Ada seorang teman yang bertanya padaku, “Untuk influenza karena Virus H1N1 itu obatnya apa?” sambil bercanda dia bilang akan mempersiapkan kamus bahasa Jepang. Tapi sebetulnya tanpa kamus bahasa Jepang, cukup mas Google saja sudah bisa tahu spesifikasi obat yang Riku dan aku minum itu. Obat itu bernama Tamiflu dari Roche.
The drug is sold under the trade name Tamiflu and is taken orally in capsules or as a suspension. It has been used to treat and prevent Influenzavirus A and Influenzavirus B infection in over 50 million people since 1999.(wikipedia: tamiflu )
Seperti yang aku tuliskan sebelum ini, Dokternya sempat mengucapkan, “Kalau ibu demamnya naik, bisa minum obat yang sama ini. Saya rasa Riku tidak perlu semua”. Riku mendapat obat tamiflu itu, mungkin karena dia anggap sudah besar. Karena waktu kami baca surat keterangan dari apotik, sebenarnya obat ini dilarang diberikan pada anak berusia belasan tahun. Nah loh…..
Selain tidak boleh diberikan pada pasien yang berusia belasan, dituliskan juga bahwa penderita flu yang minum obat ini jangan dibiarkan sendirian, paling sedikit selama 2 hari. Katanya karena obat ini keras, bisa beberapa penderita yang tidak kuat bisa melihat ilusi (penampakan? hihihi) atau keadaan setengah sadar yang mungkin dapat berbahaya. Lucunya selama Riku minum obat ini, yang suka ngigau waktu tidur, justru bukan Riku, tapi Kai hahaha.
Akhirnya memang Riku cuma minum 3 butir saja. 1 butir setiap 12 jam. Sisanya 3 butir mamanya yang minum. Kami hentikan minum karena sudah tidak demam lagi.Masih ada 4 butir nih, untuk persediaan 😀
Ternyata memang sejak 2009, H1N1 dinyatakan sebagai virus influenza tipe baru yang diderita oleh kebanyakan penderita influenza, terutama jika belum pernah menderita influenza sebelumnya. H1N1 ini adalah yang dulu rame-ramenya disebut flu babi, swine flu. Tapi karena sekarang obatnya sudah ada, menderita influenza jenis baru ini sama sekali “biasa-biasa saja”, tidak ada perlakuan khusus. Aku ingat sekali, tahun lalu, waktu mau ambil obat di apotik saja, sampai harus lewat pintu belakang. Kayaknya heboooooh banget. Sekarang mungkin tipe barunya sudah jadi lama yah hihihi. (Tapi jangan lagi ada penyakit aneh-aneh ah).
Hari ini, Selasa 8 Februari, akhirnya Riku masuk sekolah kembali. Sejak tanggal 2 Februari dia dikenakan “Penghentian Absensi” 出席停止 shusseki teishi. Berdasarkan peraturan dalam “Hukum Kesehatan Sekolah” , bagi murid yang menderita penyakit-penyakit menular, yang kehadirannya bisa membuat orang-orang di sekelilingnya sakit, diberlakukan Penghentian Absensi, berhenti sekolah. Dengan adanya Penghentian Absensi, maka waktu tidak masuk sekolah karena sakit itu tidak dihitung sebagai “tidak masuk sekolah/absen”. Karena banyak murid yang mengincar 皆勤賞 (kaikinshou) yaitu Penghargaan Tidak Pernah Absen…. (Riku juga mengincar ini, jadi dia tidak pernah malas dan minta bolos).
Nah, jika sudah sembuh, maka orang tua mengajukan surat mohon ijin sekolah kembali, dengan menyebutkan nama penyakit dan RS yang mengobatinya. Untungnya orang tua cukup mengisinya sendiri, karena untuk sekolah tertentu ada yang minta Surat Keterangan Dokter bahwa sudah sembuh dan itu tentu harus bayar 😀 minimal 300yen.
Penyakit menular apa saja yang dikenakan “Penghentian Absensi” ini, dan kapan boleh masuk (kapan dinyatakan sembuhnya):
1. Influenza : 2 hari sesudah demam reda
2. Batuk Rejan (batuk 100 hari) : sampai batuk yang khas itu hilang
3. Measles Campak (Hashika) : 3 hari setelah demam reda
4. Gondong (Otafuku): setelah bengkak di bawah telinga kempis
5. Measles jenis 3 hari (Mikka Hashika) : sampai bintik-bintik di badan hilang
6. Cacar Air (Mizubousou): Setelah semua cacar menjadi keropeng (kering)
7. Pharyngoconjunctival Fever (Adeno virus atau Puru byou): “hari setelah gejala penyakit hilang)
8. Tuberculosis : Sampai dokter menyatakan tidak berbahaya lagi
Ke delapan jenis penyakit ini dikategorikan menjadi penyakit jenis 2. Sedangkan penyakit jenis 3 semuanya membutuhkan pernyataan dokter bahwa sudah sembuh, seperti : Diare, muntaber, Kolera, hepatitis, Penyakit mulut, tangan dan kaki, Microplasma, Norovirus dll.
