Kelas Bergerak

17 Sep

Ini adalah terjemahannya bahasa Jepang Idou Kyoushitsu 移動教室 yang harafiahnya memang Idou = bergerak, Kyoushitsu= kelas. Tapi maksudnya sebenarnya pindah kelas…. hmmm tapi bukan orangnya yang pindah kelas, tapi kelasnya yang berpindah. Bingung kan 😀 Jadi kelasnya berpindah bukan di sekolah tapi di luar sekolah. Mungkin seperti istilah Camp di sekolah-sekolah Amerika, atau “karyawisata dengan menginap” ke luar daerah/negara untuk sekolah di Indonesia (ntah masih ada atau tidak :D) .

Jumat siang aku mengikuti pertemuan penjelasan untuk “karyawisata” kelas 5 SD di sekolahnya Riku. Aku tidak tahu sebelumnya bahwa acara yang dinamakan Idou Kyoushitsu itu akan menginap. Kupikir hanya belajar di luar kelas saja, seperti yang mereka lakukan waktu kelas 4 pergi ke Pusat Penjernihan Air, atau ke Taman di dekat daerah kami dengan berjalan kaki 20 menit. Baru aku mengerti setelah mendengar dari Riku bahwa hampir semua anak membicarakan karyawisata bersama itu sejak mulai masuk sekolah kembali setelah liburan musim panas. Dan untung aku membaca kertas pengumuman bulanan kelasnya sehingga aku bisa menghadiri pertemuan penjelasan dari pihak sekolah kepada orang tua hari Jumat yang lalu.

Tapi aku kagum dengan semua persiapan yang telah dilakukan oleh guru-guru, 3 guru kelas 5 dan guru kesehatan, termasuk juga ada 3 orang warga setempat yang selalu mendampingi murid-murid waktu pergi berkarya wisata, jadi sudah ahli. Rupanya setiap tahun sudah pasti tempat tujuannya, hanya isi acaranya yang berbeda. Tempat menginapnya merupakan tempat milik kelurahan Nerima yang biasa disewakan murah untuk warga Nerima. Tentu karena SD nya Riku adalah SD milik pemda, tidak perlu membayar penginapan, hanya untuk makan saja. Sehingga orang tua cukup membayar 6000 yen yang sudah jelas untuk apa saja, misalnya untuk api unggun (membeli kayu dan asuransi jika terjadi sesuatu) lalu ada acara memetik apel yang boleh dimakan di tempat seberapa banyaknya (katanya untuk oleh-oleh 1 anak boleh bawa pulang 2 buah), juga ada biaya untuk es krim 300 yen. Selain itu kami diberitahukan untuk memasukkan uang ke dalam amplop terpisah untuk membeli oleh-oleh tapi tidak boleh lebih dari 2000 yen, sehingga semua seragam, tidak ada yang membawa banyak uang. Amplop uang hadiah (dengan nama) itu dikumpulkan kepada gurunya, untuk kemudian gurunya akan memberikan sebelum acara belanja-belanja (biasanya hari terakhir), sehingga kemungkinan hilang atau dicuri selama menginap akan terhindari.

Ah aku membayangkan anak-anak ini pergi menginap bersama teman-teman, lalu bermain bersama, mendaki memasuki hutan bersama, memetik apel bersama, kemudian ada acara memotong pohon dan membuat coaster bersama, ada acara kimodameshi (menakut-nakuti seperti mapram gitu), dan ditutup dengan api unggun. Kata salah satu gurunya biasanya diatur pergi kimodameshi berpasangan (laki-perempuan dengan undian) dan biasanya pergi bergandengan tangan ( wah gurunya mau nyomblangin juga nih hahahaha). Sebuah kenangan yang pasti tidak bisa terlupakan untuk anak-anak berusia 10 tahun ini. Belum lagi mereka akan membeli hadiah oleh-oleh untuk orang rumah, juga bisa menulis kartu pos dan kirim ke orang tua atau kakek-neneknya.

Tapi untuk merencanakan acara ini, kami orang tua juga cukup repot karena selama seminggu sebelum berangkat harus memonitor kesehatan anak-anak. Mengambil suhu badan dan mencatat jam berapa tidur dan jam berapa bangun. Harus menulis apa alergi anaknya, dan kebiasaan anak misalnya apakah anaknya suka mabok darat, atau perlu minum obat secara rutin. Setiap hari kami harus mengisi kartu laporan kesehatan untuk dilihat hoken no sensei (guru kesehatan). Lumayan juga guru itu memonitor 88 orang anak yang akan ikut (88 murid kelas 5). Kami juga harus menyertakan fotokopi kartu asuransi jika diperlukan waktu pergi menginap untuk diantar ke RS. Jika sakit parah tentu kami sebagai orang tua akan ditelepon dan menjemput anaknya di sana. Tempatnya cukup jauh sih di Karuizawa, tempat yang terkenal dengan villa-villa orang kaya 😀

Yang aku rasa menarik juga, orang tua murid perempuan harus membawakan sanitary napkin untuk anak-anaknya, meskipun mungkin  belum dapat HAID pertama. Konon ada beberapa anak yang mendapat pertama waktu pergi bersama dengan teman-temannya, jadi seperti ketularan. Hmm susah ya punya anak perempuan :D. Ada juga orang tua yang bertanya bagaimana mandinya, apakah perlu bawa handuk untuk gosok atau shampo dsb. Lalu gurunya bilang, “Semua ada di sana, tinggal bawa handuk saja. Waktu mandi sejak buka baju sampai pakai baju hanya 15 menit saja, jadi tidak ada waktu berlama-lama” Dan kelihatan sekali orang tua murid perempuan itu khawatir…wah kalau aku sih dua anak laki-laki sudah biasa kalau harus mandi 5 menit hahahaha.

Apakah aku khawatir? Memang mungkin sebagian orang tua akan parno, bagaimana jika anaknya tidak bisa makan, tidak bisa jalan jauh ini itu… atau mengkhawatirkan busnya. Tapi aku sih tidak khawatir karena kalau kita percaya ditambah berdoa untuk perlindungan Tuhan, pasti anak-anak juga akan enjoy dan mendapatkan kenangan yang tak terlupakan. Tunggu saja cerita Riku….. Perginya kapan? Tgl 9 Oktober selama 3 hari 2 malam! tanoshimi

Aku sendiri selain camping pramuka, pergi menginap cuma untuk acara retret sehingga rohani melulu, tidak pernah punya pengalaman yang menyenangkan begini. Kalau kamu?

