Prakiraan dan Persiapan

19 Jun

Selasa, 19 Juni 2012 pukul 21:21 malam saat aku mulai menulis posting ini. Di luar suara hujan bertalu-talu dan angin meraung-raung.  Anak-anak sudah tidur sehingga aku bisa menulis dengan santai, meskipun hati was-was karena Gen belum pulang. Tadi aku sudah kirim email padanya, jika perlu lebih baik menginap saja di kantor. Badai Topan no 4 dan 5 mulai melewati daerah Tokyo. Memang badai di Jepang diberi nama dengan nomor saja, dan biasanya tanpa disadari sampai nomor 30-an pada bulan September. Badai di musim hujan tsuyu 梅雨 ini memang tidak biasa, dan kebetulan arah angin membuatnya “mampir” ke daratan Jepang.

Aku sudah tahu mengenai badai ini sejak kemarin. Beberapa hari sebelumnya waktu badai itu terjadi di lautan Hindia, diperkirakan tidak akan “mendarat” ke Jepang. Tapi arah angin membelokkan jalannya, sehingga mulai kemarin TV memberitahukan untuk bersiap-siap untuk menghadapi badai. Jauhi sungai dan laut, juga bukit yang mungkin akan longsor jika air deras mengalir. Badai = hujan deras, angin kencang yang mengakibatkan banjir dan longsor. Kami yang tinggal di apartemen lebih “aman” dibanding yang punya rumah sendiri. Karena bisa saja saking kuatnya angin, atap “terbang”. Tapi aku tadi sudah menurunkan pot-pot tanaman yang ada di teras. Jangan sampai pot ini terbang dan mencelakakan orang yang lewat. Selain itu aku sudah menyiapkan makanan dan minuman jika seandainya aku tidak bisa pergi belanja. Persiapan perfect deh kalau cuma untuk badai. Lagipula apartemenku di lantai 4.

Tadi pagi kami sempatkan melihat prakiraan cuaca di TV, dan memang diberitahukan bahwa mulai pukul 6 sore badai akan sampai di Tokyo, dan berlangsung sampai pagi keesokan harinya. Jadi kupikir kalau jam 3 siang masih belum datang, sehingga aku tidak menyuruh Riku membawa payung. Untung dia sempat berkata sebelum masuk lift, “Dalam ransel ada payung lipat kok ma”.

Sebelum jam 2 siang sempat tiba-tiba turun hujan, tapi waktu aku mau pergi jemput Kai jam 2 tidak hujan. Kalau hujan aku akan berjalan kaki sampai ke TKnya Kai. Tapi karena (saat itu) tidak hujan, aku naik sepeda sambil berdoa mudah-mudahan bisa pulang sampai rumah sebelum hujan lagi. Sayangnya doaku tak terkabul, karena persis waktu aku meninggalkan TK seratus meter, byuuur tiba-tiba hujan turun dan tidak tanggung-tanggung. Sambil mengayuh sepeda, aku berkata pada Kai, “Kai kita hujan-hujan ya… kapan lagi loh bisa basah gini… Tapi begitu sampai rumah harus mandi. Kalau tidak nanti bisa sakit!” Sambil aku menutup kepala Kai dengan handuk kecil yang kubawa. Untung tas kami berdua dari plastik dan kulir jadi kalaupun basah, tidak akan sampai ke dalam. Lima menit naik sepeda rasanya lama, sementara bajuku sudah basah kuyup. Dan ternyata susah juga naik sepeda dengan muka basah. Air hujan masuk ke mata euy.

Begitu sampai rumah, aku langsung menyalakan air panas dan mengisi bak mandi. Sambil menunggu bak penuh, Riku pulang. Untung saja jadi aku tidak khawatir. Tapi dia mengeluarkan kertas pengumuman darurat dari sekolahnya. Isinya tentang kondisi angin topan dan langkah-langkah yang akan diambil jika besok belum reda.

kertas pengumuman darurat dari sekolahnya Riku dengan langkah-langkah menghadapi badai topan besok

1. Kemungkinan yang akan terjadi :  sekolah diliburkan, atau jam mulai sekolah diperlambat, atau jam pulang dipercepat, pulang bersama-sama dengan teman yang searah atau untuk keselamatan anak disuruh menunggu di sekolah (jika langkah ini yang diambil maka orang tua harus menjemput anak-anaknya di sekolah).
2. Keputusan yang diambil besok akan dibertahukan melalui website sekolah  dan atau melalui jaringan telepon.
Dan tambahan jika orang tua khawatir kondisi anaknya, besok boleh tidak menyuruh anak ke sekolah (bolos) dan tidak akan dihitung terlambat/absen. (Soal absen ini memang penting, karena ada ibu-ibu yang menginginkan anaknya 100% masuk sekolah dan tidak bolos supaya mendapatkan piagam penghargaan 皆勤賞)

Yang kasihan Kai, dia sudah semangat untuk pergi ke TK besok, karena rencananya besok akan mencabut kentang di ladang. Tapi meskipun besok mungkin badai topannya sudah berhenti, dengan keadaan tanah yang lembek habis hujan, pasti acara memanen kentangnya akan dipindah jadi minggu depan. Sedangkan Riku tadi sempat bisik padaku, “Ma,…moga-moga besok kelas diliburin ya …” hahaha. Murid itu memang senang ya kalau pelajaran diliburkan (padahal gurunya juga senang loh, kan guru juga pernah jadi murid, bisa tahu perasaan itu.

Bagaimana besok ya harus dilihat kondisi besok. Tapi prakiraan (cuaca) dan persiapan (langkah-langkah dengan berbagai alternatif) itu memang ciri khasnya orang Jepang. Hebat deh!

