Dalam kunjungan Daeng Senga ke Makassar kali ini, kami menyempatkan diri pergi (lagi) ke Bantimurung. Karena teman kami, Yuko san belum pernah ke sana. Bantimurung tempat yang menyenangkan sehingga berapa kali pun tidak akan bosan untuk pergi ke sana. Riku dan Kai juga ingat tempat ini, sehingga mereka sudah tahu arah jalan, dan mau cepat-cepat pergi ke air terjun besarnya.
Berlainan dengan waktu kami ke Bantimurung tahun 2012 lalu, kali ini banyak orang sejak di pintu masuknya. Karena masih dalam libur sesudah lebaran, sehingga banyak orang berekreasi ke sini. Toko-toko di sepanjang pintu masuk menawarkan oleh-oleh cendera mata, termasuk kumpulan kupu-kupu yang sudah dipigura.
Sayangnya dibanding kedatangan kami sebelumnya, kami jarang melihat kupu-kupu beterbangan. Mungkin mereka takut juga karena banyak orang ya 😀 Padahal saat itu masih pagi loh. Oh ya aku tidak suka di sini yaitu WC nya. WC untuk perempuannya tidak berjamban (hanya lantai saja), dan kami harus membayar 2000 rupiah. Hmmm….. tapi kalau terpaksa ya apa boleh buat ya.
Anak-anak langsung buka sepatu dan turun ke batu-batu air terjun untuk bermain air. Opa memotret dari pinggir dan tidak ikut turun. Karena cukup banyak orang di air. Sementara itu aku dan Yuko dengan dipandu seorang pemuda naik ke atas tangga di samping air terjun. Dulu aku ingin naik tapi tidak bisa karena harus memperhatikan anak-anak. Sekarang anak-anak sudah lebih besar dan bisa jaga diri, sehingga kesempatan untuk naik ke sumber air di atas. Kata pemandu kami jaraknya 800 m, pulang balik kira-kira 1 jam. Satu jamnya sih tidak apa-apa, tapi aku lupa bahwa aku membawa sepatu anak-anak. Aku memang tidak mau menitipkan pada opa, takut opa terpecah perhatiannya, lalu terpeleset atau apa.
Nah selama perjalanan di atas air terjun itulah banyak kujumpai kupu-kupu. Selain itu airnya berwarna biru muda menciptakan sungai yang tenang. Untung udara tidak begitu panas, sehingga aku masih tahan berjalan terus mengikuti si pemuda pemandu, sambil sesekali berhenti memotret kupu-kupu. Jalanan yang kami lewati dibeton dan bagus mengarah ke Gua batu dan Danau Kassi Kebo. Dan benarlah setelah berjalan cukup lama, kami sampai di danau putih, tempat mata air Bantimurung ini. Kebo itu artinya putih, sedangkan kassi itu pasir. Danau pasir putih…. sungguh indah, apalagi saat itu tidak ada orang lain selain kami bertiga.
Kami diajak si pemuda untuk masuk Gua, tapi aku kepikiran opa dan anak-anak yang menunggu di bawah. Selain itu aku memang takut pada kegelapan kan? Jadi tidak berani coba masuk ke gua itu. Setelah sampai di air terjun dan memakaikan anak-anak sepatu, kami berjalan ke arah pulang. TAPI ada sesuatu yang membuat kami kaget. Kebetulan saat itu aku sedang duduk di depan stand kopiko, tiba-tiba ada ramai-ramai. Rupanya ada Iguana yang cukup besar melintas… Lucunya dia sempat berhenti seakan-akan berpose memberikan kesempatan pada kami untuk memotretnya.
Kami pun pulang ke hotel setelah makan siang di restoran Ratu Gurih, berdasarkan rekomendasi temanku. Hmm aku pribadi lebih suka restoran New Dinnar karena lebih bersih dan dingin AC nya hehe. Tapi ada satu cara inovatif yang kuperhatikan dari restoran Ratu Gurih yaitu mereka memakai taplak meja dari plastik yang bertumpuk. Jadi kalau sudah selesai, mereka tinggal ambil satu lapis pertama dan ambil semua kotoran di atas meja sekaligus dengan plastiknya. Praktis dan tidak makan waktu.
