Ingin Peranti Ini

6 Feb

Ntah kenapa aku sudah tidak tertarik lagi dengan gadget telepon atau tablet. Maksudku, aku belum ada keinginan untuk membeli HP atau tablet terbaru, meskipun tidak nolak kalau dikasih. Rasa-rasanya semua sama saja sekarang, tidak ada yang istimewa. Paling beda soal kecepatan atau kejelasan kan? Tapi akhir-akhir aku merasa ingin membeli dua peranti ini, gara-gara nonton di TV/komputer. (Baru periksa di KBBI ternyata yang benar PERANTI bukan PIRANTI loh :D)

Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa kemarin terjadi kecelakaan TransAsia di Taiwan. Pesawat mati setelah lepas landas dan langsung nyungslep jatuh ke sungai, setelah menyenggol taxi di jalan tol. Nah yang membuatku penasaran adalah tayangan kejadian yang diambil dari drive recorder mobil di belakang taxi tersebut, sehingga terlihat begitu real. Baru akhir-akhir ini memang aku mendengar kata Drive Recorder. Terutama pada taxi atau bus, dipakai untuk merekam kejadian dalam taxi sebagai pencegahan kejahatan. Tapi sepertinya hasil tayangan tentang pesawat itu bukan taxi/bus. Jadi aku langsung cari Drive Recorder, yang ternyata hampir sama dengan CCTV deh. Iseng-iseng aku cari di amazon, dan mendapatkan jenis-jenis dengan harga berkisar antara 15.000 yen sampai 3000 yen (1,5 juta -300rb rupiah). Hmm tidak mahal kalau dibanding dengan keamanan yang diberikan. Paling tidak bisa dipakai sebagai bukti jika ada yang menyenggol mobil.

Peranti satu lagi yang menarik untukku, agak mahal. Katanya sekitar 10 juta rupiah (100ribu yen) kalau sudah dijual. Masalahnya ini peranti kedokteran ini memang belum dijual, mungkin dalam waktu dekat. Wah, 10 juta kok tidak mahal? Ya, karena dengan alat ini kita bisa mengetahui apakah kita menderita alzheimer atau influensa bahkan kanker hanya dari setitik darah. Pemeriksaannya bisa kita lakukan sendiri dan hanya makan waktu 10 menit. Hebat kan? Paling tidak bisa membuat kita tidak panik lah, dan bisa sewaktu-waktu periksa tubuh kita sendiri meskipun sedang sibuk dan tidak ada waktu ke Rumah Sakit. (Aku tidak bilang supaya kita tidak ke RS lohhh)

setitik darah yang ditaruh di sensor
tunggu hasilnya 10 menit…

Aku ketahui peranti ini dari acara “Sekaiichi uketai jugyou 世界一時受けたい授業” (The Most Useful School in the World) di Nippon TV  (chanel 4) setiap Sabtu jam 19:00-20:00 malam. Kami bertiga (aku-riku-kai…papa gen belum pulang kerja) sering menonton acara ini bersama-sama. Termasuk dalam genre variety pendidikan.

Kamu sedang ingin punya peranti apa?

Menyimpan Kenangan

5 Feb

Kemarin sore, sebelum aku pergi mengajar malam hari di Sekolah RI Tokyo, Kai bertanya padaku, “Mama, mama masih simpan surat yang aku kasih pada tahun baru kemarin?”

Lalu kujawab, “Masih ada kok. Tapi jangan suruh mama cari sekarang ya. Dan meskipun surat itu hilang, mama sudah ambil fotonya. Surat itu amat berharga buat mama loh….”

Dan aku melihat dengan sudut mataku, dia tersenyum senang…

Malam harinya, setelah mengajar, aku mampir dulu berbelanja di sebuah supermarket dalam perjalanan pulang. Karena aku tahu bahwa esok, Kamis dan Jumat akan turun hujan/salju di Tokyo, sehingga sulit untuk keluar rumah. Apalagi kakiku memang sedang sakit tulangnya, sehingga harus istirahat. “Tidak boleh banyak jalan”, kata dokter. Berarti tidak boleh naik tangga dan naik sepeda deh. Nah, mumpung aku naik mobil, sekalian saja aku berbelanja untuk 3 hari ke depan. Tak lupa aku ingin membelikan coklat untuk Kai, karena sebelum pergi dia menunjukkan hasil kuiz di sekolah mendapat nilai 100.

