voorzichtig zijn = sing ngati-ati

26 Feb

“voorzichtig zijn” adalah kata yang sering diucapkan mamaku.

sing ati-ati le” adalah kata-kata yang terpatri dalam hati sahabat blogger, DV yang diucapkan ibunya pada saat-saat penting hidupnya.

Yang satu bahasa Belanda, dan yang satunya bahasa Jawa. Apapun bahasanya artinya sama… Hati-hati ya (nak).

Dalam satu kalimat itu HATI seorang ibu menyatu dalam doa untuk anaknya. Doa SEMUA ibu yang terucap untuk anak-anaknya, agar anak-anaknya tidak menemui rintangan, kemalangan atau marabahaya. Agar anaknya sehat dan bisa menjalankan aktifitasnya dengan baik.

Tiga hari yang lalu, hari Senin aku banyak menangis. Aku memang tidak mengisi rencana apa-apa karena ingin kuperuntukkan satu hari itu untuk mama yang telah dipanggil Tuhan 3 tahun yang lalu. Apalagi waktu kubuka FB pagi harinya, tante Diana, adik papa, salah satu tante yang amat kukasihi, menulis akan bersiap-siap ke Oasis (kolumbarium, tempat abu mama disimpan) bersama papa. Kuisi satu hariku dengan doa untuk mama, dan membongkar foto-foto lama untuk mengenang mama. Di situ aku ingat mama memang jarang bicara setelah terserang stroke pertama 1999. Tapi senyum mama tak pernah pudar. Senyum dan tawanya yang khas, terekam dalam setiap foto. She will always in my heart.

Dua hari yang lalu, aku menanyakan kabar ibunya Donny melalui google, dan aku tahu keputusannya seperti yang telah dia tuliskan dalam blognya. Berada jauh dari mama itu sangat tidak enak, apalagi dalam waktu-waktu seperti begini, ketika mama sakit atau dalam kesusahan.

Aku sendiri pernah bertemu dengan mamanya Donny ketika aku mampir di rumahnya di Klaten. Memang aku berencana mengunjungi rumahnya, mampir sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta, Agustus 2014. Padahal aku tidak kenal ibunya, tidak tahu rumahnya dan Donny tentu tinggal di Australia. Aku sangat berterima kasih pada papa-mamaku yang selalu meneladani kami untuk berusaha mengunjungi keluarga/saudara/sahabat yang sakit atau melayat, semampu kita, meskipun hanya satu menit. Karenanya dengan berbekal alamat dan nomor HP adiknya Donny, kami bertiga (aku, Riku dan Kai) dengan Ata-chan mencari rumah Donny di Klaten.

dasar blogger, semua difoto 😀 Bukti aku sudah sampai rumah DV di Klaten

Setelah menunggu beberapa saat, kami bisa bertemu mamanya Donny, omanya dan adiknya. Mamanya Donny sempat tanya padaku, kamu siapa? Dan kukatakan: “Saya temannya Donny. Saya tinggal di Tokyo, Donny di Australia dan kami bersahabat melalui tulisan di internet. Pertama kali bertemu Donny tahun lalu di Jakarta, dan sekarang saya di sini di Klaten untuk bertemu mamanya Donny  hehehehe. Rumit ya. ”

dinding kenangan

 

Karena anak-anak mulai rewel, aku cepat berpamitan dan kami berfoto bersama, tak lupa aku sempat memotret foto-foto kenangan keluarga di dinding rumah. Bersama foto di depan rumah, aku kirimkan beberapa foto ke Donny via email saat itu. Maaf, saat itu mungkin aku membuat Donny kangen akan rumahnya, tapi…. rasa kangen, sedih nano-nano itu wajar untuk seorang manusia bukan? Apalagi untuk yang di rantau seperti kami… rindu tak tertahankan merupakan makanan sehari-hari 🙂

bersama mamanya Donny, mamak, dan dik Chitra… yang tidak kelihatan sedang hamil.

Sebetulnya aku sempat gembira ketika beberapa saat yang lalu melihat ibunya sudah tidak duduk di kursi roda lagi, pada sebuah foto di FBnya Donny. Fotonya sedang duduk memangku dan memandangi  cucu ketiga, anak dari adiknya Donny. Rupanya sempat mengalami kemajuan, tapi karena tersedak sekitar awal Februari lalu, sekarang kondisinya turun lagi.

Pada saat-saat seperti ini, kata-kata “sing ati-ati” sepertinya bukan hanya milik seorang ibu. Tapi juga milik seorang anak, yang amat sangat khawatir akan keadaan ibunya. Jika dulu anak-anak hanya menerima perkataan itu, sekarang waktunya untuk mengatakan hal yang sama kepada ibunya… “Bu, sing ati-ati”…

“Pa, take care”

 

Karena sesungguhnya ucapan itu merupakan doa bagi orang yang dicintai, dan sepotong hati ikut selalu menyertai ~~~

Sing ati-ati

voorzichtig zijn

Ki wo tsukete ~~~

 

“Kiranya Tuhan selalu melindungi kita semua di manapun kita berada. Amin”
Sebuah tulisan catatan perjalanan Surabaya-Jogjakarta 2014 yang tertunda.

