Imbas Salju

20 Feb

Sudah tiga kali salju bertandang ke Tokyo tanpa diundang. Yang pertama memang tidak banyak dan bercampur hujan, tapi karena waktu itu aku kurang fit, aku membatalkan kelas malam. Yang kedua tanggal 8 Februari yang memang sudah diwanti-wanti di TV bahwa akan banyak. Anak-anak tentu senang, dan saat itu di daerahku tumpukan salju mencapai 20cm. Banyak orang mengatakan bahwa “belum pernah salju sebanyak itu di Tokyo selama 13 tahun (ada yang bilang 45 tahun)!”, sehingga waktu seminggu sesudahnya diberitakan bahwa akan turun salju banyak lagi, aku pikir tidak akan sebanyak yang tanggal 8 itu. Dan aku salah besar!

Kamis tgl 13 Februari, aku mengunjungi rumah Mbak Ajiek, teman lama waktu mengajar di sebuah sekolah bahasa di Yotsuya. Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu, terakhir hanya berpapasan waktu Riku masih bayi, dan itu berarti 10 tahun lalu. Kebetulan mbak Ajiek akan pindah rumah, dan perlu membuang banyak buku-buku berbahasa Inggris. Aku jadi kebagian beberapa buku hardcover bahasa Inggris, meskipun tidak tahu kapan bisa membacanya. Karena Mbak Ajiek tinggal di dekat Akasaka Palace atau yang bahasa Jepangnya adalah Geihinkan, kami menyempatkan diri berfoto bersama di depannya, dan masih terlihat tumpukan salju yang dibuat kamakura (igloo) persis di depan pagar. Aku pun bergegas pulang jam 3 siang tanpa sempat belanja-belanja lagi karena kepala sekolah TK nya Kai meneleponku dan memberitahu bahwa Kai demam 37,9 dan di kelasnya (yuri gumi) banyak yang terkena influenza. Jadi aku cepat menjemput dia di TK (itu pun sudah jam 4:30 sore)

Istana Akasaka atau Geihinkan, tempat menjamu tamu-tamu negara

Seperti biasa Kai tidak mau minum obat, tidak mau makan dan sedikit minum saja kalau sakit. Dia tidur terus, tapi demamnya tambah menjadi. Aku juga tidak menemukan termometerku untuk mengukur suhunya. Jadi deh malam jam 8 aku lari (tepatnya naik sepeda) ke drugstore, gantian dengan Riku yang baru pulang bimbel menemani Kai di rumah. Selain membeli termometer, aku membeli minuman dan snack yang kira-kira mau dimakan Kai. Begitu pulang langsung mengukur panasnya 39,4 derajat. Duh!

Kai waktu demamnya mencapai 39,4 derajat. Mukanya merah sekali. Matanya juga. Untung dia mau pakai hiepita di dahinya

Tidak ada obat penurun panas dan meskipun ada pun Kai pasti tidak mau. Jadi aku pasangkan saja plester kompres heipita di dahinya dan memaksanya minum jus atau teh panas manis. Untung Kai mau pakai hiepita, karena Riku dulu paling susah waktu dipasangkan hiepita. Selalu dia cabut karena tidak suka ada gel-gel dingin di dahinya. Dan malam itu aku tidur di samping Kai supaya dia jangan kejang seandainya demamnnya makin tinggi. Untunglah Jumat, jam 5 pagi suhunya sudah 38,5 dan jam 6:03 pagi aku buka pendaftaran lewat internet di klinik anak langgananku (pendaftaran hari itu dimulai setiap pagi pukul 6:00). Wah itu saja aku dapat giliran jam 9:15 (yang jam 9:00 sudah penuh dalam 3 menit…beuh).

Karena hujan bercampur salju sudah mulai turun, sudah pasti tidak bisa naik sepeda. Jadi sekitar jam 8:30 aku bersiap jalan pelan-pelan dengan Kai ke dokternya. Letaknya memang cukup jauh dari rumah kalau mesti jalan, dan aku juga perlu perhitungkan lambatnya Kai berjalan karena sedang sakit. Kalau sehat sih paling 20 menit. Dan kami sampai tepat pukul 9 pagi di klinik tersebut.

Yang lucunya, demam Kai sudah tidak ada…suhu badannya 36,8 saja. Tapi kupikir biar diperiksa dokter supaya benar yakin dia itu kena influenza atau bukan. Dan setelah pemeriksaan dokter mengatakan bahwa Kai hanya masuk angin biasa, tapi untuk lebih yakin akan ditest ingusnya, apakah kena influenza atau bukan. Hasilnya negatif!. Syukurlah….