Karena aku mampir belanja dulu itu, aku sampai di rumah pukul 10:10 malam, sudah lewat waktunya anak-anak tidur (Aku biasakan mereka tidur jam 9).  Langsung menaruh belanjaan dan tas di depan pintu, aku pergi melihat kondisi anak-anak dulu. Riku tertidur di sofa-bed sedangkan aku melihat Kai mengintip dari selimutnya. Aku langsung melihat ada secarik surat dengan tulisan Kai di atas komputer. Langsung kubaca dan terharu akan isinya. Dia menulis cukup panjang, antara lain:  “Selamat pulang, mama pasti capek, tapi jangan lupa tulis laporan bahwa aku sudah baca tugas guru (ondoku 音読) ya. Judulnya: Tanuki no Itoguruma. Jangan lupa ya. Kalau sudah pulang, nanti bobo sebelah Kai ya. Waktu mama baca surat ini, mungkin Kai sudah tidur. Riku juga sudah tidur di sofa, nanti mama bangunin dia suruh pindah ya. Lalu besok pagi bangunin Kai jam 6 atau jam 5 pagi ya. Untuk doa malam, Kai berdoa sendiri. dari Kai”

surt Kai

Cute kan? (oyabaka hehehe ortu selalu memuji anaknya sendiri :D). Aku senang setiap mendapat surat dari Kai, karena sekaligus dia belajar menulis dan mengungkapkan pikirannya. Jadi setiap suratnya aku foto dan aku simpan sebagai file di Hard Disk. Surat, karyanya berupa gambar, lego, apa saja aku foto dan aku simpan dalam file.

Tapi ada satu media yang aku harus berpikir keras bagaimana cara menyimpannya. Yaitu rekaman suara Kai waktu meneleponku di iPhone. Kai memang mempunyai kebiasaan meneleponku jika aku belum pulang mengajar. Kadang dia menelepon untuk memberitahukan bahwa besok harus bawa bla, bla, bla, sehingga aku bisa membelinya kalau tidak ada di rumah. Hal ini paling aku hargai, karena kakaknya selalu kasih tahu malam hari atau keesokan paginya sehingga aku sering kelabakan. Atau kadang dia hanya ingin bertanya apakah boleh makan kue yang ada di atas meja. Di akhir pesan dia selalu berkata, “Kalau mama tidak sibuk dan sudah mendengar pesan ini tolong telepon ke rumah ya….” Kadang aku malas menjawab teleponnya, dan waktu kupulang, kue di atas meja masih tetap ada. Di satu sisi aku senang dia selalu bertanya dulu sebelum makan/ambil sesuatu, di lain sisi aku merasa kasihan dia menahan keinginannya cukup lama. Ada satu rekaman suaranya, waktu awal menjadi murid SD dan dia ketakutan di rumah padahal aku paling cepat 2,5 jam lagi pulangnya. Begitu aku mendengar pesan itu, aku langsung meneleponnya sambil berjalan ke stasiun dan mengajak ngobrol supaya dia lupa ketakutannya.

Semua rekaman suara ini masih ada, ada aku memutar otak bagaimana cara menyimpannya. Akhirnya aku browsing dan menemukan satu software bernama TouchCopy (seharga 25$) yang bisa menyimpan semua data voice, foto, text apa saja dari iPhone dan memindahkannya ke komputer. Memang aku masih harus mengconvert menjadi mp3, tapi aku senang karena bisa menyimpan suara Kai waktu anak-anak. Mungkin kelak jika aku sudah jompo, aku bisa mendengarkan kembali suaranya yang imut-imut (dan tentu masih belum berubah). Sayangnya waktu Riku kecil memang belum ada teknologi canggih seperti ini, selain memang sifatnya berbeda. Eh, tapi suara Riku ada loh di Youtube hehehhe.

Sambil memindahkan beberapa rekaman suara Kai itu, aku sempat menanyakan pada adikku, apakah dia punya rekaman suara almarhum mama? Karena mama memang jarang menelepon aku, sehingga tidak ada suaranya di answering machine, lain dengan papa. Lalu aku mengingat-ingat, ah… memang mama jarang bercerita lagi setelah dia sakit beberapa tahun lalu. I miss her voice… and her smile. Yah, sebentar lagi genap 3 tahun mama pulang ke rumah Bapa, sehingga akhir-akhir ini aku merasa sedih dan menjadi melankolis teringat padanya.

So, selain foto, tulisan/surat/kartu, atau suara kamu suka menyimpan apa lagi untuk mengenang seseorang, atau untuk menjadikannya kenangan di masa mendatang? Mungkin bisa memberikan ide?

Coba (saya) tidak tahu

28 Jan

Pernah merasakan ini? Rasanya ingin tidak mengetahui sesuatu, karena begitu kita ketahui ternyata membuat kita malah sebel benci, jijik atau menyesal. 知らなければよかった。Seandainya saya tidak tahu ~~~

Kemarin malam hampir tengah malam aku menonton sebuah cara dengan topik itu di sebuah TV swasta, kebetulan kemarin itu membicarakan tentang laut. Ada beberapa fakta yang baru kuketahui dari acara tersebut juga, misalnya:

Ikan jenis Clownfish (anemonefish) atau yang kita kenal dengan Nemo itu, sering berlindung di koral ternyata orang tuanya sama sekali tidak memperhatikan anaknya. Padahal kan di dalam cerita Nemo, intinya si bapak mencari anaknya sampai ke mana-mana. Nah menurut kepala Aquarium itu sebetulnya anak-anak ikan jenis ini begitu lahir dari telur, langsung berpencar dan tidak pernah hidup berkelompok dalam satu “keluarga”. Jadi kalau kita lihat ada ikan “Nemo” besar dan kecil di dekat karang koral itu, kita tidak bisa mengatakan itu adalah Bapak dan Anak 😀

Wah image, bayangan atau pandangan kita tentang film Nemo yang begitu mengharukan bisa rusak dengan mengetahui hal ini kan?