Taifu No 18

16 Sep

Pintu bergetar-getar, Angin bertalu-talu dan sesekali terdengar benda-benda ringan yang ada diluar menabrak sesuatu di jalan. Hujan sesekali tempias sampai ke dalam rumah karena jendela kubuka. Taifu no 18 sudah mendatangi kami.

Memang sejak kemarin tgl 15 sampai hari ini tanggal 16, diperkirakan Taifu atau angin topan disertai hujan akan melintasi wilayah Jepang dengan kekuatan besar. Padahal boleh dibilang sejak tanggal 14 September, Sabtu warga Jepang mempunyai hari libur berturut-turut renkyuu 連休, karena tanggal 16 merupakan hari libur nasional yaitu Keirou no hi 敬老の日, hari untuk menghormati orang tua/lansia. Banyak warga yang sudah mempunyai rencana untuk pergi ke luar kota dan terpaksa membatalkannya. Termasuk kami. Kami sebetulnya akan pergi ke gunung Yatsugatake, bersama pastor Ardy dan teman-teman dari komunitas Meguro, tapi sejak mengetahui bahwa taifu akan datang, sejak tanggal 14 pagi kami sudah memutuskan untuk membatalkan acara itu. Rumah retret yang akan kami kunjungi itu terletak di dalam hutan sehingga cukup membahayakan dalam taifu, belum lagi perjalanan melalui jalan berbukit. Rencana apapun juga pasti bisa batal di Jepang karena cuaca yang tidak bisa terbaca sebelumnya. Karena itu waktu membuat rencana di Jepang pasti ada tulisan: Jika hujan/cuaca buruk dibatalkan atau ditunda 🙂 Hampir semua pamflet yang aku terima menuliskan kemungkinan itu. Orang Indonesia karena dianugerahi cuaca yang stabil, hampir tidak pernah memikirkan kemungkinan cuaca atau kondisi luar yang memungkinkan suatu kegiatan batal.

Taifu nomor 18 semoga cepat berlalu

Minggu pagi hari hujan lebat sudah turun terus menerus. Tapi aku dan Riku tetap bersiap ke gereja untuk misa jam 9 karena Riku ada Sekolah Minggu dan aku harus mengikuti pertemuan orang tua setelah misa. Aku harus pergi karena aku termasuk dalam panitia bazaar yang akan diadakan tanggal 20 Oktober, dan untuk itu aku bertugas mengelola kerajinan tangan ibu-ibu yang akan dijual pada bazaar. Tadinya aku dan Riku sudah bersiap untuk naik bus jam 8:15 pagi, tapi karena Gen terbangun jam 8 dan mau mengantar kami, kami berangkat jam 8:30. Biasanya perjalanan dengan mobil makan waktu 15-20 menit, tapi kemarin karena hujan, semua mobil dan bus berjalan lambat dan hati-hati. Kami terlambat 5 menit, tapi gereja memang sepi. Hanya sekitar 50 orang yang datang, dan banyak yang terlambat.

Ada satu kesalahan besar yang kami lalukan kemarin, dan kami anggap sebagai pelajaran. Yaitu kami meninggalkan Kai dalam keadaan tidur dengan asumsi dia akan terus tidur sampai Gen kembali ke rumah setelah mengantarkan kami. Aku sempat berpikir untuk membangunkan dia dan memberitahukan bahwa kami pergi sebentar dan dia boleh tidur terus. Tapi karena buru-buru aku lupa. Nah, terjadi happening dengan Kai.

Pukul 9:15 (aku tentu masih di misa, dan membaca pesan singkat dari Gen sekitar pukul 10:10 sebelum pertemuan ortu murid), Gen sampai di dekat rumah dan melihat Kai didampingi dua orang polisi berjalan ke arah apartemen kami. Tentu Gen langsung berhenti dan mengambil Kai dari tangan polisi (tentu sambil minta maaf segala). Menurut laporan Gen, Kai sudah tenang.

Rupanya waktu Kai terbangun (menurut penuturan Kai) dia mendapatkan dirinya sendirian (meskipun semua lampu kubiarkan menyala). Panik dan mencoba meneleponku di HP. Tapi tidak tersambung (entah karena panik dia lupa nomornya tapi waktu kutest dia bisa menyebutkan dengan benar). Lalu dia cepat-cepat memakai sandal dan emngambil payungnya (sedang hujan), menutup pintu (tentu tidak dikunci karena dia tidak punya kunci), turun ke lantai satu dengan lift… lalu berjalan ke pos polisi (koban) yang terletak 200 meter dari rumah kami.

Aku bertanya, “Kai menangis?”
“Tentu, tangisku melebihi suara hujan!” hahahaha… aku memeluk dia terus waktu mendengar penuturannya.
“Kai pakai sepatu?”
“Buru-buru sih, jadi aku pakai sandal….”
“Pakai payung?”
“Pakai payungnya Kai yang kuning”
“Tidak kunci pintu?”
“Ahhhh iya….lupa…”
“Hehehe tidak apa-apa… sudah benar Kai larinya ke pos polisi. Tapi lain kali coba telepon ke mama dulu ya”
“Aku sudah telepon tapi ngga bisa…”
“Iya ngga papa… Kai hebat! Maaf ya mama tidak bangunkan kamu”

Waktu aku ceritakan ke Riku begitu aku baca sms papanya, Riku berkata, “Untung dia ke koban ya. Sama seperti aku dulu”. Ah anak-anakku memang pintar deh  😀 Riku dulu kalau takut atau menemukan sesuatu selalu ke Koban sehingga cukup terkenal namanya di antara polisi dekat rumahku 😀 Memang perlu diberikan pengertian pada anak-anak sejak dini: Jangan menyalakan api atau heater (termasuk pegang-pegang pisau), tutup pintu dan pergi ke pos polisi karena pos polisi adalah tempat yang paling aman. Juga menghafalkan nomor telepon dan arah rumah. Serta jangan berbicara/mengikuti orang yang tidak dikenal kecuali polisi. Kejadian ini tentu merupakan pelajaran bagi kami sebagai orang tua, dan ternyata sebagai orang tua, sebaik-baiknya kami berpikir dan mempersiapkan segala sesuatunya, pasti ada kemungkinan terlupa dan terjadilah happening seperti kejadian pada Kai.