Mendaki Tangga Kedewasaan

25 Feb

sebetulnya itu terjemahan dari perkataannya Kai waktu itu: 大人の階段に上った otona no kaidan ni nobotta. Hanya karena dia merasa bisa mengalahkan keinginan untuk main iPad seharian pada hari Sabtu. Aku merasa geli, kalau dia membandingkan perbuatan dia yang diukur dengan menahan diri. Tapi memang sebagai orang dewasa, kita sepantasnya bisa menahan diri, tidak lepas mengumbar emosi seperti anak-anak ya. Dan aku juga tercenung sih, untuk menjadi dewasa itu berapa banyak tangganya ya? hehehe

Tapi memang akhir-akhir ini Kai merasa bangga sendiri jika sudah bisa melakukan sesuatu yang tadinya belum bisa, atau yang menurutnya hanya “orang gede” saja yang bisa melakukan. Seperti waktu aku ajarkan dia memakai microwave, tentu dengan wanti-wanti tidak memasukkan sendok (besi-besian) dan hanya 1 menit saja, kalau kurang baru tambah 1 menit lagi. Dia seperti mencari kesempatan untuk pakai microwave itu. Dia juga suka untuk membuat sesuatu, mencampur sesuatu, dan mengumpulkan sesuatu 😀 Kadang aku bingung melihat ada piring kecil berisi cabe cair yang ntah dicampur apa oleh Kai 😀 Kalau aku ada di rumah, dia juga suka mengajakku membuat sesuatu. Jadi deh coba-coba membuat macam-macam kue.

Memang dia suka menonton youtube. Dan ntah kenapa kadang dia melihat cara memasak. Jadi deh dia ingin membuat puding karamel. Aku langsung menyiapkan bahan-bahan dan berdua mencoba resep dari tante Mega, tapi gagal! Akhirnya sisa caramelnya aku jadikan mousse au caramel deh 😀

Riku sudah lebih tinggi dari mamanya 🙂

Setiap anak akan melampaui masa-masa menuju kemandirian. Belajar dari orang tua atau dari kakaknya kalau ada kakak. Susahnya, orang tua kadang menahan kemandirian anak-anak dengan memanjakannya, untuk kepentingan orang tua itu sendiri. Tidak mau mereka menjadi dewasa, karena nanti akan “ditinggal”. Pada malam hari, Kai yang masih tidur di sebelahku akan memelukku dan aku menciumnya. Saat itu aku berkata;” Kai kamu setahun dua tahun lagi pasti tidak mau disun mama deh…” Jawabnya, “Ngga kok… sampai aku gede aku mau kok disun mama!”

Ya, dia bisa bilang begitu, tapi aku yang harus mengerti bahwa anak akan menjadi besar dan merasa malu jika disun mamanya.

Sama seperti hari Sabtu kemarin, waktu aku mengantar Riku ke calon sekolah SMPnya untuk mengukur baju seragam. Karena kakiku sakit, aku maunya berpegangan dengan dia, tapi secara halus dia melepaskan tanganku. Saat itu aku pikir…”Ahh coba ada Kai, dia akan memperhatikanku dan memegangku dengan tangannya yang kecil, dengan tubuhnya yang kecil mencoba menopangku”. Tapi Riku bukan Kai, dia sejak Kai lahir sudah biasa mandiri.

Lalu waktu tiba giliran kami, si petugas mengukur badan Riku yang jauuuuh terlihat besar dibanding anak-anak sebelumnya yang…. boleh dibilang sebesar Kai! Untung saja ada ukurannya. L saja saudara-saudara. Badannya lebih kekar daripada petugasnya malahan hahaha.

Juga waktu mencoba sepatu olahraga. Dia langsung memilih nomor 26,5 … duh kakiku cuma 25,5 (42) yang sudah termasuk besar untuk orang Indonesia. Untung ada persediaannya. Dan dia baru akan menjadi kelas SATU SMP!

Dan dia sempat berkata pada papanya, “Nanti aku ulang tahun aku minta Kartu Buku 図書券 (semacam gift card buku) saja deh, supaya aku bisa beli sendiri buku yang kumau”

Apakah aku parno dengan buku-buku pilihannya itu bagus atau tidak? Dia baru saja menyelesaikan 30 jilid buku (manga) SANGOKUSHI (the Three Kingdoms, cerita sejarah daratan China) . Dia juga sudah menyelesaikan dua buku pilihannya : Cerita Sesudah Sejarah, yaitu kelanjutan cerita sejarah (Eropa dan Jepang) yang kita pelajari di sekolah yang jarang/tidak diketahui umum. Dua tema buku yang mungkin tidak akan kupilih untuk dibaca 😀

Sangokushi 30 jilid! Makan tempat kan? huhuhuhu

Sebetulnya ada dua lagi permintaannya, yaitu ingin smartphone dan ke Kyoto. Tapi waktu kami menghadiri orientasi SMP, diberitahukan bahwa sekolah akan mengadakan Karyawisata ke Kyoto waktu kelas 3 SMP. Hmmm tour ke  Kyoto mahal sih  🙁 , tapi akan aku usahakan. Sedangkan untuk smartphone? Mendingan notebook computer ah! hehehe (di SMP murid-murid TIDAK BOLEH bawa HP)

Jadi, di hari ulang tahun Riku yang ke 12 hari ini, kami merayakan dengan sederhana. Sesuai permintaannya, kami memberikan gift card Kartu Buku, dan meniup lilin dengan kue buatanku yang kubuat cepat-cepat semalam. kami tidak bisa pergi makan malam “birthday dinner” bersama karena aku dan Gen bekerja. Tapi Riku sudah memaklumkan hal itu dan berkata, :”Ngga papa kok mah, biaya dinnernya masukkan menjadi Kartu Buku saja!”…. huh 😀 😀 😀 生意気 Namaiki !

