mahal jika melihat aku membawa kamera. Dulu aku ingat sekali, mama selalu wanti-wanti untuk tidak memakai kalung atau gelang, atau baju bagus ke pasar. Selain takut dijambret, juga pedagang akan memberikan harga mahal 😀

Jadi aku takut-takut mengeluarkan kameraku, dan bertanya pada si bapak, aku boleh memotret atau tidak, karena terbiasa di Jepang. Dasar orang Indonesia, senang saja dipotret.  Bahkan mereka berpose! Oiiii aku justru tidak mau kalian berpose, maunya yang wajar-wajar saja. Dan aku menggunakan kesempatan untuk tanya nama-nama ikan yang aku tidak tahu deh 😀

Ibu-ibu tangguh penjual ayam… dan gantungan baju deh buntut, lidah dan jeroan… pemandangan yang pasti tidak terlihat di pasar Jepang!

Karena sudah kepalang mengeluarkan kamera, akhirnya aku pegang terus kameranya sambil belanja. Berasa jadi wartawan deh! hehehe. Dan ternyata semua yang berpapasan juga tidak sampai memandangku sebagai artis  orgil 😀 Kami kemudian pergi ke los ayam. Yang aku heran di situ kenapa harganya bisa sama semua ya? Sekilonya kalau aku tidak salah ingat 22 ribu. Dan semua bertampang memelas berkata, “Beli (ayam) punya saya dong bu…” Duh itu yang aku ngga bisa tuh, rasanya ingin beli satu-satu dari semua pedagang, yang lucunya semua ibu-ibu. (Bagian ikan semua laki-laki, bagian ayam semua perempuan :D) . Akhirnya aku bilang pada Anna, beli satu di ibu itu, dan satu di ibu ono 😀 Yang aku perhatikan juga, si Anna ngga pernah nawar! Waaaah kalau ibuku masih hidup, bisa diomelin tuh 😀 Bagi ibuku, kalau ke pasar wajib nawar … makanya aku ngga cocok deh belanja sama mama. Ngga tega!

Dari ayam, kami pindah cari buntut. Ihhhh seram juga melihat buntut sapi digantung begitu ya? Yang pasti tidak ada pemandangan seperti ini di Jepang, jadi kudu dipotret :D. Cari buntut di Jepang memang agak susah, karena tidak setiap tukang daging menjualnya. Kalaupun ada, buntut sapi Jepang itu muahal rek. Satu biji yang agak besar seharga 1000 yen. Beratnya kira-kira 200 gram deh. Karena itu mending beli buntut halal yang sudah dibekukan. Satu kgnya 1200 yen. Beda sekali kan harganya? Tapi buntut ternyata juga mahal ya di Indonesia…. kalau tidak salah sekitar 80-90 ribu tuh. Demikian juga dengan daging. Padahal dengan harga yang sama, kami bisa juga membeli 1 kg daging di Tokyo. Itu kan berarti daging memang mahal di Indonesia karena harganya bisa sama begitu. (Dan sekarang kasus bawang putih mahal hehehe)

sayurnya bagus-bagus, menurutku lebih bagus dari di supermarket loh. Masih segar lagi. Dan… terus terang sudah lupa nama beberapa sayur yang kufoto 😀

Dari situ kami pergi ke los sayur… Duh senang melihat los sayur itu karena sayurnya bagus-bagus! Aku juga baru lihat daun genjer di situ.Tapi karena takut terbuang, aku tidak beli daun-daun yang belum pernah kami coba itu. Maklum aku kan tukang jalan, nanti mubazir.Di los sayur aku juga belanja di dua kios, dan salah satu kiosnya dijaga oleh sepasang suami-istri. Senang deh lihat mereka berdua, akrab dan sigap melayani pembeli, yang cuma aku saja. Cuma aku tidak jadi membeli kacang tanah padanya, karena kecil-kecil dan dijualnya ketengan dalam plastik-plastik kecil. Aku lebih suka beli kiloan untuk kacang tanah.

Akhirnya aku putuskan untuk pulang, setelah berada di situ 40 menit…. karena uang sudah habis 😀 dan yang pasti tentengan semakin banyak dan berat. Memang sih banyak pemuda porter yang menawarkan membawakan barangnya, cuma aku tidak terbiasa memakai porter dan tidak tahu berapa ongkosnya juga. Akhirnya kamipun pulang dan tidak mampir lagi ke Ahin deh ….

Aku senang sekali sudah bisa berkunjung kembali ke pasar Mayestik yang dulu sering kukunjungi ini. Seperti berwisata saja!  Memang tidak sama, dan untung tidak sama (kalau tidak pasti baunya itu loh)… Aku tahu bahwa manusia harus memperbarui diri terus jika mau maju, dan pasar tradisional di Mayestik ini sudah memperbarui dirinya. Semoga saja bisa tetap terjaga kebersihannya.

So, kapan terakhir kamu ke Pasar Tradisional? 😀 Nanti kalau aku mudik lagi, aku mau ajak Gen dan Riku ke pasar! 😀

Pilih Memilih

14 Mar

Manusia memang selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan selama hidupnya, mau tidak mau. Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai memilih, tapi sejak kecil Riku dan Kai aku sudah biasakan untuk “memilih yang bertanggung jawab”. Misalnya jika Riku memilih ayam daripada daging, dia harus habiskan apa yang dia sudah pilih. Awalnya memang susah, dan namanya orang tua kadang merasa kasihan jika melihat dia tidak suka dengan pilihannya dan makan dengan terpaksa. Eh tapi aku juga tidak suka orang yang pemilih loh, yang picky eater. Harus bisa makan semua, tapi ada kalanya boleh memilih apa yang mau dimakan.

Dengan mempunyai pengalaman memilih yang bertanggung jawab, kita akan berhati-hati dalam memilih, bukan? Dan tentu kita harus menerima konsekwensi yang timbul akibat “benar-salahnya” memilih. Misalnya kita tidak bisa menyalahkan presiden terpilih, jika dulu kita memilih dia kan? 😀 Tapi aku berharap benar deh dengan Paus terpilih tadi pagi, supaya bisa memimpin umat katolik seluruh dunia. Ntah kenapa begitu aku baca berita terpilihnya Paus Francis I ini, aku langsung terharu dan menangis.

Anyway, beberapa hari lalu Riku membawa sebuah kertas berisi daftar ekstra kurikuler di sekolahnya. Memang sejak kelas 4 mereka wajib memilih satu ekstra kurikuler yang jamnya diadakan sama, yaitu hari Senin jam ke 6. Riku memilih kelas Science (wah kok mirip mamanya waktu di SMA ya?)  dan selama satu tahun mereka mengadakan 14 kali percobaan. Pembuatan roket dari pet botol, membuat telur ikan buatan, membuat bola plastik superball, membuat kairo dll. Mudah-mudahan pelajaran IPA nya di kelas juga bagus deh… (Terima rapor nya tanggal 23 Maret nih… dokidoki a.k.a degdegan :D).

