Seperti biasanya di penghujung tahun, sejak tahun 2010, kami sekeluarga menetapkan 10 berita besar dari keluarga kami. Tapi aku sendiri menetapkan 8 saja, dan kuberi nama 8 Besar dari Nerima. Tahun depan, judul akan berganti, karena… kami pindah rumah.
- Imelda, seperti biasa sibuk sepanjang tahun. Setelah Februari terbit kamus Bahasa Indonesia, masih tetap mencatat perbaikan dan kata-kata yang belum termuat di kamus yang diterbitkan Shogakukan itu. Apalagi aku punya seorang murid yang rajin bertanya, sehingga membuatku tertolong karena dia sering menemukan kata yang terlewatkan tidak tercetak. Hampir setiap Sabtu, aku juga tidak berada di rumah karena ada kegiatan Rumah Budaya Indonesia (RBI) atau Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA). Kadang setelah acara pagi/siang, dilanjutkan sampai sore/malam dengan meeting-meeting. Kalau Kai berada di rumah pada Sabtu, aku mesti masak ekstra untuk makan pagi, siang dan malam. Untung anakku ini bisa menyiapkan makanan sendiri, sehingga kalau sampai aku tidak sempat memasak, dia akan masak telur atau makan cup noodle sendiri. Yang kasihan aku jadinya tidak pernah bisa mengikuti open school di SD nya. Sebagai puncaknya aku mesti ke Indonesia (sendiri) seminggu untuk menghadiri Kongres Bahasa Indonesia di Jakarta.
- Riku lulus SMP dan masuk SMA swasta di Saitama (April). Dengan keinginan sendiri dia mendaftarkan persiapan sakramen Krisma di gereja Kichijoji. Pada hari Krisma itu aku pertama kali bertemu dengan Uskup Tokyo Tarsicius Kikuchi Isao SVD. Dengan malu-malu, aku minta ijin untuk mencium cincin Uskup, sebuah kebiasaan yang tidak dilakukan oleh umat Katolik Jepang. Riku juga setelah SMA menjadi leader di Sekolah Minggu. Kelihatannya cukup banyak murid SD (terutama kelas 1 SD baik perempuan atau laki-laki) yang sayang pada Riku sehingga selalu menempel pada Riku.
- Kai menjadi kelas 5 SD dan mendapat wali kelas laki-laki yang baik (kelas 4 wali kelasnya perempuan dan… duh galak banget! Aku aja takut hahaha) . Untuk pelajaran Kokugo (bahasa Jepang) dan Matematika, Prakarya dan IPA dia bisa (dan bagus), tapi jangan disuruh kelas olahraga dan musik. Ada satu kali dia boikot sekolah setelah beberapa kali minta aku tulis surat ke gurunya supaya tidak usah olahraga karena sakit perut. Waktu dia minta tidak masuk sekolah, aku pikir ini sudah puncaknya. Jadi aku ajak dia malahan pergi ke Museum berdua. Ada satu masa aku juga kewalahan menghadapi Kai yang masa 反抗期. Aku tahu ada masalah pada dirinya sendiri (berat badan berlebih) dan dia juga sering dibully temannya akibat gemuknya. Untung saja setelah kami sudah pasti akan pindah rumah, dia mulai tidak enggan lagi ke sekolah (toh sudah tinggal sedikit lagi di sana). Padahal gurunya senang pada Kai karena Kai dewasa dan selalu baik pada temannya. Oh ya di kelas 5 dia menjadi 飼育員 petugas memelihara kelinci di sekolah.
- Berempat kami bisa berlibur bersama ke Jakarta, sekaligus merayakan ulang tahun papa ke 80. Gen sudah 6 tahun (sejak mama meninggal) tidak ke Jakarta, sehingga senang sekali kami sekeluarga bisa pergi bersama. Selain merayakan ultah papa di Jakarta, kami juga bisa pergi ke Galesong, Makassar. Untuk Gen setelah 16 tahun baru bisa ke Makassar lagi. Oleh Prof. Aminuddin Gen diberi padaengan menjadi Daeng Bella. Kami juga bisa bermain bersama anak-anak Galesong dan memberikan sedikit buku-buku bacaan untuk mereka. Untuk proyek 100Famous Castle kami, cuma dapat 1 cap tambahan yaitu Gifu Castle. Semoga tahun depan bisa nambah deh.