Tiup lilin begitu bangun pagi tadi. kuenya berantakan tapi enak loh hehehe 😉

Selamat Ulang Tahun Riku sayang. Sebentar lagi (akhir Maret) kamu lulus SD, dan benar-benar menaiki satu tangga kedewasaan, yaitu menjadi murid SMP. Semakin berat pelajarannya, semakin banyak waktu untuk belajar dan ekskul. Semakin sedikit waktu untuk berkumpul dengan keluarga, tapi satu yang kami pinta: Ceritakan semua kesusahanmu! mama dan papa akan berusaha membuat kamu bahagia dan menghilangkan keresahan kamu dalam hidup. Tentu sambil berdoa pada Tuhan untuk selalu melindungimu setiap saat. Amin ~~~

Segitiga dan Permintaan Doa

13 Feb

Siang tadi, aku terbangun persis Kai mengebel jam 2 siang. Memang aku tidur dari jam 11 pagi karena malamnya aku hanya tidur 3 jam. Setelah membukakan pintu untuk Kai, aku makan siang dan membuka komputerku. Sementara itu aku mendengar Kai kluthekan di WC, dan dia memanggilku, “Mama sini dong….lihat deh!”

Wah ternyata dia membersihkan WC! Ada apa nih… kok tiba-tiba dia membersihkan WC? Tapi memang aku tahu Kai sering melakukan sesuatu yang dia suka dengan impulsif. Tapi, aku lebih terkejut lagi waktu melihat tissue gulung dilipat segitiga bagian ujungnya. Ya, seperti di hotel-hotel begitu, meskipun segitiganya tidak rapih. Ah, senang rasanya mendapat “service” seperti itu, dan aku merasa terharu. Akupun kemudian membuat segitiga pada tissue yang habis kupakai. Kamu pernah berbuat begitu? segitiga pada tissue itu sebetulnya seperti “bantuan” kecil pada orang yang akan memakai tissue setelah kita.

segitiga pada tissue WC. Lipatan Kai sih tidak sebagus ini 😀

Karena aku curious ingin mengetahui apakah segitiga pada toilet itu merupakan manner atau tidak, aku jadinya browsing deh. Ternyata namanya FireHold, karena dulu pertama kali digunakan untuk para pemadam kebakaran. Mereka harus selalu dalam keadaan siaga, sehingga sedapat mungkin menghemat waktu. Seandainya tanpa segitiga, mereka mungkin sulit mencari “ujung” tissue, lain halnya jika diberi segitiga tersebut. Langsung bisa memakai tissue itu tanpa perlu mencari-cari sehingga menghemat waktu.

Konon hotel Jepang pertama yang memperkenalkan segitiga itu adalah hotel Imperial di Tokyo. Rupanya itu dipakai sebagai tanda kepada petugas hotel lainnya bahwa WC kamar hotel itu sudah dibersihkan. Senang kan mengetahui kamar kita memang sudah bersih.

Tapi ada beberapa orang yang tidak suka dengan segitiga di tissue itu. Maklumlah orang Jepang memang  きれい好き”bersihan” kan. Katanya rasanya jijik kalau orang yang membuat segitiga di tissue itu tangannya kotor (habis ceb*k belum cuci) hahaha. Kepikiran sampai situ ya? Orang “bersihan” memang sulit karena memandang segala sesuatu dari segi higienitasnya.

Tadi aku waktu melihat lipatan segitiga Kai memang terharu, karena dia “melihat” apa saja. Aku jadi ingat semalam Kai minta aku mendoakan dia, karena hari ini dia akan ditest permainan harmonikanya. Lalu dia juga minta aku membuat tanda salib di dahinya waktu berangkat ke sekolah. Memang akhir-akhir ini aku melakukan kebiasaan itu, mengulang kebiasaan mama dan papa yang memberikan tanda salib di dahi sebagai berkat dalam melakukan pekerjaan/ujian hari itu. Jika kami anak-anak berempat merasa takut dan waswas kami datang ke orang tua kami dan minta di”berkati” dengan tanda salib di dahi. Alm mama bahkan memberikan ciuman di dahi kami, katanya, “supaya otaknya encer!” 😀

Kadang-kadang teman-teman kita meminta kita mendoakannya bukan? Aku menganggap permintaan ini sebagai tanda bahwa kita dipercaya dan kita merupakan orang “khusus” baginya. Biasanya aku secara khusus membawa namanya dalam doa malam, memohon agar Tuhan memberikan atau mengabulkan permohonannya.

