Tahun lalu tanggal 14 Januari 2013 itu salju turun lebat sekali sehingga sempat melumpuhkan transportasi dan kegiatan masyarakat Tokyo dan Yokohama. Apalagi hari itu tepat peringatan hari Dewasa (Seijin no hi 成人の日 – setiap tahun lain tanggalnya tapi pasti hari Senin minggu ke dua)sehingga kasihan sekali rasanya melihat wanita-wanita Jepang yang berusia 20 tahun itu jalan di salju dengan kimono dan sandal yang terbuka. Duh pasti basah dan dingin sekali. Kami sekeluargapun sampai membatalkan naik ke Sky Tree pada hari itu, padahal kami sudah merencanakan jauh-jauh hari.
Tapi tahun ini sekitar ulang tahunku tidak ada salju sama sekali. Padahal waktu aku janjian dengan Sanchan pertama kali tgl 15 Januari, paginya mendung dan aneh, jadi kami batalkan untuk bertemu dan diganti menjadi tgl 20 Januari. Hari yang cerah untuk merayakan ulang tahun berdua Sanchan, dan akupun tidak jadi dinobatkan menjadi Lady Snow.
Selasa 4 Februari kemarin dari pagi hujan dengan langit yang mendung aneh. Setelah tinggal di Jepang 20 tahun lebih aku bisa membedakan bagaimana warna langit akan turun salju. Dan memang prakiraan cuaca mengatakan bahwa di Nerima salju akan turun sekitar pukul 12 siang sampai pukul 6 sore. Padahal aku ada dua kelas, pertama dari jam 10:00 -11:30 dan 18:30 – 20:30, dan biasanya aku menyetir mobil. Tapi seperti yang kutulis di sini, amat berbahaya menyetir waktu turun salju (dan sesudahnya) apalagi mobil kami tidak dilengkapi dengan ban khusus. Lagipula jika aku pakai mobil, Gen harus naik kendaraan umum (bus dan kereta) padahal dia sedang tidak enak badan. Meskipun aku juga sedang batuk pilek, dua kelas yang berbeda tempat itu masih mudah untuk ditempuh dengan kendaraan umum daripada Gen ke kantornya (naik bus 2 kali dan ganti kereta 2 kali, 1,5 jam lebih). Jadi aku mengalah dan membiarkan Gen naik mobil.
Pas kami keluar rumah pukul 8:4o, rintik berhenti aku mengantar Kai ke TK naik sepeda, tapi waktu aku menuju ke stasiun mulai lagi hujan. Cepat-cepat aku parkir sepeda di tempat parkir (biaya 100 yen) dan cari info bagaimana untuk ke Balai Desa tempatku mengajar. Dari internet aku tahu bahwa aku bisa naik bus sampai di dekat tempat itu dan masih harus jalan lagi. Duh dalam cuaca seperti begini aku masih harus cari-cari jalan lagi? Mending aku naik taxi saja karena aku tahu naik mobil ke sana tidak lebih dari 15 menit (jadi aku tahu juga kira-kira berapa biaya taxinya). Jadilah aku naik taxi yang supirnya sangat ramah dan memberitahuku jalan-jalan tikus yang bisa kutempuh jika menyetir sendiri.
Sampai di tempat mengajar, masih ada waktu 20 menit dan pas aku bertemu dengan si bapak penyitas kanker di lift (bisa baca di : Mereka Tetap Belajar). Aku bertanya dia naik apa, dan dijawab bahwa dia jalan kaki 30 menit! Wah dalam hujan dia berjalan kaki untuk belajar bahasa Indonesia. Padahal hujan setiap saat bisa berubah menjadi salju loh. Jadi hari itu aku juga menyangka bahwa akan banyak murid yang tidak hadir. Tapi ternyata tidak loh! Kecuali ibu yang memakai kursi roda semua murid datang. Memang orang Jepang itu rajin-rajin. Dan aku kok jadi teringat lagu dengan lirik “Gunung pun akan kudaki lautan kan kusebrangi.” (hayooo ada yang tahu lagu ini ngga? hehhehe) Sedangkan untuk murid-muridku ini: salju pun kan kuterjang 😀 Oh ya, hari ini aku juga mengetahui bahwa si bapak itu ternyata mantan jenderal bintang dua euy.
Dan akhirnya sekitar pukul setengah satu siang ketika aku sudah sampai di rumah, salju mulai turun dengan deras meskipun belum menumpuk karena langsung mencair begitu kena aspal. Tapi pukul 4 sore sudah memutihlah atap rumah-rumah di sekitarku. Dan karena akupun tidak begitu sehat, akhirnya aku membatalkan kelas malam yang disambut kegirangan murid-murid. Maklum murid-murid yang malam hari ini kebanyakan ibu-ibu yang mempunyai keluarga dan rumah jauh sehingga seandainya bus/kereta tidak jalan mereka tidak bisa pulang ke rumah.
Salju di pintu masuk musim semi mengagetkan warga Tokyo, apalagi karena suhu Tokyo sehari sebelumnya sampai 18 derajat, dan esoknya langsung turun sampai sekitar 5 derajat. Yang pasti anak-anakku senang karena sempat bisa bermain salju di lapangan parkir apartemen. Untung saja tidak sampai badai salju sehingga hari ini tidak ada lagi salju yang tersisa.
Jadi ingat dosen Jepangku, lg sakit tenggorokan msh dating mengiajar, meski smbl bisik2 atw menerangkan lewat tulisan di whiteboard, klo dosen lain mungkin akan tidak hadir aja, atau mengganti hari. Orang Jepang emang rajin bgt ya Nechan 🙂
Wah, saljunya cuma satu hari ya, Mbak 🙂 Berarti dari bulan Januari gak ada salju sama sekali ya…
Aku jadi ingat, beberapa waktu yang lalu, aku sudah hadir di kelas, tapi tidak satu pun mahasiswa yang datang. Penyebabnya? Apalagi kalau bukan hujan deras.. Kesal sekali rasanya.. Memangnya hujan tidak bisa diterjang dengan payung? Tulisan Nechan ini bakal aku tunjukkan ke mahasiswaku nanti, biar mereka tahu mengapa orang Jepang pintar-pintar..
semangat belajar di sana tinggi ya
mereka nggak gampang menyerah pada cuaca
Air mancur yang membeku ?
aaarrggghhh terbayang dinginnya seperti apa itu …
“…dalam hujan dia berjalan kaki untuk belajar bahasa Indonesia …” Salut buat bapak itu
Salam saya EM
(6/2 : 6)
hihi, saya kira mau nulis tentang Yuki-onna bun~ :))
wah mbak, sama kaya di Amerika yg sekarang lg terkena Cold Weather Storm yakk.. Semoga sekeluarga selalu sehat 🙂
Tersipu dengan teladan kegigihan peserta kelas EM Sensei, begitu menghargai kesempatan.
Salam hangat seraya tetap menjaga kesehatan ya mBak.
taun ini emang kacau banget cuacanya ya mbak…
disini lebih aneh lagi, panas nya udah kayak summer. minggu ini sih mendingin, tapi minggu depan bakal panas lagi kayaknya. gak berasa winter2nya sama sekali 😛
Ternyata gak di Indonesia doang, ya. Di mana-mana di dunia rasa-rasanya lagi kacau banget emang cuacanya.
Duh, belum pernah sekalipun merasakan salju. Pasti dingin banget tuh ya.
Salut dah sama murid-murid Ibu itu. Tekad dan semangatnya patut diteladani.
air mancurnya sampai membeku gitu ya mbak