Ada beberapa lagi seperti pasir putih di Hawaii itu sebenarnya adalah kotoran dari ikan Budai (Calotomus atau Parrotfish). Atau kadang kita melihat di rombongan ikan seperti tuna Bigeye trevally yang membentuk pusaran seperti tornado. Hampir semua fotografer dalam laut akan mencari pusaran ini, kalau bisa berada di tengah-tengahnya lalu memotret kondisi yang begitu “menakjubkan” itu. Tapi ternyata ikan-ikan ini “hanyalah” sedang mencari pasangan saja… Haduh…Atau ada informasi yang aku sudah ketahui sebelumnya bahwa harus berhati-hati waktu mengejar ikan pari di dalam laut untuk memotret, karena mereka punya ekor yang bisa menusuk dan mematikan….

Jadi memang ada beberapa informasi yang rasanya menyesal kita mengetahuinya karena bisa merusaka imaji, pandangan kita. Sama seperti kemarin waktu aku mencari informasi diet sesuai golongan darah, aku mengetahui bahwa aku tidak boleh makan daging sapi/babi harusnya daging ayam saja (kecuali ikan tentunya boleh). Aduh padahal aku tidak begitu suka daging ayam nih sekarang. Coba aku tidak tahu informasi ini, aku kan masih bisa makan yakiniku atau steak nih hehehe.

Bagaimana? Pernah merasakan situasi “Yaaaah coba aku tidak tahu info ini….”  (Sttt mungkin perasaannya sama seperti waktu aku tahu bahwa si George Michael itu hombreng hahaha. Cakep-cakep kok gitu sih… menyesal deh :D)

NB: aduuh sudah tanggal 28 kok aku jadi malas menulis ya akhir-akhir ini? Semangat ahhhh ~~~

Doa Malam

19 Jan

Aku mau cerita tentang doa malam yang kami doakan tadi malam. Sebetulnya mau kutulis langsung, tapi ah, mungkin lebih baik aku menulisnya dalam keadaan “segar” daripada mengantuk.

Jadi, seperti biasanya, aku berdoa (tentu dalam bahasa Jepang) bersama anak-anak setiap malam sebelum tidur. Diawali dengan doa Bapa Kami dan Salam Maria, lalu kami mengucap syukur untuk satu hari itu, dan menyerahkan kekhawatiran hari esok dalam doa. Biasanya Kai akan berdoa supaya dia bisa menjadi petugas kelas esoknya, atau bisa menyelesaikan test besoknya, supaya jangan takut dll. Tapi tadi malam, dia berdoa dan maaf Tuhan….. aku tak tahan untuk tidak tertawa 😀 (dame desu ne)

Ya Kai berkata begini: “Tuhan jangan buat mama mati ya. Supaya mama bisa hidup terus. Karena kalau mama mati, aku juga mau mati….”
Aku sela, “Kai tidak boleh berdoa begitu…. Kalau mama hidup terus, lalu kamu yang mati duluan, mama kan sedih…”
Jadi dia sambung berdoa, “Tuhan semoga mama dan aku hidup terus….”
Aku sela lagi, “Kakak Riku dan papa bagaimana?”
Kai, “Ah iya aku lupa. Maaf ya Riku… Tuhan semoga mama, aku, Riku dan papa bisa hidup terus bersama”

Karena nanti jadi polemik dalam doa, aku lanjutkan saja, “Tuhan lindungi kami semua, beri kami kesehatan dan semoga besok cerah. Amin”

Setelah doa aku peluk Kai, dan kupikir sudahlah nanti saja aku ingatkan dia bahwa manusia tidak bisa hidup selamanya. Dia juga sudah tahu itu, tapi ya dia pikir kalau memohon pada Tuhan, ada kemungkinan dikabulkan. Jadi meskipun sudah tahu itu impossible, tetap saja mendoakan hal itu.

Kadang kita orang dewasa pun seperti itu, selalu memohon keajaiban dari Tuhan. Padahal kita semua tahu, bahwa mungkin kematian adalah cara yang terbaik. Bagaimana kita bisa melihat manusia yang hidup “antara ada dan tiada” alias sekarat terus? Amat sangat menderita. Bukannya kita semestinya berdoa semoga Tuhan memberikan keringanan pada si sakit? Mengangkatnya dari penderitaan? Karena itu kita juga tidak akan kaget, bahkan bersyukur jika mendengar seseorang yang kita cintai, meninggal waktu tidur, tidak melalui sakit?

