Badai Salju

10 Feb

Pasti banyak yang sudah mengetahui bahwa hari Sabtu kemarin, sejak pukul 2 pagi di Tokyo turun salju. Memang sebelumnya sudah diperkirakan bahwa salju kali ini akan besar, dan disebut sebagai 大雪 Ooyuki (Oo = besar, yuki =salju). Jadi aku pun sudah menerima email peringatan dari kelurahan tempatku tinggal. Tapi sayangnya hari Jumat itu aku batuk parah sekali sehingga meliburkan Kai dari TK nya dan tidur seharian. Tidak sempat pergi berbelanja. Hanya sempat melihat isi kulkas apakah ada yang bisa diolah untuk dimakan seandainya kita terkurung dalam rumah selama 2 hari. Yang pasti ada beras, dan itu cukup deh hehehe.

angin menyertai salju yang turun, namanya FUBUKI 吹雪

Sabtu pagi waktu terbangun, aku melihat atap rumah sudah berselimutkan salju tipis. Rupanya salju mulai turun pukul 2pagi, dan butirannya amat halus. Aku membangunkan Riku karena dia harus pergi ke sekolah Sabtu itu. Setiap bulan ada 1 hari sabtu yang murid diwajibkan datang (merupakan hari sekolah), dan kebetulan Sabtu kemarin itu adalah 学校公開 Gakkou Koukai (open school) di sekolahnya. Aku sudah menunggu ada tidaknya hubungan hantu ke hantu atau jaringan telepon dari orang tua murid yang memberitahukan bahwa open school dibatalkan. Tapi sampai pukul 7:30 tidak ada telepon sehingga aku tahu bahwa acara sekolah jalan terus. Dan aku buka website sekolahnya ternyata acara open school yang tadinya diadakan sampai jam pelajaran ke 4 , diperpendek menjadi 3 jam pelajaran saja.

Aku sendiri tidak pergi ke acara open school karena masih batuk, sehingga Gen yang kebetulan libur mewakiliku pergi ke SD. Aku dan Kai menunggu di rumah. Tapi begitu Riku dan Gen pulang, Riku langsung minta ijin pergi bermain salju dengan temannya. Aku suruh dia makan dulu sebelum pergi supaya tidak masuk angin. Selesai makan dia pergi ke rumah temannya. Tapi tak lama kemudian dia pulang karena mau mengambil  ember, botol plastik dan serok yang tidak terpakai. Dan aku menyuruh dia mengajak adiknya untuk ikut bermain.

aku dengan payung waktu menjemput anak-anak. Bawah : sepedaku di bawah pergola saja setinggi ini saljunya

Ada satu foto yang kuambil waktu aku pergi menjemput pulang anak-anak di rumah temannya yang dikomentari oleh dua orang. Keduanya mempertanyakan kenapa aku pakai payung? Kan salju bukan hujan. Nah, keduanya memang tinggal di daerah yang biasa tertutup salju, sedangkan kami di Tokyo jarang sekali turun salju. Untuk daerah yang bersalju memang tidak perlu payung, mereka biasa haya memakai topi yang menyambung pada jaket (hood) atau topi wool. Dan kebanyakan di Amerika mereka keluar rumah hanya dengan mobil atau bus, sedangkan di Tokyo kami menggunakan transportasi umum, bus dan kereta. Kemana-mana jalan kaki (dalam salju sudah pasti tidak bisa bersepeda) dan naik kendaraan umum sehingga jika salju masih turun, kami memakai payung, jika salju berhenti turun, payung bisa dipakai sebagai tongkat.

wanita-wanita berpayung di Ginza

 

Meskipun orang Tokyo mempunyai mobil pun jarang sekali ada yang berani menyetir mobil dalam salju. Karena untuk menyetir dalam salju kami perlu melengkapi ban dengan studless tire atau rantai ban supaya tidak slip. Selain itu perlu kemahiran khusus untuk menyetir dalam salju. Daripada menimbulkan kecelakaan lebih baik tidak menyetir dalam kondisi bersalju. (Di Tokyo saja 2 orang meninggal dan 300 an orang luka dalam badai salju kali ini)

rantai ban untuk jalan bersalju

Ada yang mengatakan setelah 25 tahun, ada juga yang mengatakan 45 tahun lalu Tokyo mengalami badai salju yang besar seperti ini. Berapapun itu, salju yang menumpuk di seluruh permukaan Tokyo mencapai 20-30 cm. Dan untuk ukuran Tokyo ini BANYAK! Kalau utara Jepang bermeter-meter sudah biasa, tapi Tokyo….. belum pernah. Ada satu lagi kekhususan salju kali yaitu bentukya seperti bubuk yang halus dan kering sehingga sulit dibuat gumpalan. Aku tidak berhasil membuat boneka salju karena sulit sekali menyatukan salju-salju itu.

