Pernah mempelajari bagaimana berdiskusi yang baik? Aku sendiri lupa-lupa ingat, apakah aku belajar berdiskusi di sekolah atau di latihan kepemimpinan. Maklum sudah banyak kali mengikuti latihan kepemimpinan, sampai lupa apakah pernah belajar berdiskusi di SD.
Pagi ini aku mengunjungi sekolah Riku dan Kai dalam rangka Open School SD Negeri daerahku, yang merupakan kegiatan berkala sekolah itu. Karena Gen bekerja, dan palajaran yang diberikan hari ini hanya 4 pelajaran, aku cepat-cepat keluar rumah dan mengikuti dari pelajaran pertama pukul 8:35 di kelasnya Riku, kelas 6. Dia memang mengatakan padaku, “Mama kan musti lihat kelasnya Kai juga, mending ke kelas aku jam pertama, lalu jam kedua ke kelas Kai. Jam pertama aku akan ada pelajaran diskusi”.
Diskusinya bertemakan “Untuk sarapan, lebih baik roti daripada nasi”. Kemarin malam dia sempat bertanya-tanya pada papanya karena dia masuk grup yang memihak nasi, dan harus mengemukakan keunggulan nasi daripada roti. Dari soal kalori, soal kemudahan persiapan, soal kebudayaan orang Jepang yang makan nasi dsb. Yang lucu Gen sempat mengatakan begini, “Kalau bangun pagi, apakah cuci tangan dulu sebelum makan? Biasanya tidak kan? Padahal kalau makan roti pasti pegang langsung pakai tangan, sedangkan makan nasi tidak. Pakai sumpit kan? Jadi lebih bersih nasi!” hahaha…. ya benar sih, aku jadi ingin tanya apakah orang-orang itu cuci tangan ngga ya kalau makan pagi. Kalau makan siang/malam memang pasti cuci tangan dulu, tapi pagi2 begitu bangun duduk dan makan? hihihi. Aku sih pasti cuci tangan, karena aku yang masak 😀
Sepanjang yang kulihat tadi, anak-anak kelas 6 sudah lumayan untuk berdiskusi. Tidak ada yang bertengkar, atau menjelek-jelekkan lawan, atau bicara dengan “membodoh-bodohi”. Di kelas 5 mereka hanya belajar diskusi dengan dua grup, pro-kontra dan diketuai moderator, dilengkapi pencatat untuk grup pro dan pencatat grup kontra serta penghitung waktu. Tapi kali ini ditambah dengan grup pengawas dan grup ini yang memberikan keputusan siapa yang paling bagus memberikan argumen. Semoga saja di SD Indonesia juga mempelajari cara berdiskusi yang baik ya.
Pada jam pelajaran ke dua aku ke kelas Kai, dan mereka sedang belajar etika. Setiap anak dibagikan lembar pertanyaan seperti : Apakah kamu punya adik laki-laki? Apakah kamu suka susu? dsb sebanyak 10 pertanyaan. Setiap anak harus secara aktif menyapa teman, memberikan salam lalu menanyakan satu pertanyaan yang ada. Kalau benar, temannya akan memberikan tanda-tangan, sedangkan kalau salah, dia harus mencari teman lain yang kira-kira jawabannya benar. Tujuannya untuk membuat murid-murid tidak takit bertanya dan berkomunikasi. Belajar bermasyarakat. Terutama karena mereka baru kelas 1 dan belum begitu mengenal teman-teman sekelasnya.
Dan Kai? aduuuh dia cuek beibeh dan tidak bisa menyapa teman-temannya untuk bertanya duluan. Kalau ada yang menghampir dia, dia sih akan jawab, tapi dia sendiri tidak aktif! Pemalu! Sampai aku melotot-melotot dari jauh menyuruh dia berbaur dengan temannya. Untung saja gurunya juga memperbolehkan bertanya pada orang tua yang berdiri di belakang, sehingga paling tidak Kai bisa bertanya padaku 😀 Tapi untunglah pada akhir pelajaran dia berhasil mendapatkan 6 tanda tangan dari 10 yang harus dikumpulkan. Duh Kai~~~~
Selesai jam kedua, aku cepat-cepat pulang untuk menjemur cucian, kemudian pergi ke dokter gigi untuk memeriksa luka bekas cabutan minggu lalu dan membersihkan karang gigi, yang sebetulnya harus dilakukan 6 bulan sekali (aku sudah “bolos” 2 tahun euy hihihi).
Hari ini panas, max 30 derajat saja! Sudah summer! (Dan semoga musim hujannya sudah selesai, karena hujan terus menerus seminggu yang lalu, pakaian jadi anyep, tidak kena matahari)
Tahu Ghana? Ghana adalah salah satu negara di Afrika. Tapi kalau kamu tinggal di Jepang, pasti tahu merek coklat “Ghana” yang agak bitter sweet itu. Kenapa tiba-tiba Imelda menulis tentang Ghana? Sebetulnya aku ingin memperkenalkan sebuah gerak dan lagu yang berjudul “Che Che Kule” yang merupakan lagu rakyat Ghana, dan kalau di bahasa Jepangkan menjadi CHE CHE KORI, CHE CHE KORISA. Sebuah gerak dan lagu yang diketahui SEMUA anak Jepang! Di TK dan SD pasti dalam acara kumpul-kumpul olahraga ada penampilan lagu ini. Biasanya dipadukan dengan lomba memasukkan bola merah dan putih ke dalam keranjang di tengah lingkaran. Ibu-ibu Indonesia yang tinggal di Jepang dan menyekolahkan anaknya di sekolah Jepang pasti tahu deh.
Ini merupakan penampilan kelas satu SD, termasuk Kai dalam acara pertandingan olahraga UNDOKAI yang telah dilaksanakan tgl 30 Mei yang lalu. 90 anak yang terbagi dalam dua kelompok Merah dan Putih (silakan baca tulisanku yang ini) membuat dua lingkaran besar, yang mengelilingi keranjang untuk dimasuki bola. Tapi sebelum memasukkan bola itu, mereka harus goyang badan dulu sesuai irama Che Che Kori. Baru setelah lagu berhenti di tengah-tengah, mereka berebut menuju tengah lingkaran dan memasukkan bola yang dipegangnya ke dalam keranjang. Namanya anak-anak main asal lempar sehingga lebih banyak bola yang keluar daripada yang masuk. Setelah peluit ditiup, mereka harus kembali ke tempatnya, dan guru melakukan penghitungan kelompok mana yang terbanyak memasukkan bola ke dalam keranjangnya. Setelah diketahui siapa yang terbanyak, lagu che che kori dilanjutkan lagi. Dan ini berulang sampai 3 kali. Hasilnya? Kelompok putih, kelompok Kai menang. Oh ya dalam undokai tahun ini baik Riku maupun Kai masuk dalam kelompok Putih. Untung saja sama, karena kalau tidak mama papanya bingung mau mengunggulkan kelompok yang mana 😀
Selain permainan dengan lagu Che Che Kori itu, Kai juga melakukan satu lagi gerak dan lagu, dan lari 50 meter. Yang lucu Kai sudah sejak seminggu sebelum pelaksanaan undokai itu minta maaf padaku kalau dia menjadi yang paling buntut. Hmmm aku sih mengatakan tidak apa, tapi sebetulnya dia bisa tuh. Hanya malas saja! Kelas 2 kudu diperbaiki deh. Sedangkan Riku, tahun ini dia bertugas lagi berdiri di depan waktu senam pemanasan dan pendinginan, kemudian lari 100 meter, pertandingan kuda kibasen dan senam eksibisi. Aku selalu kagum pada pertandingan kibasen 騎馬戦, yaitu setiap grup 4 orang, tiga yang menggendong (sebagai kuda) seorang (sebagai serdadu). Serdadu harus mengambil topi lawan untuk menang. Ibaratnya permainan catur. Berat! Pasti berat karena harus menopang teman sambil berlari dan harus punya strategi. Kenapa orang Indonesia tidak pernah coba permainan ini ya? Hasil pertandingan kelompok putih dan merah campuran murid kelas 5 dan 6 ini dimenangkan oleh kelompok merah.
