“voorzichtig zijn” adalah kata yang sering diucapkan mamaku.
“sing ati-ati le” adalah kata-kata yang terpatri dalam hati sahabat blogger, DV yang diucapkan ibunya pada saat-saat penting hidupnya.
Yang satu bahasa Belanda, dan yang satunya bahasa Jawa. Apapun bahasanya artinya sama… Hati-hati ya (nak).
Dalam satu kalimat itu HATI seorang ibu menyatu dalam doa untuk anaknya. Doa SEMUA ibu yang terucap untuk anak-anaknya, agar anak-anaknya tidak menemui rintangan, kemalangan atau marabahaya. Agar anaknya sehat dan bisa menjalankan aktifitasnya dengan baik.
Tiga hari yang lalu, hari Senin aku banyak menangis. Aku memang tidak mengisi rencana apa-apa karena ingin kuperuntukkan satu hari itu untuk mama yang telah dipanggil Tuhan 3 tahun yang lalu. Apalagi waktu kubuka FB pagi harinya, tante Diana, adik papa, salah satu tante yang amat kukasihi, menulis akan bersiap-siap ke Oasis (kolumbarium, tempat abu mama disimpan) bersama papa. Kuisi satu hariku dengan doa untuk mama, dan membongkar foto-foto lama untuk mengenang mama. Di situ aku ingat mama memang jarang bicara setelah terserang stroke pertama 1999. Tapi senyum mama tak pernah pudar. Senyum dan tawanya yang khas, terekam dalam setiap foto. She will always in my heart.
Dua hari yang lalu, aku menanyakan kabar ibunya Donny melalui google, dan aku tahu keputusannya seperti yang telah dia tuliskan dalam blognya. Berada jauh dari mama itu sangat tidak enak, apalagi dalam waktu-waktu seperti begini, ketika mama sakit atau dalam kesusahan.
Aku sendiri pernah bertemu dengan mamanya Donny ketika aku mampir di rumahnya di Klaten. Memang aku berencana mengunjungi rumahnya, mampir sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta, Agustus 2014. Padahal aku tidak kenal ibunya, tidak tahu rumahnya dan Donny tentu tinggal di Australia. Aku sangat berterima kasih pada papa-mamaku yang selalu meneladani kami untuk berusaha mengunjungi keluarga/saudara/sahabat yang sakit atau melayat, semampu kita, meskipun hanya satu menit. Karenanya dengan berbekal alamat dan nomor HP adiknya Donny, kami bertiga (aku, Riku dan Kai) dengan Ata-chan mencari rumah Donny di Klaten.
Setelah menunggu beberapa saat, kami bisa bertemu mamanya Donny, omanya dan adiknya. Mamanya Donny sempat tanya padaku, kamu siapa? Dan kukatakan: “Saya temannya Donny. Saya tinggal di Tokyo, Donny di Australia dan kami bersahabat melalui tulisan di internet. Pertama kali bertemu Donny tahun lalu di Jakarta, dan sekarang saya di sini di Klaten untuk bertemu mamanya Donny hehehehe. Rumit ya. ”
Karena anak-anak mulai rewel, aku cepat berpamitan dan kami berfoto bersama, tak lupa aku sempat memotret foto-foto kenangan keluarga di dinding rumah. Bersama foto di depan rumah, aku kirimkan beberapa foto ke Donny via email saat itu. Maaf, saat itu mungkin aku membuat Donny kangen akan rumahnya, tapi…. rasa kangen, sedih nano-nano itu wajar untuk seorang manusia bukan? Apalagi untuk yang di rantau seperti kami… rindu tak tertahankan merupakan makanan sehari-hari 🙂
Sebetulnya aku sempat gembira ketika beberapa saat yang lalu melihat ibunya sudah tidak duduk di kursi roda lagi, pada sebuah foto di FBnya Donny. Fotonya sedang duduk memangku dan memandangi cucu ketiga, anak dari adiknya Donny. Rupanya sempat mengalami kemajuan, tapi karena tersedak sekitar awal Februari lalu, sekarang kondisinya turun lagi.
Pada saat-saat seperti ini, kata-kata “sing ati-ati” sepertinya bukan hanya milik seorang ibu. Tapi juga milik seorang anak, yang amat sangat khawatir akan keadaan ibunya. Jika dulu anak-anak hanya menerima perkataan itu, sekarang waktunya untuk mengatakan hal yang sama kepada ibunya… “Bu, sing ati-ati”…
“Pa, take care”
Karena sesungguhnya ucapan itu merupakan doa bagi orang yang dicintai, dan sepotong hati ikut selalu menyertai ~~~
Sing ati-ati
voorzichtig zijn
Ki wo tsukete ~~~
“Kiranya Tuhan selalu melindungi kita semua di manapun kita berada. Amin”
Sebuah tulisan catatan perjalanan Surabaya-Jogjakarta 2014 yang tertunda.