Malam ini (eh sudah dini hari 😀 ) mau cerita tentang anak-anak ya… oyabaka ahhh 😀
Jadi begini, Riku yang sekarang kelas 6, sejak bulan Oktober tiba-tiba menyatakan ingin ikut ujian masuk SMP (negeri/swasta), atau yang dikenal dengan Juken. Sebetulnya setiap anak usia sekolah sudah tahu pasti bisa melanjutkan ke SMP negeri terdekat rumah, tanpa perlu ujian. Tapi jika ingin masuk ke SMP negeri terkenal di wilayah lain atau masuk SMP swasta, harus mengikuti ujian yang diadakan bulan Februari. Dan biasanya untuk juken itu, persiapannya dimulai waktu si anak kelas 4 SD dengan mengikuti bimbingan belajar (bimbel atau bahasa Jepangnya JUKU).
Nah, Riku terlambat aku masukkan ke JUKU. Waktu kelas 4 aku masukkan ke KUMON, dan ternyata Riku tidak cocok dengan cara pelajaran di Kumon (aku juga tidak….) . Cara Kumon itu berlatih terus menerus tanpa diajari gurunya, hanya mengerjakan latihan terus menerus. Kalau sudah melewati “jatah” (misalnya berapa lembar) baru maju ke topik berikutnya. Dan jeleknya waktu itu Riku kelas 4, tapi harus mengerjakan soal-soal dari kelas 1. Jadi Kumon itu harus menyelesaikan SEMUA tingkatan dulu. BOSAN! (aku juga hahaha) Jadi Riku menjadi malas pergi ke Kumon, karena dia merasa sudah bisa, dan buang waktu (yes, aku juga pikir buang waktu). Jadi dia selalu mencari alasan untuk tidak pergi les, dan terus terang aku tidak pernah mau memaksa anak untuk pergi les kalau dia tidak mau. Buat apa? Karena kupikir jika anak itu BENCI, sekeras-kerasnya kita SURUH, dia tidak akan maju dan takutnya dia jadi benci belajar.
Jadi menjelang kenaikan kelas 5, aku menghentikan pelajaran di Kumon itu. Dan karena Riku mau belajar di Juku, akupun mencari Juku yang bagus di dekat rumah. Juku E**** itu terkenal dan sering kudengar namanya, dan mempunyai cabang hampir di setiap stasiun. Tidak murah pastinya. Dan untuk bisa mengikuti les di situ, Riku harus mengikuti semacam test awal untuk mengetahui levelnya dia seberapa. Kalau terlalu rendah, tidak bisa masuk! Di sini aku agak kesal juga karena kupikir orang menyuruh anaknya ke Juku kan semestinya karena anaknya kurang, sehingga minta bimbingan tambahan supaya bisa naik nilainya. Eh, tapi itu pengertianku untuk les tambahan di Indonesia. Di Jepang, apalagi juku yang terkenal, tidak mau namanya jelek karena mereka butuh “iklan” sudah meloloskan berapa anak, masuk sekolah-sekolah terkenal 🙂
Pada test pertama, Riku tidak memenuhi standar. Lalu gurunya tanya, apakah Riku mau ikut test kedua? Memang waktu itu Riku tidak siap untuk test. Dan, aku bersyukur, Riku mau ikut test kedua. Di situ dia sudah mendapat nilai plus dari gurunya. Karena Riku mau mengulang dan berusaha. itu menunjukkan kemauannya untuk belajar. Test kedua, lewat standar. Jadi Riku bisa mengikuti kelas di Juku itu untuk dua mata pelajaran utama yaitu Matematika 算数 dan Bahasa 国語.
Sejak kelas 5 jadinya Riku harus pergi belajar sekali seminggu dua jam pelajaran (2×80 menit) ke Juku. Dia mengikuti kelas biasa yang mempersiapkan ujian SMA (tidak mempersiapkan juken SMP). Satu kelas muridnya ada 10 orang.
Setelah beberapa bulan, Riku mulai malas-malasan mengikuti kelas. Alasannya capek lah, sakit kepala lah… sehingga aku harus menelepon ke juku supaya dia bisa absen. Untunglah dia berhak untuk mendapatkan bimbingan “pergantian” di luar jam pelajaran dengan guru langsung. Nah! Ternyata dia lebih enjoy belajar dengan guru langsung pada jam-jam pergantian ini. Hmmm aku menyadari pasti ada masalah dengan kelasnya.
Setelah kutanya, ternyata benar, Riku tidak suka dengan murid-murid di kelas itu. Murid-murid itu memang berasal dari sekolah macam-macam. Katanya, “Anaknya ribut ma… ” dan “Aku dikatain gendut!” Hmm … ini masalah. Jadi aku bicara ke kepala Jukunya, dan langsung diatur supaya Riku tidak berada di dekat anak tersebut. Pokoknya gurunya memperhatikan Riku deh. Tapi tetap Riku tidak merasa nyaman. Dia ingin ikut les yang privat…. dan itu berarti lebih mahal 🙁
Les privat itu adalah dua murid dengan satu guru. Dalam waktu 80 menit itu, dia bisa bertanya langsung pada gurunya dan bisa jadi murid yang satunya bukan level dia. (pada kenyataannya dia sering pair dengan anak SMP sehingga nantinya dia sering melihat/mendengar tip belajar di tingkat yang lebih tinggi sehingga menjadi nilai plus untuknya). Karena biayanya mahal, aku minta Riku untuk les privat matematika saja, tapi kelas bahasa tetap ikut yang kelas. Untuk membayar dua kelas privat aku belum mampu.