Seperti cerita seorang sahabatku, kakak kelas di sastra Jepang yang menceritakan bahwa ibunya “hilang” di sofa tempat duduk sambil melihat semua anak dan cucunya berkumpul di depannya dalam liburan Paskah… Bukankah berbahagia meninggal dengan cara itu?

Karenanya aku juga selalu berdoa (dan berusaha berdoa), “berikanlah dan jadilah yang terbaik menurutMu”. Sama seperti teladan ibu Maria: “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”. Menyerahkan semua hidup kita pada kehendakNya.

Dan sekarang aku menyerahkan hari yang baru yang akan kulewati ini ke dalam tanganMu.

================================================================

Gereja Katedral di Makassar

Catatan untuk yang mau tahu doa-doa Katolik dalam bahasa Jepang:

Bapa Kami (Shu no inori)

Ten ni orareru watashitachi no chichi yo,

Mina ga Seitosaremasuyouni.Mikuniga kimasuyouni.

Mikokoroga Ten ni okonawarerutouriChi nimo okonawaremasuyouni.

Watashitachino higoto no kate woKyou mo oataekudasai.

Watashitachino tsumi wo oyurushikudasai.Watashitachimo hito wo yurushimasu.Watashitachiwo yuuwakuni ochiirasezu,

Aku kara osukuikudasai.Amen

 

Salam Maria (Ave Maria)

Ave Maria, megumi ni michita kata,

Shu wa anatatotomoni oraremasu.

atanawa onna no uchi de shukufukusare,

Gotainaino onko Iesu mo shukufukusareteimasu.

Kami no haha sei Maria, watashitachi tsumibitono tameni,

Ima mo, shi wo mukaerutokimo, oinorikudasai.

Amen

 

Kemuliaan (Eishou)

Eikou wa chichi to ko to seireini.

Hajimeno youni imamo itsumo yoyoni.

Amen

Domestic Type

17 Jan

Dulu aku pernah iseng-iseng menjawab kuis di sebuah majalah dan hasilnya, aku adalah domestic type. Lebih senang berada di rumah daripada jalan-jalan. Dan kurasa saat itu benar, karena sampai aku berusia 20 tahun jarang pergi-pergi jalan-jalan apalagi berwisata sendiri. Baru setelah papa ditugaskan ke London ketika aku berusia 20 tahun itu, aku mengepakkan sayap ke mana-mana deh 😀

Sebelum menikah di Tokyo aku memang memanfaatkan waktu benar-benar, untuk bekerja dan bermain. Pulang ke rumah paling cepat jam 10 malam, tapi paling pagi jam 1 malam itupun hanya satu kali. Kapok ketinggalan kereta sehingga aku jalan kaki pulang dari stasiun Meguro ke apartemenku, 40 menit. Mau naik taxi waktu itu terlalu banyak orang antri, sehingga aku nekad jalan saja. Untung jalan Meguro itu jalan besar sehingga sama sekali tidak takut jalan malam-malam. Tapi setelah menikah, sedapat mungkin aku berada di rumah. Jika harus pergi biasanya aku sekalian mengatur supaya bisa selesai beberapa urusan sekaligus.

Nah, kelihatannya sifatku ini menurun pada kedua anakku. Hari ini sebetulnya kami libur dan ada waktu jika mau jalan-jalan, meskipun tanpa papa yang pergi kerja. Waktu kutanya apakah mau bermain dengan Shaw tapi pulang hari (malam pulang), mereka mulai malas. Tentu malas, karena harus naik bus dan kereta, karena papa pakai mobilnya. Akhirnya kuputuskan tinggal di rumah saja.

Sebetulnya aku senang anak-anak lebih memilih berada di rumah daripada keluyuran. Tapi yang menjadi masalah biasanya soal makan (pagi, siang, malam). Aku sudah bosan memikirkan masak apa, sehingga aku tanya pada Riku dan Kai…. mau makan apa?
Dan jawabnya selalu, “Apa saja boleh”
“Makan di luar yuuuk…”
“Ngga mau ah, Kai mau makan masakan mama. Masakan mama enak ( kalimat ini semua dalam bahasa Indonesia loh hihihi)”
Langsung aku peluk dia, “Terima kasih Kai…”…. He is my jewel!

Meskipun aku mesti putar otak untuk masak apa, akhirnya kami bisa makan pizza untuk makan siang dan yakisoba (mie goreng) untuk makan malam. Karena aku tidak (jarang) makan nasi, hari ini anak-anakpun sama sekali tidak makan nasi deh.