Berjalan pulang lagi, tapi kali ini sambil foto-foto dan bermain salju. Aku juga mengajak Kai makan di restoran dekat rumah supaya dia makan yang dia suka. Tapi tentu saja dia selalu pilih masakan yang sama, yaitu ramen! Aku memang sengaja makan siang di restoran karena jam 1:45 aku punya acara lain, yaitu harus menghadiri pertemuan orang tua murid  calon kelas 1 SD. Selama dua jam pertemuan itu aku minta Kai tunggu di rumah sambil menonton. Untung saja dia sudah bisa sendirian di rumah (dan tidak sakit lagi), hanya menelepon satu kali saja waktu dia tanya kapan aku pulang 😀

jalan depan sekolah SD nya Riku pada jam 4 sore… Esok harinya pasti jauh lebih tebal…aku tidak keluar untuk ambil foto sih 😀

Nah sepulang dari pertemuan inilah, aku merasa bahwa salju hari itu tidak bisa dianggap enteng (padahal salju itu memang ringan hehehe). Jalan pulang sudah mulai tertutup salju dan banyak, juga jaringan penghalang bola keluar di lapangan sekolah-sekolah sudah mulai ditutupi salju. Tapi yang paling membuatku terperanjat itu waktu keluar hari Sabtu pagi hari untuk membuang sampah, sambil mengantar Gen ke kantor. Dia memakai sepatu boot khusus untuk salju dan langsung berjalan ke stasiun, sedangkan aku… bingung bagaimana pergi ke tampat pembuangan sampah karena tinggi salju di tempat parkiran sepeda saja sudah sebetisku. Aku tidak punya sepatu boot salju, tidak punya sekop juga. Jadi aku urungkan niat membuang sampah dan kembali ke apartemenku. Saat itulah aku menerima telepon dari bossnya Gen yang mengatakan bahwa Gen tidak usah ke kantor. Ternyata kereta dan bus-bus tidak ada yang beroperasi. Gen sebetulnya ingin tetap mencoba pergi tapi akhirnya karena kereta juga cuma sampai setengah tujuan, kembali lagi pulang ke rumah. Salju kali ini bahkan jauh lebih tebal dari salju seminggu sebelumnya.

jaring penghalang bola di sekolah sudah mulai tertutup salju, jam 4 sore

Dan melalui TV kami mengetahui bahwa banyak korban yang timbul dari badai salju Valentine itu. Ada seorang nenek yang mati terkubur karena atap tempat sepedanya (pergola dengan plastik) ambruk dan menimbuninya. Lalu beberapa puluh mobil yang tidak bisa bergerak di suatu jalan sehingga mereka harus tinggal di mobil sampai bantuan datang. Atau beberapa dusun yang terputus dengan dunia luar karena saljunya terlalu tinggi dan tidak bisa dilampaui. Jika kondisi ini terjadi di Jepang utara, semua orang maklum, karena memang daerah Jepang utara disebut dengan “Yukiguni” (Daerah Salju), tapi kalau sampai terjadi di Kanto (daerah sekitar Tokyo) rasanya aneh sekali.

Tapi aku sendiri baru bisa merasakan akibat negatifnya salju ini, pada hari Selasa kemarin. Karena aku harus pergi naik mobil, maka hari Seninnya aku mencangkul dan membuang salju yang menutupi mobilku. Saat itu hangat dan matahari lumayan terik sehingga bisa melelehkan salju yang tipis-tipis. Tugas warga memang membuat salju itu tidak menghalangi jalan dan membuat salju itu cepat lumer. Akhirnya mobilku bisa keluar dari tumpukan salju pada hari Senin. Tapi karena aku tidak terbiasa mencangkul salju (namanya dalam bahasa Jepang adalah : yukikaki) , badanku rasanya sakit-sakit. Tapi bukan pegal-pegal saja, ternyata aku sakit kepala. Wah gawat… kalau sakit kepala aku tidak bisa menyetir dong hari Selasanya. Jadi aku cepat-cepat minum obat dan tidur. Hipotesaku, aku pusing karena aku lupa tidak memakai kacamata hitam waktu mencangkul salju. Salju itu silau di bawah terik matahari dan membuat mata sakit. Selain itu aku mungkin tertular Kai masuk anginnya.

