GW -8- Berkat Pendahulu

10 Mei

Dalam acara televisi “Syakkin” ada sebuah lagu yang kerap dinyanyikan berjudul “Okagesama Ondo おかげさま音頭”. Ondo sendiri adalah jenis musik yang dipakai untuk mengiringi tarian di festival-festival (Matsuri), yang pasti riang tentunya. Karena itu cocok sekali dinyanyikan pada acara anak-anak di pagi hari seperti “Shakkin” sekaligus sebagai pengingat bahwa kita bisa hidup seperti sekarang ini karena ada pendahulu kita.

おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~

ちょいと木の下 雨やどり
(雨やどり~)
こうして ぬれずに
すんだのは~
名もない むかしの
あんたのおかげ
ちょいと タネうえ
そだててくれた~

あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~

(ア ソレ!)

フグのおさしみ おいしいな
(おいしいな~)
こうして たいらげられたのは
名もない むかしの
あんたのおかげ
どくがあるのに
すんごいチャレンジ~!

あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~

(ア ソレ!)

ケーキかこんで たんじょうかい

(ハピバスデ~)
こうして おいわいできたのは
なにが なんでも
かあちゃんのおかげ(とーちゃんも!)
そんで ばあちゃん
ひいばあちゃん
(じーちゃんも)
ひいひいばあちゃん
そのまたむかしは~

あぁ きょうのしあわせ
ごせんぞさまの
(ハイハイ!)
おかげさま~

おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~

Inti liriknya begini :

Waktu kamu berteduh di bawah pohon
Bisa tidak basah begini
pasti berkat seseorang yg tidak kamu ketahui
yang memelihara biji menjadi pohon

Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang

Enaknya makan ikan buntal (beracun)
Kita bisa makan enak begini
Berkat orang jaman dulu yang mau mencari tantangan

Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang

Pesta mengelilingi ulang tahun
Kita bisa merayakan begini
berkat ibu (dan ayah)
juga berkat nenek
nenek buyut (juga kakek)
nenek nenek buyut… nenek moyang kita

Bahagia kita hari ini
berkat nenek moyang kita

Dan memang aku jarang mendengar orang Jepang berkata, “Berkat Tuhan” seperti “Kamisama no okage“, tapi lebih banyak mendengar “Gosenzosama no okage” berkat nenek moyang. Rasa keterikatan dengan pendahulu ini begitu erat, sampai kalau bisa waktu mati pun ingin bersama, di dalam makam yang sama. Karenanya ada makam keluarga, tempat semua abu keturunan menjadi satu di dalamnya. (Makam terlihat seperti batu, tapi sebetulnya di bagian bawah, tempat biasanya jenazah dikubur, ada tempat semacam lagi untuk menaruh kendi-kendi berisi abu jenazah. Jadi berapa banyak juga bisa masuk).  Filosofi makam seperti ini mungkin sulit dimengerti oleh orang yang beragama Islam, dan sebagian Kristen/Katolik.

hasil panen rebung dan dedaunan yang dikirim keluarga jauh yang tinggal di daerah bencana. Mereka selamat. Dedaunan khusus musim semi yang cukup mahal kalau membelinya. Kami buat tempura untuk makan malam.

Nah, sisa liburan Golden Week tanggal 4 dan 5 Mei kemarin, bagi keluarga Miyashita memang bertemakan “Berkat pendahulu”. Sudah sejak hari Selasa malamnya Riku dan Kai berkata ingin bertemu A-chan dan Ta-chan (Ibu dan Bapaknya  Gen, memang sudah sejak cucunya lahir mereka tidak mau dipanggil nenek-kakek, tapi dengan nama saja. Katanya supaya tidak merasa tua :D). Rabu paginya, aku membuka FB dan melihat Taku, adik Gen sedang bermain di FB, jadi aku suruh Gen untuk telepon ke rumahnya di Sendai. Aku tahu sudah lama mereka tidak bicara karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.