Setelah mengantar opa ke hotel untuk istirahat, kami pergi ke pantai Akkarena. Sebetulnya ingin mencari pantai pasir putih, tapi semua pantai yang disebut-sebut di internet cukup jauh dari kota. Takutnya kami kemalaman di jalan, sehingga akhirnya kami pergi ke pantai yang terdekat.
Masih terang benderang dan aku membiarkan anak-anak bermain pasir dan air laut. Sementara aku berteduh dan memesan pisang epek dan jagung bakar serta minuman. Sementara itu di beberapa tempat beberapa kelompok orang mulai berdatangan dan membentang tikar/selimut untuk berpiknik. Sayang sekali, mereka tidak menjaga kebersihan atas sampah yang dibawanya. Aku sempat memperhatikan beberapa angsa yang mengambil sampah-sampah dari tempat mereka dibiarkan saja sehingga sampahnya berserakan ke mana-mana. Bagaimana kalau angsa itu menelan plastik? ah… kesadaran memelihara kebersihan orang Indonesia memang masih sangat kurang.
Eh tapi dari pantai Akkarena ini ada satu yang patut dipuji. WC nya bersih dan TIDAK PERLU BAYAR, kecuali kalau mandi hehehe. Waktu aku mau membayar, ibu berjilbab yang menjaga di depannya mengatakan tidak perlu. Terasa sekali bedanya antara WC di Bantimurung seharga 2000 rupiah dengan WC di Akkarena yang gratis hehehe.
Karena sudah capek, kami meninggalkan pantai Akkarena sebelum matahari tenggelam sehingga tidak bisa menikmati keindahan sunset di sini, dan kembali ke hotel.
datang kedua kalinya ini jadi bisa lebih menjelajah ya Daeng…., aku jadi kepengen ikut menyusuri Bantimurung
heheh ayuk kapan pergi sama-sama? 😉
Aaaa, pisang epeknya sungguh menggoda 🙂
iya enak banget. Padahal aku ngga seberapa suka pisang
Mbak Imel, saya suka sekali baca catatan perjalanan Daeng Senga pulang kampung ini.
terima kasih banyak Ira… masih banyak nih yang belum ditulis 😀
jadi kalau buang air kecil di lantai gitu ya mbak
ya begitu deh… kayak di kamar mandi 😀 Aku paling males WC basah… untung pakai sepatu, kalau tidak? hiiii
kalo wc nya gak berjamban jadi langsung kencing ke bolongan gitu ya mbak?
bagus danaunya tapi kecil ya… asik juga main2 air disana 🙂
disini juga banyak restoran yang taplaknya pake tumpuk2. dari kertas biasanya, bukan plastik. jadi kelar makan langsung dibuang. hehehe.
ya, seperti kebanyakan di Indonesia, mau ke kamar kecil diujuk ke kamar mandi. Makanya harus bilang kalau mau hajat besar hehehe.
Danaunya kecil dan cantik dipandang saja. Tidak bisa untuk berendam atau main-main di pinggirnya. Kawasan dilindungi.
Kalau di Makassar kan menunya ikan semua. Biasanya mereka taruh tulang di atas meja (kalau di rumahku sih di tissue atau di piring khusus). Jadi semua keangkat. Cuma plastik gitu ya, kayaknnya tidak ramah lingkungan. Tapi bagusnya tidak merembes cairannya.
Rupanya di US banyak yg begitu berlapis ya? Di Jepang sama sekali tidak ada loh. Oh ya, kalian suka bersihin meja sendiri ngga kalau di resto yg cepat saji gitu? Di sini kita biasa bersihin (lap) sendiri meja, terutama di Parking Area.
Pingback: Kue Blinjo dan Kopdar | Twilight Express