Dan hari ini pun berlalu, dengan kami bertiga masing-masing baca buku, main game dan menonton…di ruang yang sama. Aku tidur-tiduran di kamar, anak-anak main game di kamar. Aku pindah ke komputer, anak-anak juga ngikut ke kamar makan. Tapi ada satu yang kusuka hari ini, yaitu Kai yang curhat tentang teman-teman kelasnya. Ada yang nakal suka berkata: Sensei baka (bodoh) atau memanggil sensei dengan omae (kamu). Atau ada yang suka menabok perutnya kalau dia lewat. Untung dia cukup berani untuk selalu melaporkan pada sensei, sehingga masalahnya bisa selesai saat itu juga. Senseinya sering memarahi anak-anak yang nakal itu.
“Kalau begitu sensei kamu baik ya…”
“Bukan baik ma. Aku bilang senseiku itu sensei yang kibishii (tegas/galak)”
“Ya, bagus kan kalau sensei itu kibishii.”
“Bagus dong. Kai mau belajar dengan sensei yang kibishii terus. Semoga di kelas dua (april nanti -Red) senseinya juga yang kibishii. Tapi di SD Kai banyak loh sensei yang kibishii” Dan dia sebutkan nama-nama senseinya.
“Pokoknya Kai harus kasih tahu sama mama, kalau ada yang nakal pada Kai ya. Nanti mama yang bilang sama sensei”

Aku senang karena anak-anak selalu melaporkan kegiatan di kelas, terutama Kai. Apalagi hari ini aku bisa mendengar banyak cerita darinya. Riku dulu waktu kelas awal memang sering dibully, sering pulang menangis. Tapi Kai hanya satu kali. Kalau mengingat kembali, Riku memang cepat sekali menjadi dewasa.  Uh, dua bulan lagi dia lulus SD loh huhuhu…..

Tapi memang sih, kalau musim dingin maunya di rumah terus ya, untuk hibernasi 😀 Bagaimana Sabtu mu?

Masakan yang konon cocok untuk musim dingin: Fondue. Sayuran dan susis dicocol dengan keju cair. Buah-buahan dicocol di coklat cair. Ini untuk Jumat malam dan sepanjang sabtu deh jadinya. Ditambah pizza dan yakisoba. Sarapan pagi kami makan kishimen (sejenis udon pipih) yang hangat.

Hari Istimewa

14 Jan

Bagaimana tidak istimewa, sampai google dan Facebook saja mengucapkan “Happy Birthday” padaku 😀

dari google 😀
dari FB

Memang aku sedih terutama karena kemarin mantan kepala sekolah SMP ku, Sr Bertine CB meninggal, dan misa requiemnya dilaksanakan hari ini, tepat pada hari ulang tahunku. Namun mengikuti WA grup teman-teman SD dan SMP ku, aku menyadari, kelahiran, pengulangan kelahiran yang dirayakan sebagai ulang tahun serta kematian, adalah tanda-tanda perjalanan hidup seorang manusia. Hidup antara ada dan tiada, itulah kita. Tinggal bagaimana kita mengisinya.

Dini hari tepat pukul 12 malam, my dimple sister Sanchan mengirimkan ucapan via Line bersamaan dengan Gen yang rupanya memang menunggu pukul 12 padahal dia sudah capek dan ngantuk. Kami berduapun saling bertukar ucapan, tanpa kue tanpa hadiah. Kemudian diikuti adik “ketemu gede” Daeng Tugi a.k.a Jumria Rachman, Eka Soedjono dan teman-teman lain melalui berbagai media, Line, WA, BBM, FB dsb. Sampai bingung membalasnya 😀

Pagi hari anak-anak mengucapkan selamat, sambil berkata, “Maaf mama, tidak ada kado untuk mama”, dan kami (tepatnya aku dan Riku, karena Gen dan Kai tidak begitu suka makan kue) menikmati kue yang kubeli sebelumnya. Aku sempat tidur siang karena merasa tidak enak badan, dan bangun makan seadanya. Makan malampun aku hanya menyediakan satu macam yang kubuat sebelum pergi mengajar. Setelah pulang ternyata Gen membeli champagne dan keju, tapi akhirnya pun tidak terminum/termakan karena dia masuk angin dan cepat tidur. Padahal saat kupulang aku disambut dua kotak besar dari Sanchan berisi bunga dan sake (terima kasih banyak untuk kirimannya ya San). Tiga puluh menit lagi tanggal 14 akan berlalu tanpa ada pesta dan hingar-bingar di rumahku, tapi tetap istimewa.

berfoto bersama pada tanggal 9… tanpa lagu Happy Birthday kok 😀

Istimewa karena ada 9 orang (termasuk aku dan Gen) yang kami kenal merayakan hari ulang tahun tepat pada hari ini, 14 Januari. Hari yang special untukku dan untuk Gen, serta Taku, saudara kembar Gen. Juga hari khusus untuk pastor Bambang Rudianto SJ di Semarang (aku masih selalu ingat kesempatan langka merayakan bertiga bersama dalam misa dan makan siang) dan tahun ini kami ketambahan “saudara satu tanggal lahir” yaitu Yanz yang 2 hari lalu kembali ke Jakarta for good. Senangnya mempunyai teman dan kerabat berbagi hari istimewa. Dan aku mengucapkan terima kasih dan syukurku kepada Tuhan bahwa aku masih boleh menikmati hari-hari baru setelah genap 46 tahun kulewati dan aku mempunyai begitu banyak teman yang memperhatikanku. Di usia 47 tahun, aku menyadari bahwa aku harus sehat terus supaya bisa merayakan ulang tahun-ulang tahun lagi jika Tuhan berkenan memberikan kesempatan itu kepadaku. Bersama Gen, bersama Riku dan Kai, dan bersama saudara-saudara dan teman-teman.