Aku baru bisa mengeluarkan mobil pada hari selasa 🙁

Selasa pagi sakit lumayan hilang, sehingga aku bisa menyetir untuk mengajar pagi. Setelah mengajar aku berniat untuk belanja karena sempat khawatir membaca di prakiraaan cuaca bahwa sekitar hari Kamis akan hujan… iya kalau hujan, kalau salju lagi? Kulkasku kosong sehingga perlu mengisi stock makanan lagi. NAH di supermarket yang kukunjungi Selasa siang itu aku melihat dengan mata kepala sendiri yaitu TIDAK ADA stock barang-barang tertentu. Jadi karena transportasi sulit, distribusi barang jadi terhambat. Kupikir itu hanya laporan di TV dan tidak terasa lah akibatnya di Tokyo, tapi aku salah, dan baru sadar bahwa ternyata barang-barang yang berasal dari daerah-daerah bersalju itu sedikit sekali stocknya. Telur, roti, susu, daging…. sedikit. Ikan dan hasil laut masih lumayan banyak, karena memang daerah pantai biasanya lebih hangat daripada gunung sehingga tidak terkurung salju.

bayangkan kalau atap setebal ini. Bahan awning plastik biasanya tidak tahan menyangga salju yang tebal, sehingga ambruk

Imbas salju dengan kurangnya stock makanan masih bisa kita antisipasi, tapi kalau mendengar temanku yang tinggal di Nagano bahwa dia harus berada dalam bus 8 jam menuju Tokyo padahal biasanya hanya 5 jam, wah itu rasanya penderitaan yang hebat. Memang waktu badai salju sebaiknya di rumah saja… tapi kalau terus-terusan di rumah ya susah juga ya. Semoga setelah ini tidak ada lagi badai salju deh. Cukup dua kali saja…. sisa-sisa salju di sini masih banyak euy.

pergola yang terbuat dari plastik mika rusak, di sebelahnya ada dua potong yang copot karena tidak kuat menahan salju. Nah potongan seperti ini kalau jatuh pas di atas manusia, ya luka dan mematikan 🙁

NB: Dan setelah seharian tidur + minum obat hari Rabu kemarin, aku sudah sehat lagi. Sakit kepala yang aku derita sejak Selasa malam sudah sembuh. Waktunya untuk belanja dan beberes. Kelihatannya juga tidak ada lagi warning salju di Tokyo sementara ini. Semoga saja…..

11 Replies to “Imbas Salju

  1. Kai kasian banget ka imel.. sampai mateng gtu mukanya.. get well soon Kai..

    brarti di jepang masih dingin bgt ya Ka? jaga kesehatan untuk semua ya Ka..

  2. Waduh, kayanya anomali cuaca tahun ini merata ya Mba, ga hanya di negara tropis yang hujan ga ebrhenti2 tapi di daerah 4 musim juga, musim dinginnya berlebihan (Vietnam, Inggris, sekarang aku baca di Jepang juga), di Oz yang sekarang lagi musim panas malah panasnya kaya oven

  3. Waw …
    Coba lihat tumpukan salju diatas halte parkir sepeda …
    atap rumah …
    bahkan di jaring-jading penghalang bola …

    Tebal sekali …
    Tidak heran jika ada pergola yang rusak … tak kuat menahan salju

    Biasanya salju ini akan berakhir bulan apa ya ?

    Sehat-sehat selalu ya EM …

    Salam Saya

    (20/2 : 11)

  4. Imeeel,

    Syukurlah Kai sudah sehat, semoga sehat dan segar seterusnya.
    Lihat tumpukan saljunya terbayang dingin nya.
    Anomali cuaca dimana-mana ya saat ini.
    Semoga kita semua beserta keluarga diberikan kesehatan dan kekuatan menghadapi situasi cuaca yang tak menentu ini.

  5. Syukurlah Mba, Kai sudah sehat.
    Luar biasa ya Mba efek saljunya. Ga nyangka kalo salju bisa sampe memutus jalur distribusi.
    Tebel banget itu saljunya, kayak di daerah yang selalu tertutup salju gitu Mba..

  6. Waaaaa…. salju..
    Waktu belum pindah ke Australia, aku berpikir bahwa setiap ‘luar negeri’ pasti bersalju dan dingin.. tapi sampai kini, hampir enam tahun sesudahnya, aku belum pernah menyentuh salju sekalipun kecuali bunga-bunga es di freezer 🙂

  7. Cuaca sedang ekstrem di seluruh dunia. Di sini hujan tak berhenti-berhenti, gunung berapi mengantri untuk meletus, di Tokyo ternyata saljunya sampai memakan korban. Licinkah menyetir di atas salju? Semoga sehat selalu Mba buat sekeluarga…

  8. Syukurlah Kai sudah membaik kembali dan bukan influenza, praktis ya mbak model kompresnya.
    Wah salju sampai setebal itu di Tokyo apalagi di Jepang Utara ya mbak.
    Salam hangat dari tanah air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *