Menggenapi 21 tahun di Edo Castle

25 Sep

Aku datang ke Jepang tanggal 23 September 1992. Persis Autumn Equinox dan memulai hidupku sebagai mahasiswa asing di Yokohama National University. Tepat tujuh tahun sesudahnya aku pun mendaftarkan pernikahan dengan teman satu angkatan di program pasca sarjana  sehingga secara hukum Jepang aku berstatus “istri orang Jepang” (Tapi kami memperingati ulang tahun pernikahannnya Desember dengan diberkati di gereja)

Karena hampir setiap tahun Autumn Equinox jatuh kalau tidak tanggal 21-22 atau 23 September, maka sudah pasti jatuh pada hari libur. Dan tahun ini aku menggenapi 21 tahun dengan mengunjungi Edo Castle, tanggal 22 September sekaligus menambah daftar 100 castle yang kami kunjungi.

Hari Minggu itu mau tidak mau aku dan riku harus ke gereja Kichijouji meskipun sebetulnya hari Sabtunya kami sudah ke misa bahasa Indonesia di Meguro. Riku harus mengikuti sekolah minggu dan aku harus kerja mempersiapkan bazaar. Dan hari itu kami putuskan untuk jalan-jalan dengan transportasi kereta saja dengan perkiraan esok harinya jalanan akan macet dengan orang-orang yang pulang rekreasi karena libur 3 hari berturut-turut. Jadi sekalian saja Gen dan Kai ikut membantuku dalam persiapan bazaar, yaitu membuat candy wreaths dan sabun hias.

Stasiun Tokyo. Kanan bawah: Kalau lihat lift seperti ini jadi ingat lift yang di film Wonka Chocolate Factory 😀

Setelah selesai kamipun menuju Stasiun Tokyo, dan janjian bertemu dengan kedua mertuaku di sana. Kebetulan bapaknya Gen bekerja di salah satu kantor megah di depan stasiun Tokyo dan sangat mengenali daerah itu karena sudah berpuluh tahun bekerja di sana.

Gedung Kitte dan berfoto di depan gedung kantor bapaknya Gen

Sambil menunggu kami sempat memotret bagian depan stsiun Tokyo yang baru direnovasi, kemudian kami menuju bangunan baru di depannya yang bernama KITTE. Tadinya mau makan di sini, tapi untuk menghemat waktu kami membeli bento saja untuk dimakan di depan taman Edo Castle.

Ya memang kami harus berjalan jauh, tapi karena tidak terlalu panas, kami berjalan santai sambil mampir-mampir dan berfoto. Sementara Riku dan Kai ditemani Gen meminta cap untuk buku mereka di toko depan castle, aku dan bapak ibu mertua duduk istirahat di depan taman. 

taman di depan castle dan pintu gerbangnya. Bangku di taman sengaja tidak dibuat panjang supaya tidak ditiduri oleh gelandangan

Kai: “Papa aku mau masuk ke dalam castle itu”
Gen : “Tidak bisa dong”
Kai : “Kenapa?”
Gen : “Karena ada yang tinggali”
Kai : “Ooooh masih ada samurai yang tinggal di situ ya?”
Bagi kami percakapan ini lucu, karena kami tahu bahwa keluarga Kaisar Jepang masih tinggal di sana. Tapi untuk anak-anak yang belum tahu apa-apa pasti berpikir bahwa di situ masih ada samurai-samurainya 😀

Edo Castle

Memang tempat ini menjadi obyek wisata bagi turis asing yang datang ke Tokyo selayaknya Buckingham Palace di London atau Istana Negara di Jakarta. Dan terus terang hari itu, aku baru pertama kali mengunjungi dan berfoto di depannya 😀 Baguslah aku memperingati 21 tahun kedatanganku di Tokyo di depan Edo Castle bersama keluarga Miyashita.

Setelah dari sini, kami berjalan menuju stasiun Yurakucho untuk pulang ke rumah mertua. Aku sendiri memisahkan diri karena aku ada acara dengan teman-teman lama di radio, sementara anak-anak dan Gen pulang duluan. Meskipun tidak dirayakan dengan pesta, aku menambah kenangan kunjungan tempat bersejarah dalam hidupku.

 

cap Edo Castle dalam bukunya Kai

Open School

20 Sep

Ada dua kegiatan di sekolah dasar Jepang yang melibatkan orang tua murid yaitu Jugyo Sankan 授業参観 (Open Class – orang tua melihat pembelajaran di kelas anaknya) dan Gakkou Koukai 学校公開 (Open School – Sekolah dibuka untuk umum/ yang mau mengunjungi). Tujuannya sama, yaitu supaya orang tua bisa melihat langsung kegiatan pembelajaran anaknya, tapi untuk yang Open School ini, orang tua bisa mendatangi kelas-kelas lainnya untuk “melongok” kegiatan pembelajaran, misalnya kelas komputer, kelas seni dsb. Sedangkan jugyou sankan atau open class, orang tua hanya berada di kelas anaknya saja, kecuali kalau ada kakak/adiknya di sekolah yang sama.

Kedua kegiatan ini memang biasanya diadakan pada hari biasa, tapi pasti ada satu hari Open School yang diadakan hari Sabtu sehingga orang tua yang bekerja di hari biasa juga bisa hadir. Kedua kegiatan ini sudah terdapat dalam rencana kegiatan sekolah tahunan, jadi bisa diketahui dari jauh-jauh hari (tidak mendadak), seperti juga kegiatan sekolah yang lain (termasuk Idou Kyoshitsu – Kelas Bergerak). Tidak ada kegiatan di sekolah yang mendadak, bahkan kalaupun ada gangguan cuaca sehingga terpaksa dibatalkan, pasti akan diberitahukan cadangan hari pelaksanaannya.

Hari ini merupakan Open School untuk SD nya Riku. Dan seperti biasa Riku amat mengharapkan kedatanganku. Sebetulnya aku harus bersyukur, karena banyak anak yang tidak suka jika ibunya datang. Riku malah sedih kalau aku tidak bisa datang 😀 Sehingga waktu kemarin dia mengingatkan bahwa hari Jumat ada Open School, aku cepat-cepat membatalkan rencana kencan dengan Sanchan 😀

Tapi hari ini aku tidak enak badan. Entah akhir-akhir ini aku merasa tidak bertenaga, sehingga harus tidur siang supaya bisa kuat. Pengaruh cuaca mungkin ya. Jadi tadi aku tidur lagi setelah mengantarkan Kai ke TK. Dan terbangun pukul 11. Hmm setelah melihat jadwal pelajaran dari jam pertama sampai ke 4 aku merasa tidak apa-apa jika aku tidak hadir. Aku juga sudah tanya Riku jam pelajaran ke berapa yang dia ingin sekali aku datang. Mamanya sudah tidak bisa kalau harus seharian berdiri terus di belakang kelas. Dan dia katakan jam ke 5 (13:40-14:25) dan ke 6 (14:30-15:15), karena di jam ke 6 dia akan presentasi. Jadi deh aku keluar rumah jam 13:20 berjalan ke SD karena tidak boleh naik sepeda (tidak ada parkir sepeda).