Untuk snack sore aku siapkan nanas yang kubeli kemarin. Nanas okinawa dan menurut tulisan si empunya toko “Bisa dikupas dengan tangan”… Ah masaaaaa. Aku coba tidak bisa tuh, tetap harus pakai pisau. Rasanya? TIDAK manis! (Dan anak-anak tidak mau coba, sehingga aku sendiri yang makan. Untung MINI!)

 

 

Latihan Penanggulangan Bencana

15 Jun

Tiba lagi hari sibuk untukku. Ya, Kamis dan Jumat (juga Senin) merupakan hari sibukku. Untung saja Jumat pagi ini, Kai sangat kooperatif dan aku bisa sampai di kampus jauh lebih cepat dari jam mulai kuliah yang 10:45 (Jam kedua 10:45 – 12:15). Seharusnya aku juga mengajar jam ke tiga (13:05 – 14:35), tapi hari ini aku liburkan. Hmmm bukan liburkan tepatnya aku beri tugas yang dikerjakan masing-masing. Tugas sebagai pengganti jam ke tiga hari itu adalah mencari informasi tentang Indonesia dari internet, sambil menjawab pertanyaanku. Pertanyaanku itu sudah kuberikan minggu lalu dan  tidak susah, seperti berapa jumlah pulau di Indonesia, siapa nama presiden Indonesia, apa ibu kota dan di pulau apa dst, dst. Ada beberapa yang sudah mengumpulkan tugas itu via email dan mereka menuliskan kesan : “Dengan mencari informasi sendiri di internet, saya semakin ingin mempelajari Indonesia, dan ingin pergi ke sana”. Learning by doing and searching!

Tapi untuk mengantisipasi mahasiswa yang minggu lalu tidak hadir (dan tidak mengetahui bahwa hari ini ada tugas khusus), aku menunggu sampai pukul 13:15. Benar saja ada 3 mahasiswa yang lupa dan tidak tahu bahwa hari ini tidak ada kuliah melainkan tugas khusus. Setelah itu aku cepat-cepat pulang naik bus dan kereta yang ekspress karena aku harus berada di SD Riku pukul 14:50. Ya, hari ini ada latihan penanggulan bencana yang diadakan pemerintah daerah Nerima, tempat aku tinggal. Jadi seluruh SD di Nerima mengadakan latihan ini. Disimulasikan ada gempa besar 7,3 SR di daerah Kanto (Tokyo dan sekitar) pada pukul 14:46. Kemudian murid-murid berlatih untuk berlindung di bawah meja dan mengikuti perintah gurunya. Mereka kemudian keluar ke halaman sekolah smabil berbaris. Nah pada pukul 15:00 ini kami orang tua diharapkan menjemput anaknya masing-masing. Latihan penyerahan anak kepada orang tua. Saat itu kami orang tua harus menyebutkan nama murid dan hubungan apa (ibu/bapak/nenek/kakek) dengan sang anak. Ini supaya guru tidak menyerahkan pada orang yang salah, atau bisa menjawab jika ditanya anak ini dijemput siapa.

Dalam pengumumannya, kepala sekolah mengatakan bahwa sekolah Riku menjadi tempat pengungsian bagi warga sekitar, jadi nanti sekitar bulan November akan diadakan lagi latihan bersama warga sekitar dan kami diminta ikut berpartisipasi juga. Kelihatannya memang sepele sekali, tapi sekolah bertanggung jawab akan murid-muridnya sehingga perlu diadakan simulasi dan penegasan tugas masing-masing personil sekolah. Dan kegiatan ini memang dikoordinir juga oleh pemerintah daerah. Aku rasa penting sekali pemerintah daerah menata apa-apa saja yang harus dilaksanakan jika terjadi bencana.

Aku tidak bisa menjawab ketika seorang mahasiswa universitas W yang mengambil kuliah bahasa Indonesia kemarin bertanya, “Apakah ada latihan bencana untuk murid sekolah Indonesia?”. Yah, kujawab “Setahuku tidak ada. Tapi mungkin saja daerah yang sering terkena gempa seperti Padang sudah melaksanakannya. Saya tidak tahu. Pemerintah Daerah juga saya rasa belum berpikir sampai di sana.” Dia memang meneliti tentang Pendidikan Bencana untuk program Masternya. Ah, sedih rasanya kalau bicara soal pendidikan di Indonesia, terutama sehubungan dengan tanggung jawab sekolah akan keselamatan anak-anak didiknya. Semoga suatu saat, pendidikan kita akan teratur seperti di Jepang… Aku tetap berharap.

(Sambil aku teringat tulisan Nana : http://nanaharmanto.wordpress.com/2012/06/07/fire-drill/ yang menulis tentang latihan kebakaran…. tapi bukan jika terjadi bencana alam seperti gempa)

Bagaimana Telurmu Hari Ini

14 Jun

Dalam pelajaran bahasa Indonesia kelas menengah biasanya aku berikan bacaan yang mudah, yang kira-kira mahasiswa bisa selesai menerjemahkan dalam 90 menit. Bacaannya kubuat sendiri, yang pernah diterbitkan oleh Sekolah Bahasa Asing Keio dengan judul Serba-serbi Bahasa Indonesia. Itu merupakan buku keduaku setelah buku tata bahasa. Seperti  reading dengan kalimat yang baku dan mengambil tema kebudayaan Indonesia. Dan salah satu tema pelajarannya adalah “Kebiasaan Makan”

Setelah menerjemahkan kalimat per kalimat ke dalam bahasa Jepang, aku akan menanyakan kebiasaan makan mahasiswa satu per satu. Kebanyakan dari mereka hanya minum kopi saja tanpa sarapan, atau sarapan roti yang gampang. Tapi mereka yang masih tinggal bersama orang tuanya akan makan yang lebih bergizi. Sarapan ala Jepang biasanya terdiri dari semua atau paduan dari adalah nasi atau bubur, sup miso (misoshiru), ikan bakar, natto (kedelai yang difermentasikan), telur, nori (rumput laut), dan acar.