Setelah misa, kami dijemput Gen dan Kai di sebuah toko elektronik terkenal di Kichijouji. Karena mobil bisa diparkir di toko itu meskipun mahal (satu jamnya 700yen atau sekitar 70.000 rupiah 😀 gileee ya mahalnya 😀 ) Waktu itu hujan datang dan pergi, dan sudah tidak selebat pagi harinya. Aku dan Riku berjalan dari gereja ke toko YB itu karena kebetulan aku juga mau menanyakan servis iPhoneku yang sedang tidak bisa dipakai cameranya. Ternyata aku harus membawa ke iStore di Shibuya dna kemungkinan besar akan diganti dengan yang baru. Aku juga sempat melihat-lihat iPad 4 tapi tidak membeli karena mau menunggu keluarnya iPad5 sekitar bulan November yad. Kami akhirnya hanya membeli lego Chima untuk Kai dan City untuk Riku masing-masing tidak lebih dari 120rb. Daaaan karena sudah membeli lego, kami cepat-cepat pulang dan makan di tempat lain supaya tidak harus bayar parkir yang mahal lebih dari satu jam.

Taifu itu biasanya membawa dampak sekitar 2-3 hari terhadap kehidupan kita. Karena itu begitu kita mendengar akan ada Taifu, lebih baik secepatnya mempersiapkan makanan dan minuman untuk 2 hari dengan kemungkinan tidak bisa pergi ke mana-mana. Hindari keluar rumah jika tidak penting sekali dan tentu saja jangan pakai sepeda karena jarak pandangan yang pendek serta basah semua 😀 Selain itu biasanya kami harus menurunkan pot, gantungan baju atau apa saja yang mungkin bisa diterbangkan angin supaya tidak berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain yang lewat. Aku sendiri sudah membeli sayur hari Sabtu karena biasanya setelah taifu sayur dan buah-buahan menjadi mahal karena banyak ladang yang rusak.

Karena harus melewati hari bersama, kami berempat harus nakayoku 仲良く (bersahabat) dalam apartemen yang sempit untuk waktu lama. Kami sudah buktikan kemarin sekitar jam 3 sore kami berempat masuk kamar tidur ber-AC dan masing-masing membaca buku sambil tertidur, dan baru terbangun jam 7 malam 😀 Nah, masalahnya bagaimana kami bisa melewati satu hari ini lagi tanpa ada suara perkelahian dari anak-anak ya? Wish us luck 😀

 

 

 

 

Kopdar Mendadak

11 Sep

Ini cerita tentang salah satu acara mudikku Agustus kemarin yang kulewatkan di Resto Rempah Wangi.

Memang kepulanganku kali ini waktunya tidak begitu bagus. Selain kena puasa dan lebaran, juga 2 minggu setelah lebaran yang biasanya orang-orang masih belum pada kembali dari mudik, atau asistennya yang belum kembali sehingga sulit untuk berkumpul.

Nah kebetulan ada beberapa blogger yang Kristen (katolik tepatnya), yang tidak mudik dan kebetulan juga tidak punya acara open house sehingga pada lebaran hari ketiga tgl 10 Agustus bisa berkumpul bersama di rumahku. Berawal dari pesan Nana Harmanto di BB: “mbak sibuk ngga sabtu besok?”, wah memang sih aku belum ada rencana apa-apa dan kebetulan adikku sekeluarga sudah kembali dari Solo sehingga rumah bisa ditinggal dan sang prt infal ini bisa keluar rumah 😀

berfoto bersama dulu di rumah sebelum pergi, karena anak-anak tidak mau ikut

Jadi deh Nana dan BroNeo ke rumahku dengan tujuan makan siang bersama. Mereka sudah pernah ke rumahku waktu mama meninggal sehingga ini merupakan kali ke 2. Pagi harinya Nana sempat menghubungi Krismariana, dan Kris datang bersama suaminya. Kalau Kris memang sudah sering datang ke rumahku (sudah tidak terhitung ya Kris). Dan aku sendiri sempat menghubungi Jumria Rahman. Ria sebetulnya sedang tidak enak badan sekembali dari lebaranan di rumah ibunya, tapi karena toh harus makan siang jadi ikut berkumpul di rumahku. Dan untung saja ada Ria, karena Ria merekomendasikan rumah makan bernama Rempah Wangi di daerah Fatmawati.

maksi berenam di hari lebaran ketiga, dan hebatnya restorannya sudah buka 😀 semua anggotanya blogger loh 😀

Sebelum kami ke sana, kami menelepon dulu meyakinkan bahwa sudah buka. Dan ternyata memang sudah buka dan lengang! (Ya jelas masih suasana lebaran sih). Padahal kalau hari biasa sudah bisa dipastikan penuh dan lebih baik pesan tempat dulu sebelumnya. Jalanan di Fatmawati kan bisa dibayangkan macetnya kalau hari biasa, sedangkan hari itu, lebaran ke 3 ya tentu saja sepiiii.

menu yang kami pesan di Resto Rempah Wangi. Aku jatuh cinta dengan daging merconnya 😀 sampai aku pesan untuk bawa pulang

Rumah makan yang begitu luas dengan beberapa kamar-kamar yang disewakan untuk pertemuan keluarga atau bisnis. Makanannya tentu masakan Indonesia yang memakai banyak rempah. Sayang sekali masih banyak menu yang tidak bisa disediakan karena belum ada bahannya. Sehingga kami memesan ikan patin bakar dan goreng, udang, ayam bekakak, dan sop iga. Secara keseluruhan rasanya enak tapi memang tidak murah. Tidak terlalu mahal juga sih. Tengah-tengah lah. Suasana bagus, rasa bagus. Yang tidak bagus itu lokasinya yang macet 😀

kopdar kuliner deh 😀

Karena kebetulan kami berenam suka makan dan suka mencoba-coba resto baru, kami namakan kopdar kali ini dengan kopdar kuliner deh. Sayang sampai dengan aku pulang kembali ke Jepang, tidak sempat bertemu dan jalan makan lagi.

