Pulang Hari

28 Agu

DeMiyashita memang sering mengadakan perjalanan dalam satu hari, pulang hari istilahnya,  jadi tidak menginap. Tapi tentu saja tujuan dari perjalanan kami itu biasanya tidak terlalu jauh dari Tokyo. Sampai ke Fukushimapun yang berjarak 250 km dari rumah kami, pernah  kami jalani. Tapi tgl 22 Agustus 2015, hari Sabtu yang lalu kami memecahkan rekor dengan pergi ke Inuyama di prefektur Aichi yang berjarak 355 km dari rumah kami, pulang hari. Kami keluar rumah pukul 5 pagi dan masuk rumah kembali pukul 1 malam.

Kenapa sih ngoyo (=maksa)  begitu ? Yah, karena Riku yang sudah kelas 1 SMP, tidak mau membuang waktu banyak di luar rumah. Jika menginap, pasti akan sampai rumah hari berikut malam hari, jadi dua hari terbuang…padahal dia masih banyak PR yang harus dibuat. Jadi kami berjanji untuk tidak menginap di Aichi.

Aku memang yang mencetuskan nama kastil Inuyama, karena kupikir kalau bisa dalam liburan musim panas ini, kami bisa menambah cap 100kastil kami. Lagipula aku pernah mendengar dari Ando-kun bahwa kastil Inuyama itu yang tertua di Jepang, jadi wajib untuk dikunjungi. Harapanku sih kalau bisa sepulang dari Inuyama, bisa mampir ke kastil Nagoya dalam perjalanan pulang, sehingga bisa mendapat dua cap sekaligus.

Tapi tentu saja aku menyerahkan pada Gen yang menyetir mobil. Dia punya rencana juga selain kastil Inuyama. Kami sih enak bisa tidur dalam mobil, selama perjalanan, tapi sang supir kan harus konsentrasi menyetir. Sering aku terbangun dan mengajaknya bicara, karena merasa mobil kami terlalu cepat berlari di jalan tol Chuo Express. Kami juga berhenti beberapa kali di Parking Area untuk makan pagi dan meluruskan punggung.

Inuyama castle

Akhirnya kami sampai di kastil Inuyama sekitar pukul 10 pagi. Langsung berjalan mendaki dari pintu gerbang. Di situ Kai mengutarakan sesuatu yang menarik. Inu = anjing, Yama = gunung, Gunung Anjing. Tapi kenapa orang tidak boleh membawa serta anjing masuk ke kastil itu? 😀

Tanda masuk kastil itu 550 yen untuk dewasa dan 110 yen untuk anak-anak. Begitu kami masuk pintu gerbangnya, terlihat bangunan kastil yang…. kecil, jika dibandingkan dengan kastil-kastil yang pernah kami datangi. Mungkin sama besarnya dengan kastil Komine. TAPI butuh tenaga ekstra untuk menaikinya. Karena kecil, tangga setiap tingkat sangat curam. Untung saja aku tidak pakai kaus kaki, jadi tidak licin, dan bisa mendaki sampai lantai teratas.

Begitu sampai di lantai atas, kita memang bisa mengelilingi teras luar dan melihat pemandangan sekitarnya. Tapi karena terlalu curam, aku tidak berani berjalan di luar. Masalahnya biasanya waktu turun. Jadi biasanya aku minta Gen untuk duluan dari aku sehingga menutupi pemandangan tangga turun sehingga tidak terlalu takut. Saking curamnya, aku sampai terduduk di setiap anak tangga 😀

Waktu kami keluar dari kastil pas hujan keras. Terpaksa kami berteduh dulu dalam bangunan yang menjual oleh-oleh. Saat itu memang gerah sekali. Setelah hujan reda, kami berjalan kembali pulang.

Inuyama jinja.. Ema (papan permohonan)nya lucu deh bentuk hati. Kiri bawah Riku “cuci” koin. Kanan bawah tempat “mencuci uang”

Oh ya sebelum menaiki kastil, di tengah perjalanan ada jinja (kuil Shinto) dengan gerbang merah khasnya. Di sana juga terdapat zeni arai ba (tempat mencuci uang). Konon jika mencuci uang dengan air itu, uangnya akan berlipat ganda. Ada yang mengatakan uang yang dicuci harus dipakai supaya berlipat ganda, tapi aku pernah mendengar bahwa uang yang dicuci, tidak boleh dipakai dan dimasukkan dalam dompet saja, semacam jimat. Well, terserah yang percaya saja kan.