Nah kemudian aku tanya mereka, telurnya diapakan? Yang paling banyak menjawab adalah Tamagoyaki 卵焼き selain Medamayaki 目玉焼き (telur mata sapi). Terus terang pertama kali aku datang ke Jepang, aku tidak suka makan Tamagoyaki. Tamagoyaki ini sering juga muncul di restoran sushi, dan aku selalu minta untuk tidak pakai tamagoyaki. Kenapa aku tidak suka? Karena MANIS! Bayanganku masakan telur itu harus asin, kalaupun manis,bentuk  “telur”nya sudah tidak kelihatan seperti pancake atau kue, bukan sebagai lauknya nasi.

Tapi setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang (wah september ini aku pas 20 tahun di Jepang loh), akhirnya aku bisa menikmati Tamagoyaki ini. Dan setelah berlatih terus, bisa membuat tamagoyaki yang tidak hancur, tepat kelembutan dan manisnya. Memang tamagoyaki ini butuh kesabaran karena harus masak dengan api kecil-sedang dan TIDAK BOLEH DITINGGAL! hehehe… maklum aku kan multitasking person, jadi maunya masakan bisa ditinggal sebentar untuk mengerjakan sesuatu yang lain.

Untuk membuat tamagoyaki, biasanya aku pakai 3 telur, lalu diberi susu segar kira-kira 4-5 sendok makan, beri kaldu sedikit (aku biasanya pakai shirodashi), lalu gula 1 sendok makan munjung (tergantung selera). Campur lalu taruh dalam wajan (kalau di sini wajan kotak, khusus untuk tamagoyaki) dengan api sedang, sedikit-sedikit. Biasanya 1 adonan dibagi 2 kali. Adonan pertama yang sudah agak terbentuk keras dilipat lalu masukkan sisa adonan. Jika tidak bisa membentuk berlapis-lapis kurasa dengan adonan itu bisa dibuat dadar saja. Hasilnya akan lain dengan dadar biasa. Manis dan lembuuuut karena pakai susu dan gula. Silakan dicoba!

Tamagoyaki buatanku, lembut dan manis. Silakan coba

Kalau orang Indonesia jarang tidak ada yang tahu tamagoyaki, maka kebanyakan orang Jepang tidak tahu cara makan telur rebus setengah matang 😀 Waktu aku membuatkan Riku telur rebus setengah matang, dia terheran-heran dan mengatakan “Enak!!! aku suka”. Memang dia suka yang telur kuningnya setengah matang, sehingga kalau membuat telur mata sapi untuk dia, aku juga selalu mengusahakan bagian kuningnya untuk setengah matang. Sedangkan untuk suamiku kuning telurnya harus matang, dan putih telurnya membentuk kerak di pinggir.

Telur mata sapi dengan kuningnya setengah matang. Kali ini kubuat sandwich untuk Riku

Kalau aku sih apa saja makan, tidak ada “pesanan” khusus. Semua cara masak telur bisa aku makan, telur mata sapi, dadar, scrambled egg, poach egg, onsen tamago , tamagoyaki, atau telur rebus baik setengah matang/matang. Yang aku tidak bisa makan adalah telur mentah. Tapi di Jepang TAMAGOKAKE GOHAN (nasi dengan telur mentah) juga populer sebagai makan pagi. Caranya mudah sekali: pecahkan telur di atas nasi panas  dalam mangkok dan beri kecap asin (shoyu). Duh… aku belum bisa deh). Tapi Kai sukaaaaa sekali, sehingga hampir setiap pagi dia makan tamagokake gohan.

So, bagaimana telurmu untuk sarapan pagi ini?

Aku masak telur mata sapi diberi kecap manis…. yummy!

 

 

Kasa yang Topi

12 Jun

Bagi yang sudah pernah belajar bahasa Jepang, pasti tahu bahwa Kasa itu artinya payung. Tapi itu yang kanjinya 傘 yang memang artinya payung, dan memang lebih sering dipakai. Tapi sebenarnya ada lagi kanji lain yang dibaca sebagai kasa juga 笠 yaitu semacam topi kerucut, caping yang dipakai oleh petani. Kata caping ini antara lain dipakai dalam lagu malam ke 88 yang kutulis di sini, dan sebuah picture book kesukaan Kai yang berjudul Kasajizou 笠地蔵 (aku belum sempat menulis tentang ini).

Aku tidak tahu apakah di Indonesia ada tari caping, tari petani misalnya, tapi di Jepang ada tarian yang memakai caping ini. Namanya Hanagasa Ondo, biasanya ditarikan waktu festival hanagasa, yang diselenggarakan bulan Agustus di daerah Yamagata. Matsuri atau Festival ini karena cukup terkenal, menjadi tambahan dari 3 Festival terbesar di daerah Tohoku (Festival Nebuta di Aomori, Festival Tanabata di Sendai dan Festival Kanto di Akita). Aku baru sempat melihat Festival Tanabata dan Nebuta.

Pada hari Minggu kemarin, SD nya Riku akhirnya bisa melaksanakan acara pertandingan olahraga undokai setelah diundur dari rencana hari Sabtu tgl 9 Juni karena hujan. Hari Minggu itu terang seterangnya hari musim panas. Ya… panas sekali menurut kami yang sebelum-sebelumnya masih lumayan sejuk. Matahari terik bersinar dan seketika mengubah warna kulit kami (lebay deh). Acara yang rencananya dibuka jam 9:10 diundur setengah jam, karena perlu ada penyesuaian acara. Ada perubahan acara dan ada acara yang ditiadakan, karena diperkirakan siang hari akan turun hujan (menurut prakiraan cuaca, meskipun akhirnya baru hujan jam 6 sore).