Jam ke 5 ternyata diadakan di perpustakaan. Ternyata waktu kulihat di jadwal judulnya: “Story Telling and Book Talk” , sehingga waktu aku datang dan bertemu wali kelas Riku, aku diajak masuk ke perpustakaan dan duduk (huh lega deh bisa duduk hehehe). Selama jam ke 5 hanya ada 5 orang tua murid yang datang dari 31 murid satu kelas. Yah memang sih biasanya orang tua murid datangnya jam pertama sampai ke 4 yang diadakan sebelum makan siang. Waktu makan siang kami harus pulang dan datang lagi pukul 13:40 (jam ke 5) itu. Jadi memang biasanya sedikit sekali orang tua yang hadir pada jam ke 5 dan ke 6.

Tapi waktu kutanya pada ibu yang di sebelahku dan kepada Riku juga, ternyata orang tua yang mengunjungi kelas sangat sedikit kali ini. Paling banyak 5 orang 🙁 Kasihan juga anak-anak ya. Memang kalau melihat pengalaman yang lalu, ibu-ibu akan bersemangat untuk hadir di kelas-kelas rendah, kelas 1-2-3, lalu mulai kelas 4 ke atas mulai malas datang. Mungkin bosan, mungkin merasa tidak perlu, mungkin tidak bisa karena bekerja. Aku pun sebetulnya kalau hari Jumat tidak bisa, tapi berhubung semester genap belum mulai (baru mulai minggu depan) aku bisa datang.

Anyway, pelajaran jam 5 di perpustakaan ini BAGUS sekali. Setelah jam ke 5 selesai, aku sempat memuji wali kelasnya, dan ternyata pelajaran seperti ini BARU percobaan pertama kali. Wah, aku katakan “Bagus sekali kalau setiap bulan diadakan pak!”. Sebagus apa sih?

Guru penanggung jawab perpustakaan (aku singkat guru perpustakaan) memulai pelajaran dengan menceritakan satu cerita dari Ethiopia (Judul : Mura no Eiyu – Watanabe Shigeo)  . Cerita yang menarik dan menjadi pengetahuan juga karena dengan demikian anak-anak juga ditanya Ethiopia itu di mana, dsb pengetahuan umum. Aku pun ikut terhibur dengan Story Telling ini.

Cerita rakyat Ethiopia

Sesudah itu guru tersebut mengadakan Book Talk; yaitu memperkenalkan buku-buku pilihan yang menurutku semua menarik. Ada buku tentang Kucing Kampung : bagaimana kucing kampung melewatkan satu hari dan bagaimana manusia meneliti Kucing Kampung, Cerita tentang Topi Merah dan Topi Putih yang justru merupakan buku matematika yang sulit, ada buku tentang Nasi, mulai dari ukuran berat jaman dulu sampai dalam satu mangkuk ada berapa butir beras, Cerita tentang pohon Mochi yang ternyata ada dalam buku teks pelajaran SD kelas 5 dsb. Ada cerita tentang kalender yang dibuat Julius Caesar dan Gregorius. Aku sendiri berminat membaca buku tentang Nasi itu, menarik!

sebagian dari buku-buku yang diperkenalkan dalam Book Talk

Setelah Book Talk selesai, murid-murid diberi waktu bebas untuk membaca buku atau meminjam buku. Buku-buku yang diperkenalkan guru tadi itu juga menjadi rebutan untuk dipinjam. Aku mencari Riku untuk melihat dia membaca atau meminjam buku apa…eeeeh ternyata dia berada di belakang meja peminjaman. Dia menjadi Petugas Perpustakaan. Oh iya dia kan memang anggota OSIS untuk seksi perpustakaan 😀 Senang dan bangga juga melihat anak sedang “bertugas”.

Jam ke 6 murid- murid kembali ke kelas dan melaksanakan pelajaran SOGO (Multidisiplin). Mereka dibagi menjadi 6 kelompok dan mengadakan presentasi atas penelitian mereka tentang “Beras”. Pantas waktu itu Riku minta bantuan aku untuk mencari tentang “Pengembangan Jenis Beras” di internet. Anak-anak dibiasakan untuk mengadakan presentasi. Ada yang berbicara jelas tapi ada pula yang kecil suaranya. Juga ada yang penelitiannya kurang “dalam” sehingga berkesan asal-asalan, tapi semua sudah berusaha dengan baik. Ada yang membuat presentasi berupa “buku laporan” dan ada yang berupa poster. Bagian Riku dia menjelaskan bagaimana pembuahan padi yang menjadi “bapak” dan padi “ibu” untuk menjadi padi jenis baru yang lebih tangguh dan enak rasanya. Suaranya lumayanlah meskipun masih kurang keras dan jelas (menurutku).

Meskipun aku hanya mengikuti jam ke 5 dan ke 6, hari ini aku merasa menjadi “murid” yang baik dan banyak belajar dari guru perpustkaan dan dari presentasi murid-murid. Gratis lagi 😀 Hebat deh.

Pulang sekitar jam 15:45, dan karena masih ada waktu 30 menit sebelum Riku pergi Juku (bimbel) , aku mengajak dia kencan di restoran dekat rumah untuk makan es krim. Kapan lagi aku ada waktu benar-benar “berduaan” dengan sulungku, jadi aku menikmati waktu 30 menit yang berharga itu, dan menghabiskan sisa-sisa makanannya sementara dia bergegas naik sepeda ke Juku. Sedangkan aku masih ada waktu 20 menit lagi sebelum menjemput Kai di TK.

Very nice one Friday for me… How was your Friday?

 

 

Kelas Bergerak

17 Sep

Ini adalah terjemahannya bahasa Jepang Idou Kyoushitsu 移動教室 yang harafiahnya memang Idou = bergerak, Kyoushitsu= kelas. Tapi maksudnya sebenarnya pindah kelas…. hmmm tapi bukan orangnya yang pindah kelas, tapi kelasnya yang berpindah. Bingung kan 😀 Jadi kelasnya berpindah bukan di sekolah tapi di luar sekolah. Mungkin seperti istilah Camp di sekolah-sekolah Amerika, atau “karyawisata dengan menginap” ke luar daerah/negara untuk sekolah di Indonesia (ntah masih ada atau tidak :D) .

Jumat siang aku mengikuti pertemuan penjelasan untuk “karyawisata” kelas 5 SD di sekolahnya Riku. Aku tidak tahu sebelumnya bahwa acara yang dinamakan Idou Kyoushitsu itu akan menginap. Kupikir hanya belajar di luar kelas saja, seperti yang mereka lakukan waktu kelas 4 pergi ke Pusat Penjernihan Air, atau ke Taman di dekat daerah kami dengan berjalan kaki 20 menit. Baru aku mengerti setelah mendengar dari Riku bahwa hampir semua anak membicarakan karyawisata bersama itu sejak mulai masuk sekolah kembali setelah liburan musim panas. Dan untung aku membaca kertas pengumuman bulanan kelasnya sehingga aku bisa menghadiri pertemuan penjelasan dari pihak sekolah kepada orang tua hari Jumat yang lalu.

Tapi aku kagum dengan semua persiapan yang telah dilakukan oleh guru-guru, 3 guru kelas 5 dan guru kesehatan, termasuk juga ada 3 orang warga setempat yang selalu mendampingi murid-murid waktu pergi berkarya wisata, jadi sudah ahli. Rupanya setiap tahun sudah pasti tempat tujuannya, hanya isi acaranya yang berbeda. Tempat menginapnya merupakan tempat milik kelurahan Nerima yang biasa disewakan murah untuk warga Nerima. Tentu karena SD nya Riku adalah SD milik pemda, tidak perlu membayar penginapan, hanya untuk makan saja. Sehingga orang tua cukup membayar 6000 yen yang sudah jelas untuk apa saja, misalnya untuk api unggun (membeli kayu dan asuransi jika terjadi sesuatu) lalu ada acara memetik apel yang boleh dimakan di tempat seberapa banyaknya (katanya untuk oleh-oleh 1 anak boleh bawa pulang 2 buah), juga ada biaya untuk es krim 300 yen. Selain itu kami diberitahukan untuk memasukkan uang ke dalam amplop terpisah untuk membeli oleh-oleh tapi tidak boleh lebih dari 2000 yen, sehingga semua seragam, tidak ada yang membawa banyak uang. Amplop uang hadiah (dengan nama) itu dikumpulkan kepada gurunya, untuk kemudian gurunya akan memberikan sebelum acara belanja-belanja (biasanya hari terakhir), sehingga kemungkinan hilang atau dicuri selama menginap akan terhindari.

Ah aku membayangkan anak-anak ini pergi menginap bersama teman-teman, lalu bermain bersama, mendaki memasuki hutan bersama, memetik apel bersama, kemudian ada acara memotong pohon dan membuat coaster bersama, ada acara kimodameshi (menakut-nakuti seperti mapram gitu), dan ditutup dengan api unggun. Kata salah satu gurunya biasanya diatur pergi kimodameshi berpasangan (laki-perempuan dengan undian) dan biasanya pergi bergandengan tangan ( wah gurunya mau nyomblangin juga nih hahahaha). Sebuah kenangan yang pasti tidak bisa terlupakan untuk anak-anak berusia 10 tahun ini. Belum lagi mereka akan membeli hadiah oleh-oleh untuk orang rumah, juga bisa menulis kartu pos dan kirim ke orang tua atau kakek-neneknya.

Tapi untuk merencanakan acara ini, kami orang tua juga cukup repot karena selama seminggu sebelum berangkat harus memonitor kesehatan anak-anak. Mengambil suhu badan dan mencatat jam berapa tidur dan jam berapa bangun. Harus menulis apa alergi anaknya, dan kebiasaan anak misalnya apakah anaknya suka mabok darat, atau perlu minum obat secara rutin. Setiap hari kami harus mengisi kartu laporan kesehatan untuk dilihat hoken no sensei (guru kesehatan). Lumayan juga guru itu memonitor 88 orang anak yang akan ikut (88 murid kelas 5). Kami juga harus menyertakan fotokopi kartu asuransi jika diperlukan waktu pergi menginap untuk diantar ke RS. Jika sakit parah tentu kami sebagai orang tua akan ditelepon dan menjemput anaknya di sana. Tempatnya cukup jauh sih di Karuizawa, tempat yang terkenal dengan villa-villa orang kaya 😀

Yang aku rasa menarik juga, orang tua murid perempuan harus membawakan sanitary napkin untuk anak-anaknya, meskipun mungkin  belum dapat HAID pertama. Konon ada beberapa anak yang mendapat pertama waktu pergi bersama dengan teman-temannya, jadi seperti ketularan. Hmm susah ya punya anak perempuan :D. Ada juga orang tua yang bertanya bagaimana mandinya, apakah perlu bawa handuk untuk gosok atau shampo dsb. Lalu gurunya bilang, “Semua ada di sana, tinggal bawa handuk saja. Waktu mandi sejak buka baju sampai pakai baju hanya 15 menit saja, jadi tidak ada waktu berlama-lama” Dan kelihatan sekali orang tua murid perempuan itu khawatir…wah kalau aku sih dua anak laki-laki sudah biasa kalau harus mandi 5 menit hahahaha.

Apakah aku khawatir? Memang mungkin sebagian orang tua akan parno, bagaimana jika anaknya tidak bisa makan, tidak bisa jalan jauh ini itu… atau mengkhawatirkan busnya. Tapi aku sih tidak khawatir karena kalau kita percaya ditambah berdoa untuk perlindungan Tuhan, pasti anak-anak juga akan enjoy dan mendapatkan kenangan yang tak terlupakan. Tunggu saja cerita Riku….. Perginya kapan? Tgl 9 Oktober selama 3 hari 2 malam! tanoshimi

Aku sendiri selain camping pramuka, pergi menginap cuma untuk acara retret sehingga rohani melulu, tidak pernah punya pengalaman yang menyenangkan begini. Kalau kamu?

Taifu No 18

16 Sep

Pintu bergetar-getar, Angin bertalu-talu dan sesekali terdengar benda-benda ringan yang ada diluar menabrak sesuatu di jalan. Hujan sesekali tempias sampai ke dalam rumah karena jendela kubuka. Taifu no 18 sudah mendatangi kami.

Memang sejak kemarin tgl 15 sampai hari ini tanggal 16, diperkirakan Taifu atau angin topan disertai hujan akan melintasi wilayah Jepang dengan kekuatan besar. Padahal boleh dibilang sejak tanggal 14 September, Sabtu warga Jepang mempunyai hari libur berturut-turut renkyuu 連休, karena tanggal 16 merupakan hari libur nasional yaitu Keirou no hi 敬老の日, hari untuk menghormati orang tua/lansia. Banyak warga yang sudah mempunyai rencana untuk pergi ke luar kota dan terpaksa membatalkannya. Termasuk kami. Kami sebetulnya akan pergi ke gunung Yatsugatake, bersama pastor Ardy dan teman-teman dari komunitas Meguro, tapi sejak mengetahui bahwa taifu akan datang, sejak tanggal 14 pagi kami sudah memutuskan untuk membatalkan acara itu. Rumah retret yang akan kami kunjungi itu terletak di dalam hutan sehingga cukup membahayakan dalam taifu, belum lagi perjalanan melalui jalan berbukit. Rencana apapun juga pasti bisa batal di Jepang karena cuaca yang tidak bisa terbaca sebelumnya. Karena itu waktu membuat rencana di Jepang pasti ada tulisan: Jika hujan/cuaca buruk dibatalkan atau ditunda 🙂 Hampir semua pamflet yang aku terima menuliskan kemungkinan itu. Orang Indonesia karena dianugerahi cuaca yang stabil, hampir tidak pernah memikirkan kemungkinan cuaca atau kondisi luar yang memungkinkan suatu kegiatan batal.