Jadi Riku mengikuti bimbel dua hari seminggu, hari senin dan jumat. Karena akhirnya kelas bahasa itu juga terasa tidak bermanfaat untuk Riku, aku menyuruh dia ikut dua kelas privat. Berat tapi mengingat dia sudah kelas 6, kupikir lebih baik begitu. Dan benar saja dia bisa menunjukkan perkembangan belajarnya lebih bagus lagi di sekolah. Sehingga tiba-tiba dia menyatakan ingin juken!
Wah, juken itu berarti biaya tambahan (untuk ikut pre-test try-out dan ujian masuk di tiap SMP) dan pelajaran yang lebih tinggi standarnya. Aku langsung menghubungi guru jukunya dan minta supaya gurunya membimbingnya. Tapi, aku cukup senang karena gurunya berkata, “Kalau Riku pasti bisa mengejar kok. Saya percaya karena Riku beberapa bulan terakhir menunjukkan perkembangan yang pesat”. Jadi mulai November, tujuan belajarnya berubah, dan Riku juga lebih banyak belajar.
Yang menjadi patokan dalam juken adalah hensachi 偏差値, yaitu nilai rata-rata sebuah sekolah, dan nilai rata-rata si murid. Jadi kalau SMP A hensachinya 70, maka anak-anak yang hensachi-nya hanya 50, akan sulit lulus. Kemungkinannya jauh! Anak-anak yang hensachi-nya 50 selayaknya mencari sekolah yang hensachinya 50 atau 60, supaya kemungkinan diterimanya lebih besar. Hmmm memang hensachi itu penting di Jepang karena rapor sekolah Jepang BUKAN berupa angka, atau ranking. Hanya tanda bisa, cukup atau kurang! Sehingga perlu “angka” yang bisa menilai sebuah sekolah atau murid. Dan ini baru diketahui kalau ikut belajar di juku.
Riku akhirnya mengikuti try out satu kali, dan dia menyatakan tidak mau mengikuti ujian masuk SMP. Alasannya, dia tidak tahu mau masuk SMP yang mana 😀 Memang biasanya waktu juken itu murid (atau orang tua murid) sudah tahu ingin masuk SMP favorit mana, ambisi masuk mana. Misalnya SMP W, sehingga guru tahu hensachi SMP W dan akan menggeber belajar supaya bisa lulus ujian masuk di SMP itu. Nah, setiap kali guru juku menanyakan pada kami, kami tidak bisa menjawab. Ya, karena kami sebetulnya tidak punya maksud memasukkan Riku ke SMP lain 😀 Rikunya sendiri yang mau coba-coba ikut ujian. Tentu kami biarkan dia coba dong 😉 Dan akhirnya dia bisa tahu sendiri bahwa memang untuk bisa masuk SMP favorit harus punya nilai hensachi yang tinggi, dan itu memang tidak mungkin dicapai dalam waktu 2 bulan hehehe. Tapi yang penting dia tahu kemampuannya sekarang.
So, Riku tetap masuk SMP negeri yang sudah ditentukan oleh Komite Pendidikan kelurahan kami. Dan letaknya cukup jauh dari rumah kami (lokasi rumah kami termasuk perbatasan wilayah sekolah atau dulu istilahnya di Indonesia adalah rayon 学区), dan kami sudah pergi mengikuti orientasi termasuk pengukuran baju seragam dll. Tinggal nanti ikut upacara masuk tanggal 7 April.
Dan Riku sekarang setiap hari menggunakan waktu luangnya pergi ke juku dan menggunakan ruangan di sana (boleh dipakai setiap saat) untuk belajar! Wah anakku sekarang belajar terus loh 😀 Sebagai orang tua tentu senang sekali, dan memang persiapan masuk SMA selayaknya sudah dimulai sejak kelas 1 SMP, supaya bisa masuk SMA yang diinginkan. Nah kalau SMA memang harus juken semuanya, karena SMA bukan wajib belajar, sehingga kita harus cari sendiri. Kelurahan tidak “menyediakan” SMA, hanya “menyediakan” SD dan SMP hehehe.
Salah satu yang Riku lakukan sekarang adalah membuat daftar kata-kata bahasa Inggris, supaya menghemat waktu belajar di SMP. Jadi guru jukunya sudah memberikan kata-kata bahasa Inggris yang harus dihafal di kelas 1 SMP, dan dia membuat sendiri daftarnya. Katanya, “Kalau setiap hari bisa 10 kata kan bagus” 😀
Jadi begitu ceritaku tentang juken, sedangkan DUDUKU itu apa?
