Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan…..
Sepertinya memang lagu Ebiet G. Ade ini menjadi lagu wajib putar di media Indonesia setiap terjadi bencana ya? Tapi waktu penayangan berita mengenai gempa Tohoku di Jepang tanggal 11 Maret lalu, sama sekali tidak ada lagu, atau bahkan tidak ada iklan. Hanya ada iklan layanan masyarakat untuk menjalin kekeluargaan dalam keadaan musibah ini.
Setelah cek in ke hotel tempat kami menginap untuk 2 malam, mobil yang kami sewa di Stasiun Sendai kemudian menuju ke arah daerah Natorishi, tetangga kota Sendai yang paling parah terkena tsunami. Setelah melewati daerah pemukiman, kami mulai mendekati jalan besar. Ya ampun! Rupanya ini jalan besar yang kulihat di televisi yang kena terjang tsunami. Seluruh daerah rata dengan tanah 🙁 Ada beberapa rumah yang masih berdiri, tapi rusak bagian lantai satunya sehingga hanya ada lantai duanya. Atau sebagian besar dinding dan kaca jendela rusak. Benar-benar membuat kami diam melihatnya. Padahal daerah ini penuh dengan perumahan….tadinya.
Kami kemudian berhenti di sebuah bukit yang menjulang kira-kira 4-5 meter. Di situ ada satu pohon besar dan tangga untuk menaikinya. Rupanya tempat ini dibuat sebagai tempat memuja leluhur dengan adanya satu batu tulis besar di situ. Kami pun menaiki bukit itu dan bisa melihat keseluruhan daerah pantai. Ada bulan belum penuh yang samar di kejauhan dan warna langit berwarna pink biru muda. Indah pemandangan itu jika kami tak mengetahui bahwa tadinya di situ penuh dengan perumahan.
Menurut seorang bapak yang ada di situ, kira-kira 800 orang penduduk sekitar terbawa tsunami dan menjadi korban. Sekitar 50 orang sempat menaiki bukit ini, tapi tsunami melebihi ketinggian bukit sehingga mereka pun terhanyut 🙁 Tak ada tempat untuk lari. Jika aku berada di situ pasti aku juga hanya bisa pasrah. Tidak ada tempat yang lebih tinggi dari bukit itu.
Setelah mengatupkan tangan dan berdoa untuk kedamaian jiwa-jiwa yang menjadi korban di depan bohyou 墓標, sebuah papan pengganti nisan, kami meninggalkan bukit itu. Setelah itu kami pergi ke kota sebelahnya, yaitu Watari-cho. Tujuannya untuk besuk seorang pendeta Buddha, bekas induk semang ibu mertuaku. Ibu mertuaku melewati masa SD nya di sebuah tera, kuil Buddha yang bernama Shomyouji. Karena tidak mau berlama-lama basa basi, memang sengaja mendadak dan serombongan sehingga kami bisa kembali ke hotel untuk beristirahat. Aku tak menyangka kuil ini besar dan bagus! Ada satu foto di sini yang aku suka sekali…..
Hari kedua Minggu tgl 8 Januari, pukul 9 pagi kami pergi ke kota Ishinomaki yang terletak satu jam dari Sendai melewati jalan tol. Karena Ishinomaki adalah kota korban tsunami maka jalan tol menuju dan dari Ishinomaki digratiskan oleh pemerintah. Kami sempat mampir ke WC di parking area dalam rute itu dan anak-anak sempat bermain salju dari tumpukan kecil yang ada, sementara hujan salju turun reda silih berganti. Well, daerah Tohoku ini memang dingin. Siang hari saja 0 derajat!
Mengapa kami pergi ke kota Ishinomaki? Karena dulu sekitar 4-5 tahun yang lalu adiknya Gen pernah bertugas di sana, tinggal di cabang kantornya yang di Ishinomaki selama kira-kira 3 tahunan. Gen sudah pernah mengunjungi mereka (adik dan ipar kami) tapi aku belum sempat. Sebuah tempat yang indah di pinggir pantai dengan hasil laut yang enak-enak. Terus terang waktu gempa dan tsunami melanda kota Ishinomaki, kami merasa lega bahwa adiknya Gen sudah tidak bekerja di situ. Kalau masih di sana …. tentu sudah menjadi korban juga.