Dari kastil Inuyama, kami menuju Japan Monkey Center. Tempat ini yang ingin dikunjungi Gen karena katanya tempat ini merupakan pusat penelitian monyet di seluruh Jepang.

Kami sampai di sebuah kebun binatang! Tapi benar kok namanya Japan Monkey Center. Kami parkir di tempat parkir yang luas. Sudah cukup banyak mobil yang parkir di sana. Tapi ternyata yang banyak parkir itu tujuannya bukan ke Monkey Center tapi ke taman ria yang berada di sebelah Monkey Center itu. Memang sih udara panas saat itu mengundang orang untuk berenang saja. Tapi petugas yang merobek karcis kami mengatakan bahwa pukul 11:30 akan ada kuliah umum mengenai Golden Lion Tamarin, kera yang pernah menjadi model dalam serial Ultraman. Dia menyarankan kami pergi langsung ke gedung utama dan tak lupa meyakinkan kami bahwa gedung itu ber-AC 😀

Japan Monkey Center at Inuyama

Seminar itu dibawakan seorang peneliti cantik mengenai monyet asal Brazil yang mukanya memang menyerupai singa karena bulu di kepalanya berbentuk seperti singa. Lalu warnanya kuning oranye sehingga dinamakan Golden Lion Tamarin. Kami juga diperlihatkan jenis-jenis kera yang sudah diawetkan, dari gorilla yang terbesar, sampai kera terkecil di dunia. Kera terkecil ini dipinjamkan ke museum Ueno dan baru kembali, sehingga kebetulan sekali masih berada di ruangan seminar itu. Beruntung sekali kami bisa melihat kera terkecil di dunia itu dari dekat. Karena kalau sudah di museum pasti terhalang kotak kaca.

Setelah selesai seminar, kami ingin mencari makan siang. Sayangnya di tempat itu tidak ada restoran dengan makanan yang mengenyangkan. Adanya semacam snak saja. Terpaksa kami mengalas perut dengan snack-snack itu. Tapi sebelum kami ke “warung” snack, kami bisa berfoto dan mengelus kura-kura yang sedang JJS (Jalan jalan sore). Kami lalu kembali lagi ke ruang seminar, karena pukul 2 siang, anak-anak telah mendaftar kelas enrichment. Kelas ini membuat makanan untuk simpanse dengan trik menaruhnya dalam lipatan koran. Ini merangsang simpanse untuk berpikir dan menggunakan tangannya.

Selama anak-anak mengikuti kelas, aku menunggu di luar dan menghubungi teman-teman yang berada di Nagoya dan sekitarnya. Sayang sekali tempat tinggal Narpen yang paling jauh sehingga aku tidak bisa bertemu dengannya.

Kura-kura dan Lemur di Japan Monkey Center

Setelah anak-anak keluar kelas, kami mengikuti mereka memberi makan simpanse. Setelah itu kami mampir ke tempat Lemur atau di situ disebut Wao yang dilepas begitu saja. Kami bisa melihat dari dekat, tapi tidak boleh menyentuhnya. Lucu sekali kera-kera yang kami kenal dalam film Madagaskar.

Terus terang anak-anak ngomel waktu kami ajak pulang. Karena aku mau mengejar cap kastil Nagoya, kami harus sampai di Nagoya pukul 16:00. Mereka ingin datang lagi ke Monkey Center. Aku tidak sangka anak-anakku suka dengan tempat ini. Maklumlah bagiku monyet itu sudah biasa ya hehehe.