Hari itu kelas empat, tiga kelas bergabung dan menampilkan tarian Hanagasa Ondo ini (mungkin sudah dimodifikasi untuk olahrga juga). Di akhir pertunjukan tarian, mereka membuat lingkaran dengan caping berwarna biru, merah dan kuning. Aku sendiri merasa bagus, karena mereka berlatih di sela-sela waktu belajar dengan persiapan hanya 1 bulan. Setelah tarian Hanagasa Ondo, mereka tampil lagi di acara nomor 9 untuk melaksanakan tarik tambang antara kelompok Merah dan Putih (satu sekolah memang dibagi dua kelompok merah dan putih, Riku masuk kelompok merah).

Yell dari kelompok Merah. Yang mengagumkan mereka juga "bertukaran" yell untuk kelompok lawan

Sebetulnya setelah itu Riku masih mengikuti lari 80 meter, tapi aku dan Kai tidak kembali ke sekolah setelah makan siang. Kai tidak mau kembali, sedangkan aku sendiri capek sekali karena bangun jam 5 pagi untuk membuat bento (bekal makanan) untuk semua. Papanya yang kembali dan menonton Riku lari, serta membantu beres-beres setelah acara undokai selesai. Riku sih dengan bangganya berkata, “Mama aku bukan yang terakhir loh waktu lari” hehehe.

Undokai tahun ini dimenangkan oleh kelompok Putih, Shirogumi. Yang mengherankan Riku sejak kelas 1 pasti masuk kelompok Merah terus. Nanti kelas 5 dan 6 bagaimana ya? Dan yang lucu waktu Riku kelas 6, Kai akan kelas 1, kalau beda kelompoknya bisa bertengkar deh 😀

Lomba tarik galah yang menurutku bisa dipakai juga di Indonesia. Pernah kutulis di sini : http://imelda.coutrier.com/2010/09/28/tarik-tambang-vs-tarik-galah/

Meskipun hari Minggu kemarin panas terik, mulai Senin sampai Kamis mendatang kami diperingatkan untuk membawa kasa yang payung, karena memang sudah pasti turun hujan :D. Tentu saja masih ingat peribahasa, “Sedia payung sebelum hujan”.  Peribahasa Jepang yang mirip adalah : 転ばぬ先の杖 Korobanu saki no tsue (Sebelum jatuh siapkan tongkat).

 

Time Slip

10 Jun

Waktunya kepleset? Hmmm mungkin bisa juga diterjemahkan begitu ya, karena “Time Slip” berarti bukan berada pada waktu yang seharusnya, melainkan “berjalan-jalan” ke waktu yang lain, lampau maupun masa datang. Back to the future? Padahal masa datang itu sebenarnya belum pasti kan? Masa lalu lebih pasti karena ada sejarahnya. Nah, sebuah acara yang kutonton pada tanggal 5 Juni lalu, membawa pemirsanya melihat kehidupan jaman Edo (atau disebut juga jaman Tokugawa 1600~ ) dengan merekonstruksi kehidupan pada masa itu. Ah, memang Jepang amat menghargai sejarahnya, dan banyak sekali wadah bagi masyarakat untuk mempelajari sejarah bangsa ini.

Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak perempuan dan anak laki-laki dikirim dari jaman sekarang ke jaman Edo, dan “menikmati” tinggal di perkampungan Edo. Dari keseharian itu kami, penonton bisa mengetahui bahwa orang-orang jaman itu makan nasi jauh lebih banyak dari jaman sekarang. Seorang laki-laki dewasa bisa makan 4 omplong nasi dalam satu hari! Banyaaakk itu, karena biasanya aku masak 4 omplong saja untuk satu keluarga 2 kali makan. Dari soal makanan aku juga bisa tahu bahwa sushi yang terkenal di seluruh dunia itu adalah Edomae Sushi (nigirisushi = nasi yang diberi cuka, dikepal dan ditaruh hasil laut di atasnya) dimulai pada jaman ini. Penemunya bernama  Hanayayohei, yang sekarang menjadi nama family restoran chain di Jepang.

WC nagaya (rumah panjang jaman Edo), Setengah dinding bagian atasnya terbuka. Foto diambil dari wikipedia Jepang

Yang mengagumkan Kota Edo (Tokyo jaman dulu) itu sebenarnya adalah Eco Town (Kota yang ekologis, ramah lingkungan). Bagaimana tidak, kotoran manusia pun dijual untuk pupuk! Bahkan kotoran manusia itu dibedakan menurut “kelas” nya, kelas bangsawan, kotoran nya lebih mahal daripada kelas pekerja :D. Selain itu sejak saat itu sudah ada “tissue” untuk cebok! Tapi tissuenya memakai kertas yang agak keras. Kenapa keras? Karena ternyata kertas di Edo itu hampir semuanya adalah kertas daur ulang, dan daur ulangnya bukan hanya satu kali tapi berulang kali. Kota Edo pun sangat bersih, tidak ada sampah kertas, karena pasti diambil, dikumpulkan oleh pemulung untuk dijual kembali. Benar-benar ECO!

Rumah jaman Edo, nagaya, rumah panjang semacam rumah gadang. Satu kamar ini untuk satu keluarga. Foto dari wikipedia.

Eco yang lain yaitu mereka mencuci baju dengan air yang dicampur dengan abu dapur (hasil pembakaran kayu untuk masak). Tentu karena masa itu belum ada sabun/deterjen. Tapi ternyata terbukti bahwa air yang dicampur abu dapur itu dapat melepaskan kotoran pada kimono. Sistem distribusi air jaman itu juga sudah begitu teratur sehingga seluruh kota dapat menikmati air dengan adil. Untuk kimono juga mereka punya penyewaan dan penjualan kimono bekas, sehingga di bidang “fashion” juga ada recycle. Bahkan kimono yang tidak bisa dipakai lagi, akan dibuat tali, lap dan sebagainya (Kalau ini sih sampai sekarang masih dilakukan ya….)

Aku tidak tahu apakah acara TV ini dibuat sengaja untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup atau bukan, tapi pas benar ditayangkan pada tanggal 5 Juni kemarin. Aku sedang berharap semoga Nihon Terebi mau memutar kembali acara malam itu. Karena waktu itu belum selesai (sekitar pukul 10 malam) tapi aku sudah menghentikan acara dan menyuruh anak-anak tidur. Sudah terlambat 1 jam dari waktu tidur mereka. Takutnya besoknya mereka tidak bisa bangun, kan berabe!

Kurasa memang kita perlu sekali-sekali Time Slip, untuk mempelajari sejarah. Sepertinya kok jaman dulu banyak kegiatan yang lebih eco, lebih memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup. Dengan modernisasi, pengetahuan dan kegiatan itu berkurang dan hilang.

Dan kebetulan hari ini tanggal 10 Juni, di Jepang merupakan hari peringatan untuk WAKTU! Aku baru sadar ketika hari Jumat kemarin Kai membawa hasil karyanya di TK berupa jam buatannya, dan di bagian belakang ditulisi oleh gurunya “Toki no kinenbi  時の記念日” Aduh Jepang memang ada-ada saja. Jadi aku mencari kenapa kok hari ini diperingati sebagai Hari Waktu. “Hari untuk Waktu” ini ditetapkan pada tahun 1920 oleh National Astronomical Observatory of Japan, NAOJ dan Seikatsu Kaizen Domeikai yang kalau diterjemahkan menjadi Badan Pembaruan Kehidupan, yang berada di bawah Kementrian Pendidikan. Katanya “Untuk menyebarkan pengetahuan pentingnya waktu, supaya masyarakat menaati waktu, bisa memperbaiki dan merencanakan kehidupannya seperti orang Amerika dan Eropa”.

Kai dengan jam buatannya untuk memperingati Hari Waktu

 

 

Si Gundul yang Terang

9 Jun

Aku sudah pernah menuliskan tentang Si Gundul yang Bijaksana a.k.a Ikkyusan di sini. Kali ini aku mau memperkenalkan si Gundul yang Terang! Ya …. memang sih kalau gundul itu mengkilap, tapi kan tidak bisa sampai “menerangi” sekitarnya 😀

Teru-teru bozu yang diperkirakan sudah ada sejak jaman Heian (794- 1185). Aslinya dari China. Foto dari wikipedia.

Nama bahasa Jepangnya adalah Teru-teru Bozu (Teru =terang, Bozu = gundul) , terbuat dari kain (biasanya putih) yang bagian tengahnya diberi gumpalan kain/tissue lalu diikat. Penampilannya sih seperti “hantu” jadinya. Lalu biasanya di bagian “kepala” itu diberi mata dan mulut. Teru-teru bozu ini kemudian digantungkan sehari sebelum hari H. Ya, Teru-teru Bozu ini adalah pawang (jimat)  hujannya orang Jepang. Jika mau besok terang (cerah) maka pasang Teru-teru bozu di pendopo rumah hari ini. Sampai ada lagu anak-anak dengan judul Teru-teru Bozu…. “Teru-teru Bozu…teru bozu… ashita tenki ni shiteokure

Pagi ini seharusnya sekolahnya Riku mengadakan acara pertandingan olahraga Undokai di sekolahnya. Memang biasanya diadakan sekitar bulan Oktober. Tapi entah kenapa tahun ini dijadwalkan pada bulan Juni, padahal semua orang juga tahu bahwa awal Juni beresiko hujan. Nah, tadi pagi waktu aku bangun pukul 5 bisa melihat bahwa hujan terus turun, memang sebentar-sebentar berhenti, tapi bisa dipastikan bahwa satu harian akan turun hujan. Lagipula meskipun misalnya sekitar jam 10 hujan berhenti, lapangan sekolah pasti basah dan tidak bisa dipakai (tidak bisa dikapuri) untuk pertandingan lari. Jadi sekitar pukul 7, kami mendapatkan telepon beranting yang memberitahukan bahwa undokai ditunda.

Memang sekolah Jepang itu hebat, mereka selalu memikirkan jika terjadi sesuatu sampai harus dibatalkan, mereka akan mengatur hari pengganti paling sedikit satu hari “cadangan” dalam skenario mereka. Jadi kalau hari ini tanggal 9 Juni ditunda, maka akan diadakan tgl 10 Juni. Jika 10 Juni hujan dan ditunda, maka akan diadakan hari Selasa tgl 12 Juni. Perfect deh perencanaannya.

Tapiiiii, tadi pagi di televisi ternyata daerah Kanto (Tokyo dan sekitarnya) dinyatakan mulai hari ini masuk musim hujan. Jadi kalau melihat prakiraan cuaca mingguan, bisa melihat bahwa hampir tidak ada hari yang cerah. Yaaah kasihan sekali karena berarti undokai dibatalkan, padahal anak-anak sudah berlatih tarian per kelas untuk ditampilkan serta berlatih lari 80 m.