Jadi, aku langsung tanyakan pada Kai, bagaimana test harmonikanya hari ini. Lalu dia bilang, “Aku sih dapat 100 ma. Tapi ada teman-temanku yang dapat 200!”

LOH? hihihi. Lalu aku katakan,

“Tidak apa Kai, yang penting Kai sudah berusaha. Mama juga tidak bisa pelajaran musik kok dulu. Kakak juga tidak bisa. Yang standar sajalah. Tapi tadi tidak khawatir waktu test kan?”

“Tidak dong. Kan mama sudah kasih tanda salib di dahi!”

Topik tulisan hari ini : Segitiga dan salib. Terlihat tidak saling berhubungan, tapi pasti ada hubungannya (bagiku) ah! 😀

Ingin Peranti Ini

6 Feb

Ntah kenapa aku sudah tidak tertarik lagi dengan gadget telepon atau tablet. Maksudku, aku belum ada keinginan untuk membeli HP atau tablet terbaru, meskipun tidak nolak kalau dikasih. Rasa-rasanya semua sama saja sekarang, tidak ada yang istimewa. Paling beda soal kecepatan atau kejelasan kan? Tapi akhir-akhir aku merasa ingin membeli dua peranti ini, gara-gara nonton di TV/komputer. (Baru periksa di KBBI ternyata yang benar PERANTI bukan PIRANTI loh :D)

Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa kemarin terjadi kecelakaan TransAsia di Taiwan. Pesawat mati setelah lepas landas dan langsung nyungslep jatuh ke sungai, setelah menyenggol taxi di jalan tol. Nah yang membuatku penasaran adalah tayangan kejadian yang diambil dari drive recorder mobil di belakang taxi tersebut, sehingga terlihat begitu real. Baru akhir-akhir ini memang aku mendengar kata Drive Recorder. Terutama pada taxi atau bus, dipakai untuk merekam kejadian dalam taxi sebagai pencegahan kejahatan. Tapi sepertinya hasil tayangan tentang pesawat itu bukan taxi/bus. Jadi aku langsung cari Drive Recorder, yang ternyata hampir sama dengan CCTV deh. Iseng-iseng aku cari di amazon, dan mendapatkan jenis-jenis dengan harga berkisar antara 15.000 yen sampai 3000 yen (1,5 juta -300rb rupiah). Hmm tidak mahal kalau dibanding dengan keamanan yang diberikan. Paling tidak bisa dipakai sebagai bukti jika ada yang menyenggol mobil.

Peranti satu lagi yang menarik untukku, agak mahal. Katanya sekitar 10 juta rupiah (100ribu yen) kalau sudah dijual. Masalahnya ini peranti kedokteran ini memang belum dijual, mungkin dalam waktu dekat. Wah, 10 juta kok tidak mahal? Ya, karena dengan alat ini kita bisa mengetahui apakah kita menderita alzheimer atau influensa bahkan kanker hanya dari setitik darah. Pemeriksaannya bisa kita lakukan sendiri dan hanya makan waktu 10 menit. Hebat kan? Paling tidak bisa membuat kita tidak panik lah, dan bisa sewaktu-waktu periksa tubuh kita sendiri meskipun sedang sibuk dan tidak ada waktu ke Rumah Sakit. (Aku tidak bilang supaya kita tidak ke RS lohhh)

setitik darah yang ditaruh di sensor
tunggu hasilnya 10 menit…

Aku ketahui peranti ini dari acara “Sekaiichi uketai jugyou 世界一時受けたい授業” (The Most Useful School in the World) di Nippon TV  (chanel 4) setiap Sabtu jam 19:00-20:00 malam. Kami bertiga (aku-riku-kai…papa gen belum pulang kerja) sering menonton acara ini bersama-sama. Termasuk dalam genre variety pendidikan.

Kamu sedang ingin punya peranti apa?

Menyimpan Kenangan

5 Feb

Kemarin sore, sebelum aku pergi mengajar malam hari di Sekolah RI Tokyo, Kai bertanya padaku, “Mama, mama masih simpan surat yang aku kasih pada tahun baru kemarin?”

Lalu kujawab, “Masih ada kok. Tapi jangan suruh mama cari sekarang ya. Dan meskipun surat itu hilang, mama sudah ambil fotonya. Surat itu amat berharga buat mama loh….”

Dan aku melihat dengan sudut mataku, dia tersenyum senang…

Malam harinya, setelah mengajar, aku mampir dulu berbelanja di sebuah supermarket dalam perjalanan pulang. Karena aku tahu bahwa esok, Kamis dan Jumat akan turun hujan/salju di Tokyo, sehingga sulit untuk keluar rumah. Apalagi kakiku memang sedang sakit tulangnya, sehingga harus istirahat. “Tidak boleh banyak jalan”, kata dokter. Berarti tidak boleh naik tangga dan naik sepeda deh. Nah, mumpung aku naik mobil, sekalian saja aku berbelanja untuk 3 hari ke depan. Tak lupa aku ingin membelikan coklat untuk Kai, karena sebelum pergi dia menunjukkan hasil kuiz di sekolah mendapat nilai 100.