Dan sebetulnya setelah dari Rempah Wangi ini, kami merasa sayang waktunya untuk langsung pulang, jadi mau pergi ke Skye di Menara BCA. Tapiiiiii kami tidak boleh masuk karena pakai sandal! 😀  Jadi hati-hati ya kalau mau ke sana pas week-end di atas jam 4 sore, harus berpakaian rapih dan pakai sepatu 😀

 

WarNer

8 Sep

Jumat siang aku memang upload foto di FB ku, dan seperti biasa aku pasang: “Cooking for Master!” @WarNer. Lalu kemudian seorang teman bertanya, :”Warung Nerima itu beneran resto indonesia di Nerima atau maksudnya mbak Imel yang masak? Kayanya enak2 bangeettt!. Berkat komentar dia, aku jadi mau menulis tentang WarNer deh hehehe.

WarNer itu pertama kali dicetuskan oleh saudara “lesung pipit”ku Sanchan, waktu dia makan di rumahku. Waktu itu aku menyediakan rendang, dan masakan Indonesia lain (lupa aku). Biasanya masakanku aku tulis: “from deMiyashita Kitchen”. Tapi berkat Sanchan, apa yang tersaji di meja makanku diberi nama dari WarNer singkatan Warung Nerima (Nerima adalah nama kelurahan tempat aku tinggal). Keren kan? Dan berarti apa yang tersaji di meja makan BELUM TENTU hasil masakanku semua. Bisa saja beli jadi, atau bawa dari Indonesia, meskipun biasanya ada satu dua jenis masakan buatanku. Begitu tercetus kata “WarNer” wah aku merasa seperti bagian dari Warner Bross yang produser film itu 😀 numpang beken hehehe. Sejak saat itu aku memakai kata WarNer untuk meja makan di rumahku + isinya. Terima kasih untuk nama yang bagus ya Sanchan 😀

Ekubo Sister (ekubo = lesung pipit dalam bahasa Jepang). Sayang Sanchan tidak bisa gabung di WarNer Jumat kemarin karena kerja

Hari Jumat kemarin, 6 September aku menggelar WarNer lagi 😀 untuk merayakan wisuda program S2 nya Ekawati Sudjono dan sekaligus perpisahan dengannya yang akan pulang ke Indonesia. Sudah cukup lama kami tidak bisa berkumpul bersama 5 orang, Eka, Lisa, Witha, Nesta dan aku.  Karena Eka tinggal jauh dari Tokyo, memang dia tidak termasuk dalam grup kuliner manca negara.

Waktu merencanakan pertemuan Jumat itu, aku memang sudah mengatakan pada teman-temanku ini bahwa aku tidak mau masak-masak. Soalnya teman-temanku ini semua pinter masak, jadi jiper juga memasak untuk yang ahli. Kebetulan memang aku membawa rendang, mpek mpek dan otak-otak dari Indonesia, jadi menunya itu saja. Aku sendiri sibuk setiap hari membereskan rumah dan antar-jemput Kai yang sudah mulai sekolah. Tapi akhirnya pas hari jumatnya aku bangun pukul 4 pagi dan membuat puding coklat serta  black forrest. Ntah kenapa aku ingin sekali membuat kue. Sampai aku ingin tanya siapa sih di antara kita yang akan berulang tahun dekat-dekat ini.

tumpeng dadakan di WarNer

Akhirnya Lisa, Witha dan Nesta + Hiro anaknya datang pukul 12 lewat. Yang mau diselamatin, Eka malah datangnya jam 2 lebih. Jadi sebelum Eka datang, aku minta tolong Lisa yang pintar menghias makanan dan kue, untuk membuatkan tumpeng dari nasi kuning yang kutanak malam  sebelumnya. Jadi deh nasi tumpeng ala kadarnya. Oh  ya masih sempat membuat ayam bumbu bali dengan bumbu instant 😀

“Tamu”nya WarNer Jumat 6 September. Photo by Kai. Selamat wisuda untuk Eka, dan Selamat ulang tahun untuk Lisa.

 

Waktu kami ngobrol ngalor ngidul, Riku pulang pukul 1, dan pukul 2 kurang aku menjemput Kai naik sepeda. Baru jam 2:15 an Eka datang dan potong tumpeng deh. Karena Lisa harus pulang cepat, aku keluarkan puding. Ternyata sementara aku menghias kuenya, aku dengar bahwa Lisa sebetulnya berulang tahun pada hari Seninnya. Lisa sendiri sering membuat cake dan menerima pesanan. Kuenya bagus-bagus! Jadi aku keluarkan kue black forrestku dengan lilin untuk Lisa (untung ada persediaan lilin ulang tahun). Kueku sudah pasti kalah dengan buatan Lisa, tapi kubuat dari hati loh 😀

Lisa dengan kue buatanku. Selamat ulang tahun ya Lis.

Karena emak-emak (kecuali Eka yang belum emak :D) ini semua sibuk, Lisa harus cepat pulang karena suaminya ultah. Lalu Nesta juga karena suaminya ultah (kok bisa ya suami-suami mereka itu ultah bareng tgl 6 September hehehe), lalu Witha sakit pinggangnya, dan Eka masih harus pergi lagi bertemu teman lain, jadi WarNer bubar jam 4 sore. Warungku cuma buka 4 jam deh hari itu 😀 (ngga balik modal deh :D)

Kehidupan di Jepang (Tokyo) memang sangat sibuk sehingga kami jarang bisa bertemu. Tapi kami selalu mengusahakan berkumpul terus untuk menjaga silaturahmi. Meskipun anggota kami berkurang satu dengan kepulangan Eka, Warner siap buka kapan saja aku ada waktu untuk menyambut teman-teman. Tapi jangan lupa bawa bekal sendiri ya, nanti aku sediakan nasi deh hehehhe. Rendang, mpek-mpek atau sate padang pasti dismabut dengan gembira 😀

Naga-naganya WarNer baru buka sekitar Natal nanti deh 😀

Kai, Hiro dan Riku

 

Pameran “Elite” di Yokohama

31 Agu

Wah ternyata sudah seminggu aku kembali ke rumah. Tepat pagi ini Jumat minggu lalu aku sampai di Narita. Selama seminggu itu rasanya sibuuuk sekali, bukan karena bongkar koper tapi karena pergi terus 😀 kebetulan Gen ambil cuti dua hari juga, sehingga kami berkesempatan pergi berlibur bersama keluarga.