Untuk senam eksibisi tahun ini berjudul “Michi” (jalan), dan memang tahun ini tidak ada piramida manusia seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi cukup menarik gerakan yang diperagakan, terutama gerakan ombak yang begitu serasi. Tanpa terasa aku dan papanya beberapa kali menghapus air mata. Anakku sudah menjadi kakak kelas yang tertinggi di SD dan memang sesuai judul senam eksibisi itu, dia sudah mulai menemukan “jalan” di SD dan akan menghadapi “jalan” lain yang lebih rumit di SMP. Dan yang ditekankan dalam senam eksibisi ini adalah kerjasama. Tanpa ada kerjasama dan latihan yang baik, tidak akan bisa menghasilkan gerakan yang bagus.
Undokai yang dilaksanakan sejak pukul 9 pagi dalam terik matahari yang pada hari itu Tokyo mencapai maksimum temperatur 32 derajat, ditutup dengan acara menggulirkan bola besar yang berwarna merah dan putih. Sekali lagi kelompok putih kalah cepat membawa bola besar itu dibandingkan kelompok merah. Keseluruhan pertandingan hari itu dimenangkan oleh kelompok merah, hanya dengan beda 10 point.
Undokai tahun ini merupakan undokai terakhir di SD bagi Riku, dan undokai pertama di SD bagi Kai. Baru tahun ini juga aku mengikuti semua pertandingan sebagai penonton berdua dengan Gen. Selalu ada rasa haru akan kegiatan yang amat bermanfaat ini, dan merasa bahwa seharusnya di sekolah Indonesia pun dilaksanakan acara-acara semacam ini. Bukan pertandingan perorangan, tapi pertandingan secara kelompok yang lebih mengutamakan kerjasama banyak orang. Apa salahnya orang Indonesia juga meniru kegiatan dari luar negeri yang positif. Sama seperti Jepang yang ternyata juga meniru dan mengadaptasi lagu dari sebuah negeri yang jauh, Ghana, dalam kegiatan anak-anak dan menyebar ke seluruh Jepang. Waktu kubaca, mereka mengetahui lagu Che Che Kule ini dari kegiatan pramuka Internasional yang diadakan di Jepang. Dan ini juga mengingatkanku bahwa cukup banyak orang Jepang yang juga mengetahui lagu Nona Manis, karena pernah diperkenalkan dalam kegiatan pramuka juga. Nona Manis ini diterjemahkan menjadi Kawaii Ano ko wa dareno mono.かわいいあの娘は誰のもの. Cobalah tanya pada orang Jepang yang berumur, pasti tahu deh hehehe. Akhirnya selesai juga tulisan ini hehehe
Pagi ini aku melihat foto-foto dari kakak kelasku, Pipin di FB nya mengenai foto-foto sekolah SMA kami yang telah menjadi baru. Ya, kami kangen suasana dulu waktu kami menempuh ilmau di sana, dalam segala kekurangan (sering banjir) dan kesederhanaannya. Setahuku sekolah kami ini sudah berusia lebih dari 50 tahun, tapi tepatnya berulang tahun kapan, aku tak tahu. Kamu tahu? (Kalau universitas tempatku mengajar aku tahu sih, karena tanggalnya lain-lain)
Hari ini merupakan hari libur untuk Riku dan Kai, karena hari ini dinyatakan sebagai hari pendirian sekolah. Sekolah ini didirikan tahun 1977, tapi pastinya bukan tanggal 10 Juni. Karena tahun ajaran di Jepang mulai April, jadi pasti dimulai bulan April. Dan setelah aku browsing, ternyata banyak sekolah yang merayakan hari pendiriannya di bulan Juni. Kenapa begitu?
Rupanya hanya menghindari hari-hari sibuk di awal tahun ajaran, dan bulan Juni itu tidak ada hari libur resmi nasional. Dan mungkin saja terpilihnya tanggal 10 Juni karena hari ini merupakan hari peringatan WAKTU, Toki no kinennbi. Hari peringatan bukan hari libur ini ditetapkan tahun 1920, untuk membuat masyarakat Jepang sadar akan waktu. Bisa dilihat bahwa sejarah Jepang memang membuat masyarakatnya menghargai waktu sampai se-detik-detik-nya 😀
Jadi, hari ini dua krucilsku libur, dan suamiku juga mengambil cuti karena dia bekerja hari Sabtu dan Minggu lalu. TAPI aku harus mengajar dari jam 1, jadi …… sejak pagi sudah sibuk mencuci dan memasak untuk makan pagi, siang dan malam. Well, aku selesaikan saja dulu tulisan ini.
(Saking kangennya ingin menulis, jadi cepat-cepat tulis deh. Sebetulnya ada satu tulisan tentang undokai waktu itu yang masih separuh hehehe. Oh ya sakit punggungku sedang direhab, dan ditambah sabtu kemarin aku dicabut gigi geraham bungsunya dan sakitnya masih sampai sekarang euy. Padahal sudah hari selasa kan? )
Of course not! My middle name is… E… V… bukan lucky hehehe. TAPI nama panggilan bapakku itu lucky sebagai pengganti Louis, dan aku beruntung punya bapak seperti papa 😉 Seminggu kemarin beberapa kali papa meneleponku, dan masuk answering machine. Tapi setiap kali aku mau menelepon pasti kelupaan atau ketiduran. Jadi baru sempat kemarin sore aku telepon dia, dan ternyata seminggu kemarin itu cuma mau ngobrol 😀 Kesepian dia karena anak-cucu semua tidak di rumah, dan dalam kondisi masuk angin. Sorry ya pa 😀 Mustinya papa BBM atau WA atau LINE atau FB hehehe. Dan kami bercerita ngalor ngidul mengenai apa saja yang teringat.