Karena aku mampir belanja dulu itu, aku sampai di rumah pukul 10:10 malam, sudah lewat waktunya anak-anak tidur (Aku biasakan mereka tidur jam 9).  Langsung menaruh belanjaan dan tas di depan pintu, aku pergi melihat kondisi anak-anak dulu. Riku tertidur di sofa-bed sedangkan aku melihat Kai mengintip dari selimutnya. Aku langsung melihat ada secarik surat dengan tulisan Kai di atas komputer. Langsung kubaca dan terharu akan isinya. Dia menulis cukup panjang, antara lain:  “Selamat pulang, mama pasti capek, tapi jangan lupa tulis laporan bahwa aku sudah baca tugas guru (ondoku 音読) ya. Judulnya: Tanuki no Itoguruma. Jangan lupa ya. Kalau sudah pulang, nanti bobo sebelah Kai ya. Waktu mama baca surat ini, mungkin Kai sudah tidur. Riku juga sudah tidur di sofa, nanti mama bangunin dia suruh pindah ya. Lalu besok pagi bangunin Kai jam 6 atau jam 5 pagi ya. Untuk doa malam, Kai berdoa sendiri. dari Kai”

surt Kai

Cute kan? (oyabaka hehehe ortu selalu memuji anaknya sendiri :D). Aku senang setiap mendapat surat dari Kai, karena sekaligus dia belajar menulis dan mengungkapkan pikirannya. Jadi setiap suratnya aku foto dan aku simpan sebagai file di Hard Disk. Surat, karyanya berupa gambar, lego, apa saja aku foto dan aku simpan dalam file.

Tapi ada satu media yang aku harus berpikir keras bagaimana cara menyimpannya. Yaitu rekaman suara Kai waktu meneleponku di iPhone. Kai memang mempunyai kebiasaan meneleponku jika aku belum pulang mengajar. Kadang dia menelepon untuk memberitahukan bahwa besok harus bawa bla, bla, bla, sehingga aku bisa membelinya kalau tidak ada di rumah. Hal ini paling aku hargai, karena kakaknya selalu kasih tahu malam hari atau keesokan paginya sehingga aku sering kelabakan. Atau kadang dia hanya ingin bertanya apakah boleh makan kue yang ada di atas meja. Di akhir pesan dia selalu berkata, “Kalau mama tidak sibuk dan sudah mendengar pesan ini tolong telepon ke rumah ya….” Kadang aku malas menjawab teleponnya, dan waktu kupulang, kue di atas meja masih tetap ada. Di satu sisi aku senang dia selalu bertanya dulu sebelum makan/ambil sesuatu, di lain sisi aku merasa kasihan dia menahan keinginannya cukup lama. Ada satu rekaman suaranya, waktu awal menjadi murid SD dan dia ketakutan di rumah padahal aku paling cepat 2,5 jam lagi pulangnya. Begitu aku mendengar pesan itu, aku langsung meneleponnya sambil berjalan ke stasiun dan mengajak ngobrol supaya dia lupa ketakutannya.

Semua rekaman suara ini masih ada, ada aku memutar otak bagaimana cara menyimpannya. Akhirnya aku browsing dan menemukan satu software bernama TouchCopy (seharga 25$) yang bisa menyimpan semua data voice, foto, text apa saja dari iPhone dan memindahkannya ke komputer. Memang aku masih harus mengconvert menjadi mp3, tapi aku senang karena bisa menyimpan suara Kai waktu anak-anak. Mungkin kelak jika aku sudah jompo, aku bisa mendengarkan kembali suaranya yang imut-imut (dan tentu masih belum berubah). Sayangnya waktu Riku kecil memang belum ada teknologi canggih seperti ini, selain memang sifatnya berbeda. Eh, tapi suara Riku ada loh di Youtube hehehhe.

Sambil memindahkan beberapa rekaman suara Kai itu, aku sempat menanyakan pada adikku, apakah dia punya rekaman suara almarhum mama? Karena mama memang jarang menelepon aku, sehingga tidak ada suaranya di answering machine, lain dengan papa. Lalu aku mengingat-ingat, ah… memang mama jarang bercerita lagi setelah dia sakit beberapa tahun lalu. I miss her voice… and her smile. Yah, sebentar lagi genap 3 tahun mama pulang ke rumah Bapa, sehingga akhir-akhir ini aku merasa sedih dan menjadi melankolis teringat padanya.

So, selain foto, tulisan/surat/kartu, atau suara kamu suka menyimpan apa lagi untuk mengenang seseorang, atau untuk menjadikannya kenangan di masa mendatang? Mungkin bisa memberikan ide?

Coba (saya) tidak tahu

28 Jan

Pernah merasakan ini? Rasanya ingin tidak mengetahui sesuatu, karena begitu kita ketahui ternyata membuat kita malah sebel benci, jijik atau menyesal. 知らなければよかった。Seandainya saya tidak tahu ~~~

Kemarin malam hampir tengah malam aku menonton sebuah cara dengan topik itu di sebuah TV swasta, kebetulan kemarin itu membicarakan tentang laut. Ada beberapa fakta yang baru kuketahui dari acara tersebut juga, misalnya:

Ikan jenis Clownfish (anemonefish) atau yang kita kenal dengan Nemo itu, sering berlindung di koral ternyata orang tuanya sama sekali tidak memperhatikan anaknya. Padahal kan di dalam cerita Nemo, intinya si bapak mencari anaknya sampai ke mana-mana. Nah menurut kepala Aquarium itu sebetulnya anak-anak ikan jenis ini begitu lahir dari telur, langsung berpencar dan tidak pernah hidup berkelompok dalam satu “keluarga”. Jadi kalau kita lihat ada ikan “Nemo” besar dan kecil di dekat karang koral itu, kita tidak bisa mengatakan itu adalah Bapak dan Anak 😀

Wah image, bayangan atau pandangan kita tentang film Nemo yang begitu mengharukan bisa rusak dengan mengetahui hal ini kan?