Karena Kai yang kelas 1 SD melihat kakaknya menulis alfabet setiap hari, dia juga mulai aware dengan huruf latin. Dia sudah menguasai alfabet, sehingga kalau dia bisa baca sebuah kata dia akan tanya padaku apa bacaan dari tulisan tersebut.
Tadi siang tiba-tiba dia berkata, “Mama b o x itu box ya?”
Aku kaget dan bilang “Betul. Hebat kamu. Apa artinya?”
“箱 (kotak)”
wah kelihatannya aku perlu menginput Kai dengan kata-kata baru bahasa Inggris nih. Siapa tahu pelajaran kelas 1 SMP dia sudah bisa ikuti hahaha.
Jadi tadi sebelum tidur kami bermain dengan iPad. Aku minta dia menulis BOX. bisa.
Lalu aku minta dia menulis S I T, dan bisa. lalu aku katakan ini SIT artinya suwaru 座る.
Dan tiba-tiba dia tanya padaku bagaimana menulis DU? Ya aku katakan D dan U
Lalu dia tulis DUDUKU…. waaaaaaah anakku tahu bahasa Indonesianya suwaru itu duduk. Jadi sekaligus deh belajar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Tapi waktu aku bilang harus menghapus U sesudah K, dia kesal dan bertanya? KENAPA? hahaha Inilah susahnya orang Jepang! SEMUA KONSONAN HARUS ADA VOKALNYA hihihi.
Aku bilang, “Besok deh mama jelasin, kalau mama jelasin sekarang nanti kamu tidak bisa tidur!”
SE LA MA (T)TO MA RA MU
SE LA MA (T)TO CHI DU RU :v :v :v ~~~~~
Duh, k imel… jagoannya selain ganteng, tapi juga cerdas.. dududu.. salam dari tante Eka yaaa
Oooo… jadi DUDUKU itu duduk? Hahaha… dari awal aku pikir ada hubungannya dengan JUKU… Aih Kai, lucune bangeto.. 😀
Selamat menjadi murid SMP ya Riku. Semoga semakin semamgat belajarnya dan sukses nantinya memasuki SMA favorit.. 🙂
emang enak kalo anaknya sendiri yang punya kemauan ya mbak. paling tidak dia sudah berusaha dan bisa mengukur kira2 kemampuannya. kalopun akhirnya nggak jadi juga nggak menyesal 🙂
selamatto pagi mbaaakk ^_^
Beda ya, kalo di Indonesia tempat les berlomba mendapatkan murid gak penting muridnya pintar atau bukan.
Pantes ya hebat bangsa Jepang. Pendidikannya sejak usia dini.
Hmm mungkin krn belajar huruf hiragana dan katakana sudah susah ya mbak imel, jadi org jepang terlambat belajar huruf latin kah?? Soalnya temanku orang jepang dan kadang susah ngobrolnya krn pakai bahasa inggris pun ada vocab yg harus dia cari dulu di smartphone nya 😛 oh iya, kata2 terakhir itu mksdnya selamat malam ~ selamat tidur ya??
hahaha. tapi kalo di bahasa jepang (saya gak tau sih tepatnya cuma mengira2 aja) kayaknya emang gak ada kata yang berakhiran konsonan ya mbak? selalu berakhiran vocal?
Pantesan suka nonton pilem Jepang trus yang ngomong bir jadi biro, wkwkwkw, ternyata Kai orang Jepang sejati nihh.. hihihi..
aku membayangkan, kelak kalau Kai dan Riku baca cerita ini, gimana ya? 🙂
Hahaha… KAI!!! Sugoi ne 😀
Tadi udah nebak2 kalau DUDUKU itu DUDUK, tapi cerita di balik itu yang lucu banget Kak.
Cepet banget ya, Riku udah mau SMP. Pertama baca TE ini, kayaknya Riku masih TK, hehe.
Ganbatte ne, Riku untuk SMPnya.
Wah seneng mbacanya tambah pengetahuan.. Makasih mb Imel.. Dan endingnya.. Beneran deh ya njelasinnya bakal panjaaaaang ttg huruf mati di bhs Indonesia.. Buanyak 🙂
hahaha… Lucunya Kaii… Duduku… ^_^
eniwei, Vania juga dulu Kumon mbak Imelda…
tapi dia bosan dan minta berhenti
skarang kalau belajar math dari sekolah caranya macam2 dan dia lebih enjoy 😀
sukses selalu utk Riku 😀
Memang orangtua harus memahami anak, yang punya karakter sendiri-sendiri ya.
Dan Riku tipe sensitif…..saya bisa bayangkan suasananya, jadi nggak mau ikut juken. Syukurlah sudah teratasi…cuma jatuhnya lebih mahal ya kalau privat.
Anak kedua biasanya lebih mudah karena ada panutan nya…Kai lucu sekali.
Saya sekarang tiap hari membantu Ara belajar..dia sudah kenal huruf tapi belum bisa membuat kata-kata….hehehe
sugoi desu ne..