Tapi hari ini aku lucky! Beruntung, karena dua kali dapat potongan harga 😀 (emak-emak emang tidak jauh dari potongan harga ya hehehe). Seperti yang kutulis di posting sebelum ini “Tugas Kai“, aku menderita sakit punggung. Selain saran dari teman untuk diet, sakit punggung ini sepertinya tidak bisa nunggu diet deh hehehe. Jadi ada beberapa alternatif yang bisa aku coba, di antaranya : Hari 針 atau akupunktur, Kyu atau Moxibustion. Meskipun ngeri, kalau demi sembuh apa juga akan kujalani deh. Tapi semua harus pakai reservasi. Akhirnya aku cari yang aman yaitu shiatsu saja deh pikirku. Dan “terdampar” lah aku tadi pagi di tempat Chiropractic yang kudapat informasinya melalui web. Dekat stasiunku ini memang ada beberapa tempat “pijat” dan tempat ini satu-satunya yang kutemui mempunyai petugas yang banyak dan bisa tanpa reservation.
Jadi tepat jam 10:30 waktu mereka buka, aku masuk ke klinik tersebut. Di meja pendaftaran, susternya bertanya apakah aku bisa menulis kanji :D, ya jelas kelihatan ya bahwa aku bukan orang Jepang hehehe. Setelah mendaftar dan menuliskan data serta bagian yang sakit, aku diantar masuk oleh seorang petugas. Dia menanyakanku lagi dengan detil bagian yang sakit dan penyebabnya. Lalu dia antar menuju sebuah “tempat tidur berdiri”. Memang aku melihat ada dua orang yang sedang dipijat, dan dua lagi tempat tidur yang berdiri itu. Bagaimana caranya pijat sambil berdiri ya pikirku hehehe.
Ternyata tempat tidur ini ada namanya! Thompson Table yang memang khusus dipakai untuk chiropractic. Jadi aku berdiri dulu menghadap ke meja dengan menyenderkan badan dan kepala, baru otomatis meja itu turun menjadi tempat tidur. Meja itu mempunyai beberapa bagian yang bisa dimaju mundurkan, yang memang dipakai waktu aku dipijat itu. Konon semua bagian badan itu terhubungkan dengan kotsuban 骨盤 atau tulang panggul, dan meja ini dibuat khusus untuk merehabilitasi tulang panggul itu. Banyak penyakit bersumber dari letak tulang panggul yang tidak benar. Dan oleh senseinya, dikatakan bahwa tulang panggulku agak miring ke kanan, sehingga panjang kaki (bukan real) kanan lebih pendek dari kaki kiri (meskipun tidak terlihat) . Dan salah satu penyebab sakitnya tulang punggungku itu ternyata ada bagian tulang rusuk di bagian punggung yang mencuat ke luar, sehingga otomatis otot di sekitarnya mudah kram. Aku sendiri merasa terbantu dengan pemijatan ala chiropractic ini dan merasa bahwa pilihanku ke sana tidak salah. Pemijatan dilakukan tepat di bagian yang sakit (tepat pada syarafnya) dan tidak terlalu kuat memijatnya. Aku juga tidak perlu buka baju sama sekali dan tidak bau atau pliket oleh minyak (meskipun ada kalau mau pilih program itu). Malas rasanya mengganti baju atau buka baju dan harus mandi lagi seperti kalau aku pijat di Bersih Sehat di Jakarta. Untuk sementara tempat ini akan menjadi tujuan aku “mereparasi” badan yang makin tua ini hehhee.
Dan yang aku senangi di sini, senseinya tidak mengatakan bahwa aku harus kembali kapan. Terserah saja kalau sakit tidak tertahan untuk datang. Dan dia menjelaskan bahwa course yang baru dia lakukan itu course 25 menit yang harganya 2600 yen (260.000Rp kira-kira) dan itu yang standar. Kalau sudah biasa, bisa menjadi 15 menit, atau kalau sudah sakit sekali bisa diperpanjang menjadi 35 menit. So maksimumnya 35 menit. Wah kalau cuma 35 menit aku betah mungkin, karena dalam informasi di internet, ada yang sampai 2 jam segala dipijatnya (di Jakarta juga minimum 1 jam kan?)
Oh ya ada satu kalimat dari senseinya yang aku setuju, yaitu tidak ada itu sebetulnya 姿勢が悪い (posisi badan/bentuk badan yang salah) tapi adanya posisi badan yang tidak berubah-ubah, itu-itu saja. dan itu yang menyebabkan sakit. Tidak ada orang yang bisa 姿勢が正しい (bentuk badannya benar) karena maksimum orang hanya bisa menjaga posisi tubuh yang benar seperti badan tegap itu hanya 10 menit, setelah itu pun pasti harus mengubah posisi badannya. Setuju deh dengan pernyataan ini hehehe.
Nah, hubungannya ceritaku hari ini dengan luckynya apa? Ya aku bukan hanya lucky karena bertemu dengan pemijatan yang bagus, tapi hari ini yang sebetulnya aku harus bayar 2600 yen, aku cukup membayar 1500 yen karena aku tahu informasi tempat chiropractic ini dari internet dan untuk pertama kali. Yeay! Untung deh ….
Dan untung yang kedua, waktu aku keluar dari tempat pemijatan ini sudah jam 11:30 dan aku sudah lapar. Jadi cari makan ceritanya. Inginnya sih makan spaghetti tapi cari resto spaghetti kok tidak ketemu, jadi aku masuk resto sushi deh. Kupikir aku mau pilih Chirashi sushi lagi (Chirashi sushi itu nasi dalam mangkuk dan di atasnya ditaruh irisan ikan/udang dll) . Harga umumnya sekitar 1000 yen, tapi ternyata setelah aku pesan, aku baca di papan menu, bahwa hari Selasa itu adalah Ladies Day, dan harga chirashi sushinya CUMA 780 yen! Yeay lucky deh!
Are you lucky today? 😉
(Ladies Day adalah program dari beberapa toko/restoran/bioskop yang memberlakukan potongan harga bagi wanita yang berbelanja pada hari yang ditentukan itu. Cukup banyak toko yang mengambil kebijakan itu untuk menarik konsumen wanita, yang kebanyakan sudah tua dan berduit untuk belanja di tokonya, dan kalau enak atau pelayanan bagus, wanita-wanita ini adalah reklame berjalan. Dia akan memuji toko itu pada wanita lain, sehingga menjadi promosi bagi toko tersebut).
Hari ini , Senin aku memaksakan diri pergi mengajar. Sudah sejak hari Jumat malam, punggungku bermasalah. Mungkin karena aku selalu bawa belanjaan sepulang mengajar sehingga terlalu berat. Atau karena aku terlalu banyak kerja yang duduk saja, sehingga tidak banyak bergerak sehingga otot punggung menjadi tegang. Atau karena perubahan suhu naik turun, sehingga badan tidak bisa terima. Pokoknya aku merasa punggungku seperti baal, mati rasa. Dipakai duduk sakit, dipakai berdiri sakit, apalagi buat membungkuk. Sebentar-sebentar aku harus meluruskan punggungku dengan berbaring. Duh seperti lansia saja! Dan kondisi ini amat menyebalkanku, karena otomatis aku tidak bisa pergi ke mana-mana, dan tidak bisa membereskan rumah padahal waktu beberes itu pas Sabtu Minggu. Jadi aku tinggal di rumah Minggu siang-sore, karena anak-anak pergi dengan papanya menangkap kupu-kupu di sebuah sungai di Saitama.