Di telepon Taku menanyakan soal security FB, dan aku jelaskan bahwa kita bisa memblock orang-orang yang tidak mau kita beritahu status/fotonya, pokoknya semua bisa disetting semau kita. Bahkan jika kita mau hanya kita sendiri saja yang melihat juga bisa disetting begitu. Lalu Taku berkata, “Wah kamu jelaskan begitu aku juga tidak ngerti. Enaknya kalau ada di sebelahnya yah”. Aku salah sangka, kupikir tidak ada komputer di sebelahnya, sehingga tidak mengerti apa yang aku jelaskan. Ternyata, maksudnya paling enak jika bertemu langsung, dan mendengar langsung. Dia ingin pergi ke Yokohama juga, mudik mendadak! Wah tentu saja kami senang, karena sejak Gempa Tohoku itu kami belum bertemu lagi. Jadilah kami janjian untuk bertemu di rumah mertua di Yokohama. (Istri dan anaknya masih mengungsi ke selatan Jepang, jadi tidak bisa bergabung dengan kami)

Kalau muncul sendiri-sendiri memang membingungkan anak kecil 😛

Setelah berbelanja keperluan untuk barbeque, dan tentu saja sake, kami menuju Yokohama. Saat itu Riku dan Kai belum tahu bahwa mereka juga akan bertemu om nya. Gen membohongi Riku bahwa dia harus menemani papanya menjemput orang kantor di stasiun. Dan dia kaget bahwa “orang kantor” itu adalah omnya. Sepanjang perjalanan pulang, Riku ribut bercerita pada omnya. Memang Riku amat sayang pada omnya ini. Sedangkan Kai yang menyambut di rumah sempat bengong….. Karena semua berkelakar memanggil si om dengan “papa”, ingin mengecoh Kai apakah bisa membedakan papanya dengan sang saudara kembarnya :D. Untung Kai sudah cukup besar untuk tidak menangis dan cukup “bengong” saja.(Dan sayang sekali tidak ada yang ingat untuk mengambil foto muka bengong Kai hihihi)

Jadilah malam itu aku kesepian, tidur sendiri. Karena kedua anakku memaksa ingin tidur bersama omnya di kamar atas. Sedangkan aku di kamar makan, dan Gen di kamar tatami. Aku sempat terbangun malam hari dan merasa sepi…. begini rupanya rasanya kalau anak-anak sudah terpisah dan mandiri …hiks hihihi hiks (entah mau tertawa atau menangis :D)

Riku membuatkan omuraisu sebagai makan pagi untuk om nya. "Aku juga bisa masak loh".

Keesokan harinya, setelah sarapan pagi, kami pergi nyekar ke makam keluarga. Waktu Higan (equinox day) tanggal 22 Maret, kami seharusnya nyekar, tapi karena masih ramai-ramai soal gempa dan radiasi nuklir, terlupakan. Bersama Taku, kami sekeluarga nyekar ke makam dan berdoa mengucapkan terima kasih atas penjagaan selama ini. Kami ada karena mereka ada, dan mereka mendoakan kami.

Kai ikut membersihkan makam dan berdoa

Dari makam, kami mampir ke Yokomizo Yashiki, rumah tradisional yang dulu pernah aku tulis juga di sini. Ternyata relawan membuat festival kecil untuk merayakan hari anak-anak. Dijual sup rebung dari hutan bambu yang ada di bagian samping rumah. Selain itu dari bambu yang ada juga dibuka “pameran” cara pembuatan takekopter… alias baling-baling bambu. (Jadi ingat doraemon deh). Relawan yang memang ahli membuat baling-baling bambu itu membuatkan untuk anak-anak yang mau seharga 100 yen. Di bawah teduhnya pohon-pohon di sekeliling rumah, sambil melihat bendera koinobori tergantung, anak-anak bermain enggrang dan permainan bambu lainnya, kami merayakan festival anak-anak di sini.

Memperhatikan pembuatan baling-baling bambu. Si kakek sudah membuat kerajinan bambu itu sejak kelas 4 SD !

Bersyukur atas hari cerah yang diberikan Tuhan,
Bersyukur atas pendahulu yang menjaga kelestarian alam sekitar kita
Bersyukur masih ada orang-orang yang mau menjaga tradisi turun temurun
Bersyukur bisa bertemu dengan saudara-saudara dalam keadaan sehat

Dan semoga masih banyak “Hari Anak-anak” yang bisa kita lewati bersama, sampai si anak-anak menjadi dewasa kelak…. cycle of life