Nagoya Castle

Kami sampai di tempat karcis kastil Nagoya jam 3:55… dan oleh petugas dikatakan bahwa kami boleh masuk areal kastil, tapi tidak bisa naik ke kastil. Well kami memang tidak berniat naik, yang penting capnya itu loh. Areal kastil ditutup pukul 4:30, dan kami pun keluar taman kastil. Kami bertemu dengan Ando kun dan Grace, di parkiran mobil dan berfoto bersama. Kalau tidak begitu sulit sekali kami bertemu lagi. Ini merupakan “kopdar” kami yang kedua, setelah pertama kami bertemu di Tokyo sebelum mereka menikah. Terima kasih ya Ando kun mau menemui kami di kastil Nagoya.

bertemu Ando kun dan Grace di Nagoya castle

Setelah melambaikan tangan pada Ando kun, kami lalu menuju Nanzan Church. Karena kami ingin bertemu dengan Pastor John Lelan SVD yang tinggal di Nagoya. Ordo SVD yang memimpin paroki kami di Kichijouji, sehingga selain pastor John, kami juga bisa bertemu pastor Yan (asal China) yang dipindahtugaskan dari Kichijouji ke Nagoya. Rupanya ada 3 pastor Indonesia di sana dengan tugas yang berbeda-beda.

bertemu pastor John Lelan di Nanzan Church, Nagoya

Akhirnya sebelum meninggalkan Nagoya pukul 8 malam, kami mencari makan malam. Sebetulnya Riku ingin makan yakiniku, tapi kok sulit mencari restoran Yakiniku di daerah itu. Jadi kami mengarahkan car navigator kami ke restoran Indonesia yang berada di daerah Sakae, bernama Bulan Bali. Ternyata waktu kami sampai di sana, mereka sedang mengadakan pesta yang dimeriahkan band juga. Untung kami boleh menyelundup ke ruang atas, dan membayar “iuran” pesta seorang 2000Yen untuk nasi campur dan satu minuman (mahal untuk lunch, tapi murah untuk dinner…. karena harga resto di Jepang, harga siang dan harga malam itu beda loh). Sayang sekali Kai sama sekali tidak bisa makan nasi campurnya karena diberi sambal semuanya. Kami sempatkan membeli onigiri dan minuman untuk Kai di toko konbini sebelum mengarahkan mobil kami ke jalan Tomei Highway.

restoran Indonesia di Nagoya

Satu hari, hampir 800km dalam 20 jam yang melelahkan tapi benar-benar padat dengan ilmu dan pertemuan.

Tugas Musim Panas 2015

25 Agu

Libur musim panas hampir berakhir. Untuk SD dan SMP di daerahku, libur musim panas mulai tanggal 18 Juli sampai 31 Agustus. Tapi minggu pertama sampai dengan tanggal 29 Juli, kegiatan deMiyashita masih disibukkan dengan urusan sekolah dan latihan ekskulnya Riku. Kami lalu pergi ke Jakarta dari tanggal 29 Juli sampai 10 Agustus saja. Terasa sekali bedanya yang biasanya (tahun-tahun lalu) berlibur hampir 1 bulan di Jakarta, dengan kali ini yang hanya 12 hari. Memang aku yang menentukan sendiri panjangnya liburan musim panas kami, dengan mempertimbangkan kegiatan Riku, dan kesempatan untuk berlibur dengan papanya di dalam negeri Jepang.

Namanya sih memang liburan, tapi di Jepang meskipun liburan tetap ada tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh murid sekolah. Memang untuk SD tidak seberapa, paling mengerjakan PR berhitung dan bahasa, ditambah karangan bergambar dan membaca buku. Tapi untuk anak SMP, tugasnya bertambah karena mata pelajarannya bertambah, ditambah tetap latihan ekskul. Jadi sebelum mudik Jakarta dan sepulang mudik pun Riku tetap harus pergi ke sekolah untuk latihan badminton. Aku sendiri minta kepada gurunya (disebut konselor) untuk meliburkan Riku selama 12 hari. Tentu saja akibatnya dia tidak bisa berlatih sempurna apalgi mengikuti pertandingan. Sepertinya tahun depan sudah sulit mengajak Riku mudik ke Jakarta.

Ada dua tugas Riku yang ingin aku tulis di sini. Pertama, dia harus pergi ke salah satu museum science di Jepang (daerah mana saja) dan membuat laporan dalam satu kertas. Laporan itu seperti membuat pamflet promosi yang mengundang warga untuk mendatangi tempat itu. Ada banyak museum di Jepang. Aku sebetulnya ingin mengajak dia pergi ke Museum di Odawara atau di Ueon. Tapi berhubung waktunya sedikit (karena dipakai berlatih badminton) jadi dia memutuskan untuk pergi ke museum Tamarokuto, museum kecil yang mempunyai planetarium juga dekat daerah tempat tinggal kami bersama dua temannya. Aku senang karena dia mulai akrab dengan teman-teman sebayanya dengan pergi bersama. Apalagi aku tahu teman-temannya ini juga baik-baik, dan aku kenal orang tuanya juga. Aman rasanya.