Kondisi punggungku agak mendingan kalau aku berendam di air panas, lalu memakai shippu (koyo besar mengandung obat). Tidak tanggung-tanggung, satu kotak berisi 6 lembar shippu kupakai semua sekaligus (jadi satu punggung warna putih tuh hihihi) dan aku bisa tidur semalam. Demikian juga tadi pagi sebelum berangkat ngajar jam 7 pagi, aku sempatkan berendam di air panas dan pasang shippu lagi.
Tapi hari ini ternyata muridku sakit. Mukanya pucat sekali, sehingga aku juga tidak tega mengajar terus. Semestinya ada 4 jam pelajaran dan kami hanya selesaikan 1 jam saja, kemudian dia minta ijin untuk istirahat. Senang juga aku bisa pulang lebih cepat dari semestinya, dan aku pulang sampai rumah jauh sebelum Kai pulang.
Tak lama terdengar suara pintu masuk dibuka, Kai membuka pintu dan kaget melihat aku. “Kok mama sudah pulang?” Aku langsung memeluk dia… Dan dia dengan bangganya mengatakan, “Lihat ma, aku selalu begini loh kalau pulang sekolah” Dia taruh topi sekolahnya di tempatnya, lalu memasukkan kunci ke dalam ranselnya, dan mengeluarkan PR. Sambil mengerjakan PR nya, dia berkata, “Meskipun mama tidak ada, setiap hari aku langsung buat PR dan tidak menyalakan TV loh”…. seakan ingin menegaskan perbuatannya dan bahwa dia tidak berbohong. Tentu saja nak, mama tahu kok. Dan mama juga tahu bahwa begitu PR selesai, dia akan menonton TV atau bermain dengan DS nya. Eh tapi aku lihat dia juga bermain dengan legonya. Katanya dia mau membuat shopping arcade 😀
Tugas Kai di rumah setiap hari ya hanya itu, membuat PR dan makan kalau dia lapar, sekitar jam 4. Biasanya aku sediakan makanan kecil, tapi kalau tidak ada, dia akan mengambil nasi dan membuat onigiri sendiri. Atau mengambil roti dan membuat roti sendiri. Dia tahu bahwa dia belum boleh pakai api atau air panas.
Tapi di sekolah ternyata Kai mempunyai tugas yang sudah disepakati bersama satu kelas. Tugasnya setiap hari adalah memberi makan ikan mas yang berada di dalam kelas mereka. Selain tugas memberi makan ikan, ada tugas-tugas lain seperti petugas listrik (bertanggung jawab mematikan listrik kalau tidak ada orang di dalam kelas), petugas meja (mengatur meja-meja supaya lurus), petugas yang memberi air tanaman, petugas menghapus papan tulis dll. Sudah sejak kelas 1 SD, murid-murid ini diberi tugas dan tanggung jawab dalam kelas. Belum lagi mereka juga bergiliran menjadi petugas pembagi makanan untuk makan siang.
“Ma, Tadi aku jadi petugas membagi makanan siang. Aku bagikan sumpit dan piring ke teman-teman”
“Oh kamu jadi kyushoku touban 給食当番 ya? Sudah pernah jadi nicchoku日直?”
“Kemarin dulu jadi nicchoku”
“Emang kalau nicchoku ngapain aja?”
“Ya aku harus memberi salam di depan kelas, mengajak murid beri salam guru pagi hari dan waktu pulang. Lalu kalau ganti pelajaran mengajak murid bersiap mengikuti pelajaran berikutnya deh.”
“Lain sama touban waktu TK ya. Kalau TK kan malah guru tanya-tanya ke toubansan hobinya apa dan lain-lain. Kai bisa berkata dengan jelas di depan kelas? (aku ragu dia bisa bicara jelas…kedua anakku bukan tipe pemimpin soalnya heheh)”
“Ya bisa dong. Aku mesti berdiri di depan loh….”
“Mama dulu waktu SD pemalu sekali tidak bisa berdiri di depan. Sekarang malah berdiri di depan terus…soalnya jadi guru hahaha”
“Hahaha iya ya!”
Ah senangnya hari ini bisa bercerita banyak dengan Kai tentang sekolah dan tugas-tugasnya. Aku senang kalau anak-anakku bisa jadi pemimpin, tapi kelihatannya untuk ini gen nya Gen lebih dominan, masih pemalu kalau berdiri di depan orang banyak hehehe.
Huhuhuhu kangen ingin menulis banyak. Tapi biasanya kalau aku mempunyai keinginan untuk menulis banyak itu justru tidak akan terlaksana karena aku perlu mengedit foto atau mencari keterangan tambahan lainnya, sehingga akhirnya tidak tertuliskan! Begitulah kalau punya sifat maunya sempurna ya…. Benar-benar harus dilawan. Dan kebetulan malam ini aku punya sedikit waktu luang untuk keluar dari “kegalauan tak bisa menulis” 😀
Hari ini, sebetulnya, selain ingin melanjutkan catatan PkS, aku ingin menulis tentang dua topik: Tugas Kai dan Smartphone. Mumpung masih hangat, aku tulis yang smartphone dulu ya.
Kamu sadari tidak, bahwa smartphone atau internet itu mempunyai dampak yang saling bertolak belakang. Di satu pihak kamu bisa menjadi pintar, karena jika ingin mengetahui apa saja, bisa cari melalui mbah Google (atau mesin pencari lainnya) dan voila... ketemu. TAPI, ada tapinya nih.
Dengan adanya smartphone/internet ini kamu menjadi MALAS berpikir, MALAS mencari lewat buku atau kamus/ensiklopedia, dan gawatnya jadi MALAS BELAJAR. Pikirnya toh bisa googling kalau perlu. Dan ini gawat loh….. Teleponnya sih SMART tapi kitanya, manusianya jadi BODOH! Dan kelihatannya sisi negatif ini yang menjadi tambah parah, terutama di kalangan mahasiswa (di Jepang).
Beberapa hari yang lalu aku sempat kaget melihat teman dosen yang mengupload foto mahasiswa dalam kelasnya yang memotret papan tulis whiteboard. SEMUA mahasiswanya, tidak ada yang tidak mengarahkan smartphonenya ke whiteboard. Kupikir untung sekali mahasiswaku di dua universitas tidak ada yang begitu. Mereka masih menulis di kertas fotokopi yang kubagikan. Meskipun aku sempat kaget sekitar 2 tahun waktu ada anak yang menanyakan email aku untuk mengirim tugas. Aku tuliskan emailku yang pendek dan mudah itu di papan, kemudian si mahasiswa MEMOTRETnya! Kaget aku. Aku sendiri jika ingin mengambil jalan pintas (tidak mau menulis di kertas) akan menulis langsung di kolom email dan kirim email kosong untuk meyakinkan bahwa emailku sudah sampai. Sejak 2 tahun itu aku mulai melihat kecenderungan mahasiswa yang malas mencatat dan hanya memotret tulisan di papan tulis (ke dua universitas tempatku kerja masih memakai papan tulis dengan kapur). TAPI tidak ada yang memotret bahan kuliah serentak. (Mungkin tidak keburu karena aku cepat menghapus tulisanku ya hehehe)
Manusia emang pintar menggunakan gadget yang ada. Tapi ada kalanya dengan kemudahan-kemudahan itu, manusia akan bertambah BODOH! Salah satunya dengan contoh yang akan kuberikan di bawah ini.