Lalu aku bercanda pada Riku, “Seandainya orang tua murid satu sekolahmu itu sekarang memasang Teru-teru Bozu, mungkin ngga ya besok tidak hujan? Atau di tempat lain boleh deh hujan, tapi langit di atas sekolah kamu saja yang cerah….” dan Riku tertawa… “mama ada-ada aja! ”

Atau mungkin kita harus panggil pawang Indonesia….suruh pasang cabe di sekitar sekolahan ya? hihihi

Meskipun kita pasang Teru-teru Bozu raksasa, musim hujan tak bisa dihentikan ya. Apalagi memang bunga pertanda musim hujan si Ajisai (Hydrangea) sudah mulai mekar di mana-mana. Indah!

Bunga Hydrangea berbagai jenis. Ternyata bunga ini memang asalnya dari Jepang (menurut wikipedia Jepang)

Selain Hydrangea, ada satu bunga bernama Tachiaoi, juga bermekaran saat ini, dan mengingatkanku pada Kembang Sepatu!

Tachiaoi yang ini berwarna merah gelap, biasanya pink. Kutemukan dalam perjalanan menuju universitas W.

 

Bear yang Monyet!

8 Jun

Tadi pagi aku seperti biasa ke universitas S, dan seperti biasa juga naik bus antar-jemput dosen  dan karyawan yang akan melayani trayek stasiun – kampus. Jaraknya sih hanya sekitar 10 menit tapi lumayan kalau musti jalan, karena jalannya mendaki. Bus ini berangkat setiap 15 menit dari dan ke stasiun. Bus antar-jemput ini sepertinya disediakan pihak sekolah bekerjasama dengan perusahaan bus Odakyu, yang memang “menguasai” daerah itu. Dan ada satu hal yang sudah lama aku perhatikan, yaitu si supir pasti akan mengangkat tangannya jika berpapasan dengan bus berlawanan, meskipun bus itu bukan bus sekolah (bus umum, tapi pasti dari perusahaan Odakyu). Dan tentu disambut juga oleh supir bus yang berlawanan. Mengangkat tangan kanan itu seakan menjadi aizu 合図(tanda) atau aisatsu あいさつ (salam) di antara para supir bus. Entah kenapa aku senang melihatnya. Memberikan salam, tidak tergesa-gesa, tidak membunyikan klakson, semua menyetir dengan santai.

Aku memang sudah sering melihat greeting seperti itu, ya karena aku sudah mengajar di sana selama 13 tahun. Tapi baru hari ini aku jadi teringat pada sebuah film lama yang berjudul “BJ and the Bear”. Pasti banyak yang tidak tahu deh, generation gapnya terlalu besar nih hehehe. BJ (diperankan Greg Evigan) adalah supir truk lori besar di Amerika dan didampingi temannya yang bernama Bear, seekor monyet. Mereka mempunyai kebiasaan untuk saling menyapa supir truk lori lain dengan menarik klakson besar dua kali. Membunyikan klakson ini juga menjadi salah satu “tata krama” mereka. Lalu aku terpikir apakah supir-supir truk atau bus di Indonesia ada kebiasaan “menyapa” seperti ini atau ngga ya? Aku tidak pernah naik bus jarak jauh jadi tidak pernah tahu tentang hal ini. Mungkin ada teman yang tahu?

Mau dengar opening songnya? Silakan matikan lagu di side bar dan pasang you tube ini ya 😉

Lucunya nama monyetnya Bear yang berarti beruang kan? Ada ngga ya nama-nama binatang lain yang aneh seperti itu? Yang namanya tidak sesuai dengan penyandangnya?

Korean Boom

6 Jun

Teman-teman blogger pasti sudah tahu bahwa salah satu teman kita, Erry a.k.a. bibi titi teliti, si birthday girl lady, hari ini berangkat ke Korea. Pecinta drama Korea ini berhasil mewujudkan impiannya ke Korea lewat ngeblog loh! Kebetulan kemarin waktu aku mengajar di kelas bahasa Indonesia yang diikuti oleh karyawan/ibu rumah tangga, mereka membicarakan soal K-Pop. Kata mereka, “Wah J-Pop kalah pamor deh dengan K-Pop di Indonesia!” Mereka memang sering ke Indonesia untuk urusan keluarga, kantor atau cuma bersenang-senang. Gurunya saja (aku) paling ke Indonesia sekali setahun hehehe. Jadi sudah pasti mereka jauh lebih tahu dan up-to-date kecenderungan minat orang Indonesia. Sedangkan aku?

Aku mulai menyadari Korean Boom di Tokyo ya sejak diputarnya Winter Sonata di televisi Jepang, itu berarti tahun 2003. Diputar pertama kali dari bulan April sampai Oktober 2003 di NHK BS, drama korea ini berhasil memikat penggemar Jepang, terutama wanita (boleh juga dibaca: ibu-ibu)! Aduuh aku tidak habis heran melihat liputan TV yang memperlihatkan ibu-ibu Jepang “mengejar-ngejar” Yon – SAMA (biasanya pakai san aja deh….) baik di Tokyo jika dia datang, atau mengikuti tour ke Korea. Meskipun ibu mertuaku belum sampai se”fanatik”ibu-ibu Jepang Fans Yon-SAMA ini, dia juga pernah mengikuti tour khusus ke Korea mengunjungi lokasi-lokasi yang dipakai dalam pengambilan drama Winter Sonata. Dalam sekejap Korea menjadi tujuan wisata yang laris. Aku? Belum pernah menonton drama ini, meskipun suka dengan lagu opening theme nya.