Taifu nomor 18 semoga cepat berlalu

Minggu pagi hari hujan lebat sudah turun terus menerus. Tapi aku dan Riku tetap bersiap ke gereja untuk misa jam 9 karena Riku ada Sekolah Minggu dan aku harus mengikuti pertemuan orang tua setelah misa. Aku harus pergi karena aku termasuk dalam panitia bazaar yang akan diadakan tanggal 20 Oktober, dan untuk itu aku bertugas mengelola kerajinan tangan ibu-ibu yang akan dijual pada bazaar. Tadinya aku dan Riku sudah bersiap untuk naik bus jam 8:15 pagi, tapi karena Gen terbangun jam 8 dan mau mengantar kami, kami berangkat jam 8:30. Biasanya perjalanan dengan mobil makan waktu 15-20 menit, tapi kemarin karena hujan, semua mobil dan bus berjalan lambat dan hati-hati. Kami terlambat 5 menit, tapi gereja memang sepi. Hanya sekitar 50 orang yang datang, dan banyak yang terlambat.

Ada satu kesalahan besar yang kami lalukan kemarin, dan kami anggap sebagai pelajaran. Yaitu kami meninggalkan Kai dalam keadaan tidur dengan asumsi dia akan terus tidur sampai Gen kembali ke rumah setelah mengantarkan kami. Aku sempat berpikir untuk membangunkan dia dan memberitahukan bahwa kami pergi sebentar dan dia boleh tidur terus. Tapi karena buru-buru aku lupa. Nah, terjadi happening dengan Kai.

Pukul 9:15 (aku tentu masih di misa, dan membaca pesan singkat dari Gen sekitar pukul 10:10 sebelum pertemuan ortu murid), Gen sampai di dekat rumah dan melihat Kai didampingi dua orang polisi berjalan ke arah apartemen kami. Tentu Gen langsung berhenti dan mengambil Kai dari tangan polisi (tentu sambil minta maaf segala). Menurut laporan Gen, Kai sudah tenang.

Rupanya waktu Kai terbangun (menurut penuturan Kai) dia mendapatkan dirinya sendirian (meskipun semua lampu kubiarkan menyala). Panik dan mencoba meneleponku di HP. Tapi tidak tersambung (entah karena panik dia lupa nomornya tapi waktu kutest dia bisa menyebutkan dengan benar). Lalu dia cepat-cepat memakai sandal dan emngambil payungnya (sedang hujan), menutup pintu (tentu tidak dikunci karena dia tidak punya kunci), turun ke lantai satu dengan lift… lalu berjalan ke pos polisi (koban) yang terletak 200 meter dari rumah kami.

Aku bertanya, “Kai menangis?”
“Tentu, tangisku melebihi suara hujan!” hahahaha… aku memeluk dia terus waktu mendengar penuturannya.
“Kai pakai sepatu?”
“Buru-buru sih, jadi aku pakai sandal….”
“Pakai payung?”
“Pakai payungnya Kai yang kuning”
“Tidak kunci pintu?”
“Ahhhh iya….lupa…”
“Hehehe tidak apa-apa… sudah benar Kai larinya ke pos polisi. Tapi lain kali coba telepon ke mama dulu ya”
“Aku sudah telepon tapi ngga bisa…”
“Iya ngga papa… Kai hebat! Maaf ya mama tidak bangunkan kamu”

Waktu aku ceritakan ke Riku begitu aku baca sms papanya, Riku berkata, “Untung dia ke koban ya. Sama seperti aku dulu”. Ah anak-anakku memang pintar deh  😀 Riku dulu kalau takut atau menemukan sesuatu selalu ke Koban sehingga cukup terkenal namanya di antara polisi dekat rumahku 😀 Memang perlu diberikan pengertian pada anak-anak sejak dini: Jangan menyalakan api atau heater (termasuk pegang-pegang pisau), tutup pintu dan pergi ke pos polisi karena pos polisi adalah tempat yang paling aman. Juga menghafalkan nomor telepon dan arah rumah. Serta jangan berbicara/mengikuti orang yang tidak dikenal kecuali polisi. Kejadian ini tentu merupakan pelajaran bagi kami sebagai orang tua, dan ternyata sebagai orang tua, sebaik-baiknya kami berpikir dan mempersiapkan segala sesuatunya, pasti ada kemungkinan terlupa dan terjadilah happening seperti kejadian pada Kai.

Setelah misa, kami dijemput Gen dan Kai di sebuah toko elektronik terkenal di Kichijouji. Karena mobil bisa diparkir di toko itu meskipun mahal (satu jamnya 700yen atau sekitar 70.000 rupiah 😀 gileee ya mahalnya 😀 ) Waktu itu hujan datang dan pergi, dan sudah tidak selebat pagi harinya. Aku dan Riku berjalan dari gereja ke toko YB itu karena kebetulan aku juga mau menanyakan servis iPhoneku yang sedang tidak bisa dipakai cameranya. Ternyata aku harus membawa ke iStore di Shibuya dna kemungkinan besar akan diganti dengan yang baru. Aku juga sempat melihat-lihat iPad 4 tapi tidak membeli karena mau menunggu keluarnya iPad5 sekitar bulan November yad. Kami akhirnya hanya membeli lego Chima untuk Kai dan City untuk Riku masing-masing tidak lebih dari 120rb. Daaaan karena sudah membeli lego, kami cepat-cepat pulang dan makan di tempat lain supaya tidak harus bayar parkir yang mahal lebih dari satu jam.

Taifu itu biasanya membawa dampak sekitar 2-3 hari terhadap kehidupan kita. Karena itu begitu kita mendengar akan ada Taifu, lebih baik secepatnya mempersiapkan makanan dan minuman untuk 2 hari dengan kemungkinan tidak bisa pergi ke mana-mana. Hindari keluar rumah jika tidak penting sekali dan tentu saja jangan pakai sepeda karena jarak pandangan yang pendek serta basah semua 😀 Selain itu biasanya kami harus menurunkan pot, gantungan baju atau apa saja yang mungkin bisa diterbangkan angin supaya tidak berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain yang lewat. Aku sendiri sudah membeli sayur hari Sabtu karena biasanya setelah taifu sayur dan buah-buahan menjadi mahal karena banyak ladang yang rusak.

Karena harus melewati hari bersama, kami berempat harus nakayoku 仲良く (bersahabat) dalam apartemen yang sempit untuk waktu lama. Kami sudah buktikan kemarin sekitar jam 3 sore kami berempat masuk kamar tidur ber-AC dan masing-masing membaca buku sambil tertidur, dan baru terbangun jam 7 malam 😀 Nah, masalahnya bagaimana kami bisa melewati satu hari ini lagi tanpa ada suara perkelahian dari anak-anak ya? Wish us luck 😀

 

 

 

 

Kopdar Mendadak

11 Sep

Ini cerita tentang salah satu acara mudikku Agustus kemarin yang kulewatkan di Resto Rempah Wangi.