Mulai April nanti, Riku naik kelas 5, dan ditanya gurunya mau ikut ekskul apa. Sebetulnya dia ingin sekali ikut badminton, tapi karena latihannya setiap hari Minggu pukul 9 sampai 1 siang, padahal pas jam yang sama dia harus ke gereja dan sekolah minggu, dia tidak bisa (aku tidak membolehkan) mengambil ekskul badminton itu. Kataku, kalau mau main badminton, nanti bisa ikut kelompoknya pastor Ardy di Kichijoji, yang memang latihannya malam hari. Kalau perlu mama antar (mustinya ikut main juga ya hehehe).

pilihan ekskul di SD nya Riku

Pilihannya ada:

– olahraga dengan bola (macam-macam) dengan kapasitas 36 anak
– Atletik  28 anak
– Basket 25 anak
– pingpong 24 anak
– Science 30 anak
– Musik 25 anak
– Handicraft 30 anak
– Memasak 36 anak
Shogi (Catur Jepang) 20 anak
– Komputer 20 anak
Manga Ilustrasi 20 anak
– Dansa 30 anak
– Drama 25 anak

Dan di kertas itu diberi catatan bahwa peminat yang banyak adalah olahraga dengan bola serta atletik (jadi kemungkinan bisa masuk sedikit) dan yang masih sedikit peminatnya adalah handycraft/memasak. Oh ya perlu diketahui bahwa sekarang di Jepang sedang populer kegiatan “dansa” ini, karena ternyata mulai SMP wajib dansa…. Dansa itu tentu bukan dansa seperti di ballroom atau social dance tapi yang seperti  band-band Korea deh 😀 Haduh anakku gimana nih 😀

Lalu aku tanya Riku mau pilih yang mana? Dia punya dua pilihan yaitu Shogi (Catur Jepang) dan Manga/ilustrasi. Dia memang suka menggambar dan baru saja mulai belajar shogi pada papanya. Aku sendiri heran kenapa dia tidak pilih komputer misalnya atau prakarya/handycraft. Dia ternyata tidak minat pada komputer dan kalau prakarya memang dalam kurikulum kelaspun prakaryanya cukup sulit (takut kebanyakan). Sedangkan papanya tanya, kenapa dia tidak melanjutkan Science saja. Maklum orang Jepang biasanya TIDAK suka bertualang, pindah-pindah kegiatan. Kalau sudah satu ya itu teruuuus sampai tua. Karena itu pula orang Jepang bisa menjadi AHLI suatu bidang (seperti yang pernah kutulis di Kontradiksi atau Mujun). Setelah kutanyakan pada Riku, ternyata kegiatan di ekskul Science itu akan SAMA PERSIS dengan kegiatan selama satu tahun ini, jadi buat apa. Benar juga sih, buat apa mengulang yang sama. (Mungkin itu taktik sekolahnya supaya murid bisa mencoba macam-macam ya?)

Riku main shogi dengan papanya

Selain harus memilih ekstra kurikuler, mulai kelas 5 juga akan ada kegiatan semacam OSIS yang bernama gakuseikai 学生会. Waktu kutanya apakah Riku mau ikut OSIS? Dia menjawab, ” loh itu bukannya memilih, tapi dipilih. Dan kalau aku dipilih aku mau jadi pengurus Majalah Sekolah saja” hohoho…. Kalau teringat aku jaman SD memang belum mulai ikut OSIS-OSIS an, tapi sejak SMP aku menjadi sekretaris OSIS, dan SMA menjadi seksi rohani. Dan aku teringat waktu aku melaporkan pada mama bahwa aku terpilih jadi pengurus OSIS, mama selalu menentang, tidak boleh. Tapi akhirnya mama selalu mengalah, karena papa memperbolehkan. Bisa ngerti sih pendapat mama, karena mama tidak mau pelajaranku terganggu. Mungkin mama dulu sempat putus asa ya, karena semua anaknya pasti duduk di kepengurusan OSIS/ Organisasi Mahasiswa 😀

Selain Riku, sebetulnya aku sendiri sekarang sedang dihadapkan pada pilihan yang pelik. Aku harus mencari bimbingan belajar yang cocok untuk Riku, karena mengikuti kebiasaan orang Jepang, mulai kelas 5 masuk bimbingan belajar atau juku 塾. Aku sih maunya tidak usah belajar di juku sih, karena berarti aku harus menyediakan pengeluaran yang cukup banyak dan berarti harus cut macam-macam kemewahan 🙁 Tapi ya mau bagaimana lagi. Semoga bisa mendapat juku yang bagus (dan murah) deh 😀

Kalau Kai, belum perlu memilih sih. Dia akan menjadi nencho-san (kelas 3 TK, kelas terakhir) Kalaupun harus memilih, pasti dia pilih mama 😀 Dia mau kemana saja ASAL ada mama 😉 Dan aku enjoy sekali loh, karena aku bayangkan tahun depan dia sudah masuk SD dan semakin banyak keluar rumah untuk bermain dengan temannya deh. Waktu aku untuk berada bersama dengan dia juga akan berkurang terus…. sabishiiiii (kesepian!) deh.

Jahil, Jail atau Iseng?

8 Mar

Iseng aku mencari penulisan yang benar dari kata jahil di KBBI daring, dan terkejut mendapati bahwa artinya seperti ini:

ja·hil a 1 bodoh; tidak tahu (terutama tt ajaran agama): para ulama berkewajiban menuntun golongan — dan bebal; 2 cak jail;
 murakab amat bodoh;
men·ja·hili v membodohi;
ke·ja·hil·an n 1 kebodohan; 2 kejailan

LOHHHH… padahal bukan itu maksudku. Maksudku orang yang suka iseng gitu loh. Jadi aku cari kata JAIL, dan ternyata memang benar kata itu yang kumaksud.

ja·il a cak 1 dengki; 2 suka mengganggu (menggoda dsb) orang lain; nakal: tangan-tangan –;
men·ja·ili v mengganggu atau menjahati (krn dengki, iri, dsb): dia dimarahi ayah krn sering ~ anak-anak tetangga;
ke·ja·il·an n perbuatan atau hal jail; kenakalan: kerusuhan itu terjadi krn ~ anak-anak muda di situ

Naaah maksudku itu yang jail, nakal suka menggoda bin iseng 😀 dan terus terang aku termasuk orang yang suka iseng 😀 Sepertinya sih keturunan dari mama. Masih ingat aku wajah kecut teman Jepangku waktu aku isengin dengan memberikan bungkus coklat kosong 😀 Eh tapi akhir-akhir ini sudah insaf kok…

Kemarin dan hari ini aku kembali iseng dengan membeli ini:

romanesco, katanya aslinya dari italia. Lumayan enak kok untuk salada (direbus)

Sayur sejenis broccoli yang pernah aku tulis di sini, tapi waktu makan di restoran itu kan sudah dipotong-potong. Sedangkan waktu aku lihat di tukang sayur dekat stasiun masih dalam bonggolnya, dan memang benar- seperti perpaduan brokoli dan kembang kol. Harganya cukup mahal yaitu 250 yen. Tapi karena iseng itulah aku membelinya.

mainan gacha gacha berbentuk unchi 😀 (kotoran manusia). Benar real karena empuk seperti karet 😀

Nah keisengan yang ke dua seharga 100 yen. Waktu aku belanja tadi pagi, aku menemukan mesin kotak mainan gacha-gacha dan tertulis REAL! Mainan itu terlihat real seperti kotoran manusia dengan 3 warna. Iseng aku beli satu dan sayang dapatnya warna kuning…coba warna coklat ya 😀 Waktu aku kasih lihat Kai dia tertawa, dan kami berdua sepakat untuk isengin Riku 😀 Eh tapi Riku tidak terkejut tuh… gagal deh isengnya 😀

Bagaimana kamu juga suka iseng begitu ngga? 😀 Well, hidup kalau terlalu serius juga tidak baik kan ya? 😉

Kebun Rekreasi Keluarga

6 Mar

Bermain di musim dingin, tentu tidak hanya bermain salju seperti membuat Manusia Salju Snowman atau meluncur dengan sepatu/papan khusus seperti skate, ski dan snow board. Bagi sebagian orang sepertinya memang hanya inilah kegiatan yang bisa dilakukan di luar rumah , dan jika takut kedinginan pasti akan lebih memilih kegiatan di dalam ruangan/rumah. Jarang sih ada orang Indonesia yang mau melakukan kegiatan di luar rumah seakan mencari “dingin”, kalau bisa enakan kemulan….