Pada test menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia, aku mengeluarkan soal yang SEHARUSnya diterjemahkan secara harafiah saja: 私はちょっと疲れたが、元気です Saya sedikit capek tapi sehat. Memang soal tentang kata sifat: capek (tentu saja yang benar dan baku itu capai, tapi mana ada orang Indonesia sekarang tahu bahwa yang benar itu capai? hehehe) dan sehat. TAPI ada mahasiswaku yang menjawab begini: Aku sedikit lelah, tapi saya baik-baik saja.
Waaaaah begitu aku baca jawabannya, aku sampai teringat lagunya RATU yang berjudul Aku baik-baik saja hahahhaa. Kupikir pintar sekali dia! Tapi jelas dia pakai internet/smartphonenya. Aku memang membolehkan mahasiswa membuka catatan/diktatnya masing-masing, tapi smartphone? A big NO!
Dan memang kalau aku cari lewat google translator akan keluar seperti ini:
O o o kamu ketahuan! Aku selalu katakan pada mahasiswaku bahwa translator engine itu PARAH! Kalau toh mau pakai kamus online, carilah kata per kata, lalu SUSUN sesuai apa yang sudah dipelajari. Aku tidak minta smartphone yang belajar kok! Kalau tidak mau belajar ya jangan jadi mahasiswa. Setiap kali aku selalu mengingatkan mereka: “Saya tahu siapa yang menerjemahkan dengan translator. Jadi kalau tidak mau nilainya dikurangi, jangan pakai!” Dan tentu saja yang pakai smartphone dalam kelas itu adalah mahasiswa yang sering absen, tidur dalam kelas atau tidak perhatian dalam pelajaran. Sulit mengendalikan mahasiswa sebanyak 60 orang dalam kelas memang, dan aku tidak bisa mengumpulkan smartphone mereka sebelum kuliah dimulai. Seperti anak SD/SMP/SMA saja kan? Beberapa usaha yang kulakukan supaya mereka tidak mencontek teman atau smartphone adalah dengan ngider/ berjalan berkeliling atau membuat dua soal yang berbeda (diacak soalnya) sehingga tidak bisa lirik kanan/kiri. Atau sekaligus membuat soal yang banyak untuk diselesaikan dalam waktu terbatas. Mahasiswa yang perhatian pasti bisa, tapi yang tidak memperhatikan kuliah pasti KO 😀 Dan sepertinya aku harus menanyakan pihak universitas apakah aku bisa menyuruh mahasiswa memasukkan smartphonenya dalam kardus sebelum kuliah dimulai, terutama waktu test. Hmmm mungkin pihak Universitas akan membolehkan, tapi akunya yang MALAS hahaha (tertular si smartphone deh). Mendokusai! Repot kan mengumpulkan 60 HP sebelum kuliah mulai…. pasti makan waktu 😀
So…. kamu mahasiswa? Belajarlah dan jangan mengkhianati gurumu yang sudah memberi kepercayaan padamu. Kamu dosen? Ada tips apalagi nih untuk menghadapi mahasiswa modern macam ini. Dan ya, sepertinya aku tidak bisa lagi terus menjadi guru BAIK, harus jadi guru yang GALAK nih! hihihi.
PS: sorry curhatan profesi nih
tambahan hasil endapan dan komentarku terhadap pendapat untuk mengumpulkan HP sebelum kuliah:
aku tahu bahwa ada beberapa anak yang main game. Kalau internet sudah lama tahu. BAHKAN ada yang nonton! menyebalkan. Kejadian ini TIDAK terjadi pada kelas yang hanya diikuti 20-30 orang (bahkan 40 orang), tapi kalau sudah kelas besar di atas 40 orang… nah! Mulai kelihatan sejak tahun lalu, dan aku sendiri sudah mengaplikasikan beberapa cara ujian yang mengijinkan pemakaian internet karena memang sudah aku buat sulit sekalian. Tapi kalau pakai translator langsung ketahuan dan nilainya dikurangi SETENGAH! hahaha. Aku tidak mau membuat mahasiswa menjadi murid SD, karena aku tahu juga kadang aku melihat smartphone untuk melihat jam. Lalu ada alert gempa yang berbunyi kan? penyakit deh! 依存症 addicted!
Aku sedang memikirkan cara win win solution, yang tidak merepotkan aku juga untuk mengawasi HP^HP ini (kalau ada yang jatuh atau rusak nanti aku di-sue lagi hehehe). Minggu depan aku akan coba bagikan amplop coklat ke setiap anak sebelum kuliah dan minta mereka memasukkan HP nya ke dalam amplop lalu lipat dan taruh di meja bagian depan. satu jam saja!
Kemarin aku marah karena aku tahu banyak yang tidak mengikuti penjelasanku. Lalu aku selesaikan kelas lebih cepat dan mengatakan minggu depan test yang baru kujelaskan itu tapi boleh buka buku/catatan. Tiba-tiba ada mahasiswa datang dengan fotokopian KOSONG tanpa coretan dan bilang, “Sensei bisa kasih tahu ini artinya apa?” WHAAAAT aku musti ulang penjelasan tadi untuk dia saja? Kalau beberapa kata OK aku biasanya layani, tapi ini SEMUA! Buset deh, aku langsung marah dan bilang, “Apa? semua? IYADA! Saya mau cepat pulang!” dan pergi tinggalkan dia. Biar saja dia cari jalan bagaimana mengetahui terjemahan apa yang kujelaskan tadi. Masalah penggunaan smartphone di kuliah sudah mulai gawat, dan biasanya dosen acuhkan. Pikirnya toh mereka (mahasiswa) sudah dewasa. Aku mau coba galak dulu di kelasku sambil soudan (diskusi) dengan administrasi univ untuk memberitahukan tindakanku supaya jangan dipersalahkan nanti kalau ada apa-apa. Misalnya, ada berita duka dari keluarga yang harus segera diketahui tapi tidak bisa karena aku suruh matikan HP dll (aku selalu pikirkan segala kemungkinan sih).
Shinkansen biasanya diterjemahkan sebagai kereta super express, tapi dengan informasi mengenai Jepang yang sudah membanjir di Indonesia, hampir semua “pemerhati Jepang” sudah tahu mengenai shinkansen, jadi dengan tetap memakai kata shinkansen pun sudah bisa dimengerti.