Kami memasuki kota Ishinomaki dan menuju ke bukit yang bernama Hiyoriyama 日和山 memang berupa bukit tinggi. Begitu aku sampai di tempat itu aku langsung terpesona dengan keindahannya. Bayangkan di kejauhan kita bisa melihat laut di antara dua tiang torii (gerbang Jinja). TAPI, begitu aku berdiri di pinggir pagar bukit dan memandang ke bawah, aku tak bisa menahan air mata. Semua rumah di bawah bukit itu hancur, rata dengan tanah! Memang ada beberapa rumah yang masih berdiri, tapi….kosong, karena tidak bisa ditinggali lagi. Di kejauhan ada tumpukan mobil-mobil sampai 3-4 tingkat yang terkumpul dari hempasan tsunami. Di bagian lain terlihat tumpukan sampah reruntuhan rumah 🙁 Sedih sekali melihatnya. Aku ingat aku melihat video waktu mereka melarikan diri ke bukit ini, dan dari atas bukit ini mereka melihat teman-teman dan saudara-saudaranya terbawa tsunami. Rupanya di sini tempatnya. Dan memang tempat ini tinggi sekali sehingga bagi orang tua yang mau melarikan diri ke sini agak sulit untuk mencapainya, kalah dengan kecepatan air.
Dari Hiyoriyama, kami sempat mampir ke rumah teman bapak mertua yang tinggal di dalam kota Ishinomaki. Waktu tsunami melanda, karena rumah mereka jauh dari pantai, lantai satu rumahnya saja yang tergenang air, sehingga mereka hidup di lantai dua untuk beberapa waktu.
Setelah makan siang di dalam kota, kami menuju ke daerah sungai Kitakamigawa sekitar 20 menit dari dalam kota. Pikir orang toh bukan daerah pantai jadi mustinya tidak banyak korban di daerah ini. Tapi salah besar saudara-saudara! Tsunami itu bukan hanya di daerah pantai tapi sampai ke daerah pinggiran sungai, karena sungai itu meluap bukan? Perumahan di sebelah sungai Kitakamigawa juga rata dengan tanah! Satu daerah habis. Yang tertinggal adalah sebuah kuil Shinto, Tsuriishi Jinja. Memang kuil Shinto selalu berada di daerah tinggi, jadi paling aman dijadikan tempat pelarian. Tapi mengapa masih banyak korban di daerah ini? Karena mereka tidak menyangka bahwa air akan meluap sampai bermeter-meter (sekitar 4 meter). Pengalaman mereka dulu waktu tsunami, paling-paling 1 meter saja.
Tsuriishi Jinja ini ditandai dengan sebuah batu besar yang menggantung di atas bukit. Meskipun dilanda gempa dan tsunami, batu itu tetap “bertengger” di sana. Sehingga banyak anak-anak yang ingin masuk sekolah lebih tinggi berdoa di sini supaya tercapai keinginannnya dan bisa tetap tegar berdiri di atas bukit laksana batu itu. Karena Kai tidur, aku menemani Kai dalam mobil dan tidak ikut turun di kuil ini. Untung saja, waktu aku melihat batu itu dari bawah, terlihat tangga yang panjang ke atas…waduh! Langsung Riku membeli omamori (semacam jimat) supaya bisa rajin belajar.
Dari Tsuriishi Jinja ini, kami menuju ke Ookawa Shogakko SD Ookawa yang berada di sisi sungai seberang Tsuriishi Jinja. Di sini merupakan puncak kesedihan aku kami sekeluarga. Airmata tak tertahankan. Bayangkan jika anakmu sedang belajar di sekolah, dan waktu anak-anak sedang berada di sekolah itu, tsunami menerjang dan tidak menyisakan satupun murid hidup? Habis semua. Satu gedung sekolah rusak oleh tsunami. Konon ada beberapa murid yang bisa bertahan hidup karena lari ke atas hutan di belakang sekolah mereka. Tapi kalau melihat kontur bukit menuju hutan itu, sulit! Benar-benar sulit untuk bisa lari dari tempat ini. Tak ada tempat berlari, kecuali pasrah. Airmataku tak bisa berhenti melihat kondisi sekolah, melihat kelas yang kosong, melihat potongan blok plastik mainan, melihat satu kota di daerah sungai Kitakami yang rata dengan tanah. Betapa manusia amat kecil, tak mampu berbuat apa-apa menghadapi alam. Aku perlu menangkupkan tangan sampai dua kali untuk mendoakan arwah murid-murid SD yang menjadi korban. Tuhan terimalah mereka dalam pangkuanMu. Amin.
Dari sungai Kitakami kami menyusuri perbukitan menuju desa tetangga, yang juga hancur oleh tsunami. Lucunya di sini kami tidak melihat sungai sama sekali. Bukan di sebelah sungai tapi di sebelah teluk. Kami bahkan masih bisa melihat ada bus yang “bertengger” di atas lantai 2 sebuah gedung. Belum lagi ada mesin boat yang tertinggal di sela-sela daun pohon 2 meter dari tanah.
Perjalanan deMiyashita kali ini memang bukan perjalanan yang menyenangkan. Tapi perjalanan untuk mendoakan dan melihat, mengingatkan diri bahwa manusia tidak berdaya. Manusia boleh berusaha tapi Sang Maha yang menentukan.
saya namakan ini perjalanan spiritual mba
memperkaya batin
membuat kita semakin ingat akan kebesaranNya
saya pun tak bisa membayangkan semua yang mba Imelda bayangkan
tak sanggup rasanya
itu batu gantungnya ajaib sekali ya
padahal tsunami demikian besar tapi si batu tetap anteng di sana hmm
terima kasih telah berbagi mba
Hmmmm. ngeliat foto2 itu bikin inget waktu gempa besar di Jogja, 5 taon silam. Liputan yang menarik, Mel…
Lagu Ebiet G Ade memang melegenda..
Tapi menurutkua Perjalanan yang menyenangkan Mba,melihat puing2 sisa tsunami,itu batu yang kokoh tak tergoyahkan ya..
Itu Bus..ga di kebawahin Kah ??hhe..
aduh sedih ya mbak…
tapi bener2 bekas2 tsunami nya udah dibersihin banget ya…
foto pemandangannya bagus2 dah mbak…
Berkali-kali saya menghela nafas panjang …
Terutama membaca cerita kamu tentang SD itu …
Saya tidak bisa membayangkan … betapa dahsyatnya bencana itu …
semoga tidak ada lagi bencana dahsyat … dimanapun di belahan dunia ini …
Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Yang Maha Kuasa …
Salam saya …
BTW …
Foto-fotonya keren EM …
Budha yang sedang tidur … juga foto gapura di tepi pantai itu …
bagus banget
merinding bacanya dan merasakan suasana disana…..
Tak bisa membayangkan ketika sudah naik keatas bukit tertinggi yang ada disitupun tetep terkena tsunami…
Trus apalagi yang bisa kita lakukan selain pasrah…
Baca tulisan mbak imel yang ini diiringi lagu Can’t Smile Without You, koq jadinya bikin merinding yah.. 🙁
BTW, melihat lokasi plus cuaca Miyagi yang dinginnya sampai ke tulang bikin aku membayangkan bagaimana kondisi para korban tsunami yang masih hidup tapi tempat tinggalnya cuma tinggal puing. Bagaimana khabar mereka sekarang mbak? Aku akhir2 ini hampir gak pernah nonton TV lagi….
tidak bisa berkata-kata kak, apalagi jika melihat secara langsung didukung dengan lagu josh groban ini 🙁
sangat bisa merasakan yang K Imel rasakan saat itu.. *peluk*
baca tulisan ini jadi merinding mbak dan …. mewek. aduh, kalau aku lihat langsung, pasti butuh satu gulung tisu deh.
ya, manusia ini sebenarnya begitu rapuh. cuma bisa mengandalkan kekuatan Sang Maha sebenarnya ya. semoga kita selalu diingatkan akan hal ini.
mbak Imel…baca tulisan mbak aja cukup membuat ny berurai air mata (apalagi kalo ny kesana)…..semoga gak ada lagi musibah kayak gini ya mbak, semoga kita semua selalu dalam lindunganNya, aamiin.
makasih banyak mbak…
Maha Besar Tuhan… tak ada sempat bersembunyi jika Tuhan sudah berkehendak ya mbak,,, semoga arwah mereka diterima disisiNya.. menjadi pelajaran juga buat kita yg masih hidup utk selalu berbuat yg baik2, krn kita nggak tau kapan ajal menjemput..
salam utk deMiyashita.. 🙂
sebuah perjalanan kontemplasi mbak…
bagaimana anak2 meerima ini…?
hanya bisa mengirimkan doa bagi yang telah pergi semoga arwah mereka tenang di alam sana
orang jepang emang tegar yak..
beneran aku kira tsunaminya gak.separah ini mbak..