- Anak-anak semakin besar dan sudah bisa berdiri sendiri. Mereka berdua pergi menginap di summer camp bersama teman-teman gereja. Riku hampir setiap Sabtu pergi ke gereja untuk mempersiapkan bahan mengajar Sekolah Minggu bersama teman-temannya, dan makan bersama. Berkat teman-teman ini, dia juga bisa melebarkan sayap mengunjungi sekolah-sekolah dan kegiatan lain. Dengan teman akrabnya di SMA, dia juga pergi ke Harajuku dan membeli coat! Riku juga menjadi pekerja sukarela di Tokyo International Film Festival, dan harus menjadi MC berbahasa Inggris (baca sih)…. tapi lumayanlah, karena anakku ini memang tidak bisa berbahasa Inggris (malas belajar bahasa Inggris) . Semoga dia semakin berusaha memperbaiki bahasa Inggrisnya. Kalau bahasa Jepang sih dia termasuk nomor atas di kelas, terutama Bahasa Jepang Kuno. Selain itu entah mengapa dia juga mempelajari Bahasa Jerman pada guru yang buka kelas tambahan di SMAnya. Dan peserta kelas bahasa Jerman itu cuma 3 orang! Duh kok ceritanya Riku melulu ya. Untuk Kai dia sering pergi beli buku sendiri di stasiun dekat rumahku, dan rekor dia pergi naik kereta sendiri sampai Saitama! Memang dia membawa HP tapi bukan smartphone, sehingga untuk berhubungan dengan dia, harus melalui email! (No Line, No WA)
- Dalam bersosialisasi, aku mendapat banyak pertemuan pada tahun 2018. Bertemu banyak guru-guru BIPA, termasuk tokoh bahasa Indonesia Ibu Felicia, yang dulu jaman aku mahasiswa pernah ikut kuliahnya. Banyak teman baru dari grup Wanita Indonesia Berkarya di Jepang (WIB-J) yang tinggal di Jepang. Banyak belajar kebudayaan baru dengan berinteraksi dengan teman-teman dari berbagai suku, guru-guru seni dan kelompok budaya Indonesia di Jepang. Dan saya hanya berharap Kai bisa melebarkan sayap, bisa mendapat tempat baru di Saitama nanti setelah pindah sekolah. Semoga dia bisa bersosialisasi dan lebih dewasa. Satu yang bisa dicatat adalah Kai dan Gen bisa melihat Prince Akishino dan Princess Kiko sekeluarga waktu mengikuti konser 60 tahun, yang saat itu aku tak bisa hadiri karena harus ikut pertemuan PTA SMA. Ya, aku tetap menjadi petugas PTA di SMA, tapi kegiatan PTA di SMA tidak sesibuk waktu di SMP sehingga tidak memberatkanku.
- September kami akhirnya berhasil mendapatkan rumah di Saitama. Sebetulnya keinginan pindah rumah sudah lama, terutama sejak Riku berhasil masuk sekolah favorit di Saitama. Tapi karena tidak seperti beli tahu di pasar, kami belum bisa mendapatkan rumah yang menarik dan memenuhi kriteria kami. Akhirnya setelah kembali dari Jakarta, dapat! Tapi, kami belum bisa pindah langsung, karena memikirkan Kai yang harus pindah sekolah tiba-tiba di tengah semester. Aku pun mesti pergi ke Jakarta dan Nagoya bulan November… pokoknya Oktober, November, Desember sibuk deh! Sedikit-sedikit kami membawa barang sambil Gen dan Riku ke sekolah dan tempat kerja, taruh di rumah sana. Akhirnya kami memutuskan untuk melaporkan kepindahan di kelurahan setempat pada tgl 26 Desember kemarin, dan menggunakan liburan tahun baru untuk memindahkan barang-barang besar. Nanti cerita lagi tentang lingkungan kami yang baru ya.
- Setiap pertemuan ada perpisahan. Aku kehilangan seorang kakak sepupu yang meninggal di Jakarta. Di Jepang pengarang terkenal Kako Satoshi yang karyanya pernah aku ulas di TE ini : “Anda tahu PLTA Cirata?” atau juga “Oh Dewi Sri” meninggal. Ada dua anggota gereja Meguro yang meninggal muda. Mengingatkanku bahwa umur tak bisa diukur dan kematian tak bisa diprediksikan. Akhir-akhir ini juga di sekitar rumah kami banyak toko dan tempat yang tutup. Circle K di dekat halte bus kami tutup dan dampaknya setiap malam tempat itu terasa gelap sekali. Sebuah toko alat tulis yang dulu kami sering beli, ditutup dan tempatnya menjadi apartemen. Toko ikan hias langganan kami juga tutup. Banyak layanan yang kami ikuti juga menghentikan layanannya. Di rumah Nerima ini juga berturut-turut lampu mati, dan kami malas mengganti/memperbaiki karena toh akan pindah rumah. Yang paling besar mungkin adalah mobil. Karena pas jatuh tempo perpanjangan STNK (shaken habis), kami buang saja karena toh sudah 9 tahun dipakai. Sudah banyak “bonyok”nya bekas aku tabrakin 😀 (parah nih kiri belakang aku adalah 死角 buatku). Jadi kami sekarang pakai mobil rental 😀 . Siap-siap dengan semua yang baru… Semangat baru juga. Tahun baru segalanya baru 😀
Ada awal, ada akhir, Ada buka ada tutup. Dengan tulisan ini, Aku ingin menutup lembaran kehidupan kami sekeluarga di Nerima, Tokyo … dan memulai kehidupan di Sayama, Saitama di tahun yang baru dengan semangat baru.
Merry Christmas and Happy New Year 2019! よいお年をお迎えください。