Hari ini memang hari istimewa.

tiup sendirian karena Gen pakai masker

SMP

13 Jan

Kalau aku ditanya, masa apa yang paling berkesan dalam hidupmu, maka aku akan menjawab masa waktu aku duduk di bangku SMP. Kenapa? Ya, aku mengalami gejolak remaja di masa SMP, termasuk masa kritis meregang nyawa karena operasi usus buntu akut yang pernah kutulis di sini.

Hanya tiga tahun, tapi masa itu benar-benar membekas dalam hatiku. Dan oleh karena itu aku akan berusaha untuk bertemu dengan teman-teman di masa SMP itu jika pulang kampung dibandingkan dengan masa yang lain. Masa SD masih terlalu “anak-anak” sedangkan masa SMA aku merasa sudah “dewasa” (dan teman-teman pada masa SMA memang sudah banyak yang menjadi “celebrities” sih 😀 sehingga susah kumpul). Dan jika dihitung-hitung pada tahun 2013 lalu, tepat 30 tahun kami lulus dari SMP. Karena itu aku pun, bersama beberapa teman (secara virtual) mengatur diadakannya reuni akbar tanggal 5 Januari 2013.

panitia reuni, panitia sembilan (loh yang dua lainnya di mana?) 😀

Dengan donatur yang kuat (Thanks to Susy Renta), kami bisa mengadakan di sebuah hotel yang terletak di daerah sekitar lokasi SMP kami dulu. Selain teman-teman satu angkatan, beberapa guru dan mantan kepala sekolah kami, Sr Bertine hadir dalam acara yang diadakan pada awal tahun.

reuni akbar setelah 30 tahun lulus SMP Tarlim

Meskipun secara fisik kami banyak berubah, suster kepala sekolah kami tetap ingat episode-episode kenakalan kami. Maklum waktu itu SMP kami masih baru dan kami merupakan angkatan kedua.

Reuni akbar yang sukses menurutku. Dan kebetulan pada bulan Agustus tahun 2013 aku mudik lagi, dan seorang temanku mengajakku untuk bertemu Sr Bertine di biaranya di Pluit, persis pada hari Lebaran. Kebetulan saat itu ada pula temanku yang bermukim di New York mudik, sehingga kami pergi bertiga.

mengunjungi suster di biara Agustus 2013

Suster menyediakan panganan “kampung” yang katanya pasti susah dicari di luar negeri. Dan memang benar, tidak ada singkong di Jepang! Adanya singkon yang berarti pengantin baru 😀 Kami melewatkan waktu bercakap-cakap dan mengelilingi sekolah Tarakanita Pluit yang pernah terendam banjir. Suatu pengalaman yang amat berharga, karena waktu kami menjadi murid, yang kami tahu suster sangat disiplin dan sering memarahi kami. Sekrang kami telah dewasa dan merasakan bahwa kedisiplinan yang diajarkan suster itu memang perlu bagi kami sendiri. Waktu pulang, kami bertiga sempat berdoa bersama di kapel biara, dan mendapatkan berkat dari suster.

Sr Bertine CB

Ternyata pertemuanku dengan Suster Bertine saat itu merupakan pertemuan yang terakhir. Tepat hari ini tanggal 13 Januari 2015 pukul 17:50 WIB suster telah dipanggil Tuhan, pulang ke rumah Bapa di surga. Tak terasa aku menangisinya, dengan isak yang sama keras dengan waktu aku mengetahui berita kematian oma Poel. Orang-orang yang sangat disiplin dan ikut membentuk aku menjadi seperti sekarang ini. Aku tahu mereka sudah beristirahat dalam damai, dalam pangkuan Bapa di surga.
Suster, sampaikan salamku kepada mamaku dan Oma Poel ya….

we love you suster

———————————————————————————————————————

Telah berpulang Sr. Bertine, CB, mantan kepsek SMP Tarlim.
Hari ini, Selasa, 13 Januari 2015, pk. 17.50.
Disemayamkan di Kapel RS Carolus.
Misa requiem di Kapel hari Rabu, 14 Januari 2015, pk.10.00.
Misa pelepasan jenazah pk.17.00. Setelah itu diberangkatkan ke Jogja.
Rest in peace Suster..