Seperti yang kutulis di Perjalanan ke Selatan (PkS), aku naik shinkansen untuk mengadakan perjalanan ke Kyushu. Aku ingat dulu mama juga berbangga sudah naik shinkansen sekitar th 1970-an akhir waktu dia ke Jepang. Dan olehnya, Shinkansen diterjemahkan menjadi Bullet train (yang naik sih ngga semua bulet hehehe, canda!). Aku sendiri waktu pertama kali ke Jepang tahun 1988-an juga sudah pernah naik shinkansen dari Tokyo ke Osaka selama 3 jam. Kesanku waktu itu: naik shinkansen itu sama dengan naik pesawat, karena interiornya bagus. Sampai waktu aku duduk, sempat mencari-cari seat belt 😀 Bedanya ya masih bisa melihat pemandangan (bukan awan saja) di luar jendela.
Ternyata nama shinkansen itu sudah dirintis mulai tahun 1940, namun yang merupakan kereta super express dengan kecepatan 210 km/jam itu dimulai tahun 1964, tahun diadakannya Olimpiade di Tokyo. Dan itu berarti 50 tahun lalu!! Sejarah Shinkansen sudah setengah abad. Hebat euy…. Sekarang kecepatan shinkansen mencapai 320 km/jam, bahkan sudah ada uji coba SCMaglev yang membuat kereta dengan kecepatan 581km/jam, yang konon menjadi kereta tercepat di dunia.
Kalau teman-teman berencana datang ke Jepang, silakan mencoba naik shinkansen, yang juga terkover dengan karcis railway JR seminggu yang dijual di Jakarta (kalau tidak salah seharga 29.111 yen naik kereta JR ke mana saja selama seminggu, bisa cari keterangannya di sini). Karena kalau beli di Tokyo di loket biasa dengan harga yang sama hanya dapat tiket shinkansen pp Tokyo-Osaka saja untuk satu kali pakai. Tapi memang dengan tiket itu tidak bisa naik Nozomi (yang paling cepat tanpa berhenti di kota kecil), tapi cukuplah dengan jalur Hikari, sama-sama cepat :D.
Satu hal yang perlu diketahui juga, shinkansen selain super cepat, juga super TEPAT waktu! Di karcisku tertulis keberangkatan jam 09:13, dan tentu 10 menit sebelumnya aku dan anak-anak sudah berdiri di depan pintu gerbongku menunggu petugas membersihkan bagian dalam shinkansen yang baru saja tiba. Petugas yang sudah terlatih ini konon bisa membersihkan satu gerbong dalam waktu 7 menit dan selalu dipuji orang asing yang melihatnya. Kalau mau melihat bagaimana mereka membersihkan dalam 7 menit silakan buka Youtube ini: https://www.youtube.com/watch?v=rFXi1cM9vO0
Kami boleh masuk ke dalam gerbong kami setelah gerbong bersih, dan teeet jam 9:13 shinkansen berangkat. Konon keterlambatan shinkansen hanya 36 DETIK, yang sudah termasuk gangguan cuaca. Kecelakaan? Tentu pernah ada kecelakaan yang terjadi karena badai dan gempa bumi (3 kali) tapi tidak ada penumpang yang cedera. Shinkansen sendiri dilengkapi sensor gempa sehingga otomatis berhenti jika ada gempa. Kalaupun ada korban meninggal akibat shinkansen, itu adalah orang yang mau bunuh diri dan melompat dari/ke arah shinkansen.
Kami bertiga duduk satu baris dan memang yang membedakan shinkansen dengan pesawat itu ruang untuk kakinya begitu lebar sehingga kami bisa menaruh tas di depan kaki, tanpa harus bersempit-sempit. Tentu saja tas bisa kami taruh di atas rak, tapi aku biasanya malas taruh di atas. Angkatnya itu loh yang tidak kuat, takut sakit pinggang hehehe. Maklum sudah tua sih.
Nah setelah kami duduk, mulai deh masing-masing klutekan dengan hobinya masing-masing untuk “membunuh” waktu 5 jam perjalanan. Yang pasti aku bobo, Kai bermain nintendo ds nya, dan Riku membaca buku. Riku memang sedang getol-getolnya membaca, sehingga dalam perjalanan 6 hari ke Kyushu pun dia membawa 5 buku di dalam ransel. Tentu saja aku dukung, sepanjang bukan aku yang harus gendong ransel itu 😀 Eh… tapi aku membelikan dia tas (koper kecil) geret kok, sehingga barang berat bisa dia masukkan ke dalam tas itu.
Yang aku senang aku menemukan stop kontak untuk mencharge HP/komputer di bagian bawah shinkansen. Konon tidak semua shinkansen menyediakan stop kontak. Jalur yang kami naiki juga menyediakan wifi tapi aku tidak pakai karena toh HP ku sudah terkonek internet terus. Meskipun aku membawa power bank, senang sekali melihat tersedianya stop kontak di dalam shinkansen.
Ntah kebetulan atau tidak, WC di gerbongku sangat bersih dan modern. Katanya tidak semua shinkansen mempunyai WC khusus disable sebesar dan secanggih ini. Kalau bersihnya sih bisa dijamin, karena aku hampir tidak pernah menemukan WC shinkansen yang kotor. Biasanya yang mengotori kan penumpangnya sendiri hehehe, sehingga WC itu pasti bersih kalau baru berangkat. Kalau sudah lewat beberapa jam, ya tidak tahu yah 😀
Oh ya, satu lagi yang perlu kutulis adalah tentang penjualan makanan/minuman dalam shinkansen. Papaku selalu memesan unagi bento (nasi belut) di dalam shinkansen yang dia tumpangi. Gen juga sempat mengingatkanku untuk membeli bento saja di dalam shinkansen. Memang sedikit lebih mahal daripada bento yang dijual di stasiun, tapi konon “naik shinkansen = makan bento khusus yang hanya dijual dalam shinkansen”. Tapi untuk membeli bento ini, kita sendiri yang harus memperhatikan kapan si Shinkansen Lady ini membawa cart dan warawiri di lorong gerbong, karena dia tidak shitsukoi (cerewet) menawarkan dagangannya. Aku sendiri sempat membeli kopi panas untukku dan coklat untuk anak-anak dari Shinkansen Lady ini. Bentonya aku sudah beli di stasiun sebelum naik karena cukup banyak waktu luang.
Pelayanan lainnya adalah penyampaian nama stasiun perhentian dengan bahasa Jepang dan bahasa Inggris serta tulisan di display atas pintu. Jadi kalau turun di tengah-tengah pun tidak usah takut untuk ketinggalan (baca: kebablasan) turun di stasiun tujuan. Untung saja kami turun di stasiun terakhir yaitu Hakata yang menjadi tujuan dari kereta Nozomi #159.
display nama stasiun tujuan di atas pintu, ditambah pengumuman dalam bahasa Jepang dan Inggris.