Minggu siang, langit biru sekali

Minggu pagi aku bersiap-siap ke gereja jam 9 pagi. Aku Riku dan Kai mulai berjalan ke halte bus jam 8:10 menit, tentu dengan hati-hati. Salju sudah berhenti sejak dini hari dan mulai mencair. Sebelum tidur aku melihat tumpukan yang tinggi di atas planter terasku, tapi paginya sudah tidak ada. Mungkin karena terasku juga menghadap timur sehingga cepat cair. Tapi di jalan salju masih tebal dan banyak. Salah menginjakkan kaki di atas salju yang mengeras membuat kita terpeleset. Tapi akhirnya kami bisa sampai di halte, sambil berfoto sambil jalan dan tentu sambil melihat bus datang atau tidak. Ternyata setelah menunggu 30 menit bus tidak datang dan kami memutuskan untuk membatalkan rencana. Toh sudah terlambat juga untuk mengikuti misa jam 9 pagi.

jalanan sepi, cuma sesekali mobil lewat. Papan di halte ditempel permohonan maaf karena tidak sesuai dengan jadwal akibat salju. kanan bawah, lihat seberapa tebalnya salju.

Sebetulnya aku sudah mempertimbangkan untuk memanggil taxi, tapi aku sedang tidak ada uang cash di dompet. Selain itu Taxi pun jarang lewat. Begitu ada satu taxi kosong, dipanggil oleh seorang ibu berkimono yang sedang menunggu bus sebelumku. Dia harus pergi, tapi ada dua orang lagi di depan dia yang meminta untuk ikut dalam taxi yang sama. Noriai 乗合 (orang-orang dengan tujuan searah naik taxi yang sama dan biayanya dibagi rata). Terus terang aku baru kali ini melihat orang Jepang yang sedesperate itu sampai mau noriai. Biasanya mereka cool sekali, gengsi untuk mengajak orang yang tidak kenal untuk naik dalam satu taxi yang sama. Aku sempat terpikir untuk ikut noriai juga, tapi tidak bisa! Perlu diketahui bahwa Taxi di Jepang itu hanya mau mengangkut EMPAT orang saja (lima kalau dengan anak kecil kadang masih mau), karena memang peraturannya begitu. Jangan pernah coba deh merayu supir taxi Tokyo ya, tidak seperti di Jakarta kalau bisa 8 orang disumpel ya masuk semua hehehe. Nah aku kan bertiga dengan Riku dan Kai, jadi imposible untuk ikut noriai bersama mereka. Tapi saking lucunya aku sempat mengambil foto mereka hehehe. (Untung tampak belakang jadi muka tidak terlihat)

naik taxi noriai

Akhirnya kami bertiga pulang ke rumah, dan anak-anak membersihkan mobil papanya dari salju yang menumpuk. Kebanyakan memang Riku yang bekerja, sedangkan Kai bermain saja. Dalam waktu 1,5 jam mobil papanya sudah bersih, kinclong, tapi belum bisa dipakai karena tidak berantai 😀

Riku dan Kai membersihkan mobil papanya. Kali ini aku bersyukur tidak tinggal di rumah sehingga tidak perlu mengerok salju dari taman/jalanan rumah supaya bisa dilewati. Mengerok salju ini namanya yukikaki 雪かき

Sementara kami di rumah, papa Gen pergi mengurus perpanjangan SIM dan mengikuti pemilihan gubernur Tokyo yang baru! Ya sekarang gubernur Tokyo sudah ganti menjadi Masuzoe Yoichi, menggantikan Inose Naoki yang terjerat kasus penerimaan uang kampanye. Semoga Tokyo bisa lebih bebenah mempersiapkan diri menyambut Olimpiade 2020.