Tugas museum selesai, ada lagi tugas lain  dari pelajaran PKK yaitu mempersiapkan sarapan pagi dengan memakai bahan-bahan dari daerah kami : Nerima. Daerah kami terkenal menghasilkan daikon (lobak) tapi lobak sulit untuk dipakai dalam sarapan, kecuali diiris halus dan dimasukkan dalam salada. Jadi Riku mencari bahan-bahan lain yang mungkin, sambil memikirkan cara menghidangkan. Selain memakai bahan dari daerah kami, sarapan itu harus memenuhi kebutuhan gizi, jadi harus ada protein dan karbohidrat juga.  Juga perlu ditulis berapa jumlah dan waktu mempersiapkannya.

Untung saja di Jepang, koperasi (JA = Japan Agriculture) sangat mudah ditemui. Di daerah rumah kami ada dua tempat yang dekat yang bisa dicapai dengan naik sepeda. Tapi karena kami sekeluarga mau pergi, kami bermobil ke sana. Eh, tapi sebelumnya kami ingat bahwa di dekat stasiun kami, ada peternakan sapi yang terkenal karena pernah masuk TV. Peternakan di dalam kota memang aneh bin ajaib. Namanya Koizumi Bokujo (Koizumi Farm). Kami pikir bisa mendapatkan daging di sana, ternyata hanya menjual es krim dari susu sapi yang dihasilkan. Kami disambut ramah oleh pemiliknya, bapak Koizumi, yang mempersilahkan kami melihat-lihat kandang sapinya. Sebetulnya kami ingin membeli susunya juga, tapi bapak Koizumi mengatakan bahwa susu dari peternakannya digabung dengan peternakan lain, diproses dan dikemas dengan nama Tokyo Milk dan dijual di toko JA. Karena itu kami kemudian mencari toko JA di dekatnya.

Kami kemudian mengunjungi toko JA dalam dua hari terpisah dan sekaligus melihat hasil ladang apa saja yang dijual di sana. Tujuan kami yang utama sebetulnya membeli blueberry. Karena sebetulnya daerah kami mempunyai cukup banyak ladang blueberry yang bisa kami petik langsung juga. Sayangnya karena hujan keras ladang blueberry tidak menerima lagi kunjungan agro-wisata yang mau memetik blueberry. Padahal ada ladang yang dekat sekali dengan rumah kami. Semoga tahun depan bisa pergi deh.

Kami membeli buah dan selai blueberry,  lobak, ketimun, tomat, wortel, telur, susu di toko JA. Bahan lainnya aku sudah punya di rumah. Ini sarapan tugas musim panas ala chef Riku:

goreng bacon, telur orak-arik, potong wortel, ketimun dan lobak, lalu taruh di piring, atur dan foto!.. setelah itu makan sendiri 😀

Tentu saja aku bantu mengarahkan tapi dia yang memotong dan membuat semuanya sendiri. ku membantu menghitung waktunya saja, sambil memotret si chef yang sedang sibuk hehehe.

Judulnya “Pancake Silakan Pilih” 😀

Aku rasa tugas pelajaran PKK ini bagus sekali. Kami jadi lebih mengenal hasil pertanian/peternakan daerah kami sendiri. Memang sih harganya cukup mahal, tapi kalau hasil belanja kami bisa membantu petani/peternak sendiri, why not?

Pemikiran ini yang harus dipunyai oleh semua warga. Kalau mau produk Jepang maju ya orang Jepang harus membeli barang Jepang meskipun mahal. Dengan kata lain juga, kalau mau produk Indonesia maju ya orang Indonesia harus berusaha membeli barang  Indonesia meskipun mahal (atau kwalitasnya kurang, sambil membenahi kwalitasnya tentunya). 

bersama bahan-bahan yang dibeli di koperasi daerah kami

Sssttt, masih ada beberapa  tugas lagi yang harus Riku selesaikan sampai dengan tanggal 31, salah satunya “memperkenalkan salah satu negara”. Tentu saja harapan mamanya, Riku akan memperkenalkan negara Indonesia dong! hehehe

Kerjap

15 Agu

Beberapa hari setelah kembali dari Jakarta, aku dan anak-anak di rumah saja. Papa Gen tidak bisa ambil libur lama, sehingga kami tidak bisa pergi ke mana-mana. Begitu papa Gen bisa libur, Rikunya harus ikut latihan badminton untuk ekskulnya. Yah, apa boleh buat.