Memang kepulanganku kali ini waktunya tidak begitu bagus. Selain kena puasa dan lebaran, juga 2 minggu setelah lebaran yang biasanya orang-orang masih belum pada kembali dari mudik, atau asistennya yang belum kembali sehingga sulit untuk berkumpul.

Nah kebetulan ada beberapa blogger yang Kristen (katolik tepatnya), yang tidak mudik dan kebetulan juga tidak punya acara open house sehingga pada lebaran hari ketiga tgl 10 Agustus bisa berkumpul bersama di rumahku. Berawal dari pesan Nana Harmanto di BB: “mbak sibuk ngga sabtu besok?”, wah memang sih aku belum ada rencana apa-apa dan kebetulan adikku sekeluarga sudah kembali dari Solo sehingga rumah bisa ditinggal dan sang prt infal ini bisa keluar rumah 😀

berfoto bersama dulu di rumah sebelum pergi, karena anak-anak tidak mau ikut

Jadi deh Nana dan BroNeo ke rumahku dengan tujuan makan siang bersama. Mereka sudah pernah ke rumahku waktu mama meninggal sehingga ini merupakan kali ke 2. Pagi harinya Nana sempat menghubungi Krismariana, dan Kris datang bersama suaminya. Kalau Kris memang sudah sering datang ke rumahku (sudah tidak terhitung ya Kris). Dan aku sendiri sempat menghubungi Jumria Rahman. Ria sebetulnya sedang tidak enak badan sekembali dari lebaranan di rumah ibunya, tapi karena toh harus makan siang jadi ikut berkumpul di rumahku. Dan untung saja ada Ria, karena Ria merekomendasikan rumah makan bernama Rempah Wangi di daerah Fatmawati.

maksi berenam di hari lebaran ketiga, dan hebatnya restorannya sudah buka 😀 semua anggotanya blogger loh 😀

Sebelum kami ke sana, kami menelepon dulu meyakinkan bahwa sudah buka. Dan ternyata memang sudah buka dan lengang! (Ya jelas masih suasana lebaran sih). Padahal kalau hari biasa sudah bisa dipastikan penuh dan lebih baik pesan tempat dulu sebelumnya. Jalanan di Fatmawati kan bisa dibayangkan macetnya kalau hari biasa, sedangkan hari itu, lebaran ke 3 ya tentu saja sepiiii.

menu yang kami pesan di Resto Rempah Wangi. Aku jatuh cinta dengan daging merconnya 😀 sampai aku pesan untuk bawa pulang

Rumah makan yang begitu luas dengan beberapa kamar-kamar yang disewakan untuk pertemuan keluarga atau bisnis. Makanannya tentu masakan Indonesia yang memakai banyak rempah. Sayang sekali masih banyak menu yang tidak bisa disediakan karena belum ada bahannya. Sehingga kami memesan ikan patin bakar dan goreng, udang, ayam bekakak, dan sop iga. Secara keseluruhan rasanya enak tapi memang tidak murah. Tidak terlalu mahal juga sih. Tengah-tengah lah. Suasana bagus, rasa bagus. Yang tidak bagus itu lokasinya yang macet 😀

kopdar kuliner deh 😀

Karena kebetulan kami berenam suka makan dan suka mencoba-coba resto baru, kami namakan kopdar kali ini dengan kopdar kuliner deh. Sayang sampai dengan aku pulang kembali ke Jepang, tidak sempat bertemu dan jalan makan lagi.

Dan sebetulnya setelah dari Rempah Wangi ini, kami merasa sayang waktunya untuk langsung pulang, jadi mau pergi ke Skye di Menara BCA. Tapiiiiii kami tidak boleh masuk karena pakai sandal! 😀  Jadi hati-hati ya kalau mau ke sana pas week-end di atas jam 4 sore, harus berpakaian rapih dan pakai sepatu 😀

 

WarNer

8 Sep

Jumat siang aku memang upload foto di FB ku, dan seperti biasa aku pasang: “Cooking for Master!” @WarNer. Lalu kemudian seorang teman bertanya, :”Warung Nerima itu beneran resto indonesia di Nerima atau maksudnya mbak Imel yang masak? Kayanya enak2 bangeettt!. Berkat komentar dia, aku jadi mau menulis tentang WarNer deh hehehe.

WarNer itu pertama kali dicetuskan oleh saudara “lesung pipit”ku Sanchan, waktu dia makan di rumahku. Waktu itu aku menyediakan rendang, dan masakan Indonesia lain (lupa aku). Biasanya masakanku aku tulis: “from deMiyashita Kitchen”. Tapi berkat Sanchan, apa yang tersaji di meja makanku diberi nama dari WarNer singkatan Warung Nerima (Nerima adalah nama kelurahan tempat aku tinggal). Keren kan? Dan berarti apa yang tersaji di meja makan BELUM TENTU hasil masakanku semua. Bisa saja beli jadi, atau bawa dari Indonesia, meskipun biasanya ada satu dua jenis masakan buatanku. Begitu tercetus kata “WarNer” wah aku merasa seperti bagian dari Warner Bross yang produser film itu 😀 numpang beken hehehe. Sejak saat itu aku memakai kata WarNer untuk meja makan di rumahku + isinya. Terima kasih untuk nama yang bagus ya Sanchan 😀

Ekubo Sister (ekubo = lesung pipit dalam bahasa Jepang). Sayang Sanchan tidak bisa gabung di WarNer Jumat kemarin karena kerja

Hari Jumat kemarin, 6 September aku menggelar WarNer lagi 😀 untuk merayakan wisuda program S2 nya Ekawati Sudjono dan sekaligus perpisahan dengannya yang akan pulang ke Indonesia. Sudah cukup lama kami tidak bisa berkumpul bersama 5 orang, Eka, Lisa, Witha, Nesta dan aku.  Karena Eka tinggal jauh dari Tokyo, memang dia tidak termasuk dalam grup kuliner manca negara.

Waktu merencanakan pertemuan Jumat itu, aku memang sudah mengatakan pada teman-temanku ini bahwa aku tidak mau masak-masak. Soalnya teman-temanku ini semua pinter masak, jadi jiper juga memasak untuk yang ahli. Kebetulan memang aku membawa rendang, mpek mpek dan otak-otak dari Indonesia, jadi menunya itu saja. Aku sendiri sibuk setiap hari membereskan rumah dan antar-jemput Kai yang sudah mulai sekolah. Tapi akhirnya pas hari jumatnya aku bangun pukul 4 pagi dan membuat puding coklat serta  black forrest. Ntah kenapa aku ingin sekali membuat kue. Sampai aku ingin tanya siapa sih di antara kita yang akan berulang tahun dekat-dekat ini.

tumpeng dadakan di WarNer

Akhirnya Lisa, Witha dan Nesta + Hiro anaknya datang pukul 12 lewat. Yang mau diselamatin, Eka malah datangnya jam 2 lebih. Jadi sebelum Eka datang, aku minta tolong Lisa yang pintar menghias makanan dan kue, untuk membuatkan tumpeng dari nasi kuning yang kutanak malam  sebelumnya. Jadi deh nasi tumpeng ala kadarnya. Oh  ya masih sempat membuat ayam bumbu bali dengan bumbu instant 😀

“Tamu”nya WarNer Jumat 6 September. Photo by Kai. Selamat wisuda untuk Eka, dan Selamat ulang tahun untuk Lisa.