Tanggal 11 Februari lalu (duuuh sudah lewat hampir sebulan!) adalah hari libur di Jepang, yaitu hari pendirian negara Jepang (bukan kemerdekaan loh). Jadi kami mengajak pastor Ardy untuk ikut bersama kami bermain bersama, dengan tujuan utamanya pergi ke air terjun beku/Tsurara  di Otaki, Chichibu di prefektur Saitama. Kami ingin memperlihatkan keindahan alam di sini kepada pastor, karena kami sendiri sudah pernah pergi. Dan untuk ke Chichibu ini paling praktis naik mobil, jadi musti cari waktu yang Gen libur sehingga bisa menyetir. Jadilah Senin pagi itu kami berangkat dari Kichijouji pukul 9 lewat dan menuju ke arah Chichibu.

Misotsuchi Tsurara yang alami, Chichibu, Saitama Prefektur

Kami sampai di daerah Chichibu pukul 11 dan memutar mau kemana dulu sebelum ke Air Terjun Beku/ Tsurara. Karena terus terang untuk melihat air terjun beku itu paling lama hanya 1 jam saja. Lagipula kami juga harus mencari makan siang. Terlintas di pikiran kami untuk memetik strawberry, karena pastor juga belum pernah. Dan di pintu tol kami diberikan pamflet dengan peta tempat rekreasi, pemetikan strawberry dan tempat istirahat seperti pemandian air panas. Tapi kebanyakan ladang strawberry yang ada memang hanya menyediakan strawberry yang bisa dipetik semaunya dengan hitungan 30 menit/ 1 jam. Tadinya kami pikir makan siangnya strawberry aja gitu hihihi (ketahuan pelit ya?)

Tapi waktu aku membaca ada Kebun Rekreasi Keluarga Komatsuzawa (Komatsuzawa Leisure Nouen), aku merasa tempat itu yang paling tepat. Karena di sana tidak hanya bisa memetik strawberry saja, tapi juga memetik jamur shiitake, memancing ikan Masu, membuat soba dan barbeque. Jadi langsunglah kami pergi ke sana.

Tapi begitu sampai di parkiran, kami disambut dengan petugas yang mengatakan, “Maaf, sudah tidak bisa memetik strawberry lagi karena sudah terlalu banyak orang.” Jadi meskipun buah strawberrynya masih ada, mereka membatasi pengunjung yang masuk untuk memetik, supaya tidak menurunkan mutu buah. Karena jika semua yang datang diberi kesempatan, maka yang datang terakhir pasti akan kebagian strawberry yang belum matang benar, dan tidak manis. Mereka tetap menjaga mutunya. Ini yang aku rasa hebat. ORANG JEPANG TAHU KAPAN HARUS BERHENTI DEMI MENJAGA KWALITAS. (Dulu malah sampai bunuh diri hehehe) Orang dari negara lain mungkin tidak peduli dengan “perasaan” pengunjung yang datang siang dan berkata, “Salah sendiri datang siang”. Tapi sebagai produsen, mereka tidak mau menurunkan “standar” mereka HANYA untuk keuntungan sesaat yang didapat dari pengunjung “kesiangan” (sebetulnya kebun memang dibuka sepanjang hari, tapi karena hari Minggu, pengunjung membludak).

memancing ikan Masu

Tapi kami katakan pada petugasnya bahwa kami mau memancing dan mungkin memetik jamur saja. Lalu kami diarahkan ke tempat parkir. Kami memasuki kebun yang luas sambil merasa kecewa tidak bisa memetik strawberry. Tapi waktu kami akan membeli karcis untuk memancing ikan Masu (namanya memang Masu, bukan mas yang dibaca secara Jepang :D) , kami membaca juga bahwa bisa mengikuti kelas membuat soba (mie Jepang) lalu memakan hasilnya. Paketnya bisa untuk 4 atau 5 orang. Daripada barbeque biasa, kami lalu sepakat untuk membuat soba saja.

menikmati ikan bakar

Jadilah kami memancing ikan Masu. Kami berlima memancing 5 ikan untuk dimakan, tapi karena aku dan Gen tahu Riku senang memancing, jadi memberikan kesempatan pada Riku untuk memancing bagian kami juga. Cukup lama baru bisa terpancing ikannya, belum lagi udara dingin saat itu, sekitar 1 derajat. Ikan yang dipancing, langsung dibersihkan di samping kolam oleh petugas, dan ditusuk dengan kayu. Kami lalu membawa ikan itu ke meja pembakaran. Sembari menunggu ikan kami jadi, aku sempat lari membeli strawberry yang dijual. Pikirku, sebagai “pelampiasan” tidak bisa memetik. Dan kami nikmati ikan bakar hasil pancingan sendiri di meja yang disediakan. Seekor ikan kecil itu tidak bisa memenuhi perut lapar dalam dingin, tapi membuat ikan itu terasa sangat mewah dan enak. Apalagi kami menikmati strawberry untuk dessert 😀

membuat soba

Kemudian kami menuju kelas pembuatan soba. Kami berlima mendapat sebuah meja panjang yang dilengkapi dengan sebuah baskom besar. Gurunya menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan dan memberikan contoh. Mulai dari mengaduk adonan, membuat adonan menjadi kalis, kemudian menggiling adonan menjadi tipis dan memotongnya. Setelah soba hasil buatan kami selesai, guru tersebut merebusnya untuk kami, dan kami nikmati bersama di tempat yang telah disediakan. Soba yang sederhana itu cukup bisa memenuhi perut kami.

menikmati soba buatan sendiri. Duuuh tebalnya 😀 seperti kwetiauw jadinya hehehe

Pukul 2:15 kami meninggalkan Kebun Rekreasi Keluarga ini untuk menuju Tsurara. Butuh waktu 1 jam untuk mencapai tempat ini dengan mobil. Dan… brrr, udara yang dingin terasa bertambah dingin melihat tetesan air yang membatu menjadi es itu. Tapi hati kami menjadi hangat juga melihat keindahan alam. Air Terjun beku ini hanya sampai akhir bulan Februari, karena jika udara menghangat es itu akan mencair. Tempat yang hanya menjadi tujuan wisata di waktu tertentu saja, selebihnya … tidak bagus! Ini juga yang harus dipertimbangkan jika mau berwisata ke Jepang. Mau melihat apa? Waktunya kapan? Kalau mau melihat sakura ya jangan datang bulan Oktober. Harus datang awal April. Kalau mau melihat Tsurara ya harus di bulan Januari-Februari. Dan biasanya setiap tempat mempunyai website yang bisa diakses untuk mengetahui apakah sudah bisa dilihat atau tidak, lalu berapa persen kondisinya. Waktu kami datang ke Tsurara ini kondisinya 80 persen, sehingga bukanlah waktu peak 100%, yang mestinya lebih bagus lagi. Tapi cukuplah.