Kebetulan

8 Jan

Konon …katanya…. tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua terjadi karena ada daya tarik menarik, karena ada chemistry, atau apalah namanya. Atau untuk yang religius mengatakan hidup manusia sudah direncanakan Allah. Aku setuju semua pendapat ini.

Tapi menjelang akhir tahun 2014, aku mengalami dua kebetulan yang…cukup aneh.

Kebetulan Pertama, aku mengenal seorang dosen, F.K sensei sejak tahun 1997-an, waktu aku mengajar di Universitas Keio. Aku sendiri merasa cukup akrab dengannya. Bahkan F.K. Sensei ini yang mendorong aku untuk menulis buku pelajaran “reading” sebagai bahan pelajaran kelas menengah, dan akhirnya mengajakku mengajar di dua universitas lain (satu sudah berhenti, yang satu lagi masih sampai sekarang).

Kami sering terkejut jika bertemu, karena kami sering berpakaian senada. Jika aku memakai baju merah dengan jaket hitam, F.K. sensei memakai baju hitam dengan jaket merah. Bahkan suatu kali kami berdua memakai setelan biru tua dengan kemeja putih berdasi. Nah loh! Padahal tidak pernah janjian loh. Penasaran aku mencari tanggal ulang tahunnya, dan… bingo! Ulang tahun kami berdua hanya berjarak 5 hari dan berzodiak sama.

Sejak itu aku maklum jika banyak sifat kami yang sama, termasuk sikap cueknya, sikap perfeksionisnya dll. TAPI baru tanggal 14 Desember lalu, aku mempunyai waktu cukup lama untuk berbincang sambil makan malam sesudah meeting. Daaaan…. baru saat itu aku tahu, bahwa kami berdua meneliti bidang yang sama yaitu mengenai bahasa Indonesia jaman pendudukan Jepang: 1943-1945. Sosio-linguistik-history. (memang sudut pandangnya berbeda) Wah…

Tentu saja F.K. sensei daisempai (kakak kelas—jauh) karena mulai meneliti sudah sejak aku masih di Indonesia. Berpuluh tahun mengumpulkan data dan dokumen lalu mendapatkan Master di Malaysia, dan Doktor di Waseda. Langsung aku menciut jika membandingkan dengan thesisku yang persiapan penulisannya HANYA satu tahun saja. Doooh. Tapi dengan perbincangan kami, aku semakin yakin bahwa bidangku bukan di situ, lebih di sisi linguistiknya, sehingga aku pun mulai bermimpi jika suatu saat aku bisa belajar lagi, aku akan mempelajari linguistik/sastranya.

Berkat “kebetulan” yang baru kuketahui itu, aku pun mulai membuka pandangan baru terhadap akademis dan merasa perlu berhubungan lebih banyak lagi dengan para dosen dan profesor. Siapa tahu aku bisa ketularan pintar kan? 😀

Kebetulan kedua terjadi seminggu sesudahnya, tanggal 20 Desember. Aku mengajak mantan mahasiswaku di Universitas S untuk makan siang bersama. Ayumi akan pergi ke Jakarta untuk menjadi asisten guru bahasa Jepang di SMA, dalam program baru Japan Foundation. Dia dulu (4 tahun lalu) memang mengambil mata pelajaran Bahasa Indonesia denganku, tapi dia sendiri mengaku tidak belajar. Yang dia ingat hanya “PISANG” 😀 Untunglah dia mendapat kursus intensif sebelum pergi sehingga kudengar dia sudah cukup lancar berbahasa Indonesia.

Kami janjian bertemu di stasiun Meguro, untuk pergi bersama-sama ke restoran Indonesia, Cabe. Tapi karena hujan dan sudah lapar, aku mengajak Ayumi dan temannya naik taxi saja. Daaan di sini lucunya.

Tentu saja dalam taxi kami banyak bicara macam-macam. Lalu aku menyuruh supir untuk berhenti di pinggir saja karena kami harus menyeberang untuk bisa ke restoran itu. Kalau taxinya harus putar balik maka akan sulit, atau terpaksa cari jalan lain, dan sudah pasti lebih mahal lagi meternya. Lalu si supir tiba-tiba berkata:
“Kalian mau pergi ke Restoran Cabe ya?”
“Loh kok bapak tahu?”
“Ya saya sering ke sana juga… saya kenal dengan pemilik restonya, Pak Ohira”
“Looooh… kebetulan sekali ya…. nanti saya kasih tahu pak Ohira”
“Ya, sebetulnya istri saya orang Indonesia….”
Ealaaaaaaahhh… dunia ini sempit ya. Dalam waktu 3 menit sejak aku membayar dan menerima kembalian itu, telah terjadi percakapan seperti itu. Kebetulan yang amat jarang, bertemu supir taxi orang Jepang yang beristrikan orang Indonesia.