Ada beberapa lagi seperti pasir putih di Hawaii itu sebenarnya adalah kotoran dari ikan Budai (Calotomus atau Parrotfish). Atau kadang kita melihat di rombongan ikan seperti tuna Bigeye trevally yang membentuk pusaran seperti tornado. Hampir semua fotografer dalam laut akan mencari pusaran ini, kalau bisa berada di tengah-tengahnya lalu memotret kondisi yang begitu “menakjubkan” itu. Tapi ternyata ikan-ikan ini “hanyalah” sedang mencari pasangan saja… Haduh…Atau ada informasi yang aku sudah ketahui sebelumnya bahwa harus berhati-hati waktu mengejar ikan pari di dalam laut untuk memotret, karena mereka punya ekor yang bisa menusuk dan mematikan….

Jadi memang ada beberapa informasi yang rasanya menyesal kita mengetahuinya karena bisa merusaka imaji, pandangan kita. Sama seperti kemarin waktu aku mencari informasi diet sesuai golongan darah, aku mengetahui bahwa aku tidak boleh makan daging sapi/babi harusnya daging ayam saja (kecuali ikan tentunya boleh). Aduh padahal aku tidak begitu suka daging ayam nih sekarang. Coba aku tidak tahu informasi ini, aku kan masih bisa makan yakiniku atau steak nih hehehe.

Bagaimana? Pernah merasakan situasi “Yaaaah coba aku tidak tahu info ini….”  (Sttt mungkin perasaannya sama seperti waktu aku tahu bahwa si George Michael itu hombreng hahaha. Cakep-cakep kok gitu sih… menyesal deh :D)

NB: aduuh sudah tanggal 28 kok aku jadi malas menulis ya akhir-akhir ini? Semangat ahhhh ~~~

Doa Malam

19 Jan

Aku mau cerita tentang doa malam yang kami doakan tadi malam. Sebetulnya mau kutulis langsung, tapi ah, mungkin lebih baik aku menulisnya dalam keadaan “segar” daripada mengantuk.

Jadi, seperti biasanya, aku berdoa (tentu dalam bahasa Jepang) bersama anak-anak setiap malam sebelum tidur. Diawali dengan doa Bapa Kami dan Salam Maria, lalu kami mengucap syukur untuk satu hari itu, dan menyerahkan kekhawatiran hari esok dalam doa. Biasanya Kai akan berdoa supaya dia bisa menjadi petugas kelas esoknya, atau bisa menyelesaikan test besoknya, supaya jangan takut dll. Tapi tadi malam, dia berdoa dan maaf Tuhan….. aku tak tahan untuk tidak tertawa 😀 (dame desu ne)

Ya Kai berkata begini: “Tuhan jangan buat mama mati ya. Supaya mama bisa hidup terus. Karena kalau mama mati, aku juga mau mati….”
Aku sela, “Kai tidak boleh berdoa begitu…. Kalau mama hidup terus, lalu kamu yang mati duluan, mama kan sedih…”
Jadi dia sambung berdoa, “Tuhan semoga mama dan aku hidup terus….”
Aku sela lagi, “Kakak Riku dan papa bagaimana?”
Kai, “Ah iya aku lupa. Maaf ya Riku… Tuhan semoga mama, aku, Riku dan papa bisa hidup terus bersama”

Karena nanti jadi polemik dalam doa, aku lanjutkan saja, “Tuhan lindungi kami semua, beri kami kesehatan dan semoga besok cerah. Amin”

Setelah doa aku peluk Kai, dan kupikir sudahlah nanti saja aku ingatkan dia bahwa manusia tidak bisa hidup selamanya. Dia juga sudah tahu itu, tapi ya dia pikir kalau memohon pada Tuhan, ada kemungkinan dikabulkan. Jadi meskipun sudah tahu itu impossible, tetap saja mendoakan hal itu.

Kadang kita orang dewasa pun seperti itu, selalu memohon keajaiban dari Tuhan. Padahal kita semua tahu, bahwa mungkin kematian adalah cara yang terbaik. Bagaimana kita bisa melihat manusia yang hidup “antara ada dan tiada” alias sekarat terus? Amat sangat menderita. Bukannya kita semestinya berdoa semoga Tuhan memberikan keringanan pada si sakit? Mengangkatnya dari penderitaan? Karena itu kita juga tidak akan kaget, bahkan bersyukur jika mendengar seseorang yang kita cintai, meninggal waktu tidur, tidak melalui sakit?