Misotsuchi Tsurara di Chichibu, Saitama

Air Terjun Beku Tsurara ini ada 2 tempat yang besar, dan tempat pertama memang terlihat kalah besarnya dibanding air terjun sesudahnya. Tapi tempat pertama yang lebih kecil itu yang terjadi alamiah tanpa bantuan manusia, sedangkan yang kedua lebih besar, sudah ada campur tangan manusia (mungkin dengan cara membantu meneteskan air dari atas :D)

Oh ya waktu kami di situ, kami juga melihat seekor binatang berada di atas air terjun tersebut. Ternyata seekor KAMOSHIKA yang bahasa Inggrisnya Serow yang termausk dalam genus Capricornis. Benar deh seperti kambing gunung karena kami heran bagaimana dia bisa sampai di sana, dan kok tidak takut jatuh. (Sayang aku ternyata bukan capricorn sejati, karena aku takut ketinggian hihihi).

kamoshika atau serow. The serows are six species of medium-sized goat-like or antelope-like mammals of the genus Capricornis. All six species of serow were until recently also classified under Naemorhedus, which now only contains the gorals. (Wikipedia)

Sebetulnya tempat ini mulai pukul 5 sore akan diterangi lampu sehingga lebih bagus lagi, tapi selain karena suhu udara mulai turun, kami juga takut jika semakin malam, jalanan akan beku dan kami tidak bisa pulang karena ban mobil kami tidak berantai. Jadi perhatian juga bagi yang akan ke sini, jika dengan mobil sendiri harus siap jika jalanan membeku. Yaitu dengan memasang rantai, atau meninggalkan mobil di tempat yang aman kemudian naik kendaraan umum/jalan kaki. Posisi tempat ini memang berada di bayangan gunung sehingga sinar matahari tidak mampu menembus dinginnya daerah ini. Tapi tentu saja dengan begitu bisa terjadi fenomena alam seperti Air Terjun Beku Tsurara ini.

saiboku ham restaurant dengan lukisan dindingnya

Jam 4 sore kami meninggalkan tempat ini, untuk makan daging! dan menghangatkan badan tentunya. Kami pergi ke Saiboku Farm, dekat tempat kerjanya Gen di Saitama, dan menikmati makan malam yang cukup “berat”. Tadinya kupikir kami akan sulit mendapatkan tempat karena aku tahu biasanya tempat ini penuh. Karena di sebelah peternakan ini ada tempat onsen, pemandian air panas yang cukup terkenal. Tapi aku baru tahu dari Gen bahwa onsen itu ditutup, karena ditemukan bakteri yang bisa menimbulkan penyakit. Dinas Kesehatan di Jepang memang ketat sekali sih. Begitu ada laporan penemuan sesuatu yang mencurigakan, pasti akan diperiksa dan ditutup jika memang terbukti. Aku harap pengelola bisa membuka lagi pemandian itu karena sepi sekali rasanya daerah itu meskipun aku jarang ke sana.

 

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Informasi detil:

Komatsuzawa Leisure Nouen 小松沢レジャー農園

〒368-0072 埼玉県秩父郡横瀬町大字横瀬1408 Tel 0494-24-0412・Fax 0494-24-4534

Misotsuchi no tsurara 三十槌の氷柱(みそつちのつらら)

秩父市大滝4066-2
TEL:0494-55-0707 (一般社団法人秩父観光協会大滝支部) atau websitenya di sini.

Saiboku Restaurant (Restoran dan Peternakan babi)

〒350-1221 埼玉県日高市下大谷沢546 TEL 042-985-4272

 

 

 

 

Jangan, Nanti Jatuh!

2 Mar

Pasti setiap orang tua pernah mengucapkan kata-kata itu. Nanti jatuh! Jangan naik-naik, jangan manjat-manjat!

Tapi aku belajar untuk tidak selalu mengucapkan kata itu… meskipun aku harus deg-degan, karena aku takut ketinggian. Terutama kepada Kai. Aku tahu aku jarang sekali mendukung Riku untuk naik/manjat waktu dia di TK dulu. Riku sendiri juga tidak mau berusaha, dia juga penakut seperti mamanya. Awalnya Kai juga begitu. Bahkan kalau dia naik tangga dia tidak mau di bagian pinggir yang harus melihat ke bawah. Dia selalu bersembunyi di samping/belakangku. Dan…aku tahu bahwa aku harus mendorong dia supaya jangan terlalu takut. Dia anak lelaki! Dan untuk itu aku HARUS berani juga 🙂 Sulit ya menjadi orang tua 🙂 (Tentu saja bagaimana kita mau anak-anak kita suka makan sayur kalau kita tidak suka sayur? Mereka MELIHAT orang tuanya)

Karenanya sekarang aku hampir selalu mengabulkan permintaan Kai sepulang sekolah untuk bermain di halaman sekolahnya.   Dan peraturan di TKnya, anak-anak boleh bermain selama 30 menit (berarti sampai 2:30) ASAL diawasi orang tuanya. Tak jarang ibu-ibu berkumpul dan ngerumpi sendiri dan membiarkan anak-anaknya bermain. Sedangkan aku seperti biasanya lebih taat pada peraturan sehingga aku selalu “menguntit” Kai pergi ke mana. Sambil dia meluncur, atau berlari, atau bermain jungle jim, aku sering berpikir, untung Kai mau mencoba.

Kemarin dengan bangganya dia memperlihatkan padaku bahwa dia bisa berputar di tiang senam dan bergelantungan di tiang lainnya. Aku sendiri tidak bisa, tapi aku pikir perlu untuk bisa! Aku juga senang kalau dia mencoba untuk naik pohon! Karena aku sendiri belum pernah naik pohon, padahal adik perempuanku si tante Titin waktu TK setiap hari “bergelantungan” di pohon. Setiap kami, kakak-kakaknya mencari untuk pulang dan bertanya pada gurunya, pasti gurunya katakan, “Cari saja di atas pohon!”.

Tapi kemarin aku memang menegur anak-anak yang bermain di pohon. Bukan, “Jangan, nanti jatuh” tapi “Jangan, nanti rantingnya patah!”. Sayang pohonnya heheheh. Karena aku tahu itu pohon sakura dan rantingnya begitu kecil untuk digelantungi 3 anak. Yang heran, ibu-ibunya yang ada di sekitar itu kok tidak menegur ya?

kai puter-puter 😀

Masih bicara soal naik pohon, kemarin aku menangis! (Emang sedang sensi juga sih….. ) Ya aku membaca dari twitternya mbak Tias Tatanka, istri Gol A Gong, pemilik Rumah Dunia, bahwa ada anak yang jatuh dari pohon Kersen yang ada di lingkungan RD setinggi 3 meter-an. Firna anak itu jatuh telungkup ke tanah. Mengeluarkan darah kental dan kejang beberapa saat. Teman2 menjerit seketika…. langsung dikirim ke RS dan discan kepalanya. Tentu saja yang menjadi masalah adalah biaya 🙁 Untunglah relawan dan pendukung RD langsung bergerak dan mengumpulkan sumbangan untuk perawatan HCU yang konon biayanya 2 juta semalam. Ibunya sudah meninggal sehingga dirawat oleh nenek dan pamannya. 🙁

Kecelakaan dapat terjadi di mana saja. Konon memang banyak anak yang suka memanjat pohon itu yang kemudian langsung ditebang. Meskipun sudah diperingatkan, namanya anak-anak, tidak mendengar. Mesti ada ibunya di sebelahnya untuk mengawasi, tapi ibunya Firna tidak ada karena sudah meninggal juga. Perlu ada pendidikan/pembinaan bagi anak-anak ini, tentang bahaya bermain. Juga pembinaan terhadap ibu-ibunya, karena konon mbak Tias juga sering memperingatkan ibu-ibu mereka dan di jawab, “Biar saja bu, namanya anak-anak….” Tapi kalau terjadi bencana?

Aku juga tahu mas Gong pasti de javu lagi dengan kecelakaan yang menimpa dirinya sehingga tangan kirinya harus diamputasi. Penanganan kecelakaaan anak-anak harus dilaksanakan dengan memikirkan masa depan anak-anak itu. Dan itu adalah tanggung jawab orang tua. Ah, seharian aku memikirkan anak-anak secara keseluruhan dan masa depannya. Bagaimana jika Riku atau Kai mendapat kecelakaan seperti itu. Memang aku beruntung tinggal di Jepang, sehingga semua biaya RS gratis untuk anak SD dan SMP. Di Indonesia juga tidak ada Asuransi Nasional yang begitu tertata seperti di Jepang (bahkan di US pun konon tidak semurah di Jepang). Tapi di Indonesia? TIDAK BOLEH SAKIT di negara kita tersayang 🙁 apalagi orang miskin 🙁

Ada satu message dari mbak Tias yang sangat aku pujikan. Katanya: “Si Kaka pernah naik, trus aku bilang jangan tinggi2, alhamdulillah, gak naik2 lagi, udah tahu rasanya naik pohon. Odie juga. Mungkin karena banyak alternatif permainan yg lbh menarik dr sekadar naik pohon..” Jadi tetap mengijinkan asal sudah rasa, dan memberikan alternatif permainan lainnya yang lebih menarik. Menjadi orang tua juga harus belajar untuk tidak parno 😀 tapi yang penuh perhitungan. Susah ya 🙂

Dan semalam aku membawa semua peristiwa ini dalam doa, mendoakan Firna, mendoakan RD, mendoakan anak-anak dan mendoakan agar kami orang tua bisa menjaga anak-anak ini.

