Hari ini aku mulai mengajar lagi di universitas W. Dan aku menanyakan tentang bagaimana mereka melewatkan Tahun Baru yang lalu, sedapat mungkin memakai bahasa Indonesia tentunya. Kelas Menengah hanya dihadiri 3 orang, dan dua di antaranya mengatakan bahwa mereka bekerja meskipun malam tahun baru/tahun baru.
Yang satu keluarganya mempunyai usaha hot spring di gedung 9 tingkat yang berada di depan pelabuhan Yokohama, jadi pemandangannya bagus. Pengunjung lebih menikmati pemandangan yang terhampar lewat jendela besar mungkin lebih daripada nyamannya berendam di air panas alami dengan kandungan sulfur yang konon baik untuk kulit. Dan dia mengatakan khusus untuk tahun baru, tamunya membludak sehingga benar-benar untung besar pada hari itu. Sampai dibatasi orang yang bisa masuk dan antri. Waktu kutanya apakah mereka menaikkan tarif karena hari khusus, ternyata dijawab TIDAK. Wah kalau di Indonesia pasti naik berapa kali lipat tuh hehehe. Aku heran dan baru mendengar bahwa cukup banyak orang Jepang yang melewatkan pergantian tahun di pemandian air panas. Tapi suatu kali mungkin akan kucoba juga deh, apalagi kalau dapat potongan harga dari muridku ini hehehe.
Yang kedua keluarganya mempunyai usaha bakmi khas Jepang: Soba. Perlu diketahui bahwa pada detik-detik pergantian tahun, biasanya orang Jepang makan Toshikoshi Soba (Soba menjelang tahun baru) karena soba panjang diharapkan rejekinya juga panjang. Nah dia juga mengatakan bahwa penjualan tokonya sangat sukses dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sampai dia berkata, mungkin ini pertanda perekonomian Jepang yang membaik dengan abenomics (strategi ekonomi PM Abe).
Tapi ada satu topik bagian tahun baru yang muncul dalam pembicaraan kami yang aku rasa menarik. Yaitu bahwa agama sudah menjadi komoditi kecanggihan teknologi. Baru saja aku baca mengenai “titipan doa” dengan membayar lewat rekening seorang pemuka agama di Indonesia, dan hari ini aku mendengar cerita tentang modernisasi kuil dari mahasiswaku ini. Jadi, biasanya kalau orang pergi sembahyang ke kuil, mereka akan “melempar” uang logam, biasanya 5 yen karena artinya go-en (hubungan baik), atau tentu saja boleh lebih. Dengan lemparan koin ini masuk ke kotak kayu akan berbunyi cring, lalu bunyikan lonceng dengan tali tambang baru mulai berdoa. Nah, ada sebuah kuil di Tokyo yang memasang alat pembayaran otomatis dengan prepaid card (aku sendiri tidak pasti mungkin seperti REPO di Indonesia ya?) di samping kotak persembahan itu. Maksudnya mungkin supaya orang tidak perlu susah-susah cari koin. Cukup menekan tombol angka dan sentuh kartu prepaid miliknya pada sensor…. dan lucunya akan berbunyi cring juga 😀 Kami akhirnya membahas dari soal religi rasanya ada yang kurang, tapi jadinya kami ingin coba pergi ke kuil itu untuk mencoba persembahan otomatis itu.
Memang kemajuan teknologi tidak bisa dipungkiri, dan mungkin dalam jangka waktu 100 tahun lagi, uang tidak ada yang nyata terlihat di depan mata, semua pembayaran dengan rekening yang tak terlihat wujudnya. Atau mungkin 200 tahun lagi orang tidak akan mendatangi tempat sembahyang sesuai agamanya karena bisa berdoa atau sembahyang secara virtual. Memang tak ada yang bisa hidup sampai 200 tahun yang akan datang, tapi perubahan itu pasti akan datang. Ah film-film Science Fiction itu kok jadinya menakutkan ya? Makanya aku malas menonton film seperti itu dan lebih memilih menonton film komedi, anime atau drama.
Saya tersenyum …
Pake sound effect cring pula ya …
hahaha …
BTW …
Prepaid … atau ada juga yang menyebut “uang elektronik” di Indonesia udah lumayan beredar …
kartu Flash … kartu Gramedia … kartu es teller 77 … kartu toll mandiri … alfa/indomaret dan sebagainya …
Tapi memang vendornya belum banyak
Salam saya EM
Aaahhh …
Aku Pertama Kawan … !
Kayaknya bank sentral di mana-mana mulai mengurangi penggunaan uang fisik ya Mba. Jadinya apa aja bisa pake kartu. Tapi baru tahu kalo ibadah pake kartu juga. Seru juga pake efek suara. Hehehe
tos! aku juga kurang suka film sci-fi. sebaliknya, oni demen banget. huh! nggak selera deh kalau dia mulai ngomongin sci-fi. serem!
kalau untuk beribadah kayanya gak boleh virtual ya mbak, lebih baik datang langsung
ha ha ha.. ya akhirnya semuanya memang menyesuaikan diri dengan perubahan jaman ya Mbak..
Pernah hadiri ibadah di hotel di jkt mbak, psembahannya via kartu debet serasa di super market, modernisasi di semua lini. Salam