 

Waktu kami ngobrol ngalor ngidul, Riku pulang pukul 1, dan pukul 2 kurang aku menjemput Kai naik sepeda. Baru jam 2:15 an Eka datang dan potong tumpeng deh. Karena Lisa harus pulang cepat, aku keluarkan puding. Ternyata sementara aku menghias kuenya, aku dengar bahwa Lisa sebetulnya berulang tahun pada hari Seninnya. Lisa sendiri sering membuat cake dan menerima pesanan. Kuenya bagus-bagus! Jadi aku keluarkan kue black forrestku dengan lilin untuk Lisa (untung ada persediaan lilin ulang tahun). Kueku sudah pasti kalah dengan buatan Lisa, tapi kubuat dari hati loh 😀

Lisa dengan kue buatanku. Selamat ulang tahun ya Lis.

Karena emak-emak (kecuali Eka yang belum emak :D) ini semua sibuk, Lisa harus cepat pulang karena suaminya ultah. Lalu Nesta juga karena suaminya ultah (kok bisa ya suami-suami mereka itu ultah bareng tgl 6 September hehehe), lalu Witha sakit pinggangnya, dan Eka masih harus pergi lagi bertemu teman lain, jadi WarNer bubar jam 4 sore. Warungku cuma buka 4 jam deh hari itu 😀 (ngga balik modal deh :D)

Kehidupan di Jepang (Tokyo) memang sangat sibuk sehingga kami jarang bisa bertemu. Tapi kami selalu mengusahakan berkumpul terus untuk menjaga silaturahmi. Meskipun anggota kami berkurang satu dengan kepulangan Eka, Warner siap buka kapan saja aku ada waktu untuk menyambut teman-teman. Tapi jangan lupa bawa bekal sendiri ya, nanti aku sediakan nasi deh hehehhe. Rendang, mpek-mpek atau sate padang pasti dismabut dengan gembira 😀

Naga-naganya WarNer baru buka sekitar Natal nanti deh 😀

Kai, Hiro dan Riku

 

Pameran “Elite” di Yokohama

31 Agu

Wah ternyata sudah seminggu aku kembali ke rumah. Tepat pagi ini Jumat minggu lalu aku sampai di Narita. Selama seminggu itu rasanya sibuuuk sekali, bukan karena bongkar koper tapi karena pergi terus 😀 kebetulan Gen ambil cuti dua hari juga, sehingga kami berkesempatan pergi berlibur bersama keluarga.

Hari Sabtu kami langsung pergi ke rumah mertua di Yokohama untuk membawa oleh-oleh dan ngobrol. Selama aku dan anak-anak pergi ke Indonesia, Gen dan orang tua sering pergi bersama. Satu kali sampai ke Wakayama prefecture karena ada om yang meninggal. Kemudian mereka juga pergi berlibur dengan mobil ke daerah Sendai dan utara Jepang. Pernah akan menginap di Morioka tapi terhadang hujan lebat yang berpotensi banjir, sehingga cepat-cepat kembali ke Sendai. Jadi kami bertukar cerita malam itu, tentu sambil mencoba sake asli Yamagata.

Minggu pagi kami terbangun oleh hujan. Setelah sarapan kami bermalas-malasan tapi kupikir sayang sekali waktu terbuang begitu saja, jadi aku menyarankan untuk pergi ke Cup Noodles Museum di Yokohama. Ibu mertuaku juga mau ikut, sehingga kami berlima naik mobil menuju daerah kota Yokohama.

Gudang Batubata

Mendekati museum itu, kami melihat begitu banyak orang yang masuk museum. Hmm tidak enak juga jika kami harus antri lama-lama hanya untuk mencoba membuat cup noodles sendiri. Lagipula waktu kami mau parkir di situ, sudah penuh dan harus mencari tempat parkir yang lain. Jadi kami terus menuju ke Akarenga Soko (Redbrick Warehouse – Gudang Batubata) yang merupakan salah satu tempat wisata juga di Yokohama. Tempat parkirnya mahal, dan waktu kami ke situ memang ada tanda mansha 満車 (sudah penuh) tapi hanya ada 3 mobil yang sedang antri. Kami memutuskan untuk antri saja, karena begitu ada 3 mobil yang keluar, pasti kami bisa masuk. Masalahnya berapa lama? hehehe

Tapi kami sudah memutuskan untuk tidak jadi ke Cup Noodles Museum dan melihat di pelataran Gudang Batubata itu banyak mobil pemadam kebakaran, ambulans dan tenda-tenda, seperti ada festival. Dan tidak sampai 10 menit ternyata ada 3 mobil yang keluar lapangan parkir, sehingga kami bisa memarkirkan mobil kami di situ. Yatta! Horreeee.

Riku naik motor dari NTT

Kami langsung keliling, dan Kai yang melesat sendirian ke mana-mana sehingga terpaksa aku harus mengawasi dia. Pertama dia naik sepeda motor dari grup NTT telepon, yang konon dipakai untuk memeriksa jaringan. lalu sesudah itu dia ingin coba pakai baju dengan masker anti gas. Ada dua tempat yang menarik hatinya yaitu masker dari Japan Coast Guard (Pengawas Pantai) dan dari dinas pemadam kebakaran. Waktu mau mencoba, Riku ikut bergabung sehingga aku bisa memotret keduanya dengan seragam Japan Coast Guard. Di sini kami mendapat penjelasan bagaimana cara mengangkat lapisan minyak di permukaan laut dengan bahan khusus.

Japan Coast Guard

Di ajungan perusahaan Gas Jepang, kami mengisi kuiz yang kemudian bisa memutar undi untuk mendapatkan hadiah. Di situ kami baru tahu bahwa tanggal 31 Oktober adalah hari gas 😀 . Yang lucu Kai ingin berkali-kali memutar undi jadi dia bolak balik ikut kuiz itu.

menaiki mobil Palang Merah memakai baju dokter Red Cross

Dari petugas Japan Coast Guard kami mengetahui bahwa kapal patroli Izu dibuka untuk umum. Kapal Patroli ini sangat membantu pencarian korban waktu terjadi tsunami di Tohoku. Jadi kami langsung ke tempat kapal patroli itu ditambatkan dan masuk ke dalam. Dari situ kami bisa melihat pemandangan sekitar dari atas kapal. Ada pula demonstrasi penyelamatan orang di laut. Salah satunya Riku mencoba ditarik dengan crane cukup tinggi.