NB: Oh ya Rumah Dunia tgl 2 Maret ini akan berulang tahun ke 11. Selamat untuk Mas Gong dan Mbak Tias yang telah mengasuh RD sampai sekarang ini, dan sebentar lagi RD akan mempunyai Gelanggang Remaja yang akan menjadi pusat kegiatan anak-anak dan remaja di Serang.

 

Gara-gara Kai

28 Feb

Rabu kemarin aku diundang sahabatku, Lisa untuk makan siang di rumahnya. Ceritanya dia ada arisan ibu-ibu Tokyo, jadi sekaligus aja datang, katanya. Aku sendiri tidak ikut arisan sih. Tapi Kai harus ke TK dan setiap hari Rabu tidak ada perpanjangan kelas, berarti harus pulang pukul 2 siang. Hmmmm. Aku ingin pergi, meskipun jauh dari rumahku, karena aku sering tidak bisa datang kalau Lisa yang mengundang. Mesti ada aja yang menghalangiku pergi. Apalagi menurut prakiraan cuaca, hari Rabu itu hujan, dengan kemungkinan bersalju.

Karena sudah pasti aku tidak bisa menjemput Kai tepat waktu, jadi aku menuliskan surat pada gurunya minta ijin supaya Kai tidak masuk TK. (Dulu Gen sering marah kalau aku memboloskan anak-anak untuk acara pribadi, tapi sekarang sepertinya sudah bisa mengerti bahwa mumpung masih TK, masih bisa bolos, jadi OK saja :D). Kupikir aku akan mengajak Kai pergi bersama.

Seperti sudah diperkirakan Tokyo hujan, tapi tidak deras. Kadang rintik, kadang berhenti dan waktu kulihat ke luar pukul 10 pagi, tidak berubah menjadi salju. Jadi aku bersiap-siap untuk pergi dong. Tapi ada yang mengebel, rupanya dari Amazon membawa Lego pesanan Kai. Ya, Kai bayar pakai uang sakunya sendiri, uang saku yang dia terima dari neneknya 😀 Senang sekali dia bisa belanja pakai uang sendiri, bisa menyamai Riku yang “kaya” karena setiap ulangan dapat 100 yen (Aku tidak memberlakukan sistem uang saku, tapi memberlakukan sistem reward, jadi kalau dia belanja untukku juga aku “gaji” 50 yen). Jadi deh Kai membuat Legonya dulu dong, sebelum berangkat. Tapi untung dia cukup bisa cepat mengerti buku manual sehingga dalam waktu 30 menit bisa jadi rakitan Lego yang sebetulnya untuk usia 7-12 tahun :D.

Gaya Kai sambil menunggu bus.

 

So kita bersiap untuk berangkat ke dalam kota! Rumahnya Lisa berada di Tokyo agak ke arah chiba, dan stasiunnya stasiun subway a.k.a kereta bawah tanah. Ups… aku kan memang anti subway, bisa panik dan pusing kalau naik subway. Perasaan tertekan di bawah tanah, sehingga aku menghindari naik subway. TAPI…. hari itu aku enjoy pergi dengan Kai, sehingga mau coba naik subway! Kami bercerita atau gantian main game di iPhoneku sehingga tak terasa sudah dekat rumahnya Lisa. Senang sekali aku bisa mengalahkan rasa takutku. Mungkin karena aku merasa bertanggungjawab membawa Kai (padahal Kai yang sebetulnya “membawa” aku hehehe).

Senang sekali waktu sampai di rumah Lisa pun di meja makan sudah terhidang masakan Indonesia buatannya. Empalnya top deh. Aku suka empal tapi malas sekali masak empal 😀 Jadi deh makan pakai tangan berdua Kai, tapi Kai hanya bisa makan yang tidak pedas. Sekitar pukul 3:45 aku pamit untuk pulang, dan berniat pulang naik subway yang bisa langsung ke arah rumahku. TAPI makan waktu 45 menit. Duh sengsara sekali karena kereta Oedo Line itu PANAS, heaternya terlalu panas, sehingga sumuk rasanya. Dan itu membuat aku mulai panik. Kai sebetulnya sudah mengajak aku pindah kereta yang lain yang lebih dingin, meskipun harus berputar…. tapi kupikir coba alihkan pikiran saja dulu. Kalau perlu aku turun di Roppongi dan naik bus  ke Shibuya. Tapi akhirnya aku berhasil menahan diri dan sampai di stasiun dekat rumah sekitar pukul 5:10.

Kemudian aku mengajak Kai untuk beli makanan jadi. Gen tidak makan malam karena dinas ke luar kota, jadi aku malas masak. Tapi, mau tahu apa Kai bilang?
“Mama, langsung pulang aja. Makan apa yang ada…”
“Tapi ngga ada apa-apa Kai..”
“Aku mau langsung pulang. Mama harus hemat kan? Nanti uangnya bisa beli barang yang mama mau…..”
Ampuuuun cerewet! Akhirnya aku mengalah, dan langsung pulang ke rumah, dan memberi Riku makan malam dengan Empal dan sayur lodeh yang dibawakan Lisa.

Kata Riku: “Mama…INI ENAK!”

Ah, aku harus ganti judul! Seharusnya bukan gara-gara karena gara-gara itu berkesan negatif.”Gara-gara Kai”  櫂のせい。Sedangkan yang tepat “Berkat Kai!” 櫂のおかげです。Berkat Kai, aku bisa naik subway, bisa bertemu teman-teman Indonesia, bisa makan masakan Indonesia, bisa HEMAT 😀 juga. (Tapi empal yang kubawa jadinya habis, aku tidak kebagian!!! rugi dong ya hihihi)

Whita – aku dan Lisa

Setengah Dewasa

27 Feb

Tentu aneh kenapa ada istilah setengah dewasa ya? Sebetulnya ide judul ini dari komentar “adik” Jepangku yang tinggal di Hongkong, Kimiyo. Hanseijin 半成人. Kalau di Jepang orang dikatakan dewasa jika sudah berusia 20 tahun. Saat itu ada perayaan yang disebut Seijin no Hi, di hari Senin minggu kedua Januari. Pemerintah Daerah yang mengadakan, dan para remaja berpakaian kimono dan hakama. Sejak hari itu mereka boleh minum minuman keras dan merokok (jika merokok/minuman keras sebelum usia 20 th dan ketahuan di tempat umum bisa ditangkap). Nah, Riku kemarin berusia 10 tahun, sehingga persis setengah menuju ke manusia dewasa 😀 Dan berarti 10 tahun lagi bisa minum alkohol bersama…. asyiknya (dan berarti kami harus sehat supaya 10 tahun lagi bisa minum bersama).