Semenjak kami kembali ke Tokyo tanggal 11 Agustus 2015, udara di luar boleh dikatakan tidaklah terlalu menyengat. Sepertinya kami memang disambut dengan udara yang cukup bersahabat, dan secara perlahan menaik suhunya. Meskipun demikian, aku dan anak-anak masih malas pergi ke luar rumah. Jadilah kami menonton rekaman-rekaman acara (film) di TV selama kami pergi. Aneh memang anakku si Kai, dia suka sekali menonton film. Setiap aku melihat wajahnya yang begitu serius menonton, aku selalu teringat almarhum ibuku, yang juga suka menonton. Persis!

Ada 3 acara yang kami tonton yang aku ingin tuliskan di sini. Satu mengenai acara BuccakeJi, acara yang mengumpulkan pendeta-pendeta Buddha (dari berbagai aliran) untuk menerangkan agama Buddha secara simple. Banyak sekali pengetahuan yang kudapat dalam acara ini, terutama istilah-istilah bahasa Jepang yang berasal dari agama Buddha. Yang menarik dari acara yang kami tonton kemarin adalah mengenai patung Buddha besar yang terdapat di seluruh Jepang. Mungkin kami tidak akan mengunjungi langsung, sehingga bagus juga bisa melaksanakan perjalanan secara virtual. Seri acara TV ini aku simpan dalam BRay disk untuk ditonton lagi lain kali.

diambil dari situs TV Asahi http://www.tv-asahi.co.jp/bucchakeji/

Yang kedua tentang Enoden. Enoden (kereta Enoshima) mewakili Enoshima, sebuah “pulau” yang terletak di prafektur Kanagawa, atau lebih memudahkan kalau kita katakan daerah Kamakura. Tempat beratus, bahkan beribu kuil Buddha berada, dan bekas pusat pemerintahan Jepang, di jaman Kamakura 1185-1333. Aku suka pergi ke Kamakura, tapi tidak pada musim panas. Tempat wisata yang menarik, tapi tentu harus kuat berjalan banyak. Sebetulnya aku pernah merencanakan mengunjungi Kuil Meigetsuin di Kamakura pada bulan Juni yal, tapi batal. Kuil Meigetsuin itu juga dikenal sebagai Kuil Ajisai (Hydrangea) sehingga aku ingin mengunjunginya lagi dan memotret bunga ajisai di sana. Sayang waktu itu aku harus membatalkan rencanaku, dan menemani Gen bekerja.

Nah, acara NHK bertajuk BURATAMORI yang dipandu oleh Tamori, seorang pembawa acara pria yang terkenal karena selalu memakai kacamata hitam ini, mengajak kita mengetahui liku-liku daerah Kamakura yang biasanya tidak diketahui wisatawan biasa. Sekali lagi kami mengadakan perjalanan virtual dengan acara ini. Kami juga bisa melihat kereta pertama dari Enoden, yang pintunya masih manual, penumpangnya harus buka tutup pintunya sendiri hehehe. Kalau tidak salah kereta ini sudah berusia 100 tahun, dan disimpan dalam tempat khusus sebagai museum yang tidak bisa dikunjungi umum, tapi sekali waktu dibawa keluar melewati rel-rel yang ada. Sekali lagi, kami bisa merasakan betapa orang Jepang sangat menghargai sejarah!

Dan sebagai  penutup acara Buratamori itu dilantunkan lagu dari Inoue Yosuke, berjudul “Mabataki” Kerjap. Kata liriknya :

Untuk kamu di masa depan, kukirim kebahagiaan berupa ingatan dan kenangan, beserta rangkaian bunga. Perlihatkanlah impianmu dengan kerjapan matamu.