Hari Sabtu kami langsung pergi ke rumah mertua di Yokohama untuk membawa oleh-oleh dan ngobrol. Selama aku dan anak-anak pergi ke Indonesia, Gen dan orang tua sering pergi bersama. Satu kali sampai ke Wakayama prefecture karena ada om yang meninggal. Kemudian mereka juga pergi berlibur dengan mobil ke daerah Sendai dan utara Jepang. Pernah akan menginap di Morioka tapi terhadang hujan lebat yang berpotensi banjir, sehingga cepat-cepat kembali ke Sendai. Jadi kami bertukar cerita malam itu, tentu sambil mencoba sake asli Yamagata.

Minggu pagi kami terbangun oleh hujan. Setelah sarapan kami bermalas-malasan tapi kupikir sayang sekali waktu terbuang begitu saja, jadi aku menyarankan untuk pergi ke Cup Noodles Museum di Yokohama. Ibu mertuaku juga mau ikut, sehingga kami berlima naik mobil menuju daerah kota Yokohama.

Gudang Batubata

Mendekati museum itu, kami melihat begitu banyak orang yang masuk museum. Hmm tidak enak juga jika kami harus antri lama-lama hanya untuk mencoba membuat cup noodles sendiri. Lagipula waktu kami mau parkir di situ, sudah penuh dan harus mencari tempat parkir yang lain. Jadi kami terus menuju ke Akarenga Soko (Redbrick Warehouse – Gudang Batubata) yang merupakan salah satu tempat wisata juga di Yokohama. Tempat parkirnya mahal, dan waktu kami ke situ memang ada tanda mansha 満車 (sudah penuh) tapi hanya ada 3 mobil yang sedang antri. Kami memutuskan untuk antri saja, karena begitu ada 3 mobil yang keluar, pasti kami bisa masuk. Masalahnya berapa lama? hehehe

Tapi kami sudah memutuskan untuk tidak jadi ke Cup Noodles Museum dan melihat di pelataran Gudang Batubata itu banyak mobil pemadam kebakaran, ambulans dan tenda-tenda, seperti ada festival. Dan tidak sampai 10 menit ternyata ada 3 mobil yang keluar lapangan parkir, sehingga kami bisa memarkirkan mobil kami di situ. Yatta! Horreeee.

Riku naik motor dari NTT

Kami langsung keliling, dan Kai yang melesat sendirian ke mana-mana sehingga terpaksa aku harus mengawasi dia. Pertama dia naik sepeda motor dari grup NTT telepon, yang konon dipakai untuk memeriksa jaringan. lalu sesudah itu dia ingin coba pakai baju dengan masker anti gas. Ada dua tempat yang menarik hatinya yaitu masker dari Japan Coast Guard (Pengawas Pantai) dan dari dinas pemadam kebakaran. Waktu mau mencoba, Riku ikut bergabung sehingga aku bisa memotret keduanya dengan seragam Japan Coast Guard. Di sini kami mendapat penjelasan bagaimana cara mengangkat lapisan minyak di permukaan laut dengan bahan khusus.

Japan Coast Guard

Di ajungan perusahaan Gas Jepang, kami mengisi kuiz yang kemudian bisa memutar undi untuk mendapatkan hadiah. Di situ kami baru tahu bahwa tanggal 31 Oktober adalah hari gas 😀 . Yang lucu Kai ingin berkali-kali memutar undi jadi dia bolak balik ikut kuiz itu.

menaiki mobil Palang Merah memakai baju dokter Red Cross

Dari petugas Japan Coast Guard kami mengetahui bahwa kapal patroli Izu dibuka untuk umum. Kapal Patroli ini sangat membantu pencarian korban waktu terjadi tsunami di Tohoku. Jadi kami langsung ke tempat kapal patroli itu ditambatkan dan masuk ke dalam. Dari situ kami bisa melihat pemandangan sekitar dari atas kapal. Ada pula demonstrasi penyelamatan orang di laut. Salah satunya Riku mencoba ditarik dengan crane cukup tinggi.

Kapal Patroli Izu
Riku diangkat dengan crane dalam simulasi penyelamatan kecelakaan laut

Saking sukanya Riku dengan Japan Coast Guard ini, dia membeli vest dengan uangnya sendiri.

Riku dengan vest yang dibeli sendiri dengan uang sakunya. Kai mama yang belikan, soalnya Riku mendapat topi dari neneknya 😀

Sesudah dari kapal, kami juga melihat museum kapal pengintai Korea Utara yang ditangkap Japan Coast Guard dan kolam renang tempat mereka berlatih. Aku sempat bercerita pada salah satu staf, bahwa aku pernah lihat acara di TV bahwa anggota Japan Coast Guard itu harus berlatih untuk bisa menahan nafas sampai 30 detik. Dan kata staf itu memang ada latihan seperti itu terutama untuk mereka yang bertugas di laut langsung.

kolam tempat mereka berlatih

 

Tapi memang acara seperti ini selalu ramah terhadap anak-anak. Mereka menyediakan baju kapten ukuran anak-anak untuk dicoba. Riku sudah harus memakai ukuran dewasa, sehingga kadang tidak bisa ikut memakai kostum.

kapten Kai Miyashita

Setelah dari kapal pengintai itu, kami menuju Gudang Batubara lagi untuk mencari makan. Padahal Riku sebetulnya ingin sekali melihat latihan dengan  helikopter. Sesudah makan kami kembali lagi ke beberapa stand yang belum dikunjungi seperti Palang Merah, Pasukan bela diri, mobil pemadam kebakaran dengan tangga dan mobil pemadam bahan kimia. Ada pula mobil simulasi gempa bumi.