Waktu 10 tahun itu sepertinya cepat berlalu. Dulu dia masih bayi kecil yang prematur, sekarang sudah hampir berubah suara, atau tumbuh kumis. Akhir-akhir ini Riku sering tanya, “Ma aku sudah tumbuh kumis?”
“Belum…kenapa? Kamu mau tumbuh kumis?” dan dia mengangguk.
Wah… akunya yang panik…hiiii anakku kalau mulai tumbuh kumis gimana ya 😀 Ngga bisa cium-cium lagi pipinya yang gembil. Tapi aku juga bilang padanya,
“Kalau sudah tumbuh kumis kamu tidak bisa telanjang dari kamar mandi, jalan-jalan ke kamar makan loh :D” , dan biasanya dia marah kepadaku sambil pukul-pukul… merajuk karena malu.

Aku juga menemukan satu fotokopi pelajaran hoken 保険 (kesehatan) yang menjelaskan tentang perubahan tubuh perempuan dan laki-laki menuju remaja. Kupikir kok cepat ya sudah diajarkan di kelas 4, tapi baru sadar juga diriku saja usia 9 tahun sudah haid pertama 😀  Terlalu bongsor deh hehehe. Jadi lebih baik lagi kalau sebelumnya sudah mengerti kan? 

Untuk menyambut ulang tahunnya yang ke sepuluh, Riku dengan mengajukan permohonan untuk bisa makan bersama kakek neneknya (bapak-ibunya Gen) di resto kesayangan dia, Zauo. Restoran yang menyediakan ikan-ikan hidup di dalam kolam dan bisa memancing dari atas perahunya ini memang membuat Riku ketagihan. Apalagi kami semua memang penyuka ikan, jadi tidak keberatan sama sekali makan di sana.

setelah mengikuti misa Arwah mama melalui skype di rumah adikku

 

Jadi setelah mengikuti (akhir) misa Arwah Mama di rumah adikku di Yokohama Sabtu 23 Februari lalu, kami pergi ke resto Zauo. Dan…. tentu saja Riku dan Kai langsung heboh untuk memancing ikan di kolam. Tapi karena dalam kolam besar itu banyak ikan Shimaaji dan Tai, jadi Riku dan Kai menangkap 4 ekor ikan Shimaaji. Dan ikan ini yang paling mahal 😀 Well memang pesta untuk Riku jadi aku minta satu ikan Shimaaji dibuat sashimi (dipotong tipis lalu dimakan mentah) dan dibakar dengan garam Shioaji. Satu lagi aku minta diganti dengan ikan Tai (semacam kakap) dan dibuat sashimi, sedangkan satu lagi boleh dilepaskan kembali. Pelayannya kasihan juga melihat kita kebanyakan mancing Shimaaji, padahal sebetulnya peraturannya yang sudah ditangkap tidak boleh dilepaskan kembali.

tangkap dan makan!

Setelah makan sashimi, Riku dan Kai bergerilya lagi, dan aku minta untuk menangkap ikan Aji, ikan kecil yang tentu lebih murah. Tapi aku juga minta mereka memancing Umazura. Ikan ini enak sekali untuk sashimi, dan isi perutnya bisa dimakan, dan enak untuk “ikan”nya sake Jepang. Hati atau livernya  (mentah) ini dibubuhkan ke kecap asin saja sudah enak sekali. Pokoknya hari itu kami berdelapan makan 12 ekor ikan, tanpa nasi! Kenyang dan puas deh. Karena ikan-ikan ini kami tangkap sendiri lalu langsung dimasak, hasilnya segar dan enak sekali. Tapi karena cukup mahal, aku selalu wanti-wanti anak-anak bahwa kami hanya bisa makan di sini kalau ada yang ulang tahun 😀 Kalau tidak bisa bokek deh 😉

sebagai service dari resto Zauo diberikan dessert plate dengan lilin untuk yang berulang tahun

Restoran Zauo ini ada di Saitama, Shinjuku, Yokohama (Tsunashima) dan Meguro. Aku pertama kali pergi ke resto yang di Saitama, lalu ke Shinjuku, baru terakhir ini di Yokohama. Dan kurasa yang paling besar di Shinjuku yang berada di lantai basement Hotel Washington. Banyak orang Indonesia yang juga sering menginap di hotel Washington jika datang ke Tokyo.

Sesuai dengan keinginan Riku setelah dari restoran kami pulang ke rumah mertua di Yokohama dan menginap di sana. Padahal awalnya tidak berencana menginap, karena Riku harus mengikuti pelajaran Sekolah Minggu di Kichijouji. Lalu aku katakan padanya, asal dia janji untuk bangun pagi dan bersamaku naik kereta jam 7 pagi untuk mengikuti misa jam 9 di Kichijoji, maka dia boleh menginap. Riku setuju. Jadi begitulah, pagi harinya aku dan Riku naik kereta berdua menuju ke Kichijoji untuk ke misa dan sekolah Minggu, sementara papa Gen dan Kai masih tidur di Yokohama. Rencananya mereka akan bergabung di kichijoji siangnya….. Yang akhirnya mereka pulang ke rumah pukul 8 malam 😀 Tapi senang sekali hari Minggu itu, aku dan Riku berdua dari pagi hari berdua makan siang di gerai KFC lalu pulang naik bus, dan makan malam berdua saja di resto Yakiniku dekat rumah. Berdua begini, aku lebih bisa memperhatikan anakku yang 10 tahun lalu aku lahirkan. Meskipun tidak banyak bercerita, hanya berada berdua saja sungguh menyenangkan.

waktu Kai mendengar kakaknya pergi makan yakiniku berdua saja dengan mama, dia bilang…” Riku curaaaaaang!”

TAPI kami belum mengucapkan Selamat Ulang Tahun padanya, karena sebetulnya dia berulang tahunnya hari Senin. Kalau orang Indonesia mungkin pamali untuk mengadakan pesta sebelum ulang tahun, tapi kami memikirkan efisiensinya saja. Jadi sepi sekali waktu bangun pagi tanggal 25 Februari itu. Aku sih ingin membuat kue tapi sudah tidak sanggup membuat tengah malam waktu anak-anak tidur. Jadi aku buat sementara Riku dan Kai ke sekolah, dan aku bawa ke Sekolah Indonesia, tempat aku mengajar bahasa Indonesia malamnya. Aku minta Gen untuk datang ke Meguro selesai kerja sehingga bisa meniup lilin bersama dan pulang bersama. Tadinya aku mau masukkan kue itu di mobil dan menyembunyikan dari Riku sampai malam hari. Tapi tidak keburu, sehingga waktu pulang dari sekolah dia kaget sekali melihat ada kue di meja 😀

bersama murid-muridku di Restoran Cabe, Meguro dengan meniup kue ulang tahun buatanku

Dan karena satu dan lain hal, kami bersama dua muridku, merayakan ulang tahun Riku di Restoran Indonesia, Cabe di dekat Sekolah Indonesia itu. Senangnya dia waktu dinyanyikan oleh banyak orang yang ada di restoran itu. Ah, anakku ini sudah setengah dewasa, tapi juga masih anak-anak yang tidak bisa menyembunyikan kekagetan dan kegembiraannya dirayakan secara meriah. Dan semoga 10 tahun lagi bisa minum sake bersama ya Riku!

RIKU 10 tahun! from deMiyashita’s Kitchen

In Memoriam: Mama Tersayang

23 Feb

Setahun yang lalu, mama, Elizabeth Maria Coutrier telah dipanggil Bapa di surga. Setahun tanpa suaranya, tanpa kehadirannya, tanpa pelukannya, tanpa tanda salib atau kecupan di dahi, serasa sebagian hatiku menjadi kosong. Tapi selama setahun ini, aku bisa melihat lebih jelas lagi posisi mama dalam kehidupan kami. Mutlak dan aku bersyukur mempunyai ibu seperti mama.

