Belajar bahasa Jepang sedikit ya….. 1 itu ichi, 2 itu ni, 3 itu san, 4 itu yon, dan 5 itu go…. Jadi Judul di atas bisa dibaca sebagai LEGO Jepang.
Berapa tahun Lego masuk di Indonesia ya? Well jawabannya aku biarkan pelego di Indonesia yang menjawab. Tapi kalau dilihat dari sejarah Lego, mestinya Lego sudah berusia ….. hmmm hampir 80 tahun jika melihat sejarah berdirinya perusahaan bernama LEGO di tahun 1934. Sedangkan di Jepang ternyata Lego tahun 2012 ini sudah 50 tahun!
Nah, kebetulan Gen menemukan informasi bahwa dalam rangka ulang tahun ke 50 Lego di Jepang, Lego Japan mengadakan acara yang bertajuk Build Up Japan, Minna de tsukuro.
Kebetulan hari Minggu kemarin itu Gen libur dan yang paling penting, acara ini tidak dipungut bayaran! ho ho…. Betapa senangnya Riku waktu Sabtunya dia diberitahu bahwa akan diajak berdua papanya ke Tokyo Forum. Aku tinggal di rumah dengan Kai, karena sebetulnya sejak tanggal 20 Maret lalu Kai demam, naik turun. Kamis sudah dipaksa pergi ke Shinjuku, dan meskipun dia sudah tidak demam, batuknya cukup parah. Sudah pasti tidak bisa diajak ke tempat yang banyak orang begitu.
Tentu saja sebelum berangkat Riku sudah wanti-wanti untuk memberikan alasan yang tepat untuk Kai sehingga Kai tidak merasa “terkucil”. Eh tapi waktu mereka pergi jam 9 pagi (acaranya mulai jam 9 sampai jam 5 sore) Kai belum bangun, jadi Kai tidak memaksa untuk ikut. Setelah ini tulisan berdasarkan laporan Gen dan Riku.
Mereka tiba di tempat acara Build Up Japan itu sekitar pukul 10:30 dan Riku langsung mendaftar dan mendapat “kloter” grup Biru dari pukul 11, tapi harus berkumpul 15 menit sebelumnya. Karena banyak peserta mereka dibagi beberapa kelompok dengan waktu masuk ruangan yang berbeda-beda. Satu kali “bermain” selama 45 menit, tapi boleh masuk berkali-kali asal mau mendaftar saja.
Waktu pendaftaran itu Riku mendapat satu papan lego sebesar kurang lebih 15 cm x 15 cm berwarna putih. Lalu waktu masuk tempat acara, mereka berdiri di depan meja yang penuh dengan parts Lego berbagai bentuk, tapi putih semua. Memang tugas peserta membuat bangunan apa saja kreasi sendiri, untuk kemudian diserahkan kepada panitia. Dan hasil karya itu akan dipasang pada peta Jepang yang ada di tengah-tengah tempat acara. Jadi kegiatan bersama-sama membuat PETA JEPANG. Bisa dibayangkan hasil akhirnya nanti…pasti keren!
Untuk pembuatan pertama dia membuat sebuah rumah kecil…dan tentu dia tidak puas dong. Jadilah dia memaksa papanya untuk antri lagi di grup berikutnya. Jadi setelah makan siang di sekitar Tokyo Forum itu, mereka masuk lagi dan Riku membuat sebuah menara kotak dengan bentuk bebek di puncaknya (tapi waktu aku bilang seperti bebek, dia marah loh hihihi, mungkin dia bayangin sesuatu yang lain kali yah :D)
Dua kali main, masih ada banyak waktu, padahal mereka ingin melihat juga bentuk akhirnya bagaimana. Jadi Gen dan Riku antri lagi untuk ikut grup terakhir. Dan di sini Riku membuat sebuah tower dengan antena tinggi, sedangkan papa Gen membuat taman Jepang 😀 (Waktu kutanya kok kamu ikut main sih? Dijawab : Kan siapa saja boleh, tidak ada batas umur hehehe)
Memang menyenangkan ya jika bisa melakukan sesuatu yang disenangi, apalagi untuk tujuan yang lebih besar, dan bisa dinikmati hasilnya. Waktu melihat peta Jepang itu kan bisa dengan bangga, “Itu aku buat bagian yang itu looooh”, apalagi Riku membuat 3 bangunan. Kegiatan membuat sesuatu bersama ini memang banyak diadakan di Jepang. Menggabungkan anggota/personil untuk bekerjasama mencapai satu tujuan. Memang cuma mainan sih, tapi itu besar artinya untuk perkembangan jiwa anak. Sudah pernah baca 30 orang 31 kaki? Atau Merah, Putih dan kebersamaan dan Tarik Tambang vs Tarik Galah? Atau permainan domino yang kutulis di Menumbuhkan Kemampuan Berkreasi pada Anak Indonesia. Semua kegiatan itu intinya satu: Mempunyai tujuan yang sama yang hanya bisa diraih dengan kerjasama!
Setelah acara Lego selesai, Father and Son ini sempat jalan-jalan ke Ginza loh. Riku belum pernah aku ajak ke Ginza sih, abis akunya juga tidak suka. Ke Ginza tanpa belanja dan duit sama juga boong 😀 Yang dilihat toko-toko mewah yang cuma berani lihat dari luar. Kalau ke Ginza itu Window shopping … tapi aku sih males buang waktu untuk window shopping hehehe. Kalau ke Ginza biasanya cuma untuk makan shabu-shabu di sebuah restoran kesukaan papa, atau ke Itoya, sebuah toko stationery yang lucu. Nah, malam itu Riku diajak papanya makan di sebuah Beer Halls yang dibangun pada tahun 1934. Bangunan mirip “katedral” karena lukisan mozaik di dinding itu menyajikan bir dan makanan kecil teman minum. Tapi tentu saja untuk anak-anak tersedia jus. Lucunya Riku sempat berkata pada papanya, “Kasihan mama tidak diajak. Nanti pulang beli bir dong buat mama ya!” …. baiknya anakku…. (tapi papanya lupa belikan bir, soalnya mamanya minta tolong belikan Kentucky Chicken untuk makan malam karena mamanya malas masak, eh tepatnya karena tidak ada bahan untuk dimasak di dalam lemari es hehehe).