Dan kami bertiga terpaksa mengerjapkan mata lebih cepat, sambil menahan air mata, setelah menonton acara ke tiga yang kami pilih malam itu. Sebuah film mengenang selesainya perang bagi Jepang (dan kemerdekaan bagi Indonesia), EIEN NO ZERO mengenai seorang pilot Kamikaze yang bernama Kawabe (diperankan oleh Okada Junichi) . Dia tidak takut mati, tapi … dia ingin orang-orang yang ditinggalkannya bahagia. Termasuk orang-orang yang hidup di masa datang. Pada masa itu, pada masa perang, manusia tidak mempunyai pilihan lagi. Tidak bisa lagi memilih ingin mati atau ingin hidup. Tapi yang pasti, semua manusia, apapun kewarganegaraannya ingin orang-orang yang dia kasihi untuk bahagia setelah dia tinggalkan.

Eien no Zero, dengan peran utama Okada Junichi, yang mendapat penghargaan Japan Academy sebagai aktor Jepang terbaik tahun ini.

Film yang berat bagi anak-anakku. Aku sebetulnya tidak mau mereka menontonnya. Tapi mereka sendiri yang mau, dan kupikir bagus mereka tahu bahwa kami sekarang ini bisa hidup seperti sekarang, karena ada pendahulu yang menderita. Bangsa Jepang, bangsa Indonesia, bangsa manapun, punya sejarah yang pahit, dan sebaiknya sejarah itu dihargai, dikenang dan dijadikan pelajaran oleh generasi mudanya.

Dirgahayu negaraku~~~

 

Tepuk Pramuka

14 Agu

Suatu saat aku pernah menjadi penerjemah untuk kunjungan persahabatan rombongan pemuda dari Indonesia dan mereka mengadakan acara ramah-tamah dengan rombongan pemuda Jepang. Setelah makan-makan dan acara kesenian, acara ditutup dengan “sanbonjime 三本締め”. Penerjemah acara waktu itu (temanku) kesulitan untuk menerjemahkan sanbonjime itu dengan apa. Dan aku dari jauh membisikkan, “Mirip tepuk pramuka!”, tapi dia tidak dengar. Untung saja orang Indonesia cepat meniru tepuk khas orang Jepang yang memang mirip tepuk pramuka.

Aku tidak tahu apakah tepuk pramuka di Indonesia berasal dari Jepang atau bukan, karena tidak ada data yang pasti mengenai itu. Bisa saja diperkenalkan waktu pejajahan Jepang, tapi tentu saja bisa saja merupakan ciptaan pramuka Indonesia sendiri. Sanbonjime itu kalau diterjemahkan secara harafiah menjadi “penutup 3 batang” . Biasanya dijadikan sebagai penutup acara, dengan tepukan 3, 3, 3, 1. (Kalau pramuka 3,3,3,7)  Konon  tepukan ini menyatakan supaya acara selesai dengan selamat dan menyatukan pesertanya. Namun kalau dirasakan terlalu panjang, bisa saja disingkat dengan satu tepukan, yang disebut ipponjime 一本締め.

Sudah lama aku ingin menulis tentang sanbonjime ini, dan kebetulan hari ini adalah hari Pramuka, sehingga aku teringat lagi. Berhubung aku pernah mengikuti pramuka sampai penggalang, rasanya natsukashi, bernostalgia kembali dengan istilah-istilah pramuka. Dulu aku selalu menjadi komandan upacara bergantian dengan Agnes temanku. Padahal aku pendiam loh (tidak segalak si Agnes hehehe). Semaphore, Morse, tali temali, P3K, tanda kecakapan, peta pita, persami dan jambore adalah istilah-istilah yang masih kuingat sampai sekarang. Eh tapi selain kenangan yang bagus, aku pernah menyesal membawa bolpen Lamy yang kudapat dari papa ke latihan dan menghilangkannya. Soalnya bolpen itu muahal jeh.

Selamat hari Pramuka!

Aku sendiri sebetulnya ingin mengikutsertakan anak-anak dalam kegiatan boyscout, tapi berhubung kegiatannya selalu hari minggu dan mengganggu kegiatan sekolah minggu di gereja, terpaksa aku tidak mengikutkan mereka. Yang pasti aku belum pernah melihat Girl Guide, pramuka wanita di Jepang nih.