Haiyah sudah tanggal segini, Imelda baru cerita soal tutup buku. Biasanya kan tutup buku itu akhir Maret. Tapi memang kalau mengerjakan tutup buku biasanya sibuk sekali mana ada waktu untuk menulis blog ya 😀
Nah sebetulnya aku ingin menulis tentang tutup bukunya Riku, yang dilaksanakan tanggal 25 Maret yang lalu, yaitu wisuda SD. Kalau bicara soal wisuda, sejak kapan ya anak TK juga ada wisuda-wisudaan pakai toga segala? Kadang aku geli melihat foto bocah-bocah yang masih ingusan itu memakai toga…dan memang jamanku dulu tidak ada (dan sekolah almamaterku juga tidak ada). Toga hanya untuk wisuda universitas.
Kalau di Jepang, terutama untuk sekolah negeri yang tidak mempunyai seragam,tidak ada peraturan harus memakai apa untuk acara wisuda.Tapi biasanya anak perempuan akan memakai baju setelan yang sudah diset menjadi “baju wisuda “oleh toko-toko. Sedangkan untuk anak laki lebih simple, blazer dan celana panjang. Dan kulihat malah tidak ada yang memakai setelan jas berwarna sama. Jadi untuk Riku aku hanya perlu membeli celana “pantalon” karena dia sudah dapat lungsuran blazer dari opanya (bayangkan gedenya dia sama dengan opanya loh hehehe) dan dasi pinjam dasi papanya. Sempat terpikir untuk membeli sepatu pantofel tapi teringat bahwa upacara diadakan di dalam hall sehingga semua tidak pakai sepatu (pakai uwabaki -sepatu dalam- atau tamu pakai slipper).
Kami harus berada di sekolah pukul 9:15,karena acara dimulai pukul 10:30. Tapi tentu saja orang Jepang terbiasa datang sebelum jamnya, sehingga diumumkan bahwa orangtua boleh masuk sejak pukul 8:45. Dan karena kakiku masih sakit sehingga tidak bisa jalan cepat-cepat, kami berangkat jam 8:20 dari rumah. Karenanya kami masih sempat berfoto di depan sekolah. Cuaca cerah meskipun dingiiin. Karena aku ingin sekali memakai baju tradisional Indonesia, meskipun dingin aku paksakan juga deh. Ya kalau kimono itu memang tebal jadi cocok untuk dipakai pada musim dingin (sebagai gantinya kalau pakai kimono di musim panas ya kepanasan. Karena itu ada yukata sebagai kimono musim panas).
Kami mendapat tempat duduk persis di lokasi yang sama seperti waktu upacara masuk sekolah 6 tahun yang lalu, sehingga dapat memotret Riku yang sedang berjalan dari pintu masuk melewati “karpet merah” menuju tempat duduknya. Selama “wisudawan” masuk, hadirin bertepuk tangan. Kebiasaan ini dipakai untuk upacara masuk juga, semacam defile gitu. Tapi tepuk tangan HANYA di awal dan akhir acara waktu lulusan masuk dan keluar. Tidak ada tepuk tangan setiap sebelum atau sesudah acara sambutan dll. Tidak seperti di Indonesia, yang berkali-kali bertepuk tangan. Well kebiasaan tiap negara tentu berbeda kan.
Acara berlangsung lancar dengan penerimaan ijazah satu persatu. Namun sebelum menerima ijazah, mereka harus mengucapkan satu kalimat dulu. Ada yang mengatakan cita-citanya, ada yang mengucapkan terima kasih. Aku sempat kepikiran juga Riku akan mengatakan apa, soalnya pada buletin sekolah yang terakhir, murid kelas 6 harus menuliskan “apa yang kamu lakukan 10-20 tahun di masa datang”, Riku menulis: “saya akan bekerja di toko buku dan memberikan saran buku yang bagus untuk calon pembeli”. Ternyata dia hanya mengucapkan terima kasih kepada semua yang sudah membantu dia sampai lulus kelas 6.
Setelah acara penerimaan ijazah, dilanjutkan dengan sambutan dan upacara selamat dari kepala sekolah dan komite pendidikan kelurahan kami. Lalu disambung dengan persembahan lagu dan musik dari kelas 5 yang mengantar “kakak”nya lulus. Di sini aku merasa kagum dengan SD ini yang menekankan musik dalam kurikulumnya. Cukup bagus tentu sesuai dengan tingkatan SD. Tapi yang membuat aku terharu (meskipun tidak sampai menangis) adalah sambutan dan lagu dari kelas 6…terutama paragraf terakhir yang menekankan “sayonara”. Ya sampai ada satu anak yang terus menangis sampai acara terakhir yaitu keluar hall melewati karpet merah lagi.
Setelah acara terakhir yaitu membuat foto bersama guru-murid dan orang tua per kelas, kami keluar sekolah. Kupikir acara sudah selesai, tapi ternyata semua berdiri di lapangan yang sudah diberi kapur. Ya kelas 5 membuat gerbang dan lulusan melewati di bawahnya. Mengantar keluar gerbang. Justru di sini aku merasa terharu sekali. Namun wajah mereka tidak lagi terharu tapi justru gembira.
Kami sempat “menangkap” Riku yang mencari teman-teman baiknya untuk berfoto bersama, sambil juga mencari bunga sakura. Beruntung sekali hari itu cerah. Karena setelah pulang dari acara wisuda, malamnya kami berkumpul lagi untuk merayakan kelulusan di sebuah restoran dekat rumah. Aku yang sudah lama tidak makan daging, puas-puasin deh makan daging karena sistemnya “all you can eat” dan cukup mahal hehehe.
Setelah acara wisuda, memang sekolah libur musim semi sampai tanggal 7 April. Tapi libur selama 2 minggu itu diisi dengan pelajaran di bimbingan belajar dan perjalanan ke Kyoto. Sehingga setelah ini aku akan menuliskan tentang perjalanan ke Kyoto ya. Tanoshimini shitekudasai.