Bagiku sebetulnya Golden Week tahun ini cukup lama. Part 1 yang hanya tgl 29 April kami lalui dengan beristirahat di rumah saja. Tgl 30 kembali bekerja, tapi tgl 1 dan 2 Mei universitasku tempat bekerja meliburkan semua perkuliahan, jadi aku libur dong. Anak-anak SD semua bersekolah seperti biasa sih. Sayangnya aku sakit sehingga hanya bisa keluar rumah tgl 2 Mei untuk lunch bersama adikku.
Part 2 nya dimulai tgl 3 sampai 6 Mei, 4 hari berturut-turut. Kupikir Gen bekerja, karena memang waktu kutanya bagaimana rencana GW, dia khawatir harus bekerja terus. Karena itu aku juga tidak membuat rencana apa-apa, paling-paling bermain dengan anak-anak di tempat yang dekat. TAPI ternyata Gen memutuskan untuk libur 4 hari penuh. Mau tahu sebabnya?
Persis sebelum GW part 2 itu, ada seorang professor yang kehilangan ayahnya. Dalam emailnya dia menyesal tidak membuat waktu lebih banyak lagi bersama ayahnya yang sudah tua. Dia lebih banyak memakai waktu untuk bekerja. Sebuah penyesalan yang terlambat, tapi “biasa” terjadi di Jepang. Karena itu boss nya Gen mengingatkan bawahannya agar tidak menyesal di kemudian hari. Jadi deh Gen libur 4hari hehehe.
Tapi 4 hari libur itu memang akhirnya dipakai untuk istirahat 2hari penuh olehku dan Gen. Bayar tidur! Baru pada tgl 4 malam kami pergi ke rumah mertua dan makan malam bersama di sana dan menginap. Tgl 5 Mei, Hari Anak. Jam 4:30 pagi anak-anak sudah bangun (tidak biasanya) karena mereka sangat antusias untuk pergi memancing, sesuai janji papanya sebelum mereka tidur.
Karena ibu mertuaku mau ikut ke pelabuhan, jadi deh aku ikut juga. Kupikir kalau setelah memancing mau pergi ke mana-mana biar aku bisa langsung ikut daripada pulang dan jemput aku lagi. Jadi kami berlima berangkat jam 5:05 dari rumah menuju ke Daikoku Pier, pelabuhan yang mempunyai tempat khusus memancing. Nah dalam perjalanan di pagi hari yang masih sepi itulah HP ku berbunyi memberitahukan gempa. Tak lama bapak mertuaku telepon dan mengatakan bahwa di Tokyo gempa shindo 5, cukup besar, berpusat di Minami Ooshima (pulau bagian Tokyo). Biasanya gempa yang terjadi di laut membawa resiko tsunami, sehingga kami sempat menunda perjalanan ke pelabuhan. Setelah yakin bahwa tidak ada kemungkinan tsunami baru kami melanjutkan perjalanan. Hmmm akhir-akhir ini memang cukup banyak gempa-gempa kecil yang terjadi, sehingga cukup membuat khawatir.
Kami sampai di tempat pemancingan pukul 6 lebih, dan sudah cukup banyak orang yang ingin memancing di sana. Karena aku berjalan bersama ibu mertua (Achan), kami tertinggal di belakang, karena Gen dan anak-anak harus cepat-cepat mengambil tempat. Aku dan Achan sempat berjalan terus sampai ujung jembatan untuk memancing tapi tidak ketemu. Cukup seram juga buatku karena jembatannya berlubang-lubang sehingga bisa terlihat laut di bawahnya.
Akhirnya aku dan Achan menunggu di ruang istirahat yang tersedia. Kadang aku membaca, bermain game, atau tidur. Oh ya di ruang tunggu itu ada berbagai macam vending machine. Selain vending machine untuk minuman, ada vending machine untuk cup noodle, makanan panas (nugget, mi goreng, potato fry, hotdog dll), serta vending es krim kecil.
Achan sempat bertanya padaku, “Kamu selalu tunggu begini kalau mereka mancing?”. Waktu kujawab “Ya” meskipun kami sebetulnya baru dua kali memancing di pantai Jepang. Achan lalu mengatakan cukup sekali saja ikut, lain kali dia tidak mau hehehe. Memang menunggu itu membosankan sih. Sampai akhirnya aku menanyakan”Kapan mau pulang?” Dan ditentukan kami akan pulang pukul 11:30. Lima jam lebih kami disitu dan tidak ada satu ekorpun ikan yang terpancing. Sekeliling Riku juga tidak ada yang berhasil menangkap ikan. Memang susah kalau memancing di pantai begitu.
Akhirnya kami pergi makan ke restoran sushi, dan makan ikan mentah meskipun bukan hasil pancingan sendiri 😀 “Mancing”nya pindah ke restoran deh. Tapi mungkin karena temperatur berubah-ubah panas dingin, akhirnya keeesokan harinya kami tinggal di rumah karena Kai dengan demam.
Dalam liburan musim semi yang lalu, yaitu dari tanggal 26 Maret sampai 31 Maret, aku bersama Riku dan Kai, bertiga pergi melakukan perjalanan ke daerah Kyushu yang terletak di selatan Jepang. Tentu saja tujuan sebenarnya adalah untuk melengkapi cap 100 kastil Jepang terkenal. Tentu kami tidak bisa menunggu Gen sampai bisa pergi bersama, jadi aku merencanakan untuk pergi bertiga saja dengan anak-anak yang memang sedang liburan musim semi.
Wisata domestik Jepang itu mahal! Semua orang Jepang tahu itu. Lebih murah kami pergi ke Korea atau ke New York daripada berlibur ke dalam negeri Jepang. Dan sudah lama aku selalu katakan ke Gen, kalau mengajak aku pergi ke Okinawa yang merupakan “Bali”nya orang Jepang, mendingan kasih uangnya saja, aku akan lebih senang ke Bali. Tapi karena deMiyashita punya hobi/proyek keluarga mengejar 100 kastil Jepang terkenal, maka mau tidak mau kami harus mengadakan perjalanan dalam negeri. Dan suatu kali aku pun akan sampai ke Okinawa 😉
Karena itu aku mulai mencari tiket dan penginapan sejak awal Maret. Karena bersamaan dengan liburan musim semi, banyak juga yang lulus sekolah, sehingga merupakan peak season bagi pelajar di Jepang. Dan aku tetapkan tempat tujuan adalah Kyushu. Pendapatku, jika toh sudah keluar rumah, lebih baik sekaligus saja jalani semua yang bisa dikunjungi. Tapi akhirnya aku harus give up rencana mengunjungi prefektur Oita, juga beberapa kastil di Nagasaki dan Saga yang sulit dicapai dan butuh satu hari penuh. Tujuanku kali ini 4 prefektur yaitu Fukuoka, Kumamoto, Nagasaki dan Saga. Mulailah aku mencari alamat kastil dan mengatur perjalanan agar sedapat mungkin pergi ke kastil yang terdapat dalam buku 100 Kastil Jepang Terkenal – 100Meijo 100名城-kemudian mencari cara untuk ke sananya.