Kapal Patroli Izu
Riku diangkat dengan crane dalam simulasi penyelamatan kecelakaan laut

Saking sukanya Riku dengan Japan Coast Guard ini, dia membeli vest dengan uangnya sendiri.

Riku dengan vest yang dibeli sendiri dengan uang sakunya. Kai mama yang belikan, soalnya Riku mendapat topi dari neneknya 😀

Sesudah dari kapal, kami juga melihat museum kapal pengintai Korea Utara yang ditangkap Japan Coast Guard dan kolam renang tempat mereka berlatih. Aku sempat bercerita pada salah satu staf, bahwa aku pernah lihat acara di TV bahwa anggota Japan Coast Guard itu harus berlatih untuk bisa menahan nafas sampai 30 detik. Dan kata staf itu memang ada latihan seperti itu terutama untuk mereka yang bertugas di laut langsung.

kolam tempat mereka berlatih

 

Tapi memang acara seperti ini selalu ramah terhadap anak-anak. Mereka menyediakan baju kapten ukuran anak-anak untuk dicoba. Riku sudah harus memakai ukuran dewasa, sehingga kadang tidak bisa ikut memakai kostum.

kapten Kai Miyashita

Setelah dari kapal pengintai itu, kami menuju Gudang Batubara lagi untuk mencari makan. Padahal Riku sebetulnya ingin sekali melihat latihan dengan  helikopter. Sesudah makan kami kembali lagi ke beberapa stand yang belum dikunjungi seperti Palang Merah, Pasukan bela diri, mobil pemadam kebakaran dengan tangga dan mobil pemadam bahan kimia. Ada pula mobil simulasi gempa bumi.

pemadam kebakaran

Boleh dikatakan semua anjungan yang ada itu merupakan perwakilan dari “elite” di daerah Yokohama, yang pasti amat berperan jika terjadi bencana baik di Yokohama maupun di tempat lain. Ada perusahaan lifeline : gas, listrik, telepon dan layanan darurat: Palang Merah, pemadam kebakaran, Pengawas pantai dan pasukan bela diri. Merupaka kesempatan langka untuk anak-anak melihat semua perusahaan itu di satu tempat apalagi bisa berfoto bersama baik dengan baju seragam mereka maupun dengan sarana-sarana mereka. Baru kami ketahui setelah pulang ke rumah bahwa festival/fair  itu adalah festival Penanggulangan Bencana Yokohama yang diadakan pemda Yokohama. Memang setiap tahun pada tanggal 1 September selalu diadakan peringatan Penanggulangan Bencana, dan rupanya festival ini sehubungan dengan hari peringatan tersebut. Dan sudah waktunya juga aku mengecek persiapan deMiyashita dalam menghadapi bencana.

kakak-adik pemadam kebakaran

Kami sama sekali menyangka bahwa rencana kunjungan ke museum Cup Noodles bisa menjadi pengalaman yang begitu menarik bagi anak-anak dengan adanya Festival Penanggulangan Bencana Yokohama ini. Kalau hari biasa dan tanpa festival ini kami tidak akan bisa masuk atau mencobai bermacam-macam hal.

Ah DeMiyashita memang terbiasa dengan perjalanan tanpa rencana. Nariyuki. Tanpa festival ini, mana bisa mereka mencoba memakai seragam macam-macam 🙂

 

Mengejar (Bunga) Matahari

29 Agu

Begitu kami keluar dari pesawat ANA (23-08-2013) yang kami tumpangi dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, kami disambut dengan udara panas. Langsung keluar dari mulut kami, “Aduh panas!”. Memang kami seakan mengejar matahari ke tempat yang jauh lebih panas dari Jakarta. Padahal saat itu temperatur BELUM 35 derajat 😀

Untung proses imigrasi dan bagasi lancar sehingga dalam waktu 30 menit dari mendarat, kami sudah bisa mendorong koper-koper kami ke luar pintu kedatangan. Gen juga sudah menunggu di depan pintu, dan aku tahu pasti dia tidak tidur semalam supaya tidak terlambat. Supaya sampai Narita jam 7 pagi memang harus berangkat jam 5 – 5:30 dari rumah kami.

Anak-anak langsung menghambur ke papanya dan memang kelihatan sekali beda Kai sebelum pergi dengan sesudahnya. Dia tambah tinggi dan berisi! Lalu kami pergi ke counter “Kucing Hitam” Deliveryuntuk mengirim sebagian koper kami karena tidak masuk ke mobil. Untung si kuroneko bisa menjanjikan koper kami sampai di rumah sekitar pukul 6 sore.

Begitu masuk mobil, kami pasang AC keras-keras. Panas! dan Ngantuk. Aku otomatis tidak tidur selama di pesawat karena mengerjakan terjemahan dengan laptopku. Oh ya aku juga baru tahu loh, bahwa ada colokan listrik di dalam pesawat! Letaknya di bawah kursi dan bisa menerima colokan bentuk apa saja (bundar, pipih, tiga lubang dsb). Universal!!…. HEBAT! Aku sudah sering juga sih membuka laptop di dalam pesawat tapi karena sebentar, biasanya pakai cadangan batere saja. Karena laptop batereku hanya 3 jam, aku tanya pada petugas ground, dan diberitahu letak colokannya. Yatta! (ih udik banget si Imelda ini, masa baru tahu ya hehehehe). Fantastic!

diambil dari website ANA http://www.ana.co.jp/int/inflight/guide/y/seat/767_300er_new/

Jadi aku ingin tidur selama perjalanan pulang nih…rencananya. Tapi anak-anak dan Gen ingin melanjutkan proyek kami “Mengunjungi 100 Castle Terkenal Jepang”, dan salah satunya ada di Sakura (nama daerah) di Chiba. Jadilah Gen menyetir ke arah Sakurajo (Sakura Castle). Tapi karena tempat itu hanya merupakan “bekas situs” tidak ada bangunannya, aku menunggu di dalam mobil (tepatnya tidur) sambil mereka turun dan berfoto.

Sakura Castle at Chiba… hanya tinggal bekas situsnya

Yang menyenangkan adalah setelah dari Sakurajo itu, Gen mampir ke sebuah kebun Himawari (Bunga Matahari) yang konon terkenal. Tapi ternyata hanya sisa satu dua batang bunga matahari saja. Semua sudah habis, dan tersisa hamparan padi yang mulai menguning serta sebuah Kincir Angin besar seperti di Belanda saja.

kincir angin “Belanda” diambil dari lapangan parkir

 

Memang puncaknya keindahan bunga Matahari selalu pas aku mudik ke Jakarta sehingga tidak pas waktunya. Tapi berdiri di tengah-tengah jalan aspal satu mobil dan memandang hamparan padi itu sangat menyegarkan hati. Aku selalu suka tempat yang luas dan alami seperti ini.