Memang untuk mencegah penyebaran penyakit menular harus ada peraturan yang ketat seperti ini. Apalagi untuk anak-anak (dan ibu-ibu) yang rajin belajar (kebanyakan orang Jepang memang rajin sih) sehingga tidak mau absen. Kepentingan umum memang harus dijunjung tinggi ya.
wuah… enak ya…
kalau aku dulu aku pernah cacar air parah sampe satu bulan, dan malah di tehur gurunya karena gak masuk2…
yang penting harus rajin2 cuci tangan dan jangan sering2 megang wajah katanya. hehehe.
wah kenapa juga dokternya ngasih obat itu ke riku ya mbak..alhamdulillah mb imel sekeluarga udah sembuh seperti sedia kala.
Iya jadi inget dulu hot-hotnya penyakit ini muncul, ada satu asrama di kampus saya yang terpaksa diisolasi pake police line karena ada beberapa mahasiswanya terkena flu babi ini…ga boleh keluar2..kasihan..
kalau di sini, kesanku batuk pilek aja, murid masih banyak yg masuk sekolah. nah, baru setelah demam dan nggak bisa bangun, mereka baru nggak masuk sekolah. itu pun di raport ditulisnya: izin sakit. hehe
Senang, mbak sekeluarga sudah sembuh. Ngomong soal obat… Banyak obat efeknya ajaib…. obat flu yang belakangan aku minum merk dagangnya Rhinos, efek minum itu, aku jadi happy terus (mau, eh? 😀 ). Dokter aja sampai heran. 😀 Lantas, ada obat batuk racikan yang aku beli di RS Pondok Indah, efeknya aku jadi gelisah dan khawatir berlebih, aku nggak mau minum obat batuk ini lagi deh.
wah susah juga ya sakit di negeri orang….tp alasan mereka pun sebenarnya sangat masuk akal. Tapi untuk minum obat…saya mah menyarankan untuk berhati-hati dan bijak dalam mengkonsumsinya…..get well soon
Yup, tentu saja berhati-hati dna perlu diketahui kebanyakan obat Jepang JAUUUUH lebih lemah daripada obat Indonesia. Sampai aku terpaksa membawa dari Indonesia karena tidak mempan pakai obat dari sini 😀
EM
Wuahhh sepertinya mendiknas boleh mengadopsi poin ini deh,
selain yang sakit jadi bisa istirahat total,
anak yang lain pun tidak tertular.
tapi kapan yaaaa …. *kok ngerasa seperti orang ngelindur ngarep begini hohoho*
ntah lah Nique…. aku rasa banyak kok kebijakan pendidikan di sini yang bisa diadopsi. Masalahnya mau atau ngga nya kan 😉
EM
Waktu adek TK ada tuh ibu2 yg tetap maksain anaknya yg kena cacar untuk tetap masuk sekolah dengan alasan di rumah nggak ada yang jaga. Jadinya aku liburkan aja si adek daripada dia ketularan. Parah ya, soalnya udah ditegur guru nggak mempan. Baik juga ada aturan spt itu, patut dicontoh.
Ya, tanpa ada peraturan “Penghentian Absensi” ini penyakit bisa menyebar, dan salah-salah bisa menghancurkan satu negara 🙂
Alasan di rumah ngga ada yang jaga itu yang kadang dimanipulasikan.
EM
Salam persohiblogan
Lama tak nongol di dunia penuh warna ini
Moga kesehatan selalu menyelimuti kehidupan kita dan orang2 yg kita cintai ya
sehingga segala aktivitas berjalan lancar termasuk sekolah 🙂
Wah, kebijakannya bener-bener bijak ya, gak kayak disini, baru gak masuk 2 hari karena demam, gurunya udah marah-marah,, ckckck… memprihatinkan…
salam sayang mbak
wooow. Jepun.. Jepun
tentang kepentingan bersamanya memang nomor 1 dech
salute banget sama keseriusan pemerintahnya yang membuatkan hukum untuk kesehatan sekolah
belibet sekali yah prosedurnya. tapi lagi2 untuk kepentingan bersama deh
numero uno
~LiOnA~
Senang mengetahui D’Miyashita sudah pada sembuh kembali… 🙂
Soal sakit, kita memang tidak bisa menghindarinya. Kita hanya bisa berusaha untuk tidak sakit. Yang terpenting adalah penanganan ketika sakit itu menimpa kita. Aku harus mensaluti kebijakan sekolah di Jepang seperti yang Nechan ceritakan itu. Mencegah memang lebih baik daripada mengobati…
Ikut seneng kalian udah sehat kembali Mbak…
Kalau di sini, absen sekolah akan tertulis di raport Sakit, Ijin dan Alpa masing-masing berapa hari gitu.. jadi meski sakit, tetep dihitung ketidakhadirannya di kelas.
Jadi ingat waktu masih ngajar, kalau ada murid yang absen, langsung deh ngecek ke orangtua via telp, kenapa anaknya nggak masuk. Waktu itu banyak kasus anak pamit berangkat sekolah tapi ternyata nggak sampai ke sekolah 🙁
Di sekolahku ada peraturan: setiap kali absen harus ada pernyataan tertulis dari orangtua berisi alasan ketidakhadiran anaknya, plus surat keterangan dari dokter kalau sakitnya lebih dari 1 hari.
Wahh ketat sekali ya….jika sudah sembuh, orang tua mengajukan surat mohon ijin sekolah kembali, dengan menyebutkan nama penyakit dan RS yang mengobatinya.
Tapi memang betul, agar penyebaran penyakit dapat dicegah karena preventif lebih baik daripada kuratif.
Jepang emang mantab! Kapan yah DPR studi banding ke Jepang: 😀