Wah, posting pertama pada bulan desember padahal sudah tanggal 15? Unbelievable! Memang sibuk sih dengan macam-macam hehehe.
Pada hari Rabu dan Kamis minggu lalu di dekat rumahku, ada sebuah festival/pasar malam yang bernama Boro Ichi. Aku sempat bercanda: “Wah yang dijual udah boro-boro (bahasa Jepang yang artinya hancur/ compang camping) dong ya?” Dan ehhh ternyata memang jaman dulu dimulainya dengan menjual baju bekas.
Boro Ichi ini rupanya pertamanya dilakukan tahun 1751 untuk memperingati hari wafatnya Nichiren, seorang pendiri aliran agama Buddha. Karena daerah ini dulunya pertanian yang dijual adalah alat-alat pertanian, tapi seiring dengan perkembangan jaman, mereka mulai menjual baju bekas bahkan barang-barang lainnya.
Festival ini memang dilaksanakan setiap tanggal yang sama yaitu 9-10 Desember dari pagi sampai malam, terserah mau jatuh pada hari apa. Jadi kalau jatuh pada akhir pekan bisa dibayangkan betapa banyaknya orang yang datang. Konon rata-rata 80.000 pengunjung memenuhi daerah ini setiap tahunnya.
Riku memang sudah minta ijin padaku untuk pergi sendiri ke festival itu, karena dia ingin bertemu dengan bekas teman-teman SDnya. Karena dia sudah besar, aku beri dia uang jajan untuk membeli makanan di sana, meskipun aku tidak ada di rumah pada hari Rabu. Kai sebenarnya juga mau ikut pergi, tapi Riku tidak mau mengajak Kai. Aku juga takut menyerahkan Kai dengan Riku saja, karena pasti tanggung jawabnya besar. Jadi aku menjanjikan untuk pergi bersamanya pada hari Kamis, sepulang dari aku mengajar.
Jam 4:30 sore, aku masih dalam bus pulang, Kai sudah menelepon, “Mama… kok belum pulang sih?” Cepat-cepat deh aku naik kereta express meskipun berarti aku harus berdiri dan ganti kereta lokal lagi. Sepeda juga kukayuh dengan cepat. Begitu sampai di rumah, Kai sudah menunggu lengkap dengan jaketnya. Duuuh senang sekali melihat mukanya yang ceria. Kencan deh berdua Kai…
Kami pergi ke Festival itu naik bus karena tahu pasti tidak bisa memarkirkan sepeda di sana. Tak kusangka festival Boro Ichi ini seramai itu. Seperti layaknya matsuri (festival) di Jepang, di samping kanan kiri ada tenda yang menjual makanan, minuman atau mainan. Juga ada yang menyediakan permainan untuk anak-anak seperti menciduk ikan mas dengan saringan kertas, menembak hadiah, meraup kelereng, atau undian dengan hadiah mainan. Tentu saja Kai ingin bermain dan ya itulah kesenangan yang bisa didapat dari festival di Jepang bagi anak-anak. Kenyang bermain dan makan, kami pulang lagi naik bus setelah berbelanja sayur dulu.
Senang sekali bisa menggembirakan anak bungsuku ini. Karena akhir-akhir ini dia bawaannya sedih terus karena dikucilkan teman baiknya. Ada dua teman baiknya yang tinggal dekat kami. Dulu mereka selalu baik, meskipun ada sih perkelahian kecil-kecil. Tapi akhir-akhir ini mereka berdua dengan sengaja menjauhi Kai dan memancing kemarahan Kai. Aku sudah menceritakan pada gurunya tentang hal ini, dan kami ingin melihat lebih jauh bagaimana perkembangannya pada Kai. Aku sendiri sudah mengatakan pada Kai bahwa dia harus menceritakan kejadian apa yang dialami. Memang sulit sih anak-anak laki yang sedang bertumbuh menjadi “anak gede”. Tadi siang aku sempat menangis bersama Kai sewaktu dia menceritakan sakit hatinya kepadaku. Aku pun memang melihat sendiri tadi pagi waktu Kai akan berangkat sekolah, ke dua temannya melihat Kai dan cepat-cepat menjauh dan meninggalkan dia. Semoga kondisi ini tidak berlangsung lama deh.
Di Jepang banyak festival ya.
Kalo di Jakarta banyak barang bekas, -terutama pakaian impor bekas- yang dijual bebas. Memang sih mutu kainnya masih bagus.
suka bacanya dan kemeriahan festivalnya….eh suka merahnya baju Imelda 🙂 #gagalfokus
Seru banget acaranya mbak.
Buat kai semoga segera baikan sama temennya ya ????