Pagi menguning. foto panorama 180 derajat.

Kami memang sempat sarapan di sebuah Parking Area. Tempat yang selalu kami mampiri sepulang dari Jakarta. Kai selalu memesan zaru soba (mie Jepang yang dingin) dan kami biasanya memesan MOS Burger. Nah sepulang dari Taman Himawari di Chiba itu, perjalanan masih jauh ke Tokyo, dan masih macet. Jadi aku bilang pada Gen agar tidak memaksakan diri nyetir pulang dalam keadaan ngantuk. Jadi deh kami mampir ke sebuah Parking Area lagi, dan tidur berempat di dalam mobil 😀 Lumayan loh satu jam-an tidur membuat segar kembali. Dan kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, setelah mampir makan siang sushi.

Memang aku sempat makan sushi di Jkt 2 kali, tapi kok rasanya lain ya? Di Jakarta terlalu funky 😀 Sebelah kiri memang sushi tradisional yang “biasa”, Tapi aku sekarang sedang suka sushi dengan cara “Aburi” jadi disemprot dengan api dari atas, sehingga sushinya setengah matang. Dan rasanya yummy, karena ada “bau” asapnya 😀

“Aduh kecilnya rumah kita”… itu yang diucapkan anak-anak begitu sampai di apartemen kami. Ya di Jakarta enak bisa lari-lari dalam rumah saking besarnya, kalau di sini mau jalan dalam rumah saja bertabrakan 😀 Tapi biarpun kecil, ini rumah kami dan kami sudah terbiasa hidup di sini. Dan malam itu kami makan malam nasi + rendang, rasa tanah air….

 

Your Home is …..

24 Agu

….. where your heart is.

Ya, kami sudah kembali ke Tokyo, ke rumah kelinci kami lagi.

Dan ternyata, menjadi Infal ART di Jakarta itu beraaaaaat sekali.

Masak dan mencuci pakaian buatku, sama sekali no problem! Tapi, yang bikin berat adalah, tidak bisa pergi ke mana-mana. (Lagian ART mau pergi ke mall :P) Sibuk buka pintu untuk tamu dan anggota keluarga yang pergi dan pulang. Sibuk mengatur siapa orang dewasa yang perlu jaga rumah, jika anak-anak (5 krucils) pulang sekolah. Dan orang dewasa yang bisa diandalkan hanya papa (opa) dan aku 😀 Papa tentu punya kesibukan sendiri dengan acara mengajar di Lemhanas, rapat-rapat di gereja… dan yang aku kagum, papa SETIAP HARI mengikuti misa di gereja 🙁 Jadi deh pembantu infalan dari Tokyo yang harus menjaga rumah. Pernah aku lari ke PS bertemu teman-teman lintang (lintas angkatan) Sastra Jepang sampai jam 2:30, dan anak-anakku kelaparan tidak ada makanan 😀 . Kebetulan ada adik laki-lakiku, jadi dia telepon delivery MacD.

Ya, memang sekarang lebih canggih, bisa delivery berbagai masakan. TAPI aku tidak suka masakan cepat saji seperti itu. Aku tidak suka masakan china, dan bosan dengan bakmi kesohor G* yang kalau di Tokyo aku ngiler melihat fotonya. Ya, selera makanku sudah berubah total. Meskipun ya, aku masih suka makan sate padang dan ketoprak! Mungkin tahun depan daftar keinginanku untuk kuliner akan menjadi lebih pendek lagi 🙁 🙁 🙁 (Hey, maybe I am sure getting old)

Selain itu tiba-tiba aku ada permintaan mengerjakan translation dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Chance dong! Aku iya-kan, dan menyesal sesudahnya, karena liburanku menjadi rusak karenanya. Tolong ingatkan aku untuk tidak menerima pekerjaan waktu liburan tahun depan 😀

Ya, aku lebih banyak di rumah, tapi ada tiga angel, yang menghiburku, karena mereka tidak sungkan untuk datang ke rumah, kapan saja. Yang jauh adalah Liona, dari Solo, yang datang persis waktu aku berencana pergi ke rumah dunia tanggal 4 Agustus, untuk mengikuti acara Kado Lebaran. Yang dekat, dari Jakarta adalah Ria (Jumria Rahman), saudara Galesong-ku yang sering mampir sesudah pulang kantor, hanya untuk mengajak makan malam, atau membawa makanan untuk dimakan bersama di rumahku. Dan satu lagi anakku ketemu gede, karena dia selalu memanggil aku “Mommy”. Kai bertanya padaku, “Ma, mommy apa artinya?”, dan kujawab “Ibu, mama, mother…jadi Kakak Lia (Priskilla) memanggil mama seperti ibunya”
dan Kai protes, “NGGA BOLEH, INI KAN MAMAKU!!!”

“Tante” Ria, “Mama” Imelda dan “Oma” Lia, kata anak-anakku 😀

Meskipun diprotes, meskipun kadang anak-anakku bosan dengan cerewetnya Kakak Lia (Sampai sampai mereka memanggil Oma LIA :D) , Kakak Lia amat membantuku untuk menjaga anak-anak waktu pergi memancing, atau mengajak bermain di Rumah Dunia dsb. Dan puncaknya Tante Ria dan Kakak Lia datang pada malam terakhir aku berada di Jakarta. Lia membantuku packing koper, dan Ria membawakanku Bakwan Malang yang benar-benar memenuhi impianku. ENAK!

Ria dan Lia, juga Liona, juga teman-teman lain yang sempat kutemui di Jakarta. Terima kasih banyak. Kalian membuat liburanku berarti, dan tentu saja aku masih hutang tulisan tentang perjalanan kita bersama. Satu-per-satu akan kutulis, tapi paling tidak fotonya sudah kupasang di FB. Semoga kita diberi umur dan rejeki oleh Tuhan sehingga dapat berjumpa lagi, dalam waktu dekat!

Kai berkata, “Ah lega bisa berbicara bahasa Jepang, dan menonton bahasa Jepang” Padahal dia sudah amat pandai memakai bahasa Indonesia selama di Jakarta.
Riku berkata, “Mama, semoga tahun depan bisa datang lagi ya… (dan tentu saja sambil berurai air mata di bandara, waktu berpisah dengan opanya). Aku mau ikut sepupu-sepupuku pergi ke Solo naik mobil”.
Gen berkata, “Wah anak-anak terutama Kai bertambah besar dan tinggi ya. (Dan memang banyak bajunya yang terpaksa kutinggal di Jakarta untuk dibuang karena sudah kekecilan).
Dan aku berkata, “Semoga… semoga aku masih bisa pulang kampung lagi, karena perekonomian dunia saat ini sudah mulai kritis (ah mungkin perekonomian DeMiyashita saja)”

Dan akhirnya aku lega sudah bisa menulis di Blog lagi. I AM HOME!

Kicir angin yang kami lihat di Chiba, sesudah mendarat di Narita. Tak perlu ke Belanda kok 😀