Elizabeth Maria Coutrier – Mutter (12 Mei 1938 – 23 Februari 2012)

Elizabeth Maria lahir tanggal 12 Mei 1938, dari ibu Julia Keppel dan bapak Yohannes Ferdinand Mutter sebagai anak ke 6 (dari 7 bersaudara-kandung). Pada usia 2 tahun, ibu Julia Keppel meninggal dunia setelah melahirkan anak terakhir, tante Tera. Tidak lama hadir seorang ibu baru untuk Maritje, demikian dulu nama panggilan mama. Masa kecil yang sulit di masa pendudukan Jepang mama lewati di Jogjakarta. Waktu menonton film Soegija kemarin, aku melihat tawanan perang seperti melihat kilas oma dan opa di Jogja, dan membayangkan kehidupan mama saat itu. Mama pernah cerita bahwa mama dititipkan kepada keluarga Jawa dan setiap makan harus menunggu dulu eyang itu makan, dan mama makan sisa-sisa mereka. Atau kilasan cerita bahwa mama tidur di bale-bale, di pinggiran jendela, atau di kolong. Karena itu mama selalu marah kalau kami makan tidak bersih dan menyisakan nasi…. dan kami diceritakan masa-masa sulit mama ketika itu.

Mama bersama kakak-adik Mutter, tahun 1985

Mungkin suatu kebetulan yang aneh, bahwa mama lahir di tanggal yang sama dengan Florence Nightingale (12 Mei 1820 – 13 Agustus 1910), seorang perawat, penulis dan ahli statistik. Karena mama juga pernah belajar keperawatan di St Carolus. Alasannya masuk waktu itu hanya karena ingin belajar, tetapi tidak punya uang. Jika belajar menjadi perawat, tidak perlu membayar, malah akan digaji. Dan ternyata dia tidak bisa tahan bekerja sebagai perawat. Seorang perawat tidak boleh takut jarum suntik dan darah bukan?

Karya mama sebagai perawat memang belum banyak, karena kemudian dia beralih profesi menjadi sekretaris di sebuah perusahaan minyak yang akhirnya bertemu dengan papaku. Tapi aku ingat cerita mama yang pernah merawat seorang nenek yang pikun, tapi hanya mau dilayani oleh mama. “Mana Suster Maria?”. Nenek itu sudah tidak ingat kapan makan, kapan buang air. Bahkan dia sering mengorek “kotorannya” sendiri dan melepernya di dinding. Menjijikkan! Dan tentu saja Suster Maria harus membersihkannya. Tapi mama juga sedih waktu mendapati tempat tidur nenek itu kosong di suatu pagi hari waktu masuk kerja. Rupanya si nenek sudah meninggal waktu mama sedang tidak bertugas.

Atau kecekatan mama menyembuhkan anak-anaknya yang luka dan sakit. Aku ingat waktu adikku tertusuk duri dan durinya tinggal di tengah-tengah ibu jari kakinya. Mama langsung ambil gunting, mencabut duri dari bawah kuku dan mencuci dengan rifanol. Beres!

Aku masih batita

Aku senang lahir sebagai anak pertama. Bisa mendengarkan ceritanya tentang ini itu. Aku banyak belajar dari mama. Katanya, “perempuan harus pintar! Harus bisa apa saja. Kamu tidak bisa hanya bercita-cita menjadi ibu rumah tangga saja. Bagaimana kamu mau menjadi ibu rumah tangga jika tidak bisa berhitung, tidak bisa ini itu. Iya kalau suami kamu baik, kalau jahat dan kamu disiksa, ditinggal? Atau kalau suami kamu kehilangan pekerjaan? Perempuan harus bisa semua”. Dia bisa memperbaiki seterika yang mati. Dia bisa mengurus rumah seluas 150 meter dan kebun 850 meter sendirian! Dan…aku jarang melihat dia tidur….

mama dan aku dalam kereta di Belanda

Setiap mama cerita aku hanya bisa mendengarkan dan menitikkan air mata. Aku tidak bisa memberikan pelukan untuknya, atau belaian di kepalanya seperti yang Kai dan Riku berikan untukku kalau aku menangis. Aku memang kaku sekali waktu kecil, tidak bisa mengungkapkan kasih sayangku untuknya. Hanya bisa menunduk dan menangis. Dan mama juga tidak berusaha memelukku. Bagaimana bisa? Dia juga tidak pernah merasakan dipeluk  ibunya yang meninggal saat dia masih balita. Dia tidak tahu apa pentingnya skinship pelukan saat itu. Di mataku, mama adalah ibu yang tegar dan disiplin. Dan aku tahu, tentu sulit membagikan kasih sayang secara eksplisit pada ke tiga putrinya di samping mengatur rumah tangga. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat menyayangi kami.

mama sebagai sekretaris

Tapi, cerita mama tentu saja tidak hanya tentang kesengsaraannya saja. Dia banyak bercerita bagaimana dia menabung dan mengikuti kursus ini itu, terutama bahasa Inggris. Dia mengambil diploma  untuk bahasa Inggris dan mengetik. Waktu luangnya selalu dipakai untuk belajar, belajar dan belajar. Betapa bangganya aku juga waktu dia bercerita bahwa ketikannya amat cepat sehingga semua yang ada di kantor menoleh padanya. Jaman teleks baru dimulai, dia termasuk orang yang pertama menggunakannya. Dengan pinggang kecil, rok lebar, baju putih dan rambut yang panjang, dia memukau orang. Bukan saja dengan kecantikan tapi juga dengan kepandaiannya, meskipun dia tidak bersekolah tinggi.

mama mengetik

Aku tak pernah bisa mengalahkannya dalam berhitung. Belum sempat menekan tombol sama dengan pada kalkulator, mama sudah menyebutkan jawabannya. Dia selalu punya cara menghitung yang aneh dan cepat. Sampai semua penjual terheran-heran, dan mungkin dengan terpaksa menjual barang ke mama dengan harga murah. Karena mama menawar keseluruhan harga barang, bukan satu persatu. Dan jangan pernah bertengkar soal arah pada mama. Dia pengingat jalan yang baik, meskipun dia sering salah berbahasa Indonesia. Dia tetap sulit menyebutkan mana yang kiri dan mana yang kanan. Lebih baik tanya links (kiri) atau recht (kanan).

menari

Semakin mama bertambah umur memang ingatan masa lalunya semakin memudar. Aku sedih waktu aku bercerita soal toneel, pertunjukan musik pertama yang mama lakukan, mama hanya bisa memukul Cymbal dan kemudian menjatuhkannya. Cymbal itu menggelinding jatuh di panggung dan menjadi bahan tertawaan pengunjung. Mama pernah ceritakan itu padaku, dan waktu aku tanyakan saat itu, mama sudah lupa. …. sedih memang mengetahui bahwa orang tua kita makin melemah, baik fisik maupun pikiran. Tapi ma, cerita-cerita mama selalu aku ingat.Sedangkan cerita saja aku ingat, apalagi cinta dan kasih mama sebagai seorang mama…

Selalu suka foto ini. Dan aku juga suka komentar dari pastor John Lelan, SVD : “Cinta itu bukan saling memandang, melainkan sama-sama melihat arah yang sama.”

Aku masih ingat waktu aku menelepon mama waktu ulang tahun terakhirnya , mama bercanda mengatakan “Aku sudah tua, hanya tinggal menunggu Tuhan memanggil”. Dan aku seperti biasa hanya bisa bercanda menghiburnya bahwa Tuhan memanggil siapa saja kapan saja tanpa kita tahu waktunya. Dan ternyata mama sudah siap! Dia siap menghadap Tuhan setelah menerima abu di hari Rabu Abu tahun lalu. Sudah komuni dan berpuasa, bahkan sudah mandi dan keramas di malam harinya.

 

Ah, aku selalu menulis sambil menangis, jika berbicara soal Mama. Maafkan aku ma… Aku hanya ingin mengungkapkan rinduku padamu. Itu saja. Dan aku yakin mama sudah bahagia bersama Tuhan di surga, dan terus mendoakan kami yang masih di dunia ini. Semoga hidup kita semua selalu bersandar padaNya, karena hanya Dia sang empunya hidup, sampai waktunya kita bertemu kembali. Semoga.

