Obat Kekecewaan

5 Jul

sambungan tulisan Kota Tua Bersama Teman Lama dan  Kuil dan Kuliner.

Minggu 26 Juni 2011, aku terbangun pagi hari oleh raungan suara pemadam kebakaran. Cuma sesaat tapi dari bunyinya aku tahu berhenti di depan apartemen kami. Tentu saja, aku langsung melihat ke luar apa yang terjadi. Dan aku melihat ada mobil pemadam, mobil polisi dan …. satu kereta dorong dengan pipa kuning, dengan petugas berpakaian seperti astronot (over kalau ini, pokoknya seragam yang lain yang menutup seluruh badan deh). Wah ada apa? Sepertinya di sebuah kamar di apartemen depan rumah kami ada masalah. Mungkin eksperimen bahan kimia? Wah aku tak berani menduga, tapi memang tetangga-tetangga semua mengintip ke arah apartemen bermasalah. Tak lama sebuah mobil pemadam khusus yang bertuliskan “Bahan Kimia” datang tanpa sirine. Well, tampaknya tidak berbahaya, karena penghuni sekitar tidak perlu diungsikan. Tanpa ribut-ributpun satu per satu alat pergi dari tempat itu, meninggalkan kami yang bengong dan kami satu persatu juga masuk rumah masing-masing. Tapi tentu dong jiwa jurnalistik-ku (cihuy)  tidak bisa tidak mengabaikan peristiwa seperti itu, jadi klik-klik … jadilah beberapa foto dari atas hehehe.

biarlah foto bicara 😀

Hari ini kami berjanji menjemput Ira, Katon dan Radya di hotelnya sambil cekout, dan sebelum mengantar ke Haneda mau kami ajak ke Odaiba. Odaiba adalah kawasan reklamasi teluk Tokyo yang berkembang menjadi “kota pelabuhan” baru yang penuh dengan gedung baru yang keren-keren. Gedung untuk pameran, outlet-outlet dan tentu saja salah satunya “menjual” pemandangan Teluk Tokyo dengan Rainbow Bridgenya. Ya, kami ingin memperlihatkan pemandangan ini pada Ira dan Katon, sambil killing time dan early dinner di Odaiba.

Tapi… begitu kami sampai di Aquacity Odaiba, kami disambut pemandangan seperti ini 🙁 KUCIWAAAAA benar deh.

Rainbow Bridge yang kami harapkan ternyata tertutup kabut akibat cuaca jelek

Karena masih banyak waktu dan kemarin cukup lelah berjalan-jalan, akhirnya aku mengusulkan untuk beristirahat di restoran Indonesia SuraBaya. Alasannya, Gen yang memang belum makan siang mau mencoba apakah makanannya enak atau tidak. Kami sudah tahu bahwa ada restoran Indonesia di Odaiba, tapi tidak tahu bahwa ada di gedung AquaCity (dulu kami perginya ke DECK) . Alasan kedua, kalau restoran Indonesia, semestinya lebih flexible pada  tamu-tamu dari Indonesia, sehingga kami bisa ngobrol sambil ngopi di situ. Sambil beristirahat di situ, kami berharap bisa mendapat koneksi internet juga.

Akhirnya Gen dan anak-anak bisa melahap nasi goreng sedangkan aku coba mie ayamnya (mmmm…kayaknya mending aku buat sendiri hihihi). Pertama kali juga di sini Gen bisa bercakap-cakap santai dengan Katon tentang Yogyakarta! Gen memang belum pernah ke Yogyakarta, kalah dengan Riku yang sudah ke sana, tentu saja ke Borobudur dan bahkan bermain-main dengan bocah Kweni. Semoga Gen bisa ke Yogya suatu waktu.

Ngobrol ngalor ngidul, akhirnya Ira yang pergi berbelanja sebentar kembali, dan tibalah waktu untuk makan malam. Jadi pindahlah kami ke gedung sebelahnya, karena kami mau makan shabu-shabu. Benar-benar kenyang deh, karena shabu-shabunya all you can eat hihihi.

Akhirnya tiba waktunya kami untuk keluar dari restoran itu, karena  kami juga melihat banyak sekali yang antri. Berjalan santai keluar gedung Deck, dan……. kami terbelalak karena mendapatkan pemandangan seperti ini.

Rupanya hujan rintik-rintik menghapus kabut yang menutupi pemandangan siang tadi. Langsung mas Katon berkata padaku, “Senang ya rasanya jika kita kecewa, sudah putus asa, kemudian tiba-tiba dikabulkan”. Ya itulah hidup, full of suprises. Kemarinnya kami sempat putus asa mencari makan siang yang layak, lalu mendapatkan restoran soba yang langsung tutup begitu kami masuk. Atau seperti hari ini pula, kami pikir tidak bisa memotret pemandangan indah Rainbow Bridge, ternyata bisa. Tuhan memang bekerja dengan ajaib.

Perbandingan foto hasil camera digital biasa (PowerShot G9) atas dan DSLR (Nikon D80) bawah, beda banget ya 🙂

Di sini aku dan Riku diajari mas Katon cara memotret pemandangan malam, sehingga bisa bagus hasilnya. Memang lebih bagus memakai tripod, tapi tanpa tripod pun asal ada tempat yang bisa dipakai untuk meletakkan kamera, jadi juga. Tapi memang memotret manusia dengan latar belakang panorama malam hari itu sulit. Karena itu cuma mas Katon yang berhasil memotret kami. Ya, sekali lagi foto keluarga andalan deMiyashita.

Kami meninggalkan Odaiba dengan hati puas, dan tak sampai 20 menit kami sudah sampai di pelabuhan udara Haneda. Waktu berpisah sudah tiba, dan aku sempat mengabadikan foto Riku bertiga Katon dan Ira. Ya, aku ingin membandingkannya dengan foto Riku bertiga Katon dan Ira yang pernah kami buat waktu Riku belum berusia 1 tahun!

Entah kapan lagi aku akan membandingkan Riku bersanding dengan dua artis yang sekaligus temanku. Lima tahun lagi? 10 tahun lagi? Well, time flies.Sama seperti 2 hari yang begitu menyenangkan bagi deMiyashita, dan hopefully bagi Ira, Katon dan Radya.

See you next time friends.