Seperti cerita seorang sahabatku, kakak kelas di sastra Jepang yang menceritakan bahwa ibunya “hilang” di sofa tempat duduk sambil melihat semua anak dan cucunya berkumpul di depannya dalam liburan Paskah… Bukankah berbahagia meninggal dengan cara itu?

Karenanya aku juga selalu berdoa (dan berusaha berdoa), “berikanlah dan jadilah yang terbaik menurutMu”. Sama seperti teladan ibu Maria: “Terjadilah padaku menurut perkataanMu”. Menyerahkan semua hidup kita pada kehendakNya.

Dan sekarang aku menyerahkan hari yang baru yang akan kulewati ini ke dalam tanganMu.

================================================================

Gereja Katedral di Makassar

Catatan untuk yang mau tahu doa-doa Katolik dalam bahasa Jepang:

Bapa Kami (Shu no inori)

Ten ni orareru watashitachi no chichi yo,

Mina ga Seitosaremasuyouni.Mikuniga kimasuyouni.

Mikokoroga Ten ni okonawarerutouriChi nimo okonawaremasuyouni.

Watashitachino higoto no kate woKyou mo oataekudasai.

Watashitachino tsumi wo oyurushikudasai.Watashitachimo hito wo yurushimasu.Watashitachiwo yuuwakuni ochiirasezu,

Aku kara osukuikudasai.Amen

 

Salam Maria (Ave Maria)

Ave Maria, megumi ni michita kata,

Shu wa anatatotomoni oraremasu.

atanawa onna no uchi de shukufukusare,

Gotainaino onko Iesu mo shukufukusareteimasu.

Kami no haha sei Maria, watashitachi tsumibitono tameni,

Ima mo, shi wo mukaerutokimo, oinorikudasai.

Amen

 

Kemuliaan (Eishou)

Eikou wa chichi to ko to seireini.

Hajimeno youni imamo itsumo yoyoni.

Amen

Domestic Type

17 Jan

Dulu aku pernah iseng-iseng menjawab kuis di sebuah majalah dan hasilnya, aku adalah domestic type. Lebih senang berada di rumah daripada jalan-jalan. Dan kurasa saat itu benar, karena sampai aku berusia 20 tahun jarang pergi-pergi jalan-jalan apalagi berwisata sendiri. Baru setelah papa ditugaskan ke London ketika aku berusia 20 tahun itu, aku mengepakkan sayap ke mana-mana deh 😀

Sebelum menikah di Tokyo aku memang memanfaatkan waktu benar-benar, untuk bekerja dan bermain. Pulang ke rumah paling cepat jam 10 malam, tapi paling pagi jam 1 malam itupun hanya satu kali. Kapok ketinggalan kereta sehingga aku jalan kaki pulang dari stasiun Meguro ke apartemenku, 40 menit. Mau naik taxi waktu itu terlalu banyak orang antri, sehingga aku nekad jalan saja. Untung jalan Meguro itu jalan besar sehingga sama sekali tidak takut jalan malam-malam. Tapi setelah menikah, sedapat mungkin aku berada di rumah. Jika harus pergi biasanya aku sekalian mengatur supaya bisa selesai beberapa urusan sekaligus.

Nah, kelihatannya sifatku ini menurun pada kedua anakku. Hari ini sebetulnya kami libur dan ada waktu jika mau jalan-jalan, meskipun tanpa papa yang pergi kerja. Waktu kutanya apakah mau bermain dengan Shaw tapi pulang hari (malam pulang), mereka mulai malas. Tentu malas, karena harus naik bus dan kereta, karena papa pakai mobilnya. Akhirnya kuputuskan tinggal di rumah saja.

Sebetulnya aku senang anak-anak lebih memilih berada di rumah daripada keluyuran. Tapi yang menjadi masalah biasanya soal makan (pagi, siang, malam). Aku sudah bosan memikirkan masak apa, sehingga aku tanya pada Riku dan Kai…. mau makan apa?
Dan jawabnya selalu, “Apa saja boleh”
“Makan di luar yuuuk…”
“Ngga mau ah, Kai mau makan masakan mama. Masakan mama enak ( kalimat ini semua dalam bahasa Indonesia loh hihihi)”
Langsung aku peluk dia, “Terima kasih Kai…”…. He is my jewel!

Meskipun aku mesti putar otak untuk masak apa, akhirnya kami bisa makan pizza untuk makan siang dan yakisoba (mie goreng) untuk makan malam. Karena aku tidak (jarang) makan nasi, hari ini anak-anakpun sama sekali tidak makan nasi deh.