Bersama Ayumi di restoran Cabe

Masih dalam heran, kami menyeberang dan jalan ke restoran Cabe. Hari itu setelah makan, kami juga sempat mengikuti misa berbahasa Indonesia di gereja Meguro. Ayumi dan temannya memperkenalkan diri dalam bahasa Indonesia yang sempurna.

Selamat jalan Ayumi, selamat menikmati Indonesia. Dan juga mungkin akan menemui “kebetulan-kebetulan” lain di Jakarta.

Hidup itu memang menarik kan?

satu payung bertiga (untuk selfie sih :D)

10-20-1-2

4 Jan

(Bulan 10, tanggal 20 dan bulan 1 tanggal 2)

Deretan angka-angka yang mungkin aneh, tapi aku ingin memperkenalkan anggota baru keluarga “besar” deMiyashita. Dia bernama Shaw, (semestinya sih shou tapi biar keren dong pakai logat bahasa Inggris :D) 翔. Dilihat dari kanjinya merupakan gabungan kanji 羊(domba) dan 羽 (sayap). Kebetulan tahun ini adalah tahun domba/kambing sehingga pas kan? Shaw menggantikan kedudukan DAI, anjing shiba yang dipelihara ibu mertuaku sampai tahun 2012, ketika dia menghilang tiba-tiba. Memang Dai sudah tua, dan mungkin sudah waktunya dia untuk mati. Karena anjing shiba seperti serigala, dia seakan tidak mau “ditangisi” majikannya, sehingga dia memilih untuk lari, entah kemana. Sekitar tanggal 20 Februari 2012, ibu dan bapak mertuaku mencari-cari dimana-mana tapi tidak ada, bahkan sudah lapor polisi. Tidak ada pemberitahuan ditemukan, hidup atau mati.

Kepergian (Kematian) Dai membuat ibu mertuaku shock dan memang sejak itu kesehatannya memburuk. Kebetulan ada sebuah toko peralatan rumah tangga yang baru dibuka di dekat rumah ibu mertuaku, dan di situ dijual anjing shiba! Hampir setiap ada kesempatan keluar rumah,  ibu mertuaku ke sana dan memandangi anjing shiba yang ada di situ. Dan akhirnya tanggal 2 Januari kemarin, dia memutuskan untuk membeli anjing tersebut. Begitu si anjing dikeluarkan dari etalase, dia kupeluk dan… duh cantiknya! (eh cakepnya, karena dia jantan) dan tidak berontak turun, bahkan bermain dengan kancing coatku. Tak terasa hampir 30 menit aku menggendongnya, dan memotretnya 😀 selama prosedur pembelian diselesaikan. Tentu saja pihak toko memeriksa kesehatan, memberikan vaksin, memotong kuku dan akhirnya memberikan anak anjing yang lahir tanggal 20 Oktober itu kepada kami sebagai orang tua baru. Bahkan pihak toko membuat foto “keluarga” bersama dan mencetaknya untuk kami. Mungkin juga itu sebagai bukti yang akan disimpan pihak toko bahwa kami adalah pemiliknya.

foto yang diambil petugas toko

Begitu dibawa pulang, ayah mertua memberikan nama Shaw dan dia lari ke sana ke mari di dalam rumah. Anak anjing yang sangat “genki” (sehat). Meskipun aku (dan Gen) sebenarnya agak khawatir jika saking sehatnya, Shaw akan mencelakakan ibu mertua yang kurang lancar berjalan. Tapi dari segi psikologis, kehadiran Shaw menggembirakannya dan kupikir kesehatan rohani lebih penting. Semoga saja Shaw bisa membawa kebahagiaan di rumah kedua mertuaku.

foto bersama di rumah setelah memberi nama “Shaw”

Anak-anakku juga suka sekali Shaw. Memang Riku sudah lama minta agar kami memlihara anjing, tapi kami tinggal di apartemen sehingga tidak boleh memelihara anjing. Kai, sebenarnya takut. Tapi lama kelamaan dia tahu bagaimana harus menggendong dna bermain dengan Shaw, sehingga waktu Shaw dimasukkan ke dalam “rumah”nya untuk tidur malam dan menangis, Kai menghiburnya sambil menyanyi “lullaby”…lucu sekali.

Kai menyanyikan “nina bobok” untuk Shaw 😀

Dan kesedihan juga terlihat pada muka Kai waktu kami harus pulang. sebenarnya kami berencana pulang kembali ke rumah Tokyo tanggal 2, tapi karena anak-anak masih mau bermain dengan Shaw, terpaksa ditunda sampai hari ini (tanggal 3) . Dan… tentu saja anak-anak minta terus untuk bermain dengan Shaw begitu libur sekolah 😀 Jadi aku sudah menjanjikan untuk pergi bertemu Shaw sedikitnya dua minggu sekali 😀 … Apa boleh buat kan? (Padahal aku juga mau bermain dengan Shaw hehehehe)