Bunga kesukaan mama, Garbera.

 

Pagi hari ini pukul 11 akan diadakan Misa Arwah 1 tahun meninggalnya mama di rumah Jkt. Aku tidak bisa datang, dan berusaha sambung dengan Skype. Tapi kalaupun tidak bisa online, aku akan berdoa sendiri di rumah, di jalan, di mana saja dan membawa mama selalu dalam kegiatanku, khususnya hari ini. Sama seperti ketika kemarin membeli bunga kesayanganmu. Hari ini adalah harinya mama… Titip salam untuk semua saudara-saudara kita yang sudah mendahului kami ya Ma….

Mandi Bersama

21 Feb

Mungkin kalau membaca judul Mandi Bersama, kamu akan membayangkan pemandian umum di Jepang yang bernama Sento, atau pemandian air panas, Onsen, yang mewajibkan semua mandi bersama, tentu saja dalam keadaan telanjang di satu tempat/kolam. Tapi yang kumaksud di sini adalah mandi bersama anggota keluarga lain, di kamar mandi di rumah tentunya.

Memang kalau di Indonesia jarang atau mungkin tidak ada seorang bapak/ibu yang mandi bersama anak-anaknya kan? Memandikan sih ada, tapi pasti pakai baju dan sesudah memandikan baru akan membuka baju dan mandi sendiri. Tapi kalau di Jepang sudah umum bahwa anak-anak itu mandi bersama orang tuanya, dan biasanya di malam hari sebelum tidur. Kalau bapaknya belum pulang, biasanya anak-anak akan mandi dengan ibunya. Mandi cara Jepang, seperti pernah kutulis juga, adalah membasuh badan, memakai sabun, membilas, baru kemudian masuk ke bak yang berisi air panas dan berendam. Jadi waktu mengajar bahasa Indonesia kepada orang Jepang, jika mau mengatakan ofuro ni hairu, aku katakan lebih baik jangan pakai kata “mandi”, dan juga jangan harafiah: “masuk bak”, tapi katakan saja “berendam”, pasti orang Indonesia bisa mengerti. (kalau tidak berendam biasanya pakai kata shawa- japlishnya shower. Dan aku kasih tahu saja ya kepada teman-teman, kalau sudah biasa berendam di air panas, pasti ketagihan deh 😀

Karena kami keluarga Jepang, maka kebiasaan mandi bersama ini terus kami laksanakan, sejak anak-anak masih bayi. Dan tentu saja mandi bersama ini 95% adalah antara aku dan kedua anakku, karena suamiku jarang bisa pulang sebelum pukul 8 malam (di keluarga kami pukul 8 malam mandi, dan pukul 9 tidur). Apakah sekarangpun, aku masih mandi bersama anak-anak? Ya, aku masih mandi bersama Kai (5 th) tapi tidak bersama Riku (9 th) . Sudah sejak dia berusia 7 tahun dia lebih sering mandi sendiri, tapi karena Kai maunya bersamaku, kadang kami berendam bertiga. Rupanya benar juga kata survey di TV bahwa anak-anak mulai tidak mau mandi bersama lagi waktu kelas 4 SD, dan Riku memang kelas 4 SD. Rupanya di kelas 4 juga mereka mendapatkan pelajaran biologi yang menerangkan perubahan tubuh seorang anak menjadi dewasa.

Aku sangat menyukai acara mandi bersama, lebih daripada makan bersama. Karena kalau makan bersama, aku masih harus menyiapkan masakan, lalu membereskan piring dan makanan setelah selesai. Tapi kalau mandi bersama, kami bisa benar-benar melewatkan waktu bersama sambil berendam. DAN sudah sejak setahun terakhir aku menikmati percakapan dengan Kai di dalam bak. Dia mulai belajar menulis dengan melihat daftar huruf hiragana yang aku pasang di dinding kamar mandi (tahan air). Kalau Riku sejak kecil tidak ada perhatian dengan deretan huruf itu, Kai penuh perhatian dan sering mengatakan bahwa huruf ini mirip dengan huruf ini.

Kemarin dulu Kai bertanya padaku:
“Ma, ini boneka Ultraman bisa mengapung karena ada udaranya ya?”
Lalu aku terangkan kalau semua udara diganti dengan air, maka boneka itu bisa tenggelam dan tidak mengapung lagi. Tapi kalau bonekanya kecil dan terbuat dari plastik biasanya tidak bisa tenggelam sampai bawah karena …. berat (aku maunya bilang berat jenis tapi ngga tahu jeh bahasa Jepangnya BJ itu apa hihihi)nya tidak sama dengan berat air.
“Lalu kenapa kalau kita kasih air dari atas, bisa membuat lingkaran yang makin membesar gitu?”
Terpaksa aku bilang ya itu karena ada tekanan yang dipaksakan di permukaan kemudian daya itu makin lama makin kecil seiring dengan lingkaran membesar…. bingung juga menjelaskannya tapi…. Kai akan tanya terus jika tidak aku jelaskan. Mungkin karena aku selama ini aku selalu menjawab dan menerangkan dengan mudah pertanyaan dia, dia makin “menyebalkan” pertanyaannya dan makin gencar hehehe.

Tapi kemarin malam aku kaget dia bertanya,
“Ma, kenapa kalau kita masuk ke bak airnya naik?”
Yatta….. itulah nak … hukum archimedes!!! Jadi deh aku mendongeng bahwa dulu orang ngga tahu cara mengetahui volume, lalu seorang bernama archimedes berendam deh seperti Kai. Baknya penuh seperti tadi mama sebelum masuk kan penuh, begitu mama masuk ke dalam bak, banjir deh keluar semua 😀 Jadi volumenya mama sama dengan volume air yang tumpah itu. Lalu aku suruh dia keluar bak, beri tanda garis airnya, lalu waktu dia masuk, garisnya akan naik….

Dia pernah bertanya: “Listrik itu gimana terjadinya?” atau “Otak manusia itu warnanya apa?” dan tadi siang dia bertanya, “Awal mula manusia cuma satu orang ya?” Dooooohhh 😀 Karena sambil kayuh sepeda aku bilang akan jelaskan di rumah saja (dan untung dia lupa setelah sampai di rumah hahahaha)… eh tapi dia tanya, kenapa musti di rumah? Lalu aku bilang : karena mama perlu buat bagan 😀

Apakah dia mengerti penjelasan-penjelasanku? Aku harap begitu, tapi meskipun tidak, pasti ada sebagian kecil keterangan yang akan masuk ke otaknya yang bisa dia mengerti di kemudian hari. Dan pertanyaan dia tentu saja tidak berhenti waktu mandi saja. Kemarin sesudah mandi aku membantu Riku mengerjakan PR matematikanya, dan dia ambil kertas serta spidol dan tulis angka-angka :
2+1 = 3 (ini dia bisa tulis sendiri) lalu
3+5 = …. (Maaaa… ini tulis apa? lalu aku beritahu)

tulisannya Kai, lihat  angka 5 nya kebalik kan? hihihi

dan terus tanya, sampai aku marah dan bilang: JANGAN GANGGU mama sedang bantu kakak!

Lalu dia bilang: “Kok mama cuma bantu Riku aja… aku kan juga mau belajar!!”
“Tapi kamu belum ada PR, kalau kamu sudah ada PR pasti mama bantu!”
Dan akhirnya dia masuk kamar, lalu bermain lego deh….

Mandi bersama berkembang menjadi belajar bersama!

Punya pengalaman yang sama?
Jadi mohon maklum ya kalau akhir-akhir ini aku tersendat-sendat menulis di TE, soalnya sedang belajar bersama Kai sih 😀