Foto-fotonya bagus Mbak…. tapi ada juga yang bikin miris kayak bus yang nangkring di atap gedung. Bencana sekarang banyak yang dalam skala besar, maka dari itu amat penting untuk bersikap ramah lingkungan dan tak lupa mendekatkan diri padaNya
Salam hangat dari wonderland^^
#terdiam seribu bahasa nggak bisa ngomong apa apa…
##pasrah…
Kang Ebit GAde…
Wah perjalanan yang memukau… jadi kepengen
Mengerokan, BuEm, betapa kecilnya manusia. Saya sedih bgt membayangkan anak2 SD itu, betapa panok dan sedihnya tanpa ortu di sisi mereka menghadapi maut yang mengerikan. Hiks 😥 tapi surga pasti terbuka untuk mereka.
Foto-fotonya luar biasa 🙂
Mau mengucapkan selamat ulang tahun…semoga selalu dalam kesehatan yang prima dan sukses dengan semuanya. Menjadi ibu yang disayangi oleh jagoan2nya……Happy Birthday Mbak EM
Ya, saya suka foto patung budha yang tampak damai itu… 😥
Sedih
Bersyukur
Takjub
Membaca hikmah dan berendah hati,
Belajar dari bencana dan cobaan
Smoga mereka yg msh bernyawa dikuatkan
& jiwa2 yg meninggal diberi t4 yg layak d sisiNya
~LiOnA~
membayangkan andai aku berada di lokasi foto foto di atas pasti meirinding ya mbak, membayangkan peristiwa itu.
terima kasih foto fotonya mbak, serasa melihat langsung di sana
Kawan, terimakasih beritanya. Belajar dari bangsa Jepang bagaimana secara terencana bangkit dari keruntuhan bencana. Salam
Ya Allah mbak Imelda, begitu dahsyat dampak Tsunami itu…Kemarin2, karena tak langganan koran dan juga jarang nonton TV, saya hanya mendengar sekilas2 saja kejadian ini. Duh semoga saya diampuni Tuhan karena begitu abai pada lingkungan. Betapa kita kecil kalau berhadapan dengan alam ya Mbak. Ikut berdoa semoga mereka yg telah lebih dulu pergi ini sekarang damai di surga. amin
Saya bisa membayangkan perasaan Imel…
Dua tahun setelah tsunami di Aceh, saya mendapat tugas mengajar di sana..bayangkan dua tahun kemudian…dan masih terlihat sisa peninggalan tsunami, seperti kapal yang terdampar di pemukiman penduduk, dan tanah luas kosong melompong yang dulunya penuh perumahan.
Bagaimanapun manusia suidah berusaha dan mengantisipasi, ada tangan Tuhan di sana…dan kita, hanyalah manusia yang tiada berdaya. Kunjungan ini memang tidak membahagiakan, namun membuat kita mengingat bahwa kita hanya manusia,
Buat Putri… rasanya…
yang namanya bencana dan kehilangan… selalu terasa menyedihkan.
Put sangat salut untuk orang-orang yang ditengah kemalangan yang mereka rasakan, berusaha bangkit dengan cepat dan menerimanya sebagai bagian dari perjalanan hidup…
semoga kondisi saudara2 di Jepang kembali pulih.. baik fisik maunpun non fisik…
aku msih ingat 2004 yang menghancurkan Aceh,.. kerabat saya ada beberapa yang tidak ditemukan. Yah,…. sekarang hanya doa yang mengikut serta 🙁
Bencana menyisakan luka dan hikmah. Semoga ke depan tak ada bencana lagi. Aamiin 🙂
Perjalanan ke daerah-daerah bekas bencana memang sangat baik untuk kontemplasi. Kita bisa melihat betapa kekuatan manusia tidak ada apa-apanya bila dibanding dengan kekuatan Sang Maha Kuasa. Sehingga, tidak ada lagi yang perlu kita sombongkan di muka bumi ini..
Liburan kemaren kami ke Gunung Merapi mbak
kurang lebih mungkin perasaan kita sama….
mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan…..
semoga kita selalu siap menghadapi bencana
Bencana.. Bahkan dinegara maju yang sudah siap mengantisipasi bencana seperti Jepang sekalipun, sangat menyayat hati.. Semoga kita semua dpt terhindar dari bencana ya..
Hasil potretannya yahuud tenan jeng.
Pengin belajar motret (lagi) agar hasilnya bagus
Salam hangat dari Surabaya