Dan hari ini pun berlalu, dengan kami bertiga masing-masing baca buku, main game dan menonton…di ruang yang sama. Aku tidur-tiduran di kamar, anak-anak main game di kamar. Aku pindah ke komputer, anak-anak juga ngikut ke kamar makan. Tapi ada satu yang kusuka hari ini, yaitu Kai yang curhat tentang teman-teman kelasnya. Ada yang nakal suka berkata: Sensei baka (bodoh) atau memanggil sensei dengan omae (kamu). Atau ada yang suka menabok perutnya kalau dia lewat. Untung dia cukup berani untuk selalu melaporkan pada sensei, sehingga masalahnya bisa selesai saat itu juga. Senseinya sering memarahi anak-anak yang nakal itu.
“Kalau begitu sensei kamu baik ya…”
“Bukan baik ma. Aku bilang senseiku itu sensei yang kibishii (tegas/galak)”
“Ya, bagus kan kalau sensei itu kibishii.”
“Bagus dong. Kai mau belajar dengan sensei yang kibishii terus. Semoga di kelas dua (april nanti -Red) senseinya juga yang kibishii. Tapi di SD Kai banyak loh sensei yang kibishii” Dan dia sebutkan nama-nama senseinya.
“Pokoknya Kai harus kasih tahu sama mama, kalau ada yang nakal pada Kai ya. Nanti mama yang bilang sama sensei”

Aku senang karena anak-anak selalu melaporkan kegiatan di kelas, terutama Kai. Apalagi hari ini aku bisa mendengar banyak cerita darinya. Riku dulu waktu kelas awal memang sering dibully, sering pulang menangis. Tapi Kai hanya satu kali. Kalau mengingat kembali, Riku memang cepat sekali menjadi dewasa.  Uh, dua bulan lagi dia lulus SD loh huhuhu…..

Tapi memang sih, kalau musim dingin maunya di rumah terus ya, untuk hibernasi 😀 Bagaimana Sabtu mu?

Masakan yang konon cocok untuk musim dingin: Fondue. Sayuran dan susis dicocol dengan keju cair. Buah-buahan dicocol di coklat cair. Ini untuk Jumat malam dan sepanjang sabtu deh jadinya. Ditambah pizza dan yakisoba. Sarapan pagi kami makan kishimen (sejenis udon pipih) yang hangat.

Hari Istimewa

14 Jan

Bagaimana tidak istimewa, sampai google dan Facebook saja mengucapkan “Happy Birthday” padaku 😀

dari google 😀
dari FB

Memang aku sedih terutama karena kemarin mantan kepala sekolah SMP ku, Sr Bertine CB meninggal, dan misa requiemnya dilaksanakan hari ini, tepat pada hari ulang tahunku. Namun mengikuti WA grup teman-teman SD dan SMP ku, aku menyadari, kelahiran, pengulangan kelahiran yang dirayakan sebagai ulang tahun serta kematian, adalah tanda-tanda perjalanan hidup seorang manusia. Hidup antara ada dan tiada, itulah kita. Tinggal bagaimana kita mengisinya.

Dini hari tepat pukul 12 malam, my dimple sister Sanchan mengirimkan ucapan via Line bersamaan dengan Gen yang rupanya memang menunggu pukul 12 padahal dia sudah capek dan ngantuk. Kami berduapun saling bertukar ucapan, tanpa kue tanpa hadiah. Kemudian diikuti adik “ketemu gede” Daeng Tugi a.k.a Jumria Rachman, Eka Soedjono dan teman-teman lain melalui berbagai media, Line, WA, BBM, FB dsb. Sampai bingung membalasnya 😀

Pagi hari anak-anak mengucapkan selamat, sambil berkata, “Maaf mama, tidak ada kado untuk mama”, dan kami (tepatnya aku dan Riku, karena Gen dan Kai tidak begitu suka makan kue) menikmati kue yang kubeli sebelumnya. Aku sempat tidur siang karena merasa tidak enak badan, dan bangun makan seadanya. Makan malampun aku hanya menyediakan satu macam yang kubuat sebelum pergi mengajar. Setelah pulang ternyata Gen membeli champagne dan keju, tapi akhirnya pun tidak terminum/termakan karena dia masuk angin dan cepat tidur. Padahal saat kupulang aku disambut dua kotak besar dari Sanchan berisi bunga dan sake (terima kasih banyak untuk kirimannya ya San). Tiga puluh menit lagi tanggal 14 akan berlalu tanpa ada pesta dan hingar-bingar di rumahku, tapi tetap istimewa.

berfoto bersama pada tanggal 9… tanpa lagu Happy Birthday kok 😀

Istimewa karena ada 9 orang (termasuk aku dan Gen) yang kami kenal merayakan hari ulang tahun tepat pada hari ini, 14 Januari. Hari yang special untukku dan untuk Gen, serta Taku, saudara kembar Gen. Juga hari khusus untuk pastor Bambang Rudianto SJ di Semarang (aku masih selalu ingat kesempatan langka merayakan bertiga bersama dalam misa dan makan siang) dan tahun ini kami ketambahan “saudara satu tanggal lahir” yaitu Yanz yang 2 hari lalu kembali ke Jakarta for good. Senangnya mempunyai teman dan kerabat berbagi hari istimewa. Dan aku mengucapkan terima kasih dan syukurku kepada Tuhan bahwa aku masih boleh menikmati hari-hari baru setelah genap 46 tahun kulewati dan aku mempunyai begitu banyak teman yang memperhatikanku. Di usia 47 tahun, aku menyadari bahwa aku harus sehat terus supaya bisa merayakan ulang tahun-ulang tahun lagi jika Tuhan berkenan memberikan kesempatan itu kepadaku. Bersama Gen, bersama Riku dan Kai, dan bersama saudara-saudara dan teman-teman.

Hari ini memang hari istimewa.

tiup sendirian karena Gen pakai masker