Setelah itu aku melihat bahwa demam Korea memang melanda Jepang, dan generasinya menjadi lebih muda, dan tentu lebih dinamis. Ah aku tidak pernah bisa hafal nama-nama artis atau Band Korea yang populer di sini…. (wong artis Jepang saja aku tidak hafal). Tapi aku tahu dari beberapa liputan TV bahwa selain musik dan film, demam korea juga merambah ke dunia kuliner. Ada sup penuh kolagen yang disajikan restoran Korea yang sempat populer juga di sini, padahal kupikir itu kan hanya merebus satu ekor ayam sampai ayamnya hancur, sehingga banyak kolagen (dari tulang muda) yang keluar sebagai kaldu. Aku bisa juga kok masak Soto Ayam sampai ayamnya hancur, dan tidak kalah enak hehehehe.

Aku tidak akan menulis soal artis-artis Korea, tapi justru kali ini aku ingin bercerita tentang orang-orang Korea yang pernah kutemui. Yang pertama seorang ibu Korea bernama Lee. Aku bertemu dia di sebuah misa, awal-awal aku datang ke Jepang 20 tahun lalu. Dalam misa, aku sempat menangis, dan dia ada di sebelahku. Dia menyapaku dan mengajak bicara setelah misa. Dan dia mengajak aku ke rumahnya. “Nanti aku masakin!”, mungkin dia kasihan melihat mahasiswa yang kesepian ini. Dan memang dia selalu membuatkan benar-benar-banyak makanan untuk aku sendiri! Haduhhh…

Wanita Korea kedua yang kukenal adalah announcer di radio tempatku bekerja. Namanya Um. Masih muda dan cantik! Bahasa Inggrisnya juga lancar. Sayang dia cepat kembali ke Korea, dan kami putus hubungan. Yang pasti dari kedua wanita, Lee dan Um ini aku tahu cara merawat kulit wajah orang Korea. Ya, katanya mereka makan bawang putih, sebanyak-banyaknya setiap hari 😀 Kalau dari Lee, aku pernah pergi bersamanya ke sebuah pemandian air panas, hot spring, di Yamagata. Dan di situ aku takjub melihat dia mandi, masuk air panas, keluar dari bak dan langsung shower air dingin, lalu masuk lagi ke pemandian air panas….berulang kali. Katanya cara mandi yang begini membuat kulit orang Korea kencang dan halus…. Hmmm aku sih tidak berani mengikutinya. (Tentunya orang yang berpenyakit jantung atau darah tinggi tidak boleh melakukan hal ini).

Setelah lama aku tak bertemu secara langsung dengan orang Korea, baru tahun lalu aku bertemu lagi dengan mahasiswa Korea. Seorang mahasiswi yang ikut pelajaran bahasa Indonesia di universitasku mengajar itu sudah cukup pandai berbahasa Indonesia, sehingga selalu mendapatkan angka 100 di setiap test. Waktu kutanya kenapa dia mau belajar bahasa Indonesia, ternyata….. bapaknya tinggal di Bandung (tentu saja asli Korea) dan mempunyai (bekerja) di sebuah hotel terkenal. Jadi buat dia, jika liburan musim panas, dia bukannya “mudik” ke Korea, tapi “mudik” ke Bandung. Weleh…weleh….

Dan satu lagi mahasiswa yang ingin kuperkenalkan adalah mahasiswa program pertukaran. Dia mengikuti kelas bahasa Indonesia tingkat dasar semester sekarang ini. Dan nilainya selalu bagus! Jangan-jangan…. Ternyata dia sudah lama ingin belajar bahasa Indonesia, tapi di Korea sedikit sekali universitas yang menyediakan kuliah bahasa Indonesia. Kalau mau dia harus masuk universitas bahasa asing. Jadi kesempatan, begitu dia tahu ada kuliah bahasa Indonesia waktu dia program pertukaran di Tokyo, dia langsung bertekad untuk mengambilnya. Bahkan dia ikut dua kelas, kelas dasar dan kelas menengah sekaligus. Dan… minggu lalu dia minta padaku kalau ada bahan lain yang bisa dia kerjakan karena dia ingin cepat bisa. Kupikir dia bercanda saja, jadi aku minta dia mengirim email dan aku akan mengirimkan bahan lewat email. Tadi pagi waktu aku memeriksa email, ternyata ada email dari dia meminta bahan tambahan… nah! Senangnya punya murid yang rajin. Semoga saja dia bisa cepat menguasai bahasa Indonesia dan menjadi guru bahasa Indonesia di negaranya. Siapa tahu kan?

Apakah kamu punya teman orang Korea? Atau apa yang mengingatkanmu jika mendengar kata Korea?

Ssstt ada satu masakan Korea yang aku suka, bernama KOMUTAN KUPPA. Karena masakan ini mengingatkanku pada Sup Buntut! Waktu awal-awal datang ke Jepang, aku tidak punya dapur sendiri dan belum tahu apa-apa soal beli bahan masakan. Jadi kalau aku kangen masakan Indonesia, kalau di restoran Jepang aku pesan Motsunikomi (seperti soto babat) dan kalau di restoran Korea, aku pesan Komutan Kuppa ini. Lumayan bisa menghilangkan homesick sedikit 😀

foto diambil dari http://takadanobaba.drivemenuts.com/archives/html/2007_01_31_211100.html

 

 

Bazaar

5 Jun

Aku rasa tidak ada orang yang belum pernah ke bazaar. Di Indonesia pun banyak kan acara bazaar yang dilaksanakan? Entah itu Bazaar buku atau bazaar dengan tema apa saja (terutama menjelang bulan Ramadhan), yang tujuannya mengumpulkan banyak penjual untuk menjual barangnya dengan harga murah dan pembeli untuk mendapatkan berbagai barang dengan harga murah.