pemadam kebakaran

Boleh dikatakan semua anjungan yang ada itu merupakan perwakilan dari “elite” di daerah Yokohama, yang pasti amat berperan jika terjadi bencana baik di Yokohama maupun di tempat lain. Ada perusahaan lifeline : gas, listrik, telepon dan layanan darurat: Palang Merah, pemadam kebakaran, Pengawas pantai dan pasukan bela diri. Merupaka kesempatan langka untuk anak-anak melihat semua perusahaan itu di satu tempat apalagi bisa berfoto bersama baik dengan baju seragam mereka maupun dengan sarana-sarana mereka. Baru kami ketahui setelah pulang ke rumah bahwa festival/fair  itu adalah festival Penanggulangan Bencana Yokohama yang diadakan pemda Yokohama. Memang setiap tahun pada tanggal 1 September selalu diadakan peringatan Penanggulangan Bencana, dan rupanya festival ini sehubungan dengan hari peringatan tersebut. Dan sudah waktunya juga aku mengecek persiapan deMiyashita dalam menghadapi bencana.

kakak-adik pemadam kebakaran

Kami sama sekali menyangka bahwa rencana kunjungan ke museum Cup Noodles bisa menjadi pengalaman yang begitu menarik bagi anak-anak dengan adanya Festival Penanggulangan Bencana Yokohama ini. Kalau hari biasa dan tanpa festival ini kami tidak akan bisa masuk atau mencobai bermacam-macam hal.

Ah DeMiyashita memang terbiasa dengan perjalanan tanpa rencana. Nariyuki. Tanpa festival ini, mana bisa mereka mencoba memakai seragam macam-macam 🙂

 

Mengejar (Bunga) Matahari

29 Agu

Begitu kami keluar dari pesawat ANA (23-08-2013) yang kami tumpangi dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, kami disambut dengan udara panas. Langsung keluar dari mulut kami, “Aduh panas!”. Memang kami seakan mengejar matahari ke tempat yang jauh lebih panas dari Jakarta. Padahal saat itu temperatur BELUM 35 derajat 😀

Untung proses imigrasi dan bagasi lancar sehingga dalam waktu 30 menit dari mendarat, kami sudah bisa mendorong koper-koper kami ke luar pintu kedatangan. Gen juga sudah menunggu di depan pintu, dan aku tahu pasti dia tidak tidur semalam supaya tidak terlambat. Supaya sampai Narita jam 7 pagi memang harus berangkat jam 5 – 5:30 dari rumah kami.

Anak-anak langsung menghambur ke papanya dan memang kelihatan sekali beda Kai sebelum pergi dengan sesudahnya. Dia tambah tinggi dan berisi! Lalu kami pergi ke counter “Kucing Hitam” Deliveryuntuk mengirim sebagian koper kami karena tidak masuk ke mobil. Untung si kuroneko bisa menjanjikan koper kami sampai di rumah sekitar pukul 6 sore.

Begitu masuk mobil, kami pasang AC keras-keras. Panas! dan Ngantuk. Aku otomatis tidak tidur selama di pesawat karena mengerjakan terjemahan dengan laptopku. Oh ya aku juga baru tahu loh, bahwa ada colokan listrik di dalam pesawat! Letaknya di bawah kursi dan bisa menerima colokan bentuk apa saja (bundar, pipih, tiga lubang dsb). Universal!!…. HEBAT! Aku sudah sering juga sih membuka laptop di dalam pesawat tapi karena sebentar, biasanya pakai cadangan batere saja. Karena laptop batereku hanya 3 jam, aku tanya pada petugas ground, dan diberitahu letak colokannya. Yatta! (ih udik banget si Imelda ini, masa baru tahu ya hehehehe). Fantastic!

diambil dari website ANA http://www.ana.co.jp/int/inflight/guide/y/seat/767_300er_new/

Jadi aku ingin tidur selama perjalanan pulang nih…rencananya. Tapi anak-anak dan Gen ingin melanjutkan proyek kami “Mengunjungi 100 Castle Terkenal Jepang”, dan salah satunya ada di Sakura (nama daerah) di Chiba. Jadilah Gen menyetir ke arah Sakurajo (Sakura Castle). Tapi karena tempat itu hanya merupakan “bekas situs” tidak ada bangunannya, aku menunggu di dalam mobil (tepatnya tidur) sambil mereka turun dan berfoto.

Sakura Castle at Chiba… hanya tinggal bekas situsnya

Yang menyenangkan adalah setelah dari Sakurajo itu, Gen mampir ke sebuah kebun Himawari (Bunga Matahari) yang konon terkenal. Tapi ternyata hanya sisa satu dua batang bunga matahari saja. Semua sudah habis, dan tersisa hamparan padi yang mulai menguning serta sebuah Kincir Angin besar seperti di Belanda saja.

kincir angin “Belanda” diambil dari lapangan parkir

 

Memang puncaknya keindahan bunga Matahari selalu pas aku mudik ke Jakarta sehingga tidak pas waktunya. Tapi berdiri di tengah-tengah jalan aspal satu mobil dan memandang hamparan padi itu sangat menyegarkan hati. Aku selalu suka tempat yang luas dan alami seperti ini.

Pagi menguning. foto panorama 180 derajat.

Kami memang sempat sarapan di sebuah Parking Area. Tempat yang selalu kami mampiri sepulang dari Jakarta. Kai selalu memesan zaru soba (mie Jepang yang dingin) dan kami biasanya memesan MOS Burger. Nah sepulang dari Taman Himawari di Chiba itu, perjalanan masih jauh ke Tokyo, dan masih macet. Jadi aku bilang pada Gen agar tidak memaksakan diri nyetir pulang dalam keadaan ngantuk. Jadi deh kami mampir ke sebuah Parking Area lagi, dan tidur berempat di dalam mobil 😀 Lumayan loh satu jam-an tidur membuat segar kembali. Dan kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, setelah mampir makan siang sushi.

Memang aku sempat makan sushi di Jkt 2 kali, tapi kok rasanya lain ya? Di Jakarta terlalu funky 😀 Sebelah kiri memang sushi tradisional yang “biasa”, Tapi aku sekarang sedang suka sushi dengan cara “Aburi” jadi disemprot dengan api dari atas, sehingga sushinya setengah matang. Dan rasanya yummy, karena ada “bau” asapnya 😀

“Aduh kecilnya rumah kita”… itu yang diucapkan anak-anak begitu sampai di apartemen kami. Ya di Jakarta enak bisa lari-lari dalam rumah saking besarnya, kalau di sini mau jalan dalam rumah saja bertabrakan 😀 Tapi biarpun kecil, ini rumah kami dan kami sudah terbiasa hidup di sini. Dan malam itu kami makan malam nasi + rendang, rasa tanah air….

 

Your Home is …..

24 Agu

….. where your heart is.

Ya, kami sudah kembali ke Tokyo, ke rumah kelinci kami lagi.

Dan ternyata, menjadi Infal ART di Jakarta itu beraaaaaat sekali.

Masak dan mencuci pakaian buatku, sama sekali no problem! Tapi, yang bikin berat adalah, tidak bisa pergi ke mana-mana. (Lagian ART mau pergi ke mall :P) Sibuk buka pintu untuk tamu dan anggota keluarga yang pergi dan pulang. Sibuk mengatur siapa orang dewasa yang perlu jaga rumah, jika anak-anak (5 krucils) pulang sekolah. Dan orang dewasa yang bisa diandalkan hanya papa (opa) dan aku 😀 Papa tentu punya kesibukan sendiri dengan acara mengajar di Lemhanas, rapat-rapat di gereja… dan yang aku kagum, papa SETIAP HARI mengikuti misa di gereja 🙁 Jadi deh pembantu infalan dari Tokyo yang harus menjaga rumah. Pernah aku lari ke PS bertemu teman-teman lintang (lintas angkatan) Sastra Jepang sampai jam 2:30, dan anak-anakku kelaparan tidak ada makanan 😀 . Kebetulan ada adik laki-lakiku, jadi dia telepon delivery MacD.

Ya, memang sekarang lebih canggih, bisa delivery berbagai masakan. TAPI aku tidak suka masakan cepat saji seperti itu. Aku tidak suka masakan china, dan bosan dengan bakmi kesohor G* yang kalau di Tokyo aku ngiler melihat fotonya. Ya, selera makanku sudah berubah total. Meskipun ya, aku masih suka makan sate padang dan ketoprak! Mungkin tahun depan daftar keinginanku untuk kuliner akan menjadi lebih pendek lagi 🙁 🙁 🙁 (Hey, maybe I am sure getting old)

Selain itu tiba-tiba aku ada permintaan mengerjakan translation dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Chance dong! Aku iya-kan, dan menyesal sesudahnya, karena liburanku menjadi rusak karenanya. Tolong ingatkan aku untuk tidak menerima pekerjaan waktu liburan tahun depan 😀

Ya, aku lebih banyak di rumah, tapi ada tiga angel, yang menghiburku, karena mereka tidak sungkan untuk datang ke rumah, kapan saja. Yang jauh adalah Liona, dari Solo, yang datang persis waktu aku berencana pergi ke rumah dunia tanggal 4 Agustus, untuk mengikuti acara Kado Lebaran. Yang dekat, dari Jakarta adalah Ria (Jumria Rahman), saudara Galesong-ku yang sering mampir sesudah pulang kantor, hanya untuk mengajak makan malam, atau membawa makanan untuk dimakan bersama di rumahku. Dan satu lagi anakku ketemu gede, karena dia selalu memanggil aku “Mommy”. Kai bertanya padaku, “Ma, mommy apa artinya?”, dan kujawab “Ibu, mama, mother…jadi Kakak Lia (Priskilla) memanggil mama seperti ibunya”
dan Kai protes, “NGGA BOLEH, INI KAN MAMAKU!!!”

“Tante” Ria, “Mama” Imelda dan “Oma” Lia, kata anak-anakku 😀

Meskipun diprotes, meskipun kadang anak-anakku bosan dengan cerewetnya Kakak Lia (Sampai sampai mereka memanggil Oma LIA :D) , Kakak Lia amat membantuku untuk menjaga anak-anak waktu pergi memancing, atau mengajak bermain di Rumah Dunia dsb. Dan puncaknya Tante Ria dan Kakak Lia datang pada malam terakhir aku berada di Jakarta. Lia membantuku packing koper, dan Ria membawakanku Bakwan Malang yang benar-benar memenuhi impianku. ENAK!

Ria dan Lia, juga Liona, juga teman-teman lain yang sempat kutemui di Jakarta. Terima kasih banyak. Kalian membuat liburanku berarti, dan tentu saja aku masih hutang tulisan tentang perjalanan kita bersama. Satu-per-satu akan kutulis, tapi paling tidak fotonya sudah kupasang di FB. Semoga kita diberi umur dan rejeki oleh Tuhan sehingga dapat berjumpa lagi, dalam waktu dekat!

Kai berkata, “Ah lega bisa berbicara bahasa Jepang, dan menonton bahasa Jepang” Padahal dia sudah amat pandai memakai bahasa Indonesia selama di Jakarta.
Riku berkata, “Mama, semoga tahun depan bisa datang lagi ya… (dan tentu saja sambil berurai air mata di bandara, waktu berpisah dengan opanya). Aku mau ikut sepupu-sepupuku pergi ke Solo naik mobil”.
Gen berkata, “Wah anak-anak terutama Kai bertambah besar dan tinggi ya. (Dan memang banyak bajunya yang terpaksa kutinggal di Jakarta untuk dibuang karena sudah kekecilan).
Dan aku berkata, “Semoga… semoga aku masih bisa pulang kampung lagi, karena perekonomian dunia saat ini sudah mulai kritis (ah mungkin perekonomian DeMiyashita saja)”

Dan akhirnya aku lega sudah bisa menulis di Blog lagi. I AM HOME!

Kicir angin yang kami lihat di Chiba, sesudah mendarat di Narita. Tak perlu ke Belanda kok 😀

Anugerah

9 Agu

Aku sedang ingin menulis tentang “Berkat”, berkat-berkat yang kurasakan selama hampir sebulan ini, terutama akhir-akhir ini, yang kurasa amat banyak. Tapi khusus untuk kali ini aku memakai kata Anugerah dulu sebagai judul tulisan.

Aku ingin menceritakan tentang om-ku, Philip Karel Intama yang meninggal tanggal 4 Agustus yang lalu. Pagi itu persis waktu aku sedang mempersiapkan kunjungan ke Rumah Dunia. Kami menerima kabar tentang kematian om Kale, demikian sapaan kami kepadanya.  Tepatnya aku mendengar suara terisak papa yang menerima telepon pemberitahuan dari keluarganya. Dan aku mengerti bahwa Tuhan telah memanggil om kami ini.

Om Kale adalah suami dari adik papa, jadi adik iparnya papa. Saat meninggal usianya 80 tahun, usia yang cukup banyak bagi kebanyakan orang Indonesia, yang rata-rata life expectancy (angka harapan hidup 寿命)nya 69,32 tahun data th 2011 ( urutan ke 118, menurut WHO).

Sebab meninggalnya karena sakit yang memang tidak bisa disembuhkan lagi. Tapi ada satu hal yang membuatku tak hentinya meneteskan air mata waktu mengikuti kebaktian penghiburan di rumahnya. Yaitu bahwa om Kale sudah 4 tahun berusaha mengurus surat pengakuan dari pemerintah Indonesia bahwa beliau adalah pejuang Trikora, di Manado saat itu. Konon tanda “bagde” pejuang trikora sudah diterima, tapi surat pengakuan itu yang belum diterima. Jadi selama masa “penantian” surat pengakuan itu, beliau ber-nazar (janji pada diri sendiri hendak berbuat sesuatu jika maksud tercapai; kaul:  – KBBI Daring) dengan tidak mencukur jenggotnya.

Om jenggot putih itu juga yang menjadi trade mark bagi anak-anakku untuk mengenali dibanding namanya, Om Kale. Kai selalu bermain dan menarik-narik jenggot om Kale setiap bertemu jika aku mudik. Tapi waktu kuajak anak-anak melayat, mereka tidak menemukan “Om Jenggot Putih” di dalam peti mati. Ah wajah om Kale memang cerah dan bersih dari kumis dan jenggot. Dan dari kotbah kebaktian itu lah aku mendengar cerita tentang nazar pengakuan pemerintah atas keikutsertaannya dalam memperjuangkan Trikora.

Adalah tgl 29 Juli, persis hari ulang tahun papaku, pukul 8 pagi putri om Kale mendatangi rumahku. Rupanya dia sudah janjian dengan papa untuk pergi ke Kemenham guna menanyakan surat pengakuan pejuang Trikora. Kebetulan papa ada chanel dengan orang “dalam” untuk bisa menanyakan posisi surat tersebut. Papa pun hari itu tidak menyangka bahwa kepergian papa dan sang putri dapat menghasilkan sesuatu yang positif. Dalam waktu 2 jam, surat pengakuan yang rupanya sudah ditanda-tangani tanggal 15 Juli itu berhasil diterima sang putri. Yang kemudian surat pengakuan itu dibawa langsung ke RS untuk diberikan pada om Kale yang sedang terbaring tapi masih sadar. Tangis pecah mengiring kebahagiaan atas perjuangan selama 4 tahun yang membawa hasil positif. Ya, Om Kale dinyatakan sebagai pejuang Trikora di Manado. Pengakuan yang ditunggu-tunggu itu memberikan kebahagiaan pada Om Kale, dan dengan hati ringan bisa menghadapi panggilan Tuhan untuk kembali ke rumah Bapa.

Selamat Jalan Om Kale

Banyak yang telah dilakukan om Kale dalam pelayanan di 3 gereja GPIB yang terbukti dari banyaknya kebaktian dan doa yang dikumandangkan untuknya. Sehingga genaplah doa yang sering diucapkan orang Indonesia ketika seorang bayi lahir, yaitu “Agar berguna bagi keluarga, gereja dan bangsa”. Bagi om Kale tentu sudah banyak anugerah Tuhan yang beliau terima. Dan terakhir dilengkapi dengan peng-anugerah-an surat keputusan pemerintah yang menyatakan om Kale adalah Veteran Pembela Kemerdekaan RI.

Dan bagi kami, om Kale juga anugerah Tuhan, karena doa-doanya selalu menyertai kehidupan kami sejak kami kecil.

Rest in Peace oom. Doa kami menyertai oom dan segenap penghuni surga. Titip salam juga pada mamaku ya.

NB: Om Kale dimakamkan di San Diego Hills tepat tanggal 8 Agustus, saat umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri. Saya juga mau mengucapkan selamat Idul Fitri kepada semua keluarga dan teman yang beragama Islam. Semoga kita dapat memulai kehidupan baru setelah saling memaafkan kesalahan yang telah dilakukan selama ini.

“Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 Hijriah”

 

Melapor

1 Agu

Q: Kenapa akhir-akhir ini malas menulis dan jarang ada tulisan baru?
A: Ya, akhir-akhir ini di Tokyo, selain panas dan lembab, aku sering menemani Riku mengerjakan PR. Kemudian membereskan rumah, mengepak 5 koper karena kami akan mudik ke Jakarta. Bahkan aku masih harus memberikan Ujian kepada mahasiswa sampai tanggal 26 Juli.

Q: 5 koper? Isinya apa saja tuh?
A: Isinya? Lupa 😀 Segala mie Jepang, bumbu, kecap, coklat, plastik, kaset dan CD bekas masuk bruk ke dalam koper. Baju-baju kami bertiga saja cuma 1 koper. Oh ya PR dan bukunya Riku sendiri sudah 10 kg loh :D. Eh iya, bahkan sempat memasukkan beras Jepang 2 kg ke dalam koper :D. Jadi kesimpulannya 5 koper sampah 😀

Q: Emang mau berapa lama di Jakarta, dan mau ngapain aja?
A: Cuma 28 hari dan cuma di Jakarta saja. Mau melamar kerja infal pembantu  gaji tinggi kira-kira ada yang mau ngegaji ngga ya? 😀

Q: Kapan berangkat?
A: Tanggal 27 Juli, soalnya tanggal 29 Juli papa berulang tahun yang ke 75. Harus dirayakan tuh, angka cantik!

So, sodara-sodara…. niatnya mau menulis laporan akhir bulan Juli, tapi malas! Jadi begitu deh, aku sedang di Jakarta dan semoga mendapatkan dorongan kuat untuk tetap menulis di blog 😀 Masih banyak sekali topik yang belum tertulis di draft.

Soalnya sejak aku datang dan menempati kamarku di Jakarta, bawaannya ngantuuuuk melulu. Dan senangnya bisa tidur pulas. Capek yang bertumpuk di Tokyo bisa disembuhkan deh … Dan tentu saja menyimpan tenaga baru untuk melamar jadi infal pembantu lebaran 😀 (Gajinya pakai Yen ya hihihi) 😉