Untuk mencari tiket Tokyo-Hakata aku gunakan website milik Kinki Nippon Tourist (KNT), yang sebelumnya juga sudah pernah aku gunakan waktu bepergian ke Sendai. Tentu saja semua dalam bahasa Jepang, dan aku berhasil menemukan beberapa pilihan yang murah dan menarik. Sulit untuk menentukan mana yang baik, naik shinkansen (kereta super ekspress) atau pesawat. Akhirnya setelah kuhitung-hitung biaya dan waktu tempuh dari bandara ke dalam kota setiap prefektur tujuan, aku memutuskan untuk naik shikansen saja. Karena toh pada akhirnya kami akan pergi ke mana-mana naik kereta. Waktu tempuh dari Tokyo sampai Hakata (Fukuoka) 5 jam. Backpackerlah kami!
Aku kemudian mendapat pilihan paket tur yang terbatas untuk pemesanan lewat internet. Jadi kalau pilih option itu, aku tidak bisa minta dibukukan di loket KNT yang biasanya ada di stasiun-stasiun. Juga tidak boleh “tanya-tanya”, harus mengerti dari keterangan yang tertulis di situ saja. Perlu diketahui harga tiket shinkansen (kereta super express) biasanya sekitar 30.000 yen (Rp 3 juta) per orang itu jika kita membeli langsung di stasiun. Tapi berkat pengalaman, di KNT itu aku mendapatkan paket dengan harga sama +kamar hotel untuk satu malam. Tentu aku merasa beruntung sekali karena sebetulnya tarif hotel tersebut juga sekitar 30.000 yen per malam, jika memesan langsung ke hotelnya. Paket tur memang selalu lebih murah, karena biasanya travel biro mendapatkan “jatah” kamar hotel dengan harga murah. Nah, karena aku mengambil paket 6 hari 5 malam, aku mesti mencari lagi penginapan untuk 4 hari lainnya.
Karena aku separuh ‘orang Jepang’ :D, aku ingin semua hotel fix sebelum berangkat. Apalagi untuk hari Sabtu dan Minggu, biasanya sulit mencari kamar kosong. Lagipula kepergian kami bertepatan dengan musim liburan anak-anak. Jadi aku memesan di agoda.com hotel yang berbeda (beda kota) untuk 3 malam. Loh kok 3 malam? Ya, ternyata waktu aku memesan paket tur shinkansen+hotel itu, aku bisa mendapatkan tambahan penginapan untuk hari terakhir. Kupikir biarlah aku harus membayar tambahan biaya hotel dalam paket itu, asal aku bisa dapat kamar. Eh, ternyata ada kesalahan komputer sehingga untuk kamar di malam ke 5 itu, aku tidak perlu membayar tambahan apa-apa. LUCKY! Untung di aku, meskipun rugi untuk kantor travel itu 😀 Aku bisa membeli karcis shinkansen + 2 malam di hotel berbintang dengan harga murah (sekali).
Setelah mendapatkan karcis shinkansen dan penginapan sesuai dengan jadwal yang telah kususun, aku mulai mempersiapkan jadwal kereta api yang mendetil antara kota-kota lengkap dengan biayanya. Karena aku malas membeli karcis setiap berangkat, aku dan Riku memakai pasmo/suica, yaitu sistem pembayaran karcis electtronik pra bayar. Riku memang aku belikan pasmo itu waktu dia naik kelas 5, karena dia sering harus bepergian naik bus sendiri untuk ke juku (bimbel). Pasmo untuk anak-anak itu bisa didapat di stasiun dengan menunjukkan kartu asuransi untuk pembuktian nama dan tanggal lahir. Karena untuk anak SD biaya kereta api hanya separuh dari harga dewasa. Dan untuk menandakan kartu itu tidak dipakai oleh orang dewasa, pada kartu diberi nama (dalam katakana) dan tanda 小 (SD) dan akan berbunyi waktu melewati pintu masuk stasiun. Kartu suica/pasmo aku dan Riku aku charge dulu sebelum berangkat. Nama kartu eletronik itu berbeda di setiap wilayah, tapi sistemnya sama sehingga dapat dipakai di seluruh Jepang, untuk stasiun yang sudah dilengkapi pintu otomatis. Selama perjalanan ke kyushu itu, aku hanya menemukan satu stasiun tujuan yang tidak mempunyai pintu otomatis, sehingga aku harus membeli karcis biasa.
Setelah memastikan aku mempunyai kartu kereta, aku mulai mempersiapkan tas, baju yang akan akan dibawa. Karena kami bergerak terus ke kota-kota yang berbeda, maka kami harus membawa terus barang-barang kami. Dan kami ini backpaker TIDAK sejati karena tidak mau memakai ransel besar ke mana-mana. Maklumlah aku sudah tua dan bermasalah dengan punggung sehingga tidak mau memberikan beban berlebihan pada punggungku. Kami memilih tas geret, tas cabin yang biasa diperbolehkan masuk cabin pesawat, satu untukku dan satu untuk Riku+Kai yang akan menjadi tanggung jawab Riku. Tas semacam itu sudah ada ukurannya, dan biasanya hanya cukup untuk perjalanan 2-3 hari. Nah loh….gimana dengan kami yang 6 hari? Tentu kami harus bawa seminim mungkin deh. Dua bawahan (celana panjang) dan 5 atasan cukup! Tidak ada waktu untuk dandan dan bergaya deh pokoknya 😀
Selain itu, yang aku paling persiapkan sekali adalah perlengkapan memotret. Aku mau bawa DSLR, tapi juga mau bawa kamera kecilku. Yokubari! (Rakus) Tapi kapan lagi aku bisa memotret keindahan Jepang Selatan? Meskipun berat, aku harus bawa! Dan selain kamera, aku merasa perlu membawa (membeli) tripod. Nah, aku juga merasa harus beli tongsis nih! Kalau tripod pasti akan makan waktu untuk settingnya, padahal aku mau ambil foto bertiga dong. Lagipula orang Indonesia gitu loh, terkenal dengan tongsisnya. Pernah ada yang bertanya : “Mbak tongsis itu apa?”. Lalu kujawab: “Aku sendiri belum punya, tapi kuduga itu singkatan dari tongkat narsis”. Ya, sebetulnya namanya ada MONOPOD. Kalau Tripod itu kaki tiga, kalau monopod ya kaki satu, alias tongkat perpanjangan tangan.
Waktu aku cari-cari tripod dan monopod di amazon, aku juga menemukan tripod kecil yang bisa ditempelkan di semua tempat yang terbuat dari besi, karena dia bermagnet (dan cukup kuat) dan cukup fleksibel. Namanya gorillapod 😀
Yes! Dengan demikian persiapan perjalanan kami sudah lengkap. Dari jauh hari aku sudah wanti-wanti anak-anak bahwa kami akan jalan jauh, jadi harus siap dan jangan mengeluh! 😀 Dan tahu jawaban Riku waktu kukatakan kami harus naik shinkansen 5 jam, “Ma… naik pesawat ke Jakarta kan 7 jam” hehehe.