Eh, tapi waktu aku mencari kata bazaar dalam kamus KBBI, aku menemukan bahwa kata bazaar itu menjadi BAZAR dengan satu ‘a’ , jadi selanjutnya aku akan menuliskan Bazar dengan satu ‘a’. Artinya sbb: ba·zar n pasar yg sengaja diselenggarakan untuk jangka waktu beberapa hari; pameran dan penjualan barang-barang kerajinan, makanan, dsb yg hasilnya untuk amal; pasar amal;

Aku tidak tahu berapa persen dari hasil penjualan itu yang diperuntukkan untuk amal, yang tentunya sudah ditentukan oleh masing-masing panitia penyelenggara. Yang aku merasa heran sebetulnya, kenapa pada tanggal 3 Juni yang lalu, sedikitnya yang kuketahui ada 3 gereja yang mengadakan bazar. Komunitas umat Indonesia mengikuti bazar di Gereja Meguro untuk mengumpulkan sumbangan untuk korban Gempa Tohoku, kemudian di gereja Yotsuya juga ada (aku tak tahu tujuan amalnya), dan di gerejaku tempat aku terdaftar yaitu gereja Kichijoji mengadakan bazar Pramuka! Mungkin awal bulan Juni adalah musimnya bazar?

Jadi hari Minggu kemarin, aku, Riku dan Kai mengikuti bazar yang diadakan pramuka wilayah Kichijoji setelah mengikuti misa pukul 9 pagi. Selama Riku belajar sekolah minggu, aku dan Kai menjelajahi areal bazar di sekeliling gereja. Peserta bazar tentu saja anggota pramuka dan ibu-ibu mereka. Ada yang menjual sate ayam (dan Kai menghabiskan 8 tusuk sendiri!), donat, kue, dan makanan lain, dan ada yang menjual pernak-pernik bekas. Ya memang bekas tapi baru. Mereka mengumpulkan barang-barang baru yang belum pernah dipakai atau masih bagus, dan dijual dengan harga murah sekali. Maksimum 100 yen.

Duh si Kai suka sekali makan sate ayam! Sebentar lagi nak, kita bisa makan sate ayam depan RSPP loh hehehhe.

Anggota pramukanya sendiri menjual tas “ecologi” dari kain yang dihias dengan lukisan mereka sendiri seharga 200 yen. Hmmm sebetulnya kalau bukan untuk tujuan menyumbang, pasti tidak ada ibu-ibu yang mau membeli tas kain itu untuk dipakai belanja! Membeli tas itu lebih pada penghargaan usaha anak-anak untuk berpartisipasi dalam acara bazar itu. Selain tas, beberapa kelompok menjual snack dan mainan buatan mereka.

Menciduk bola-bola plastik dalam kolam

Ada 4 permainan yang diikuti Riku dan Kai waktu itu, yaitu menciduk  bola bola di dalam kolam plastik dengan memakai saringan dari bahan yang mudah bolong jika terkena air. Jadi harus cepat-cepat. Duh, kalau aku sendiri pikir, kenapa ya anak-anak senang sekali bermain itu. lha wong hadiahnya “cuma” bola plastik yang kalau beli juga murah sekali hehehe (Tentu sensasinya itu yang dicari anak-anak kan?). Permainan lainnya adalah “memancing” kantong ikan yang berisi kue/permen. Ini juga isinya tidak seberapa sih 😀 Lalu ada juga penarikan undian dengan membayar 100 yen. Anak-anak akan mendapat kantong yang nomornya tertulis dalam kertas undian itu. Kantong-kantong itu berisi mainan dan makanan murah, yang mungkin merupakan sumbangan dari orang tua. Besar kecilnya kantong tergantung pada nomor undiannya…. hmmm anak-anak diajarkan faktor “keberuntungan” 😀 Dan yang terakhir adalah melempar 3 bola ke dalam kotak bertuliskan angka. Jumlah angka itu yang menentukan “hadiah hiburan” yang bisa dipilih sendiri. Karena Kai tidak bisa melempar bola ke dalam kotak, maka kakaknya yang melemparkan untuk Kai.

Melempar bola. Memang terlalu tinggi kalau untuk Kai sih

Hasilnya, mama Imelda harus menenteng kantong-kantong berisi makanan dan mainan hasil bazar selama mereka bermain dan makan. Tapi waktu pulang ke rumah naik bus aku menyuruh mereka membawa sendiri kantong masing-masing. Yang pasti hari Minggu itu mama Imelda capai menunggu dan capai mengeluarkan uang 😀

Tapi ada beberapa hal yang bisa kucatat dari pelaksanaan bazar waktu itu:

1. Ibu-ibu menjual makanan dan minuman lebih murah 10 yen bagi mereka yang membawa piring dan gelas masing-masing! Maksudnya tentu untuk mengurangi sampah. Bravo….

2. Makanan yang dijual untuk dimakan langsung dibungkus memakai kertas kecil secukupnya, dan sama sekali tidak memakai bahan plastik. Pengumpulan sampah pun dapat dibuat seminim mungkin.

3. Pembungkus hadiah dan tasnya merupakan barang daur ulang.  Kertas kalender dan plastik toko yang digunakan kembali. Ini juga merupakan tanda bahwa mereka memperhatikan lingkungan hidup.

Memang seharusnya anak-anak kita (terutama pramuka) menjadi pelopor kegiatan ramah lingkungan. Mulai dari yang kecil seperti sampah pun, hasilnya bisa menjadi besar loh. Dan tentu saja mereka juga belajar dari orang tuanya. Saling melengkapi, dan saling berusaha menjaga lingkungan yang cuma ada satu ini saja.

Dan setelah aku menuliskan ini, baru sadar, apakah bazar-bazar ini sebetulnya diadakan karena berdekatan dengan Hari Lingkungan Hidup tanggal 5 Juni (hari ini)?  Wah, apa yang bisa kulakukan untuk merayakan hari lingkungan hidup selain menulis ya  (seperti yang disarankan mas Alamendah)?